BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian akuntansi keperilakuan dan praktek pengembangan sumber daya manusia umumnya mengambil dasar teori ilmu psikologi. Literatur psikologi dan manajemen mendukung bahwa faktor psikologi akan membawa dampak terhadap kesuksesan karier seseorang. Perubahan global yang cepat mengharuskan kantor akuntan publik mengeluarkan biaya besar untuk melatih dan mengembangkan para akuntan publik yang bekerja di kantornya agar memiliki keahlian yang berkelanjutan. Kantor akuntan publik akan sangat dirugikan apabila karyawan yang kompeten dan terlatih meninggalkan kantor akuntan publik karena kantor tersebut harus mulai lagi mengembangkan dan melatih karyawan baru. Perubahan teknologi yang cepat juga mengharuskan kantor akuntan publik mengeluarkan biaya besar untuk melatih dan mengembangkan para akuntan publik yang bekerja di kantornya agar memiliki kemampuan Audit Electronic Data Processing (EDP) yang berkelanjutan. Kerugian akibat berpindahnya akuntan publik sangat besar bagi kantor akuntan publik. Kantor akuntan publik harus mengeluarkan biaya besar untuk melakukan perekrutan akuntan baru. Akuntan publik memiliki tingkat keinginan berpindah yang lebih tinggi dibandingkan dengan profesional lainnya. Akuntan publik ingin berpindah dari satu kantor akuntan publik ke kantor akuntan publik lain. Bekerja di kantor akuntan publik sering dianggap untuk mencari pengalaman atau usaha awal untuk berpindah ke pekerjaan lain. Satu orang saja akuntan publik kompeten yang
berpindah akan sangat merugikan kantor akuntan publik. Menurut Ratnawati (2001) sekitar 85 persen profesional akuntansi yang bergabung di KAP besar telah meninggalkan pekerjaannya untuk mencari pekerjaan
lainnya. Hal ini juga
didukung oleh penelitian Collins (1993) menemukan bahwa akuntan publik memiliki keinginan berpindah yang tinggi terutama akuntan publik wanita karena lebih dari 50 persen dari karyawan wanita yang berpindah tempat kerja. Bao dkk (1986) melaporkan tingkat turnover pada level non partner yang bekerja di KAP mencapai 45 persen. Lampe dan Earnes (1984) melaporkan tingkat turnover auditor junior mencapai 23,9 persen pertahun. Toly (2001) mengemukakan bahwa kinerja suatu organisasi sangat ditentukan oleh kondisi dan perilaku karyawan yang dimiliki organisasi tersebut. Fenomena yang seringkali terjadi adalah kinerja suatu organisasi yang telah demikian bagus dapat dirusak, baik secara langsung maupun tidak, oleh berbagai perilaku karyawan yang sulit dicegah terjadinya. Salah satu bentuk perilaku karyawan tersebut adalah keinginan berpindah (turnover intentions) yang berujung pada keputusan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya. Tingkat turnover tersebut harus diupayakan agar tidak terlalu tinggi sehingga organisasi masih memiliki kesempatan untuk memperoleh manfaat atau keuntungan atas peningkatan kinerja dari karyawan baru yang lebih besar dibanding biaya rekruitmen yang ditanggung organisasi. Penelitian-penelitian akuntansi keperilakuan di lingkungan akuntan publik telah banyak menguji berbagai variabel yang mempengaruhi keinginan berpindah. Tujuan dari semua penelitian tersebut adalah untuk mengembangkan model faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan berpindah di lingkungan akuntan
publik. Penelitian awal untuk mengembangkan model keinginan berpindah dilakukan oleh Ferris (1981), Aranya, Lachman dan Amernic (1982), Aranya dan Ferris (1984) dan penelitian-penelitian terbaru seperti Bryant dkk (2009), Margison dan Bui (2009), Smith dan Hall (2008), Drake dkk (2007), Burney dan Widener (2007) masih membahas topik mengenai variabel kinerja dan keinginan berpindah. Penelitian-penelitian di Indonesia yang mengembangkan model keinginan berpindah diantaranya penelitian Ratnawati (2000), Yuyetta (2001), Utami dkk (2006), Mustiasari dan Ghozali (2006), Cahyono (2007) dan Rahayu (2011) mendesain model keinginan berpindah dengan variabel-variabel anteseden job insecurity yang terdiri dari kepuasan kerja, konflik peran, dan locus of control, serta konsekuensi dari job insecurity yaitu komitmen organisasi terhadap keinginan berpindah. Penelitian-penelitian keinginan berpindah juga banyak menguji perbedaan jenis kelamin (Pujisari, 2001) dan fungsi mentoring (Masclicha,
2001,
mengembangkan
Murtini,
model
2003
keinginan
dan
Endah,
berpindah
2003).
dengan
Syahrir menguji
(2002) variabel
profesional, kinerja, kepuasan kerja dan komitmen. Keinginan berpindah yang tinggi akan mengakibatkan kantor akuntan publik mengalami kerugian yang cukup besar. Dewasa ini, keinginan berpindah yang dirasakan auditor di lingkungan akuntan publik masih cukup tinggi (Ratnawati, 2000). Penelitian-penelitian yang ada terus berusaha untuk mendapatkan variabel-variabel baru untuk mengembangkan model keinginan berpindah. Pengembangan variabel-variabel dalam model keinginan berpindah dibutuhkan untuk memperoleh variabel-variabel penjelas secara menyeluruh
mengenai fenomena-fenomena keinginan berpindah. Semakin banyak faktor penjelas keinginan berpindah diharapkan dapat menjadikan akuntan publik lebih nyaman di dalam bekerja dan keinginan berpindahnya dapat menurun. Penelitian keinginan berpindah dari tahun ke tahun terus dilakukan, tetapi keinginan berpindah auditor masih saja tetap tinggi. Oleh karena pentingnya penelitian yang mengambil tema keinginan berpindah maka penelitian ini melakukan analisis mengenai model keinginan berpindah untuk menjelaskan secara komprehensif beberapa variabel utama keinginan berpindah akuntan publik. Kinerja individual mengacu pada prestasi kerja individu yang diatur berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi. Kinerja individual yang tinggi dapat meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Pencapaian kinerja individual berkaitan dengan penyelesaian serangkaian tugas-tugas individu. Kinerja yang lebih tinggi mengandung arti terjadinya peningkatan efisiensi, efektivitas atau kualitas yang lebih tinggi dalam penyelesaian serangkaian tugas yang dibebankan kepada individu dalam perusahaan atau organisasi. Penilaian kinerja dapat memberikan manfaat baik bagi kantor akuntan publik maupun bagi akuntan publik. Penilaian kinerja membantu kantor akuntan publik dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan sumber daya manusia yang dimilikinya dan bagi akuntan publik, penilaian kinerja dapat menjadi tolak ukur bagi dirinya untuk mengetahui prestasi yang telah dicapainya selama ini. Menurut Cahyono (2008) prestasi kerja yang diperoleh dapat dijadikan ukuran kinerja yang dicapai setiap auditor, auditor yang memiliki kinerja yang tinggi akan merasa nyaman bekerja di dalam kantornya, auditor yang memiliki kinerja yang tinggi akan memiliki keinginan berpindah yang rendah.
Kinerja auditor yang tinggi akan menurunkan keinginan berpindah dan akan meningkatkan kinerja kantor akuntan publiknya. Penelitian-penelitian mengenai kinerja auditor masih sangat menarik untuk mendukung pengembangan dan kesuksesan kantor akuntan publik. Penelitian-penelitian kinerja selama ini banyak berfokus pada variabel-variabel anteseden keinginan berpindah, masih jarang penelitian yang menguji pengaruh kinerja terhadap variabel konsekuensinya. Keinginan berpindah auditor merupakan konsekuensi dari variabel kinerja. Penelitian mengenai konsekuensi kinerja masih jarang dan sangat diperlukan sehingga penelitian yang menguji pengaruh langsung kinerja terhadap keinginan berpindah masih sangat menarik. Banyak variabel yang telah diuji sebagai variabel anteseden kinerja individual auditor di lingkungan akuntan publik. Syafrina (2002) menunjukkan pengaruh diskusi verbal dalam review kertas kerja audit terhadap motivasi dan kinerja auditor. Anggraini (2002) menganalisis terdapat pengaruh gender terhadap pertimbangan penilaian kinerja auditor. Tjhai (2002), Basuki (2005), Rizki (2007) dan Widati (2008) menunjukkan faktor- faktor yang mempengaruhi pemanfaatan teknologi informasi terhadap kinerja akuntan publik. Hanafi (2009) menunjukkan dengan analisis jalur hubungan dari ketiga variabel kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan kinerja. Muajiz (2009) menyimpulkan bahwa training, kecerdasan emotional dan kecerdasan spritual berpengaruh terhadap kinerja auditor pada Direktorat Jenderal Pajak. Yuliono (2010) meneliti mengenai faktor program
reformasi
birokrasi
terhadap
kinerja
auditor.
Yuresta
(2011)
menyimpulkan faktor motivasi, stres, reward dan rekan kerja masing-masing berpengaruh terhadap kinerja auditor.
Penelitian ini menguji pengaruh anteseden kinerja individu yang terdiri dari empowerment, inovasi, profesional, ambiguitas peran, konflik peran, komitmen organisasional dan konsekuensi dari kinerja yaitu keinginan berpindah auditor di kantor akuntan publik. Dipilihnya model kinerja dan keinginan berpindah karena hasil pengujian dalam penelitian-penelitian yang ada, tidak saling menunjukkan hasil yang konsisten dan sangat jarangnya penelitian yang langsung menguji hubungan kinerja terhadap keinginan berpindah serta terdapat fenomena bahwa akuntan publik harus berkinerja yang baik, akuntan publik juga memiliki keinginan berpindah yang tinggi. Dipilihnya variabel empowerment, inovasi dan profesional karena variabel ini merupakan kriteria auditor yang dibutuhkan oleh kantor akuntan publik. Seorang auditor yang memiliki empowerment, inovasi dan profesional yang tinggi akan memajukan kantor akuntan publik. Alam dan Armanu (2010) mengemukakan bahwa pemberdayaan sebagai tindakan memberikan kewenangan, ketrampilan dan kebebasan kepada pegawai di dalam melakukan tugas mereka dan mendeskripsikan pemberdayaan sebagai cara orang memandang diri mereka sendiri di dalam lingkungan kerja dari tingkat sejauhmana membentuk peran kerja (Spreitzer, 1996). Inovatif adalah penerapan ide baru untuk mencapai tujuan perusahaan dan empowerment berhubungan pada pertimbangan peran (Ogden et al,2006). Di dalam penelitiannya Marginson dan Bui (2009) menguji harapan inovasi dan empowerment sepanjang pencapaian anggaran akan meningkatkan konflik peran dan akan menurunkan kinerja. Survei ini dilakukan pada manajer level menengah. Bukti yang terbaru menyatakan terdapat hubungan antara proses pengendalian manajemen dan konflik peran mempengaruhi kinerja manajerial
(Burney dan Widerner, 2007). Hal yang lain meningkatnya ketergantungan pada kreativitas dan inovasi untuk mengamankan perusahaan dapat bersaing dalam ekonomi global (Margison dan Bui 2009). Profesionalisme menjadi syarat utama bagi seseorang yang ingin menjadi seorang akuntan publik, dengan profesionalisme yang tinggi independensi auditor akan semakin terjamin. Untuk menjalankan perannya yang menuntut tanggung jawab yang semakin luas, auditor eksternal harus memiliki wawasan yang luas tentang kompleksitas organisasi modern. Gambaran tentang profesionalisme seorang auditor menurut Wahyudi dkk (2006) tercermin dalam lima hal yaitu: pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan terhadap peraturan profesi, dan hubungan dengan rekan seprofesi. Melaksanakan audit memerlukan informasi yang dapat diverifikasi dan sejumlah standar (kriteria) yang dapat digunakan sebagai pegangan pengevaluasian informasi tersebut. Informasi tersebut harus dapat diukur supaya dapat diverifikasi. Informasi yang dapat diukur memiliki berbagai bentuk, sehingga informasi tersebut dapat membantu auditor dalam mengaudit. Murtiasri (2006) menyatakan auditor adalah profesi yang erat berhubungan dengan kondisi stres karena banyaknya tekanan peran dalam pekerjaan. Bamber, Snowball, & Tubbs (1989) mengemukakan bahwa profesi akuntan merupakan salah satu dari sepuluh profesi yang mengandung tingkat stres tertinggi di Amerika Serikat. Penelitian tersebut menyatakan bahwa profesi akuntan publik memiliki potensi konflik dan ketidakjelasan peran yang tinggi. Salah satu sumber dari stres adalah terperangkapnya auditor dalam situasi di mana auditor tidak dapat lepas dari tekanan peran (role stress) dalam pekerjaan. Penelitian Kahn
(1991) menyatakan bahwa tekanan dalam pekerjaan muncul karena adanya dua kondisi yang sering dihadapi oleh auditor, yaitu ambiguitas peran (role ambiguity) dan konflik peran (role conflict). Kahn (1991) juga menyatakan bahwa ambiguitas peran merujuk pada keadaan tidak adanya informasi memadai yang diperlukan untuk menjalankan peran tersebut dengan cara yang memuaskan. Konflik peran akan terjadi jika tuntutan-tuntutan peran dalam pekerjaan tidak sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan, nilai-nilai atau kapasitas yang dimiliki oleh auditor (Senatra, 1980). Selain faktor konflik peran dan ambiguitas peran, Schick, Gordon & Haka (1990) menyatakan bahwa tekanan peran pada auditor juga disebabkan karena beratnya beban pekerjaan yang menimbulkan kelebihan beban kerja (role overload). Role overload terjadi ketika auditor memiliki beban pekerjaan sangat berat yang tidak sesuai dengan waktu dan kemampuan yang dimiliki. Menurut Cahyono (2011) dalam lingkungan kerja akuntan publik, konflik peran berhubungan dengan adanya dua rangkaian tuntutan yang bertentangan, tanpa pengetahuan tentang struktur audit yang baku, staf akuntan mempunyai kecenderungan mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Kesulitan ini timbul sehubungan dengan beberapa faktor yang terindentifikasi dalam studi Bamber, Snowball dan Tubbs (1989) seperti koordinasi arus kerja, kecukupan wewenang, kecukupan komunikasi dan kemampuan adaptasi. Berdasarkan buktibukti empiris dan beberapa argumen yang telah disebutkan terdahulu, dapat dibuat dugaan adanya pengaruh negatif stres peran terhadap prestasi kerja pegawai kantor akuntan publik dan adanya pengaruh positif stres peran terhadap keinginan berpindah.
Teori acuan penelitian ini adalah teori keperilakuan dan teori peran. Di dalam penelitiannya Burney dan Widener (2007) dan Purwanto dan Hadiyati (2011) teori yang dapat mendasari penelitian di bidang akuntansi manajemen adalah teori peran. Teori peran (role theory) menyatakan bahwa individu yang berhadapan dengan tingkat konflik peran, ambiguitas peran dan role overload yang tinggi akan mengalami kecemasan, ketidakpuasan, dan ketidakefektifan melakukan pekerjaan dibandingkan individu lain. Tiga konsekuensi yang potensial dari konflik peran, ambiguitas peran dan work overload adalah tingginya tekanan kerja (job related tension), rendahnya kepuasan kerja (job satisfaction), dan tingginya keinginan berpindah (intent to leave, turnover intensions). Teori peran menekankan sifat individual sebagai pelaku sosial yang mempelajari perilaku sesuai dengan posisi yang ditempatinya di lingkungan kerja dan masyarakat. Individu akan mengalami konflik dalam dirinya apabila terdapat dua tekanan atau lebih yang terjadi secara bersamaan yang ditujukan pada diri seseorang (Burney dan Widener, 2007). Menurut teori ini penyampai-penyampai peran memiliki pengharapan-pengharapan terhadap perilaku individu yang dituju dan berusaha mempengaruhi perilaku individu tersebut dengan menyampaikan informasi tentang pengharapan-pengharapan peran. Individu yang dimaksud merespon dengan menerima atau menolak berdasarkan persepsinya terhadap si penyampai peran. Atasan akan memberikan dukungan kepada karyawan agar karyawan termotivasi dan merasa puas, otonomi diberikan kepada karyawan, adanya pengakuan atasan, adanya lingkungan yang baik, dilakukan inovasi dan tekanan pekerjaan yang rendah akan membuat kinerja lebih baik. Individual belajar
perilaku didasarkan atas peran mereka di masyarakat atau perusahaan (Kahn, 1991). Role stress terjadi ketika peran mereka tidak jelas atau tidak sesuai. Spector, Dwyer dan Jex (1988) menemukan hubungan antara peningkatan beban kerja dan kinerja, semakin berat beban kerja akan menurunkan kinerja. Cordes dan Dougherty (1993) menemukan peningkatan beban kerja berhubungan positif terhadap job burnout yang akan mengakibatkan kinerja yang rendah. Akuntan publik memiliki beban kerja yang tinggi. Seorang akuntan publik harus dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Semakin tingginya beban kerja maka semakin tinggi tekanan yang akan mengakibatkan iklim psikologi yang tidak memuaskan. Sedangkan Wicker dan August (1995) menemukan beban kerja mempunyai hubungan positif dan negatif dengan kepuasaan kerja dan mempunyai hubungan langsung dengan gejala stress, kemudian
menghubungkan
stressor
peran
dengan
variabel
komitmen
organisasional, profesionalisme dan kinerja. Penelitian-penelitian keperilakuan yang ada selama ini memusatkan perhatian pada variabel kesuksesan karier, misalnya dengan memasukkan faktor kepuasan kerja, komitmen organisasional, kepuasan gaji, tingkatan organisasi, promosi, lamanya bekerja, komitmen profesional, motivasi, keamanan kerja dan melihat
hubungan
antara
variabel-variabel
tersebut.
Penelitian-penelitian
mengenai anteseden komitmen organisasional dan konsekuensinya juga masih menjadi perhatian penelitian keperilakuan. William dan Hazer (1986) membuat perbedaan antara komitmen dan kepuasan kerja dalam bentuk affective respon terhadap keseluruhan organisasi.
Latar belakang dipilihnya variabel komitmen organisasional di dalam penelitian ini karena komitmen organisasional menunjukkan sebuah kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai organisasi atau profesi, kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh untuk kepentingan organisasi atau profesi serta keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi atau profesi tersebut (Aranya et al., 1981). Individu yang memiliki tingkat komitmen organisasional yang tinggi akan memiliki pandangan positif dan akan berusaha berbuat yang terbaik untuk kepentingan organisasi (Darlis, 2000). Individu yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi akan memiliki keinginan berpindah yang rendah. Keinginan berpindah merupakan consequence dari variabel komitmen organisasional (Ketchan dan Strawser, 2001). Aranya dan Feris (1984) menemukan hubungan negatif antara komitmen organisasional dan keinginan berpindah. Pekerja mungkin hanya sementara tidak menyenangi pekerjaannya, tetapi tetap berkomitmen dengan organisasi mereka. Individu yang merasakan puas dengan pekerjaannya akan memiliki komitmen organisasional yang tinggi. Semakin tinggi kepuasan kerja yang dirasakan individu akan semakin tinggi komitmen organisasionalnya. Menurut Gregson (1992) kepuasan kerja adalah sebagai pertanda awal komitmen organisasional. Aranya et al. (1982) melaporkan adanya suatu korelasi signifikan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Suwandi dan Indriantoro (1992) menemukan hasil bahwa kepuasan kerja berkorelasi positif dengan komitmen organisasional. Kepuasaan kerja yang tinggi akan meningkatkan kinerja.
Penelitian Cotton dan Tuttle (1986) menemukan bahwa keseluruhan kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap keinginan berpindah. Lum dkk (1998) menyimpulkan secara empiris bahwa ketidakpuasan kerja memiliki pengaruh yang tidak langsung terhadap turnover melalui pengaruh langsungnya terhadap komitmen organisasional. Cotton dan Tuttle (1986) menemukan bahwa seluruh kepuasan kerja, kepuasan pada pekerjaan, kepuasan gaji, kepuasan pada supervisi dan komitmen organisasional berhubungan negatif dengan turnover. Apabila komitmen organisasional menurun maka kinerja akuntan publik juga cenderung menurun. Hubungan antara kepuasan kerja, komitmen organisasional dan turnover ditemukan dalam studi yang mengambil tema mengenai turnover. Passewark dan Strawser (1996) menemukan bahwa kepuasan kerja dan keinginan berpindah mempunyai pengaruh langsung dan memiliki hubungan negatif. Latar belakang pengambilan sampel akuntan publik dalam penelitian ini yaitu: Pertama, akuntan publik mempunyai kontribusi besar pada masyarakat dan ekonomi. Hampir seluruh aktivitas bisnis menggunakan akuntan publik untuk mengaudit laporan keuangan mereka sehari-hari. Kedua, Kesejahteraan organisasi dan individu akan tergantung pada sikap profesional ini. Ketiga, penelitian di lingkungan keperilakuan dan auditing relatif masih sedikit dan masih sedikitnya penelitian yang mengambil sampel akuntan publik. Penelitian ini berusaha untuk menguji faktor anteseden dan konsekuensi kinerja terhadap keinginan berpindah, melalui judul penelitian : Anteseden dan konsekuensi kinerja individual : Analisis terhadap model keinginan berpindah (studi empiris pada akuntan publik di Indonesia).
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas terdapat keinginan berpindah akuntan publik dari satu kantor ke kantor akuntan publik lain. Akuntan publik menganggap bekerja di kantor akuntan publik untuk mencari pengalaman untuk berpindah ke pekerjaan lain. Di kantor akuntan publik terdapat tingkat perputaran yang cukup tinggi. Hal ini juga didukung oleh penelitian Ratnawati (2001) sekitar 85 persen profesional akuntansi yang bergabung di KAP besar telah meninggalkan pekerjaannya untuk mencari pekerjaan alternatif lainnya. Toly (2001) mengemukakan bahwa kinerja suatu organisasi sangat ditentukan oleh kondisi dan perilaku karyawan yang dimiliki organisasi tersebut. Fenomena yang seringkali terjadi adalah kinerja suatu organisasi yang telah demikian bagus dapat dirusak, baik secara langsung maupun tidak, oleh berbagai perilaku karyawan yang sulit dicegah terjadinya. Salah satu bentuk perilaku karyawan tersebut adalah keinginan berpindah (turnover intentions) yang berujung pada keputusan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya. Banyak variabel yang mempengaruhi keinginan berpindah akuntan publik. Penelitian ini menguji pengaruh antara empowerment, inovasi, profesional, ambiguitas peran, konflik peran, komitmen organisasional, kinerja dan keinginan berpindah akuntan publik. Dipilihnya model kinerja dan keinginan berpindah karena hasil pengujian dalam penelitian-penelitian yang ada, tidak saling menunjukkan hasil yang konsisten dan sangat jarangnya penelitian yang langsung menguji kinerja terhadap keinginan berpindah serta terdapat fenomena bahwa akuntan publik harus berkinerja yang baik dan keinginan berpindah yang tinggi.
Masalah yang diteliti, selanjutnya dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Apakah
empowerment
auditor,
inovasi
auditor,
profesional
auditor
profesional
auditor
mempunyai pengaruh terhadap ambiguitas peran? 2.
Apakah
empowerment
auditor,
inovasi
auditor,
mempunyai pengaruh terhadap konflik peran? 3.
Apakah empowerment auditor, inovasi auditor, profesional auditor, ambiguitas peran dan konflik peran mempunyai pengaruh terhadap komitmen organisasional?
4.
Apakah ambiguitas peran, konflik peran dan komitmen organisasional mempunyai pengaruh terhadap kinerja auditor?
5.
Apakah empowerment auditor, inovasi auditor, profesional auditor, komitmen organisasional dan kinerja mempunyai pengaruh terhadap keinginan berpindah?
6.
Apakah terdapat pengaruh tidak langsung empowerment auditor, inovasi auditor, profesional auditor terhadap kinerja dan keinginan berpindah melalui ambiguitas peran dan komitmen organisasional?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis : 1.
Pengaruh empowerment auditor, inovasi auditor, profesional auditor terhadap ambiguitas peran.
2.
Pengaruh empowerment auditor, inovasi auditor, profesional auditor terhadap konflik peran.
3.
Pengaruh empowerment auditor, inovasi auditor, profesional auditor, ambiguitas peran dan konflik peran terhadap komitmen organisasional.
4.
Pengaruh ambiguitas peran, konflik peran dan komitmen organisasional terhadap kinerja auditor.
5.
Pengaruh empowerment auditor, inovasi auditor, profesional auditor, komitmen organisasional dan kinerja terhadap keinginan berpindah.
6.
Pengaruh
tidak
langsung empowerment auditor,
inovasi auditor,
profesional auditor terhadap kinerja dan keinginan berpindah melalui ambiguitas peran dan komitmen organisasional.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Memberikan penjelasan mengenai faktor-faktor anteseden dan konsekuensi kinerja individual terhadap keinginan berpindah akuntan publik dan memberikan kontribusi pada pengembangan keilmuan yang berkaitan dengan akuntansi keperilakuan, terutama di lingkungan akuntansi publik.
2.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada akuntan publik dan kantor akuntan publik dengan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh dan arah hubungan variabel empowerment, inovasi, profesional, ambiguitas peran, konflik peran, komitmen organisasional, kinerja dan keinginan berpindah akuntan publik.
3.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada dunia bisnis mengenai aspek keperilakuan akuntan publik, memberikan arahan kepada
penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor anteseden dan konsukuensi kinerja individual terhadap keinginan berpindah.
1.5. Originalitas Penelitian ini merupakan perluasan dan pemuktahiran yang dilakukan oleh penelitian sebelumnya. Penelitian ini menganalisis model keinginan berpindah dengan cara menguji pengaruh variabel-variabel anteseden kinerja individual terhadap keinginan berpindah auditor. Acuan Penelitian ini adalah penelitian Burney dan Widener (2007) yang mengeksplorasi hubungan perilaku manajerial yang terkait dengan sejauh mana sistem pengukuran kinerja perusahaan terkait dengan strategi (SPMS) secara positif terkait dengan tingkat yang lebih tinggi informasi kerja yang relevan (JRI) dan menurunkan kadar stres peran, yang kemudian dikaitkan dengan tingkat yang lebih tinggi kinerja manajerial. Penelitian Drake dkk (2007) pekerja termotivasi memainkan peran yang penting di dalam organisasi, penelitian sebelumnya mengindikasikan hubungan positif antara persepsi empowerment dan motivasi. Model yang terkenal diajukan oleh Spreitzer (1995) yang menyatakan bahwa dua komponen sistem pengendalian akan secara positif mempengaruhi perasaan pekerja terhadap empowermentperformance feedback (feedback kinerja) dan performance based reward (kinerja berdasarkan system reward). Penelitian eksperimental ini berkontribusi untuk literatur akuntansi dengan menguji bagaimana tipe spesifik dari performance feedback dan performance based reward mempengaruhi tiga dimensi psikologi dari empowerment. Cahyono (2008) secara empiris dan menganalisis apakah program mentoring di lingkungan Kantor Akuntan Publik (KAP) besar
berpengaruh terhadap kepuasan kerja, prestasi kerja dan niat ingin pindah dengan dimediasi ambiguitas peran, konflik peran dan persepsi ketidakpastian lingkungan. Sementara model yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah model penelitian Ratnawati (2001). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menguji dua variabel baru yaitu empowerment dan inovasi auditor dimana variabel ini belum ada di dalam penelitian-penelitian keinginan berpindah sebelumnya. Selanjutnya penelitian ini menguji langsung kinerja terhadap keinginan berpindah. Orisinalitas penelitian ini adalah mengembangkan model keinginan berpindah dengan menguji pengaruh anteseden kinerja individu yang terdiri dari empowerment, inovasi, profesional, ambiguitas peran, konflik peran, komitmen organisasional dan konsekuensi dari kinerja yaitu keinginan berpindah auditor di kantor akuntan publik. Dipilihnya model kinerja dan keinginan berpindah karena hasil pengujian dalam penelitian-penelitian yang ada, tidak saling menunjukkan hasil yang konsisten dan sangat jarangnya penelitian yang langsung menguji langsung
kinerja
terhadap
keinginan
berpindah.
Dipilihnya
variabel
empowerment, inovasi dan profesional karena variabel ini merupakan kriteria auditor yang dibutuhkan oleh kantor akuntan publik dan masih sangat jarang diteliti. Seorang auditor yang memiliki empowerment, inovasi dan profesional yang tinggi akan memajukan kantor akuntan publik. Model penelitian ini dibangun dengan perspektif teori peran, konsep keinginan berpindah dan konsep kinerja individual.
6. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini menguji pengaruh anteseden kinerja individu yang terdiri dari empowerment, inovasi, profesional, ambiguitas peran, konflik peran, komitmen organisasional dan konsekuensi dari kinerja yaitu keinginan berpindah auditor di kantor akuntan publik. Akuntan publik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah akuntan publik junior dan akuntan publik senior yang bekerja di kantor akuntan publik di Indonesia.