BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konflik kepentingan antara pemegang saham dan manajer adalah contoh masalah klasik antara prinsipal dan agen (Jensen dan Murphy, 1990). Manajer berusaha untuk memaksimalkan kepentingan pribadi dan tidak memperhatikan kepentingan
pemegang
saham.
Kondisi
tersebut
dapat
diatasi
dengan
menyelaraskan kepentingan pemilik dan manajer melalui kontrak kompensasi (Jensen dan Murphy, 1990). Nyberg et al. (2010) menjelaskan keselarasan insentif melibatkan dua komponen yaitu keselarasan keuangan dan keselarasan preferensi & tindakan. Kepemilikan saham dan mekanisme kontrak kompensasi
yang
menghubungkan kekayaan manajer dengan pemegang saham secara efektif juga berhubungan dengan preferensi & tindakan manajer dengan para pemegang saham (Nyberg et al., 2010).1 Kontrak kompensasi sebagai salah satu cara menyelaraskan preferensi risiko antara manajer dan pemegang saham (Devers et al., 2008).2 Devers et al. (2006) menjelaskan penyelarasan kepentingan menggunakan insentif menunjukkan dampak langsung (keselarasan tujuan) dan tidak langsung (keselarasan preferensi risiko) pada return pemegang saham. Kebijakan kompensasi mengikat kesejahteraan Chief Executive Officer (CEO) kepada 1
Kompensasi adalah pembayaran prosentase tertentu kepada manajer (Alfie, 1993). Istilah kompensasi yang digunakan memiliki makna yang sama dengan istilah remunerasi. Insentif yaitu tambahan penghasilan yang diberikan untuk meningkatkan gairah kerja (KBBI, 2015). Kompensasi atau remunerasi terdiri dari gaji, tunjangan, dan bonus (tantiem), sedangkan insentif bagian dari kompensasi atau remunerasi yang pembayarannya berdasarkan kinerja. 2
Preferensi risiko telah diusulkan sebagai salah satu karakteristik individu yang mempengaruhi tindakan. Secara sederhana, pengambilan keputusan yang menikmati tantangan akan lebih mungkin untuk melakukan tindakan berisiko daripada individu yang tidak (Sitkin dan Pablo, 1992).
1
pemegang saham sehingga menyelaraskan biaya pribadi, biaya sosial, dan berdampak pada pengambilan keputusan yang tepat oleh CEO (Jensen dan Murphy, 1990). Kompensasi manajer merupakan bagian penting dalam tata kelola dan keuangan perusahaan. Kompensasi manajer menjadi perhatian tidak hanya kalangan akademisi, tetapi juga penyusun standar dan masyarakat dalam beberapa tahun terakhir (Gigliotti, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa isu kompensasi berkembang dengan pesat sehingga menarik untuk diteliti. Perkembangan isu kompensasi ditunjukkan dengan banyaknya penelitian yang dilakukan di perusahaan-perusahaan Amerika, sedangkan di Asia masih relatif sedikit karena masalah ketersediaan data (Kato et al., 2007). Di Indonesia, isu kompensasi muncul dengan adanya Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 setelah Securities Exchange Commission (SEC) pada tahun 2006 mengatur pengungkapan kompensasi secara luas.3 Survei Bank Indonesia (Infobanknews, 2012) menunjukkan bahwa remunerasi dewan direksi pada industri perbankan di Indonesia paling tinggi dibandingkan
Thailand,
Malaysia,
dan
Filipina.
Survei
empat
negara
menunjukkan bahwa CEO di Indonesia memiliki remunerasi paling tinggi (12 M per tahun), sedangkan paling rendah adalah Filipina (1,1 M per tahun). Fenomena tersebut menjadi perhatian pemerintah Indonesia dalam meregulasi pengungkapan kompensasi. Penyusun standar telah menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.7 yang mewajibkan pengungkapan kompensasi anggota manajemen kunci secara total untuk masing-masing kategori. PSAK ini 3
SEC adalah badan independen dari pemerintah Amerika yang memiliki tanggung jawab utama untuk mengawasi pelaksanaan peraturan-peraturan perdagangan efek dan mengatur perdagangan di bursa efek (SEC, 2015).
2
berimplikasi bahwa perusahaan mengungkapkan jumlah kompensasi manajemen kunci dan beberapa penjelasan yang informatif dalam laporan keuangan (Horwath, 2011). Penelitian tentang hubungan kinerja dengan kompensasi belum menunjukkan hasil yang konsisten. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan yang positif kinerja dengan kompensasi (Sun et al., 2013; Conyon dan He, 2012; Banker et al., 2013), namun ada juga yang menunjukkan bahwa kinerja tidak berhubungan dengan kompensasi (Jensen dan Murphy, 1990; Rost dan Osteroh, 2009). Penelitian lain menunjukkan bahwa kompensasi berhubungan dengan kinerja (Cordeiro et al., 2007; Devers et al., 2006; Lewellen et al., 1992). Selain itu, penelitian hubungan kompensasi dan kinerja dilihat dari perilaku manajer masih sedikit. Kompensasi mendasari preferensi risiko manajer dalam pencapaian kinerja perusahaan. Manajer yang berani mengambil risiko ketika kompensasi tinggi akan semakin termotivasi sehingga menghasilkan kinerja perusahaan di masa depan yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bukti empiris hubungan kinerja perusahaan, kompensasi, dan preferensi risiko pada periode setelah dikeluarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 pada tahun 2008-2013. Hubungan antara risiko dan return menunjukkan hubungan yang berbanding lurus. Semakin tinggi risiko yang diambil diharapkan return yang diterima juga semakin tinggi (Hartono, 2013). Pemegang saham cenderung memilih manajer yang berani mengambil risiko (risk taker) karena pengambilan risiko akan mempengaruhi kinerja perusahaan, misalnya ada peningkatan return
3
pemegang saham (Devers et al., 2008). Return pemegang saham yang semakin tinggi mencerminkan pemberian kompensasi memotivasi manajer untuk bekerja lebih baik. Peneliti menambahkan variabel preferensi risiko yang merujuk pada teori yang dikembangkan oleh Wiseman dan Gomez-Mejia (1998), Devers et al. (2007), dan Nyberg et al. (2010) untuk menginvestigasi apakah kompensasi akan menyelaraskan keuangan dan preferensi & tindakan antara manajer dan pemegang saham. Penelitian ini dimotivasi oleh beberapa faktor. Pertama, penelitian terdahulu banyak yang menguji hubungan kinerja dengan kompensasi (Kato et al., 2007; Kato dan Kubo, 2006; Yang et al., 2014; Xiao et al., 2013; Gunasekaragea dan Wilkinson, 2002; Merhebi et al., 2006; Sun et al., 2013; Conyon dan He, 2012), namun masih sedikit penelitian yang menguji hubungan kinerja dengan kompensasi kemudian kompensasi dengan kinerja di masa depan seperti yang dilakukan oleh Banker et al. (2013). Banker et al. (2013) menunjukkan pentingnya kompensasi uang tunai ke dalam komponen gaji dan bonus untuk memahami interaksi yang dinamis antara kompensasi dan kinerja. Kedua, penelitian Devers et al. (2006)
mempertimbangkan perilaku berisiko ketika
mengevaluasi terkait hubungan kompensasi dengan kinerja perusahaan.4 Ada beberapa perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Pertama, penelitian sebelumnya hanya menggunakan kompensasi CEO maka penelitian ini menggunakan kompensasi bentuk kas Top Management
4
Perilaku berisiko adalah pengambilan keputusan individu dalam konteks berisiko. Perilaku berisiko dapat ditandai dengan tingkat risiko yang terkait dengan keputusan yang dibuat (Sitkin dan Pablo, 1992). Sitkin dan Pablo (1992) mendefinisikan keputusan sebagai berisiko sejauh (a) hasil yang diharapkan tidak pasti, (b) tujuan sulit dicapai, dan (c) hasil yang potensial meliputi beberapa konsekuensi yang ekstrim.
4
Team (TMT). Peneliti mendefinisikan TMT di Indonesia adalah dewan komisaris dan dewan direksi5. Hambrick (2007) menjelaskan bahwa TMT akan menghasilkan penjelasan yang lebih kuat daripada hanya pada eksekutif puncak, misalnya CEO. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Devers et al. (2006) mengukur preferensi risiko dengan jumlah akuisisi perusahaan, sedangkan penelitian ini menggunakan biaya penelitian dan pengembangan (Devers et al., 2008; Guay, 1999; Miller dan Bromiley, 1990). Ketiga, penelitian sebelumnya terkait kompensasi di Indonesia dilakukan pada industri perbankan (Sugiri et al., 2014) maka peneliti menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2013. Selain itu, peneliti juga melakukan pengujian tambahan pada hubungan kompensasi dengan kinerja perusahaan di masa depan berdasarkan beberapa kategori perusahaan (great, good, dan poor). Penelitian ini diharapkan berkontribusi pada literatur akademik dengan menambah bukti empiris mengenai hubungan kinerja dengan kompensasi dan kompensasi dengan kinerja di masa depan. Penelitian ini mengembangkan model penelitian khususnya perilaku yang berhubungan dengan preferensi risiko. Penelitian juga menyediakan pentingnya informasi untuk para penyusun standar mengenai aturan proporsi kompensasi dalam perusahaan. Aturan kompensasi ini penting mengingat pada tahun 2015 sudah diberlakukan ASEAN Economic Community (AEC). AEC akan menyebabkan sumber daya masuk di Indonesia dan sebaliknya, khususnya mengenai tenaga profesional akuntan. Pengaturan skema kompensasi yang baik diharapkan menjadi informasi yang penting bagi 5
Indonesia menganut two-tier yaitu memisahkan antara pihak-pihak yang menjalankan perusahaan (direksi) dan pihak-pihak yang melakukan pengawasan (komisaris).
5
manajer di Indonesia dan bekal untuk menghadapi persaingan dengan manajermanajer dari luar Indonesia.
1.2 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang diajukan berdasarkan latar belakang masalah di atas adalah: 1. Apakah kinerja perusahaan berhubungan positif dengan kompensasi Top Management Team? 2. Apakah kompensasi Top Management Team berhubungan positif dengan kinerja perusahaan di masa depan? 3. Apakah kondisi risk taker mempengaruhi hubungan kompensasi Top Management Team dengan kinerja perusahaan di masa depan?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menguji
hubungan
kinerja
perusahaan
dengan
kompensasi
Top
Management Team. 2. Menguji hubungan kompensasi Top Management Team dengan kinerja perusahaan di masa depan. 3. Menguji pengaruh kondisi risk taker terhadap hubungan kompensasi Top Management Team dengan kinerja perusahaan di masa depan.
6
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberi manfaat terkait: 1. Literatur a. Penelitian
ini
dapat
memberikan
tambahan
literatur
secara
komprehensif mengenai pentingnya hubungan kinerja perusahaan dengan kompensasi Top Management Team dan hubungan kompensasi Top Management Team dengan kinerja perusahaan di masa depan. b. Pengembangan model mengenai preferensi risiko manajer akibat pemberian kompensasi. 2. Praktik a. Bagi para penyusun standar, penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai pentingnya pengungkapan kompensasi dan proporsi kompensasi dalam perusahaan. b. Bagi para manajer, penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan mengenai hubungan kompensasi dengan kinerja perusahaan dalam kondisi manajer yang berani mengambil risiko (risk taker).
1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tesis ini terdiri dari lima bab, yaitu: BAB I: PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II: KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
7
Bab ini berisi tentang kajian literatur terkait kompensasi,
kinerja
perusahaan, preferensi risiko serta berbagai konsep dan teori yang berkaitan dengan pengembangan hipotesis. BAB III: METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Metode penelitian ini berisi rincian mengenai sampel penelitian, pengukuran variabel, model penelitian, dan pengujian tambahan. BAB IV: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini menjelaskan mengenai data penelitian, hasil pengolahan data penelitian, dan pembahasan hasil penelitian. BAB V: KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan penelitian ini. Bab ini berisi kesimpulan, keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya yang mungkin tertarik untuk mengembangkan penelitian ini.
8