1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial memiliki konflik yang majemuk. Randall Collins (1975) dalam Ritzer (2005:162) mengemukakan bahwa konflik merupakan proses sentral dalam kehidupan sosial. Ia melihat bahwa orang memunyai kepentingan sendiri-sendiri, sehingga benturan-benturan mungkin terjadi karena kepentingan-kepentingan tersebut pada dasarnya saling bertentangan. Konflik merupakan unsur dasar kehidupan manusia dan tidak dapat dilenyapkan dari kehidupan budaya manusia. Manusia dapat mengubah saranasarana, asas-asas, atau pendukungnya, tetapi tidak dapat membuang konflik itu sendiri. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa potensi konflik merupakan naluri kehidupan setiap manusia.
Konflik yang terjadi dalam kehidupan manusia pada umumnya dijadikan sebagai sumber ilham bagi para sastrawan yang kemudian ditarik dalam khasanah imajinasi untuk dihayati, direnungkan, diendapkan, kemudian disalurkan dalam wujud karya sastra. Sebuah karya sastra yang baik sudah seharusnya mengangkat persoalan dan dimensi kehidupan manusia. Ibarat sebuah cermin, teks sastra memantulkan nilai-nilai kemanusiaan yang mampu menyentuh kepekaan nurani pembacanya untuk melakukan pencerahan jiwa. (Jakob Sumardjo, 1984:15)
2
Prosa (Inggris: prose) sebagai salah satu genre di samping genre-genre lain yang terdapat dalam dunia kesastraan, menawarkan berbagai permasalahan dalam kehidupan manusia. Prosa dalam pengertian kesastraan juga disebut sebagai fiksi (fiction). Fiksi menurut Altenbernd dan Lewis (1966:14) dalam Nurgiyantoro (1994:2), dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antarmanusia. Fiksi menceritakan berbagai peristiwa kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan, dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam sebuah karya fiksi dihubungkan berdasarkan pola kausalitas atau sebab akibat, sehingga membentuk suatu alur yang menarik.
Alur merupakan bagian dari struktur cerita rekaan (karya fiksi). Alur (plot) merupakan unsur fiksi yang penting (jiwa fiksi), bahkan tak sedikit orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting di antara berbagai unsur fiksi yang lain. Tinjauan struktural terhadap karya fiksi pun sering ditekankan pada pembicaraan alur. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana suatu insiden memunyai hubungan dengan insiden lain, bagaimana tokoh-tokoh harus digambarkan dan berperan dalam tindakan-tindakan itu, dan bagaimana situasi dan perasaan karakter (tokoh) yang terlibat dalam tindakantindakan itu terikat dalam suatu kesatuan waktu. Kejelasan alur merupakan kejelasan cerita, kesederhanaan alur berarti kemudahan cerita untuk dimengerti (Nurgiyantoro, 1994:110).
3
Sebuah alur memiliki tiga unsur pembangun yaitu peristiwa, konflik, dan klimaks. Pengembangan alur sebuah karya fiksi akan dipengaruhi oleh bangunan konflik yang ditampilkan. Konflik merupakan inti dari sebuah alur, sumber adanya cerita. Ada cerita saja tanpa didasari konflik di dalamnya tidak mungkin ada cerita yang lengkap dan menarik. Sebuah rentetan cerita tanpa konflik di dalamnya tak akan ada alur. Kemampuan pengarang untuk memilih dan membangun konflik melalui berbagai peristiwa akan sangat menentukan kadar kemenarikan cerita yang dihasilkan. Konflik adalah sesuatu yang ―dramatik‖, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan (Warren, 1989: 285). Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra yang juga tergolong jenis fiksi, melibatkan permasalahan
atau konflik yang kompleks,
mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis merasa penting untuk mengadakan penelitian mengenai konflik dalam novel. Objek dalam penelitian ini adalah novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro. 5 cm merupakan novel baru dari seorang penulis baru yang mengangkat konflik-konflik ringan yang membumi khususnya di kalangan remaja. Selain itu, Isbedy Setiawan mengemukakan bahwa novel 5 cm mampu menghidupkan kekuatan impian dan cita-cita melalui lima tokoh yang ada. 5 cm kental dengan nuansa nasionalisme, tanpa terjebak mendoktrin kepada pembaca. Penulis mengajak pembaca menikmati keindahan alam puncak Mahameru, saat detik-detik prosesi memperingati ulang tahun Republik Indonesia. Siapa pun akan bergetar ketika Sang Saka Merah Putih dikibarkan
4
menantang langit luas. Kecintaan kepada tanah air digambarkan dengan realis dan logis. Penulis mampu memainkan perasan pembaca melalui peran-peran tokoh dalam novel 5 cm. (http://isbedystiawanzs.blogspot.com/2008/12/5-cm-danfenomena-novel-popular.html)
Donny Dhirgantoro terbilang baru dalam pentas sastra di Indonesia, tetapi tidak membuat isi novel ini seperti buatan penulis baru. Dengan gaya penulisan yang mudah dipahami, membuat novel yang pertama kali terbit pada 21 Mei 2005 ini patut menjadi bacaan kawulamuda yang menginginkan gaya penulisan berbeda (http://jiwafreud.blogspot.com/2008/01/mimpi-dari-donny-dhirgantoro.html).
Novel 5 cm adalah sebuah kisah tentang lima anak muda (Arial, Genta, Ian, Riani dan Zafran) yang telah menjalin persahabatan selama tujuh tahun. Kebiasaan melakukan berbagai hal bersama membawa mereka pada satu titik yaitu rasa bosan pada keadaan yang menurut mereka standar-standar saja. Mereka memutuskan untuk tidak saling berkomunikasi dan bertemu satu sama lain selama tiga bulan. Selama tiga bulan berpisah itulah masing-masing kembali menjadi diri sendiri, berjuang sendiri mengejar mimpi dan cita-cita, masing-masing tokoh memiliki konflik yang harus diselesaikan. Selama tiga bulan berpisah itulah telah terjadi banyak hal yang membuat hati mereka lebih kaya dari sebelumnya.
Pertemuan setelah tiga bulan yang penuh dengan rasa kangen akhirnya terjadi dan dirayakan dengan sebuah perjalanan. Sebuah perjalanan menuju puncak Mahameru yang penuh keyakinan, mimpi, cita-cita, dan cinta. Sebuah perjalanan yang kemudian mengubah mereka menjadi manusia-manusia sesungguhnya, manusia-manusia baru dengan keyakinan tinggi untuk menggapai mimpi,
5
cita-cita, dan cinta, bukan cuma seonggok daging yang bisa berbicara, berjalan, dan punya nama. 5 cm adalah novel yang membangun, ada banyak pelajaran yang bisa didapat ketika membacanya. Banyak kata-kata yang mampu membakar semangat dan perjuangan pembaca. Seperti dalam kutipan berikut. ―...begitu juga dengan mimpi-mimpi kamu, cita-cita kamu, keyakinan kamu, apa yang kamu mau kejar taruh disini.‖ Ian membawa jari telunjuknya menggantung mengambang di depan keningnya. ―Biarkan dia menggantung mengambang 5 centimeter di depan kening kamu. Jadi dia nggak akan pernah lepas dari mata kamu. Dan bawa mimpi dan keyakinan kamu itu setiap hari, kamu lihat setiap hari, dan percaya bahwa kamu bisa. Bahwa kamu akan berdiri lagi setiap kamu jatuh, bahwa kamu akan mengejarnya sampai dapat, apa pun itu, segala keinginan, mimpi, dan cita-cita, keyakinan diri...‖ ―..dan sehabis itu yang kamu perlu cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas. Lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja. Dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya. Serta mulut yang akan selalu berdoa.‖ ―…kamu akan dikenang sebagai seorang yang percaya pada kekuatan mimpi dan mengejarnya, bukan seorang pemimpi saja., bukan orang biasabiasa saja tanpa tujuan, mengikuti arus dan kalah oleh keadaan. Percaya pada 5 centimeter di depan kening kamu.‖ (5 cm, 362-363) Betapa pun saratnya pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan sebuah karya fiksi (dalam hal ini: novel), ia haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetap merupakan bangunan struktur yang koheren, dan tetap memunyai tujuan estetik dan mendidik. Melalui sarana cerita tersebut pembaca secara tak langsung dapat belajar, merasakan, dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang secara sengaja ditawarkan pengarang. Hal itu akan mendorong pembaca untuk ikut merenungkan berbagai masalah dalam kehidupan. Oleh karena itu cerita atau fiksi atau karya sastra pada umumnya, sering dianggap dapat membuat manusia menjadi lebih arif, atau dapat dikatakan ―memanusiakan manusia‖.
6
Sebuah karya sastra yang baik, mengajak orang untuk merenungkan masalahmasalah hidup yang musykil. Sebuah karya sastra mengajak orang untuk saling mengasihi manusia lain (Mursal Esten, 1987:9). Jakob Sumardjo (1984: 14), karya sastra berguna untuk mengenal manusia, kebudayan, serta zamannya.
Sudarni dalam Konferensi Internasional Kesusastraan XIX mengemukakan bahwa dengan sastra orang akan berbudaya, dengan budaya orang akan bermartabat, dan akhirnya dengan bermartabat orang akan bermanfaat. Pengajaran sastra akan membantu siswa dalam mengembangkan wawasan terhadap tradisi dalam kehidupan manusia, menambah kepekaan terhadap berbagai problema personal dan masyarakat, dan bahkan sastra pun akan menambah pengetahuan siswa terhadap berbagai konsep teknologi dan sains. (http://www.pusatbahasa.diknas. go.id/laman/artikel/Sudarni-Bangka_Barat.pdf)
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, tersirat betapa pentingnya pengajaran sastra di sekolah. Hal tersebut sejalan pula dengan tujuan umum pengajaran sastra di sekolah yaitu, siswa mampu menikmati, menghayati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, meningkatkan pengetahuan, dan kemampuan berbahasa. Hal ini juga dipertegas dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMA tahun 2007, mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia kelas XI semester 1.
Standar kompetensi
: (membaca) memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/ terjemahan.
Kompetensi dasar
: menganalisis unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan.
7
Melalui kegiatan mengapresiasi karya sastra, dalam hal ini mengenai konflik yang terdapat dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro, diharapkan siswa dapat menikmati dan mengambil hikmah dari novel tersebut, serta dapat mengenal dan mengamalkan nilai-nilai moral yang dianggap baik dan luhur.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. ―Bagaimanakah konflik dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA)?‖.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Mendeskripsikan konflik dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro. b. Menetapkan kelayakan konflik dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro sebagai bahan ajar sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA).
1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis yaitu dapat menambah referensi penelitian dibidang kesastraan, khususnya unsur intrinsik novel. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi para peneliti selanjutnya dalam pengembangan teori sastra yang memusatkan perhatian pada unsur intrinsik novel yaitu konflik yang terdapat dalam alur sebuah karya fiksi.
8
b. Manfaat Praktis 1) Memberikan pengetahuan kepada pembaca, siswa, dan khususnya guru di SMP maupun SMA mengenai materi konflik dalam novel, khususnya yang terdapat dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro. 2) Membantu guru Bahasa dan Sastra Indonesia, khususnya guru Sekolah Menengah Atas (SMA), untuk mendapatkan alternatif bahan ajar sastra Indonesia di sekolah.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Konflik dalam novel yang berjudul 5 cm karya Donny Dhirgantoro. Untuk menganalisis konflik dalam novel ini, penulis mengacu kepada pendapat Gorys Keraf (1981:168) yang membagi konflik yaitu, konflik manusia dengan dirinya sendiri (konflik batin), konflik manusia dengan manusia, konflik manusia dengan masyarakat, konflik manusia dengan alam. b. Kelayakan konflik dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro sebagai bahan ajar sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) dilihat berdasarkan tiga aspek berikut. 1) Bahasa 2) Psikologis 3) Latar belakang budaya
9
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Terhadap Novel
Istilah novel berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti ―baru‖. Dikatakan baru karena jika dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi atau drama, maka jenis novel ini muncul kemudian. Novel merupakan salah satu jenis prosa yang paling banyak dibaca oleh masyarakat dunia (Tarigan,1984:164).
Novel adalah karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita dalam
kehidupan
seseorang
dengan
orang-orang
sekelilingnya
dengan
menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (Depdiknas, 1995: 694).
Novel merupakan ragam tulisan yang merupakan bagian dari prosa fiksi. Novel memberi peluang untuk hadirnya banyak tokoh, pertikaian dan alur yang kompleks, pengembangan lingkungan secara lebih luas, eksplorasi terhadap tokoh secara mendalam (Abrams, 1981:119).
Novel merupakan pengungkapan dari fragmen kehidupan manusia (dalam jangka yang lebih panjang) dimana terjadi konflik-konflik yang akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan jalan hidup antara para pelakunya (Mursal Esten, 1978: 12).
10
Pendapat serupa dikemukakan Cecep Syamsul Hari (http://cecepsyamsulhari. webs.com/mencaridanmenemukan.htm), novel adalah sebuah prosa naratif yang panjang dan kompleks, yang secara imajinatif berjalin dengan pengalaman manusia melalui suatu rangkaian peristiwa yang saling berhubungan satu sama lain dengan melibatkan sekelompok atau sejumlah orang (tokoh, karakter) di dalam latar yang spesifik.
Novel adalah sebuah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan dari latar, serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin sebuah cerita (Aminuddin, 2004:6)
Sejalan dengan Aminuddin, Tarigan (1991:164) mengemukakan bahwa novel dibangun oleh jalannya suatu cerita atau alur. Novel adalah suatu cerita yang panjang yang menceritakan kehidupan pria/ wanita. Karena bentuk novel yang panjang, cerita tersebut ditulis dalam satu buku/ lebih. Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa novel adalah sebuah cerita dengan suatu alur yang cukup panjang mengisi satu buku/ lebih yang menggarap kehidupan pria/ wanita yang bersifat imajinatif. Novel terdiri dari pelaku-pelaku, mulai dari waktu muda, mereka menjadi tua, mereka bergerak dari satu adegan ke adegan yang lain, dari suatu tempat ke tempat yang lain (H.E Batus dalam Tarigan, 1991:164).
Sumardjo (1984:66) berpendapat bahwa novel merupakan karya sastra/ cerita berbentuk prosa dalam ukuran panjang dan luas. Ia mengungkapkan ciri-ciri pokok novel sebagai berikut.
11
a. Memiliki alur (plot). Sebuah novel biasanya memunyai plot pokok, yakni batang tubuh cerita, ditambah/ dirangkai dengan plot-plot kecil. Plot-plot kecil tadi hanyalah tambahan saja/ anak plot yang harus masih merupakan kesatuan/ bersifat menjelaskan plot utamanya. Karena struktur bentuknya yang luas ini, maka sebuah novel dapat bercerita panjang lebar dan membahas secara luas pula. b. Memiliki tema. Di dalam tema juga terdapat tema utama dan tema-tema sampingan yang fungsinya sama dengan plot. Inilah sebabnya dalam roman/ novel pengarang dapat membahas hampir semua segi persoalan dari tema pokok. c. Karakter. Tokoh-tokoh dalam novel/ roman juga banyak. Ada kalanya memang hanya melukiskan beberapa tokoh utama saja, sedangkan tokoh lain hanya digambarkan sekilas, hanya untuk melengkapi penggambaran tokohtokoh utama. Tetapi dalam novel/ roman, pengarang sering menghadirkan banyak tokoh cerita yang masing-masing digambarkan secara secara lengkap dan utuh, sehingga roman semacam itu seolah-olah merupakan konsentrasi kisah beberapa tokoh besar.
Berdasarkan uraian mengenai pengertian novel di atas, penulis mengacu pada pendapat Cecep Syamsul Hari, novel adalah sebuah prosa naratif yang panjang dan kompleks, yang secara imajinatif berjalin dengan pengalaman manusia melalui suatu rangkaian peristiwa yang saling berhubungan satu sama lain dengan melibatkan sekelompok orang (tokoh, karakter) di dalam latar yang spesifik. Novel memiliki cerita dengan alur yang kompleks, karakter yang banyak, suasana cerita beragam, tema yang kompleks, dan setting yang beragam pula.
12
2.2 Tinjauan Terhadap Alur
Stanton dalam Nurgiyantoro (1994:113) mengemukakan bahwa alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, tiap kejadian itu dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Foster dalam Nurgiyantoro juga mengemukakan bahwa alur adalah peristiwaperistiwa cerita yang memunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas. Alur menampilkan kejadian-kejadian yang mengandung konflik yang mampu menarik atau bahkan mencekam pembaca.
Abrams mengemukakan bahwa alur sebuah karya fiksi merupakan struktur peristiwa-peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu.
Alur ialah urutan peristiwa dari awal hingga akhir dalam sebuah cerita yang berkaitan dengan perilaku tokoh-tokohnya/ perwatakan. Sebuah alur yang meyakinkan terletak pada gambaran watak-watak yang mengambil bagian didalamnya. Peristiwa-peristiwa cerita dalam alur didukung oleh pelukisan watakwatak tokoh dalam suatu rangkian alur yang menceritakan manusia dengan berbagai persoalan, tantangan dalam kehidupannya. Nurgiyantoro (1995:165) mengemukakan bahwa watak menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca, lebih merujuk pada kualitas pribadi seorang tokoh.
Alur adalah bagaimana cara pengarang menyusun peristiwa-peristiwa tersebut di dalam karya sastra yang didasarkan kepada hubungan kausalitas (Esten, 1984:40).
13
Alur merupakan rangkaian pola tindak-tanduk yang berusaha memecahkan konflik yang terdapat dalam narasi itu, yang berusaha memulihkan situasi narasi ke dalam suatu situasi yang seimbang dan harmonis (Keraf, 1992:147). Pada dasarnya semua pendapat di atas mempergunakan kata ―kunci‖ peristiwaperistiwa yang berhubungan sebab akibat. Berdasarkan uraian mengenai pengertian alur di atas, penulis mengacu pada pendapat Stanton dalam Nurgiyantoro, alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, tiap kejadian itu dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Alur mengemukakan peristiwa yang terjadi, dan mengapa hal itu terjadi. Merupakan rentetan peristiwa sebab akibat, dijalin dengan melibatkan konflik, atau pertikaian yang pada akhirnya terdapat peleraian.
Secara teoretis, alur dapat diurutkan atau dikembangkan ke dalam tahap-tahap tertentu secara kronologis. Namun dalam praktiknya, dalam langkah-langkah ―operasional‖, pengarang tak selamanya tunduk pada teori itu. Alur sebuah karya fiksi sering tidak menyajikan urutan peristiwa secara kronologis dan runtut, melainkan penyajian yang dapat dimulai dan diakhiri dengan kejadian yang mana pun juga tanpa adanya keharusan untuk memulai dan mengakhiri dengan kejadian awal dan kejadian (ter-) akhir. Dengan demikian, tahap awal cerita tidak harus berada di awal cerita / dibagian awal teks, melainkan dapat terletak dibagian manapun. Secara teoretis-kronologis, tahapan alur dikemukakan sebagai berikut.
14
a. Tahap penyituasian (situasion), merupakan tahap yang berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh (-tokoh) cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain. Terutama, berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya. b. Tahap pemunculan konflik (generating circumstances), dalam tahap ini masalah (-masalah) dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. c. Tahap peningkat konflik (rising action), konflik yang telah dimunculkan pada tahap
sebelumnya
semakin
berkembang
dan
dikembangkan
kadar
intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi, internal, eksternal, ataupun
keduanya,
pertentangan-pertentangan,
benturan-benturan
antar
kepentingan, masalah, dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tak dapat dihindari. d. Tahap klimaks (climax), konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang diakui atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh (-tokoh) utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama.
15
e. Tahap penyelesaian (denouement), konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik yang lain, subsubkonflik atau konflik-konflik tambahan, jika ada, juga diberi jalan keluar, cerita diakhiri.
2.3 Peristiwa, Konflik, dan Klimaks
Alur dibangun oleh unsur peristiwa. Namun sebuah peristiwa tidak begitu saja hadir. Peristiwa hadir akibat dari aktivitas tokoh-tokoh di dalam cerita yang memiliki konflik atau pertentangan dengan dirinya sendiri, tokoh lainnya atau dengan lingkungan di mana tokoh itu berada.
Selain itu, peristiwa-peristiwa bisa juga disebabkan oleh aktivitas alam yang menimbulkan konflik dengan manusia. Setiap konflik akan bergerak menuju titik intensitas tertinggi, dimana pertentangan tak dapat lagi dihindari. Itulah yang disebut sebagai klimaks. Dengan demikian, sebuah plot dibangun oleh peristiwa, konflik, dan klimaks.
Peristiwa dapat diartikan sebagai peralihan dari satu keadaan ke keadaan yang lain (Luxamburg dkk, 1992: 150) dalam Nurgiyantoro (1994: 117). Peristiwa dan konflik biasanya berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain, bahkan konflik pada hakikatnya merupakan peristiwa. Ada peristiwa tertentu yang dapat menimbulkan terjadinya konflik. Sebaliknya, karena terjadi konflik, peristiwa-peristiwa lain pun dapat bermunculan, misalnya yang sebagai akibatnya.
16
Konflik memiliki pengertian pertarungan atau pertentangan antara dua hal yang menyebabakan terjadinya aksi reaksi. Pertentangan itu bisa berupa pertentangan fisik atau pertentangan yang terjadi di dalam batin manusia. Konflik merupakan unsur terpenting dari pengembangan plot. Bahkan bisa dikatakan sebagai elemen inti dari sebuah karya fiksi. Konflik demi konflik yang disusul oleh peristiwa demi peristiwa akan menyebabkan konflik menjadi semakin meningkat. Konflik yang telah sedemikian meruncing disebut klimaks.
2.4 Tinjauan Terhadap Konflik
Konflik adalah percekcokan; perselisihan; ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama (pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh, dan sebagainya) (Depdiknas, 1995:518). Pengertian serupa juga dikemukakan oleh Warren (1989:285), konflik adalah sesuatu yang ―dramatik‖, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan.
Dengan demikian, konflik dalam pandangan kehidupan yang normal-wajarfaktual, artinya bukan dalam cerita, menyaran pada konotasi yang negatif, sesuatu yang tak menyenangkan. Itulah sebabnya orang lebih suka menghindari konflik dan menghendaki kehidupan yang tenang.
Konflik adalah kejadian yang tergolong penting (berupa peristiwa fungsional atau utama), merupakan unsur yang esensial dalam pengembangan alur. Konflik merupakan dasar suatu alur. Kemampuan pengarang untuk memilih dan membangun konflik melalui berbagai peristiwa akan sangat menentukan kadar
17
kemenarikan, kadar suspense cerita yang dihasilkan. Bahkan sebenarnya, yang dihadapi dan menyita perhatian pembaca sewaktu membaca suatu karya naratif adalah (terutama) peristiwa-peristiwa konflik, konflik yang semakin memuncak , klimaks, dan kemudian penyelesaian (Burhan Nurgiyantoro,1994:122).
Konflik adalah persaingan dan pertentangan untuk memenangkan kepentingan atau sumber-sumber daya yang ada dalam mayarakat. Konflik juga merupakan kegalauan yang bersumber dari ketidaksepahaman antar pendapat beberapa pihak. Konflik timbul dalam situasi dimana terdapat dua atau lebih kebutuhan, harapan, keinginan dan tujuan yang tidak berkesesuaian, saling bersaing dan menyebabkan salah satu tokoh atau lebih merasa ditarik ke arah dua jurusan yang berbeda sekaligus, dan menimbulkan perasaan yang sangat tidak enak. Jika memunyai kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih peristiwa itu menimpa dirinya (Linda L. Davidoff, 1991:178). Namun hal tersebut tidak berlaku untuk cerita yang diteksnaratifkan. Kehidupan yang tenang, tanpa adanya masalah (serius) yang memicu munculnya konflik, dapat berarti ―tak akan ada cerita, tak akan ada alur‖. Peristiwa kehidupan baru menjadi cerita jika memunculkan konflik, bersifat dramatik, dan karenanya menarik untuk diceritakan.
Di dalam sebuah novel biasanya dimunculkan lebih dari satu konflik, misalnya dengan adanya beberapa tokoh (utama) yang memiliki konflik (-konflik) sendiri, walau kadar keutamaannya berbeda. Masing-masing konflik membangun alur sendiri sehigga mereka akan sampai pada klimaks dan peleraian sendiri pula.
18
Konflik yang baik adalah konflik yang secara logika cerita memang wajar terjadi, dan keberadaannya memang diperlukan untuk menggerakkan cerita, atau menegaskan tema yang dipilih pengarang.
Gorys Keraf dalam buku Argumentasi dan Narasi (1981:168), membagi konflik menjadi empat yaitu, konflik manusia dengan dirinya sendiri (konflik batin), konflik manusia dengan manusia, konflik manusia dengan masyarakat, konflik manusia dengan alam.
2.5 Konflik Manusia dengan Dirinya Sendiri
Konflik manusia dengan dirinya sendiri (atau: konflik batin) adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh (atau: tokoh-tokoh) cerita. Ia lebih merupakan permasalahan intern seorang manusia. Misalnya, hal itu terjadi akibat adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan-harapan, atau masalah-masalah lainnya. Suatu pertarungan individual melawan dirinya sendiri.
Dalam konflik ini timbul kekuatan-kekuatan yang saling bertentangan dalam batin seseorang, keberanian melawan ketakutan, kejujuran melawan kecurangan, kekikiran melawan kedermawanan, antara keinginan tokoh untuk hidup berkecukupan dengan tekadnya untuk tidak korupsi, dan sebagainya. Konflik manusia dengan dirinya sendiri dapat dilihat pada kutipan berikut ini. Lastri menagis tersedu-sedu di bawah pohon trembesi. Di sana, di dahan trembesi, elang jantan sibuk merayu elang betina. Di atasnya, langit siang begitu cerah, tetapi langit di hati Lastri begitu gundah. Lastri terjebak pada keadaan yang tak berdaya. Akankah kehampaan kehidupan seorang anak akan terus ia pilih, ataukah sepotong cinta yang harus ia korbankan demi menuruti keinginan orang tuanya?
19
Kecantikan Lastri tidak mampu memberikan jawabannya. Kecerdasannya memang mampu memberi tahu kepadanya bahwa terkadang seorang gadis memang bisa saja terjebak pada dilema cinta — cinta pada orang tua ataukah cinta kepada jiwanya. Kecerdasannya memberi tahu bahwa kedua cinta itu harus bisa terdamaikan.Mencintai kedua orang tua seharusnya tidak perlu mengorbankan harapan dan keinginan sendiri sebagai seorang gadis yang akan memikat seorang laki-laki pujaan. Tetapi kecerdasannya ternyata tidak mampu menolong mengatasi dilema itu ketika dia sendiri yang mengalaminya. (Kafilah-Kafilah Cinta, 2008:206)
Kutipan di atas menunjukkan bagaimana tokoh Lastri sedang mengalami konflik dalam dirinya. Muncul pertentangan dalam diri tokoh Lastri, ia sebagai seorang gadis desa berada di antara pilihan untuk mengikuti keinginan kedua orang tuanya untuk dijodohkan dengan lelaki yang tidak ia cintai atau memilih mengikuti kata hatinya, memilih lelaki yang memang dicintainya dan menentang keinginan orang tuanya.
Konflik manusia dengan dirinya sendiri (konflik batin), dapat pula dilihat pada kutipan berikut. Berkali sudah aku berusaha mencari tahu di mana Salmi Bulan, adakah ia memang dimangsa kematian, atau ia diselamatkan tentara sewaan, dan akhirnya menjadi wanita simpanan, atau dijadikan istri secara paksa. Bertahun-tahun aku memendam kesedihan sendiri. Rasanya ada teriakan khianat dan umpatan keserongan jika aku menyenangkan diriku dengan wanita lain, sementara Salmi Bulan belum kuketahui hidup atau mati. Bukankah ia telah sah menjadi istri, dan aku suami, meskipun kami baru di atas pelaminan? Tetapi, jika Salmi sendiri sudah bersuami? (Percintaan Angin, 2003:53)
Pada kutipan di atas, tokoh aku berada dalam situasi konflik yaitu pertentangan dalam diri tokoh aku antara keinginan untuk tetap setia dan mencari istrinya, Salmi Bulan yang telah lama menghilang atau memilih melupakan dan mencari wanita lain. Dalam diri tokoh aku muncul dugaan-dugaan, bahwa kemungkinan Salmi Bulan justru telah bersuami lagi.
20
2.6 Konflik Manusia dengan Manusia (antar manusia)
Konflik antar manusia adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak antara manusia dengan manusia atau masalah–masalah yang muncul akibat adanya hubungan antarmanusia. Ia antara lain berwujud perkelahian antara seorang dengan seorang yang lain karena masalah-masalah pribadi, atau kasus-kasus hubungan antar manusia lainnya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. Dengkurannya semakin keras. Kali ini masalah di antara kita sudah selesai, kedudukannya sudah berubah. Aku melompat dari meja yang lebih rendah. Kuguncang bahunya dengan keras: ―Ayah, bangunlah.‖ Ia tak akan pernah memahamiku. Kami akan selalu merasa asing terhadap satu sama lainnya. Seperti dua kolam di halaman yang sama tanpa adanya terusan yang menghubungkan keduanya. Quang telah meninggal. Tali penghubung terakhir antara kami telah terputus. ―Keluarga kita tidak ikut bertanggung jawab atas gerakan perlawanan. Aku anak tertua. Sudah menjadi kewajibanku untuk pergi. Tetapi ia berbeda. Ia sangat pandai, berhasil memenangkan pernghargaan kedua dalam kompetisi matematika tingkap provinsi. Ia ingin belajar ilmu komputer. Aku menulis surat kepadamu tentang hal itu...‖ Dengan gusar, ayahku bicara: ―Surat apa? Aku tidak ingat ada surat.‖ ―Kau sebenarnya mengetahui betul surat apa itu.‖ ―Oh, jadi kau menuduhku berbohong?‖ ―Aku menerima surat dari Quang. Ia bilang ia ingin belajar ilmu komputer, tetapi kau mendesaknya untuk mendaftarkan dirinya ke dinas militer. Ia bilang kau yang menyuruhnya, ‗Pada masa perang, masa depan menjadi milik para pejuang.‘ Kau bahkan menghadiri pertemuan partai yang memutuskan untuk memobilisasinya. Itu fakta. ―Tidak banyak orang yang memiliki kecerdasan seperti dia. Ia bisa saja menjadi...‖ Tiba-tiba saja, aku tidak dapat lagi meneruskan ucapanku. Rasanya leherku tercekik. Tidak ada gunanya berbicara dengan ayahku.(Novel Tanpa Nama, 2007:137-138) Pada kutipan di atas, terjadi konflik manusia dengan manusia, yaitu konflik antara tokoh Aku dengan ayah. Tokoh aku merasa marah ketika mendapat kabar tentang kematian adiknya akibat berjuang di medan perang. Tokoh aku menyalahkan ayah karena tokoh ayah yang telah memaksa adiknya untuk mendaftarkan diri ke dinas militer.
21
2.7 Konflik Manusia dengan Masyarakat
Konflik manusia dengan masyarakat adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial antara manusia dengan manusia dalam struktur masyarakat luas. Ia antara lain berwujud masalah suatu kelompok manusia dalam negara melawan pemerintah negara itu, sebuah negara melawan negara yang lain, saingan atau pertarungan dalam perdagangan, persaingan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat, atau kasus-kasus hubungan sosial lainnya.
Masyarakat merupakan sebuah komunitas yang saling bergantung satu sama lain. Umumnya istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas teratur. Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama (Depdiknas, 1995:635). Sebuah masyarakat hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama dan mampu membuat keteraturan dalam kehidupan bersama dan mereka menganggap sebagai satu kesatuan sosial.
Masyarakat tidak begitu saja muncul seperti sekarang ini, tetapi adanya perkembangan yang dimulai dari masa lampau sampai saat sekarang ini. Masyarakat ini kemudian berkembang mengikuti perkembangan zaman sehingga kemajuan yang dimiliki masyarakat sejalan dengan perubahan yang terjadi secara global. Masyarakat seperti ini dikenal sebagai masyarakat besar, seperti dalam sebuah negara.
Di dalam sebuah masyarakat besar pasti muncul kelompok kecil (small group). Hal itu disebabkan karena manusia mungkin tidak memunyai kepentingan-
22
kepentingan sama. Manusia memerlukan perlindungan dari rekan-rekannya. Manusia memunyai kemampuan yang terbatas di dalam pergaulan hidup, keadaan demikian menyebabkan timbulnya kelompok kecil yang merupakan wadah orang yang mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama. Kelompok kecil (small group) adalah suatu kelompok yang secara teoretis terdiri dari paling sedikit dua orang, dimana orang-orang saling berhubungan untuk memenuhi tujuan-tujuan tertentu dan yang menganggap hubungan itu sendiri penting baginya. Small group pada hakikatnya merupakan sel yang menggerakkan suatu organisme yang dinamakan masyarakat. (Soekanto, 2007:144)
Sebuah kehidupan bermasyarakat tidak akan terlepas dari konflik, konflik merupakan gelajala alamiah yang tidak dapat dielakkan. Menurut Ralf Dahrendorf dalam Ritzer (2005:153), konflik menyebabkan perubahan dan perkembangan. Dahrendorf mengemukakan bahwa segera setelah kelompok konflik muncul, kelompok itu melakukan tindakan yang menyebabkan perubahan dalam struktur sosial. Konflik membantu fungsi komunikasi. Sebelum konflik, kelompokkelompok mungkin tidak percaya terhadap posisi musuh mereka, tetapi akibat konflik, posisi dan batas antar kelompok ini sering menjadi diperjelas. Karena itu, individu bertambah mampu untuk memutuskan mengambil tindakan yang tepat dalam hubungannya dengan musuh mereka. Konflik juga memungkinkan pihak yang bertikai menemukan ide, menemukan kekuatan relatif mereka dan meningkatkan kemungkinan untuk saling mendekati atau saling berdamai.
23
Kutipan berikut ini merupakan contoh konflik antara manusia dengan pemerintah, yaitu terjadi antara anggota pers dengan pemerintah Hindia Belanda, yang diambil dari novel Kembang Jepun karya Remy Sylado.
Sehabis J.A. Nieland membacakan dakwaannya, hakim ketua memalu meja, lalu bertanya kepada Tjak Broto, ―Apa tuan paham dakwaan terhadap diri tuan?‖ ―Maaf beribu maaf, tuan hakim, saya tidak paham sama sekali.‖ ―Tuan tidak paham pada beberapa bagian dakwaan, atau salah satu bagian saja?‖ ―Maksud saya, tuan hakim, saya tidak paham jalan logika tuan jaksa, yang mengatakan saya membangkang pada peraturan pemerintah Hindia Belanda, dan bahwa yang saya tulis itu isapan jempol untuk menghasut rakyat.‖ .......................... ―Kalau begitu apa motivasi tuan menulis semua itu?‖ kata Nieland. ―Saya ingin membantu pemerintah Hindia Belanda untuk informasi yang betul. Tugas pers adalah memberikan informasi yang benar bagi segenap pembaca, baik pemerintah maupun rakyat. Pemerintah Hindia Belanda selama ini memperoleh informasi yang tidak benar, sebab infomasi itu datang dari para demang, wedana, bupati yang korup, karena terlalu asyik mementingkan pribadi...‖ (Kembang Jepun, 2004:77)
Pada kutipan di atas, Tjak Broto sebagai seorang anggota pers koran Tjahaya Soerabaya dituduh Pemerintah Hindia Belanda menulis berita bohong terkait kelalaian pemerintah menangani mandor dan makelar kuli kontrak, menyebabkan kuli kontrak hidup sengsara di luar Jawa. Pemerintah Hindia Belanda di Surabaya sebenarnya telah sejak lama memperhatikan Tjahaya Soerabaja sebagai suara pembela gerakan nasional sehingga pemerintah berusaha melakukan pembredelan terhadap koran tersebut. Konflik akhirnya berujung di meja pengadilan.
Konflik manusia dengan masyarakat, dapat pula dilihat pada kutipan berikut. Ternyata di luar, mahasiswa mulai menggelar demo. Beberapa orang mengangkat poster dan merentang spanduk. Spanduk kebanyakan berisi penolakan kehadiran sang menteri yang menurut mahasiswa tengah
24
mencari dukungan politik. Sang menteri dianggap menggunakan kampus untuk mencari dukungan mencalonkan diri jadi presiden! .................................... Suasana semakin hiruk pikuk, ketegangan mulai menjalar membuat panik mahasiswa yang rada penakut. Beberapa mahasiswa bernyali batu mencoba maju dari barisan, meneriaki aparat yang menyambut dengan ayunan pentungan yang menyambar ke sana kemari, meninggalkan memar memerah di berbagai tempat pada tubuh-tubuh mahasiswa. Keberingasan dari kedua pihak mulai menggumpal. Wajah-wajah keras pasukan berhadapan dengan wajah-wajah marah mahasiswa yang merasa kegiatan mereka di kampus sendiri diintervensi aparat. (Epigram, 2006:63)
Kutipan di atas merupakan contoh konflik yang terjadi di sebuah kampus. Konflik terjadi antara mahasiswa dengan aparat keamanan. Mahasiswa menolak kedatangan seorang menteri ke kampus mereka. Mahasiswa merasa bahwa sang menteri tengah mencari dukungan politik. Sang menteri dianggap menggunakan kampus untuk mencari dukungan guna mencalonkan diri menjadi presiden. Mahasiswa menolak kampus mereka dipolitisir. Meskipun maksudnya memang belum jelas, tetapi sebagian kecil aktivis mahasiswa menanggapinya dengan serius. Akhirnya terjadi keributan antara aparat dan mahasiswa, saat para mahasiswa menggelar demonstrasi.
2.8 Konflik Manusia dengan Alam
Konflik manusia dengan alam adalah konflik yang disebabkan adanya perbenturan antara tokoh dengan elemen alam. Suatu pertarungan yang dilakukan oleh seorang tokoh atau manusia secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melawan kekuatan alam yang mengancam hidup manusia itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. Hujan. Kepadanya tanah-tanah kering dan tandus berharap. Tanah-tanah sawah terbengkalai dalam pelukan kemarau, bermimpi tentang kesejukan yang ditawarkan selokan.
25
Sungai Serang yang mengalir gagah di tahun 80-an yang mengalir di utara Pedukuhan Tempel, kini seumpama liukan ular kurus yang kelaparan dan tak terurus. Dengan dipimpin sesepuh dukuh, warga tempel sebenarnya telah menjalankan shalat istisqo‘ sebanyak 3 kali, tapi hujan juga tidak datang-datang. Musim kemarau begitu menyengsarakan warga Dukuh Tempel. Semua warga masih ingat, tiga bulan yang lalu, tetua Dukuh Tempel membuat kesepakatan bersama warga dukuh. Tidak ada warga yang tidak tahu bahwa hanya ada dua sumur yang masih menyimpan air. Dari dua sumur itu, hanya satu sumur saja yang boleh digunakan, sebab sumur yang satunya hanya boleh digunakan untuk keperluan masjid. Barang siapa ketahuan menggunakannya, maka ia pantas untuk ―di massa‖— sebuah istilah yang dipakai warga untuk menghakimi dia yang ketahuan mengambil air dari sumur tersebut. (Kafilah-Kafilah Cinta, 2008:3)
Berdasarkan kutipan tersebut terlihat konflik yang dialami Warga Dukuh Tempel dengan alam, yaitu melawan kemarau yang berkepanjangan. Betapa kemarau menyengsarakan warga dukuh tersebut. Warga Tempel akhirnya membuat sebuah kesepakatan untuk mengatasi masalah kemarau di dukuh mereka yaitu dengan mengatur pemakaian air seluruh warga dukuh tersebut. Kutipan di atas menggambarkan bagaimana manusia bertarung melawan alam atau melawan bencana yang ditimbulkan oleh sebagian dari lingkungannya.
2.9 Pembelajaran Sastra (Novel) di Sekolah Menengah Atas (SMA)
Pembelajaran sastra (dalam hal ini: kegiatan mengapresiasi novel) di sekolah sangat penting. Dalam karya sastra khususnya novel banyak pelajaran dan nilainilai positif yang dapat diambil. Kegiatan mengapresiasi karya sastra berkaitan erat dengan upaya mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan.
26
S. Effendi dalam Supriyadi (1996:310) mengemukakan bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra.
Yus Rusyana dalam Supriyadi (1996:310), apresiasi sastra dapat diterangkan sebagai pengenalan dan pemahaman yang tepat terhadap nilai sastra dan kegairahan kepadanya, serta kenikmatan yang timbul sebagai akibat semua itu. Dalam mengapresiasi sastra, seseorang mengalami (dari hasil sastra itu) pengalaman yang telah disusun oleh pengarangnya. Panuti dalam Supriyadi juga menyebutkan bahwa apresiasi sastra ialah penghargaan (terhadap karya sastra) yang didasarkan pada pemahaman. Untuk memahami dan menghayati karya sastra, siswa diharapkan langsung membaca karya sastra, bukan membaca ringkasannya.
Sapardi Djoko Damono juga mengemukakan bahwa siswa harus diarahkan untuk membaca buku sebanyak-banyaknya. Cara itu akan lebih membuka wawasan siswa. Salah satu sumber bacaan bagi siswa adalah novel. Porsi bacaan yang dibaca oleh siswa harus dibuat secara berjenjang. Hal tersebut bertujuan agar pelajaran sastra bisa berlangsung sistematis. Penjenjangan jumlah bacaan yang dibaca siswa akan membuat penumbuhan kecerdasan siswa berkembang dari tahun ke tahun. Wawasan siswa tidak mandek pada sumber bacaan yang itu-itu saja. (http://pendis.depag.go.id.lama/cfm/index.cfm?fuseaction=kajianBerita& Berita_ID=9428&sub=7)
27
Pada dasarnya tujuan umum pengajaran sastra di sekolah yaitu, siswa mampu menikmati, menghayati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, meningkatkan pengetahuan, dan kemampuan berbahasa. Novel sebagai salah satu jenis karya sastra yang termasuk dalam genre prosa dapat dijadikan alternatif bahan pembelajaran sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA).
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMA tahun 2007, mata pelajaran bahasa dan Sastra Indonesia yang terkait dengan konflik dalam novel, terdapat pada kelas XI semester 1. Standar Kompetensi: (membaca) memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/ terjemahan. Kompetensi Dasar: menganalisis unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan.
Melalui kegiatan mengapresiasi unsur-unsur dalam karya sastra, dalam hal ini konflik dalam novel, memungkinkan siswa untuk menambah wawasan tentang permasalahan-permasalahan hidup, serta cara mengatasinya. Selain itu, siswa juga dapat mengambil nilai-nilai moral yang terkandung dalam novel.
Rahmanto (1993:27) mengemukakan bahawa ada tiga aspek penting yang perlu diperhatikan jika ingin memilih bahan pembelajaran sastra, yaitu (1) aspek bahasa; (2) aspek psikologis/ kematangan jiwa; (3) aspek latar belakang budaya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tiga aspek tersebut untuk menetapkan kelayakan novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro sebagai bahan ajar sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA).
28
a. Bahasa
Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, melainkan juga ditentukan oleh faktor-faktor lain, seperti cara penulisan yang dipakai si pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembaca yang ingin dijangkau pengarang.
Penguasaan suatu bahasa tumbuh dan berkembang melalui tahap-tahap yang tampak jelas pada tiap individu. Oleh karena itu, agar pembelajaran sastra dapat lebih berhasil, guru perlu mengembangkan keterampilan khusus untuk memilih bahan pembelajaran sastra yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswa. Seorang guru hendaknya selalu berusaha memahami tingkat kebahasaan siswa-siswanya sehingga berdasarkan pemahaman itu guru dapat memilih materi yang cocok untuk disajikan.
b. Psikologis
Perkembangan psikologis seorang anak menuju taraf dewasa melewati tahaptahap tertentu yang cukup jelas untuk dipelajari. Dalam memilih bahan pembelajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologis ini harus diperhatikan. Karya sastra yang dipilih untuk diajarkan hendaknya sesuai dengan tahap psikologis pada umumnya dalam suatu kelas. Tahap perkembangan psikologis anak sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal.
29
Ada empat tahap perkembangan psikologis yang penting diperhatikan oleh guru untuk memahami psikologi anak-anak sekolah dasar dan menengah (Rahmanto, 1993:30). Empat tahap perkembangan psikologis tersebut adalah sebagai berikut.
1) Tahap Penghayal (8 sampai 9 tahun) Pada tahap ini imajinasi anak-anak belum banyak diisi dengan hal-hal yang nyata, tetapi masih penuh dengan fantasi kekanak-kanakan 2) Tahap Romantik (10 sampai 12 tahun) Anak mulai menanggalkan fantasi dan berpikir mengarah ke realitas. Meski pandangannya tentang dunia ini masih sangat sederhana, tetapi pada tahap ini anak mulai menyenangi cerita kepahlawanan, petualangan, bahkan kejahatan. 3) Tahap Realistik (13 sampai 16 tahun) Anak-anak benar-benar terlepas dari dunia fantasi. Mereka sangat berminat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi. Mereka terus berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan yang nyata. 4) Tahap Generalisasi (16 tahun dan selanjutnya) Pada tahap ini anak tidak lagi hanya berminat pada hal-hal yang praktis saja, tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena yang ada. Mereka berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama fenomena itu dan terkadang mengarah ke pemikiran filsafati untuk menentukan keputusan-keputusan moral.
30
Usia anak SMA berada antara tahap realistik dan generalisasi. Meskipun tidak semua siswa dalam satu kelas memunyai tahapan psikologis yang sama, guru harus tetap berusaha menyajikan karya sastra yang setidak-tidaknya secara psikologis dapat menarik minat sebagian besar siswa kelas itu.
c. Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia dan lingkungan. Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra yang berlatar belakang budaya yang erat dengan kehidupan mereka. Oleh karena itu, karya sastra yang disajikan hendaknya tidak terlalu menuntut gambaran di luar jangkauan kemampuan pembayangan yang dimiliki para siswa. Pemahaman terhadap budaya sendiri mutlak dilakukan sebelum kita mengenal dan memahami budaya luar (Rahmanto, 1993:32).
31
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan
Pendekatan adalah cara memandang dan mendekati suatu objek. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa pendekatan merupakan asumsi-asumsi dasar yang dijadikan pegangan dalam memandang suatu objek ( Semi,1993:64)
Abrams (Teeuw, 2003:43) membagi pendekatan karya sastra menjadi empat macam yaitu, pendekatan objektif, pendekatan ekspresif, pendekatan mimetik, dan pendekatan pragmatik Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif dan pendekatan pragmatik.
Pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan karya itu sendiri, yang memandang karya sastra sebagai dunia yang otonom, sebuah dunia yang dapat melepaskan diri dari siapa pengarangnya dan lingkungan sosial budaya, sama sekali tidak membutuhkan hal-hal lain di luar dirinya dengan memusatkan pada segi-segi instrinsik karena penulis menganalisis salah satu unsur intrinsik yaitu konflik yang merupakan unsur pembangun alur. Penulis menganalisis novel 5 cm sebagai suatu karya sastra yang memunyai otonomi penuh. Oleh karena itu, penulis tidak mengaitkan karya dengan lingkungannya seperti pengarang dan pembacanya.
32
Selain menggunakan pendekatan objektif, penelitian ini juga menggunakan pendekatan
pragmatik.
Pendekatan
pragmatik
adalah
pendekatan
yang
menitikberatkan dampak karya sastra terhadap pembaca. Hasil penelitian mengenai konflik dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro akan dikaitkan dengan pembelajaran sastra di sekolah yaitu mengenai kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA).
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode ini adalah metode penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misal perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, bukan angka-angka. Laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data. Data tersebut dapat berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, catatan/ memo, dan dokumen resmi lainnya (Moelong, 2005:6). Dalam penelitian ini, data akan berupa kutipan-kutipan teks yang diperoleh dari novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro.
3.3 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro. Novel 5 cm diterbitkan oleh PT Gramedia Widiasarana Indonesia, tebal x + 381 halaman, cetakan keduabelas, diterbitkan pada September 2008. Novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro pertama kali dicetak pada tanggal 21 Mei 2005 oleh PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
33
3.4 Prosedur Penelitian
Peneliti menganalisis konflik dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro dengan menggunakan prosedur penelitian sebagai berikut. a. Membaca secara cermat novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro. b. Merumuskan kerangka teori yang akan digunakan. c. Mengenali konflik yang terdapat dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro. d. Menyimpulkan secara umum konflik yang ditemukan dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro. e. Menentukan layak atau tidaknya novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro untuk dijadikan sebagai alternatif bahan ajar sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA).
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis teks. Langkahlangkah yang dilakukan penulis untuk menganalisis data adalah sebagai berikut.
a. Membaca keseluruhan novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro dengan seksama. b. Mengumpulkan data berupa kutipan-kutipan penting yang terdapat dalam novel 5 cm, yang berkaitan dengan konflik dalam novel. c. Menganalisis konflik yang terdapat dalam novel dengan mengacu pendapat Gorys Keraf (1981:168). d. Menyajikan hasil analisis konflik yang telah ditemukan dalam novel. e. Menetapkan kelayakan konflik dalam novel 5 cm sebagai bahan ajar sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA).
34
f. Menyimpulkan hasil analisis mengenai konflik-konflik yang ada dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro serta menetapkan layak atau tidaknya novel tersebut untuk dijadikan alternatif bahan ajar sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA).
35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Konflik yang ditemukan dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro yaitu, konflik manusia dengan dirinya sendiri, konflik manusia dengan manusia dan konflik manusia dengan alam.
Tabel Konflik Pada Novel 5 cm
No. 1.
Jenis Konflik Konflik manusia dengan dirinya sendiri
Tokoh
Kode Data
a. Tokoh Arial
D1, D2, D3
b. Tokoh Genta
D4, D5, D6, D7, D8
c. Tokoh Ian
D9, D10,D11, D12, D13, D14, D15, D16, D17, D18
d. Tokoh Riani
D19, D20, D21
e. Tokoh Zafran
D22, D23, D24, D25
36
2.
Konflik manusia dengan manusia
3.
Konflik manusia dengan masyarakat
4.
Konflik manusia dengan alam
Kesalahpahaman yang terjadi antar tokoh (Arial, Genta, Ian, Riani, Zafran). Kelima tokoh mengalami konflik akibat salah satu tokoh yaitu Ian bersikap mengadu domba.
_
D26, D27, D28, D29, D30
_
Konflik lima tokoh (Arial, D31, D32, D33, Genta, Ian, Riani, Zafran) D34, D35, D36, saat mendaki Gunung D37, D38, D39 Mahameru. Konflik yang dialami yaitu melawan cuaca yang panas, konflik melawan udara yang amat dingin menyebabkan kondisi fisik mereka melemah, melawan kondisi alam Mahameru dengan hutan-hutan lebat, melawan alam pendakian yang makin terjal
4.2 Pembahasan
4.2.1
Konflik
Pembahasan dalam penelitian ini mencakup deskripsi konflik yang terdapat dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro. Dalam menganalisis konflik yang terdapat dalam novel ini, penulis mengacu kepada pendapat Gorys Keraf (1981:168-169), yang merinci konflik mencakup empat bagian. (1) konflik manusia dengan dirinya sendiri (konflik batin); (2) konflik manusia dengan manusia; (3) konflik manusia dengan masyarakat; (4) konflik manusia dengan alam.
37
Analisis terhadap konflik tersebut ditentukan berdasarkan satuan-satuan makna yang terdapat dalam adegan, narasi, ataupun dialog antar tokoh dalam novel.
a. Konflik Manusia dengan Dirinya Sendiri (Konflik Batin) 1) Tokoh Arial (a) Konflik batin yang terjadi pada tokoh Arial yaitu pertentangan untuk tetap berada dalam dunia yang telah dijalaninya selama ini atau memilih untuk melihat dunia luar/ dunia di luar komunitas (dengan empat sahabatnya). Tokoh Arial memiliki empat sahabat (Genta, Ian, Riani, dan Zafran). Selama tujuh tahun mereka melakukan banyak hal bersama. Namun sebuah dialog dengan empat sahabatnya mengenai kata-kata Plato membuat batin Arial berada dalam sebuah pilihan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. ―Plato, seorang filsuf besar dunia pernah bilang bahwa nantinya dalam kehidupannya setiap manusia akan terjebak dalam sebuah gua gelap yang berisi keteraturan kemapanan, dan mereka senang berada di dalamnya. Karena mereka terbuai dengan segala kesenangan di sana dengan apa yang telah mereka capai, hingga akhirnya mereka takut keluar dari gua tersebut. Mereka memang bahagia, tetapi diri mereka kosong dan mereka nggak pernah menemukan siapa diri mereka sebenarnya...mereka nggak punya mimpi.‖ Balade Pour Adeline-nya Richard Clayderman mengalir sekenanya dari jari-jari Ian yang mencoba berbicara mengisi bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengah-tengah mereka. Semuanya diam lagi mendengar omongan Zafran yang dengan sensitifnya bercampur melodinya Balade Paur Adeline tadi. Cipratancipratan filsufis musikal sentimental yang baru saja mengalir menghasilkan beberapa helaan nafas berisi berjuta cerita. Semuanya mencoba berdialog dengan diri mereka sendiri. Mencoba berdialog dengan bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengahtengah mereka. ................................................................. ―Keluar dari gua kita untuk sementara...,‖ Zafran melanjutkan ―Mungkin kita emang harus ngeliat dunia lain di luar tongkrongan kita dulu, jangan berlima melulu kemana-mana,‖ kalimat Zafran tentang Plato barusan menyentakkan keapaadaan-nya diri Arial. (5 cm, 2008:62-63)
38
Pada kutipan di atas, tokoh Arial berdialog dengan empat sahabatnya mengenai kalimat Plato. Kata-kata Plato tersebut disampaikan oleh tokoh Zafran, bahwa nantinya dalam kehidupannya setiap manusia akan terjebak dalam sebuah gua gelap yang berisi keteraturan kemapanan, dan mereka senang berada di dalamnya. Karena mereka terbuai dengan segala kesenangan di sana dengan apa yang telah mereka capai, hingga akhirnya mereka takut keluar dari gua tersebut. Mereka memang bahagia, tetapi diri mereka kosong dan mereka tidak pernah menemukan siapa diri mereka sebenarnya dan mereka tidak memiliki mimpi. Arial menyadari bahwa dirinya dan empat sahabatnya adalah manusia-manusia yang sedang berada dalam gua gelap tersebut.
Tokoh Arial bersama keempat temannya memiliki sebuah dunia sendiri, mereka terlalu asyik dengan dunia mereka sendiri, terlalu nyaman dengan segala yang telah diperoleh sehingga melupakan bahwa di luar komunitas mereka ada sebuah dunia yang lebih luas. Sebuah dunia bagi orang-orang yang berani memperjuangkan mimpi-mimpinya. Kondisi terlalu nyaman yang dirasakan tokoh Arial dengan empat sahabatnya membuat ia melupakan hakikat sebuah kebahagiaan, yaitu ketika mereka mampu mengenal siapa diri mereka, ketika mereka mengetahui apa tujuan mereka sesungguhnya dalam hidup ini.
Tokoh Arial yang juga digambarkan sebagai seseorang yang memiliki sifat apa adanya, yang menjadikannya tidak berani bermimpi, pada akhirnya mengalami pertentangan dalam dirinya.
39
Apakah ia akan tetap berada di dalam dunianya bersama empat sahabatnya atau memilih keluar dari zona nyaman (gua gelap) tersebut, mencoba sebuah dunia baru yang lebih luas, yang akan membawanya menjadi manusia yang mau berjuang, memiliki mimpi hingga menjadi manusia yang lebih baik, berjuang menemukan siapa dirinya.
Adapun reaksi tokoh Arial menghadapi konflik yang terjadi dalam dirinya yaitu Arial menyetujui usul teman-temannya untuk tidak bertemu selama 3 bulan. Ia mencoba menjadi seseorang yang berani bermimpi.... ―Gue mau...,” Arial menyambut usul Genta mantap. ―Mungkin kita emang harus ngeliat dunia lain di luar tongkrongan kita dulu, jangan berlima melulu kemanamana,” kalimat Zafran tentang Plato barusan menyentakkan keapaadaan-nya diri Arial. Arial yang pada awalnya tidak pernah berpikir untuk mengejar sesuatu, berambisi pada suatu hal, tiba-tiba menyetujui keputusan untuk melihat sebuah dunia di luar komunitasnya selama ini, tidak hanya berinteraksi dengan empat sahabatnya saja, dan mencoba menjadi manusia yang berani bermimpi dan mengejarnya.
(b) Konflik batin yang terjadi pada tokoh Arial yaitu pertentangan dalam dirinya untuk memilih mengutarakan isi hati atau memilih memendam saja perasaan cintanya pada seorang wanita bernama Indy. Pertentangan yang terjadi dalam diri tokoh Arial dapat dilihat pada kutipan berikut.
Arial chatting sendiri sama suara di hatinya. Apa malem ini aja ya gue bilang ke indy? Tapi gue nggak tau dianya suka apa nggak. Tapi dia „kan perhatian banget sama gue. Ah tau ah, tunggu aja waktu yang tepat, nanti aja deh…eh nggak deh…nanti aja deh…
40
Chatting Arial dengan hatinya pun selesai karena suara dihatinya ngingetin Arial kalau dia lagi di tol dan enggak boleh bengong. ………………………………………………… Di antara keriuhan Bogor menunggu malam dengan angkotnya yang banyak dan berwarna seperti permen, mereka pergi ke daerah yang dibilang Cisangkuy itu. Arial sebentar melirik indy, suarasuara di kepalanya masih bersahut-sahutan bilang…nggak bilang…nggak…bilang… nggak. Arial memang selalu apa adanya dan biasa-biasa aja. (5 cm, 2008:89-92) Pada kutipan di atas, Arial bimbang antara harus mengatakan perasaannya atau memilih memendam perasaannya saja….Arial sebentar melirik indy, suara-suara
di
kepalanya
masih
bersahut-sahutan
bilang…nggak
bilang…nggak…bilang… nggak. Selama sebulan Arial memendam isi hatinya, selama itu pula ia meyakinkan dirinya bahwa ia harus mengatakan tentang perasaannya pada Indy.
Arial sebagai salah satu tokoh dari lima tokoh yang terdapat dalam novel 5 cm digambarkan sebagai tokoh yang sering mengalami masalah ketika berhadapan dengan wanita yang ia sukai....Arial emang yang paling ganteng dibanding cowok-cowok di komplotan pengeksekusi filosofi ini—Riani pun mengakui. Arial yang apa adanya, walaupun jadi idola toh ia masih jomblo karena terlalu apa adanya. Pengarang menggambarkan Arial sebagai tokoh yang terlalu apa adanya, dan hal tersebut sering kali menimbulkan masalah dalam hidupnya. Terutama saat berhadapan dengan wanita.
Arial mengalami konflik batin ketika ia bertemu dengan seorang wanita bernama Indy. Tokoh Arial sangat mengagumi Indy... Arial bertanya ke Indy sambil melihat kulit muka Indy yang kuning langsat, dengan sedikit bayangan matahari sore di pipi kanannya. Indy punya tulang pipi yang sempurna.
41
Kekaguman tokoh Arial terhadap Indy berujung pada pertentangan tokoh Arial terhadap sikap yang harus diambilnya. Sisi keapaadaan tokoh Arial membuatnya tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan isi hatinya terhadap Indy, ia takut akan segala konsekuensi yang mungkin akan dialaminya. Kondisi tersebut tentu saja bertentangan dengan keinginan Arial untuk selalu dekat dan bersama dengan Indy.
Pertentangan yang dialami dalam diri tokoh Arial dapat pula dilihat pada kutipan berikut. Ya ampun susah banget ngomongnya… susah, susah, susah. Gue udah sayang banget kali ya sama makhluk satu ini. Batin Arial ricuh, kalau emang buat bener-bener dan udah sayang susaaaah banget bagi laki-laki untuk mengatakannya (setuju banget!). Yang bikin senewen dari tadi adalah suara-suara kecil yang sangat mengganggu di pikiran Arial. Enggak mau…kamu dah kayak kakak sendiri. Aku belum siap pacaran, kamu udah terlalu deket, aku nggak mau terikat dulu. Aku ada yang lain…aku masih mau bebas. Temen aja deh, aku masih suka inget sama dia. Aku jawab nanti kalo aku udah siap sekitar 6 bulan lagi, Arial kacau sendiri. Tiba-tiba ada suara tegas yang menghapus semua suara kecil pesimis tadi, ―Bilang nggak bilang, laki-laki nggak pernah boleh nyesel‖ Arial menarik nafas panjang, mulutnya menyahut pelan sebuah nama wanita yang sudah membuat dia melayang-layang sebulan ini. Dan semuanya pun mengalir dari Arial dengan penuh kejujuran, ketegasan, dan kelaki-lakian, dengan segala argumen indah yang mengalir begitu saja, dengan segala kerinduan laki-laki yang tak terhingga dan bisa mengalahkan apa pun pada saat begini. Mengalir bersama anugerah serta kodrat laki-laki dan wanita yang akan selalu belajar mencintai, belajar dicintai, dan yang selalu ingin dicintai. Partikel-partikel mereka pun bersahutan saling berebut untuk memasuki dunia baru yang akan mereka bangun atau akan mereka hancurkan nantinya. Meminta keyakinan untuk jangan pernah takut mencinta. Chemistry-chemistry keraguan mereka pun bertarung atas nama cinta, atas nama kerinduan, atas nama mimpi, dan atas nama bintang di atas sana yang melirik tersenyum simpul, atas nama bulan yang terdiam bijak mendengarkan mereka berdua. (5 cm, 2008:101-102)
42
Pada kutipan di atas digambarkan keadaan tokoh Arial yang semakin mengalami kebimbangan. Ada perasaan takut dalam diri Arial, ia merasa tidak siap dengan segala kemungkinaan yang akan terjadi, dengan jawaban-jawaban di luar keinginan Arial yang mungkin akan diutarakan oleh Indy. Namun kebimbangan tersebut akhirnya berujung pada satu keputusan untuk tetap mengatakan semua perasaannya. Sebagai seorang lelaki, tokoh Arial merasa bahwa ia harus mampu mengambil keputusan, harus berani menerima segala konsekuensi dari keputusan yang telah diambil, dan tidak boleh menyesal atas keputusan yang tersebut.
2) Tokoh Genta (a) Konflik batin yang terjadi pada tokoh Genta yaitu pertentangan untuk tetap berada dalam dunia yang telah dijalaninya selama ini, sebuah komunitas dengan empat sahabatnya atau memilih untuk melihat dunia luar/ dunia di luar komunitas kecil tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Zafran tiba-tiba berkata lembut sambil memainkan daun-daun cemara kecil basah di dekatnya, ―Plato, seorang filsuf besar dunia pernah bilang bahwa nantinya dalam kehidupannya setiap manusia akan terjebak dalam sebuah gua gelap yang berisi keteraturan kemapanan, dan mereka senang berada di dalamnya. Karena mereka terbuai dengan segala kesenangan di sana dengan apa yang telah mereka capai, hingga akhirnya mereka takut keluar dari gua tersebut. Mereka memang bahagia, tetapi diri mereka kosong dan mereka nggak pernah menemukan siapa diri mereka sebenarnya...mereka nggak punya mimpi.‖ Balade Pour Adeline-nya Richard Clayderman mengalir sekenanya dari jari-jari Ian yang mencoba berbicara mengisi bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengah-tengah mereka. Semuanya diam lagi mendengar omongan Zafran yang dengan sensitifnya bercampur melodinya Balade Paur Adeline tadi. Cipratan-cipratan filsufis musikal sentimental yang baru saja mengalir menghasilkan beberapa helaan nafas berisi berjuta cerita.
43
Semuanya mencoba berdialog dengan diri mereka sendiri. mencoba berdialog dengan bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengah-tengah mereka. ―Mungkin sebaiknya kita nggak usah ketemuan dulu,‖ Genta mengalirkan kalimat pendek. Semuanya jadi sensitif. Genta meneruskan sambil menatap keempat temannya, ―Ya enggak ketemu dulu, nggak nongkrong dulu, nggak ke mana-mana bareng dulu, ilang aja dulu semuanya, ilang abis-abisan, nggak telponan, nggak SMS-an...‖ ............................................................................. ―Kita keluar sebentar aja, bermimpi lagi masing-masing tentang kita, nanti pas ketemu lagi, pasti lain lagi, lain ceritanya, lain lagi orangnya, mungkin nanti Ian jadi kurus. Jadi kita enggak perlu nyewa banana boat lagi, tapi getek,‖ kata Genta sambil menyenggol Ian yang masih asik dengan gitarnya. (5 cm, 2008:62-63) Tokoh Genta memiliki empat sahabat (Arial, Ian, Riani, dan Zafran). Selama tujuh tahun mereka melakukan banyak hal bersama, saling berbagi dan telah merasa nyaman satu sama lain. Namun sebuah dialog mengenai kata-kata Plato yang disampaikan oleh tokoh Zafran dengan empat sahabatnya, yang terlihat pada kutipan di atas, membuat batin Genta berada dalam sebuah pilihan. Pada kutipan di atas dikatakan bahwa nantinya dalam kehidupannya setiap manusia akan terjebak dalam sebuah gua gelap yang berisi keteraturan kemapanan, dan mereka senang berada di dalamnya. Karena mereka terbuai dengan segala kesenangan di sana dengan apa yang telah mereka capai, hingga akhirnya mereka takut keluar dari gua tersebut.
Manusia-manusia yang berada dalam gua tersebut memang bahagia, tetapi diri mereka kosong dan mereka tidak pernah menemukan siapa diri mereka sebenarnya dan mereka tidak memiliki mimpi. Genta menyadari bahwa dirinya dan empat temannya adalah manusia-manusia yang sedang berada dalam gua gelap tersebut.
44
Tokoh Genta bersama keempat sahabatnya memiliki sebuah dunia sendiri, mereka terlalu asyik dengan dunia mereka, dan terlalu nyaman dengan segala yang telah diperoleh hingga melupakan bahwa di luar komunitas mereka ada sebuah dunia yang lebih luas. Mereka melupakan hakikat kebahagiaan yaitu ketika mereka mampu mengenal siapa diri mereka, ketika mereka mengetahui apa tujuan mereka sesungguhnya dalam hidup ini.
Akhirnya tokoh Genta mengalami pertentangan dalam dirinya apakah akan tetap berada di dalam komunitas kecilnya (zona nyaman) atau mencoba sebuah dunia baru yang lebih luas, yang akan membawanya menjadi manusia yang mau berjuang, memiliki mimpi hingga menjadi manusia yang lebih baik, berjuang menemukan siapa dirinya. Masing-masing mencari jati diri dan berusaha mengejar mimpi mereka.
Adapun Reaksi tokoh Genta menyikapi konflik yang terjadi dapat dilihat pada kutipan berikut. “Ya enggak ketemu dulu, nggak nongkrong dulu, nggak ke manamana bareng dulu, ilang aja dulu semuanya, ilang abis-abisan, nggak telponan, nggak SMS-an...‖ ...................................................................... ―Kita keluar sebentar aja, bermimpi lagi masing-masing tentang kita, nanti pas ketemu lagi, pasti lain lagi, lain ceritanya, lain lagi orangnya....(5 cm, 2008:63) Genta yang dikenal sebagai seorang pemimpin dalam komunitas lima sahabat, pada kutipan di atas akhirnya memberi usul pada teman-temannya untuk tidak bertemu selama tiga bulan, keluar sementara waktu dari gua mereka, berjuang menemukan siapa diri mereka, masing-masing mencari jati diri, berusaha mengejar mimpi masing-masing.
45
Manusia yang sudah terlalu nyaman dengan segala yang telah diperoleh seringkali melupakan hakikat hidup itu sendiri. Bahwa manusia harus terus berjuang, harus terus berusaha menjadi manusia yang lebih baik. Hal tersebut akhirnya mendorong tokoh Genta mengambil keputusan/ mencetuskan ide untuk berpisah selama tiga bulan dengan keempat sahabatnya. Berusaha mengejar mimpi-mimpi mereka, karena pada dasarnya manusia memiliki mimpinya masing-masing yang memang harus diperjuangkan.
(b) Konflik batin tokoh Genta yaitu pertentangan dalam diri tokoh Genta ketika ia harus memilih antara cinta atau persahabatan. Genta digambarkan memendam rasa cinta terhadap tokoh Riani, salah satu dari empat sahabatnya. Tokoh Genta memiliki perasaan cinta terhadap Riani, ia tidak hanya menginginkan Riani sebagai sahabatnya. Namun di sisi lain Genta tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan isi hatinya itu. Terjadi pertentangan dalam diri tokoh Genta, hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Riani dan Genta saling bertatapan, entah sudah berapa kali mereka berdua mengalami deja vu seperti ini. Oh Riani..suara-suara indah kembali mengisi hati Genta. Akankah... kamu… jadi… tempat… untuk... segenggam harapan yang hampir usang tapi masih terlalu indah buat Genta, batin Genta. ..................................................................................... Genta selalu benci cara mereka merayakan deja vu yang bagi Genta sangat berarti, yang bagi Genta adalah sekumpulan chemistry antara dua orang yang tidak pantas dirayakan hanya dengan dua tangan bertemu di udara. Cara seperti itu Genta masih anggap sebagai cara teman merayakan sesuatu. Genta nggak pernah mau Riani cuma jadi teman bagi dirinya. Genta mau lebih…. (5 cm, 2008:28)
46
Kutipan di atas menunjukkan kedekatan tokoh Genta dan Riani sebagai sahabat. Namun Genta tidak tidak pernah menginginkan Riani hanya menjadi sahabat, Genta menginginkan lebih dari itu. Genta menginginkan Riani menjadi tempat untuk segenggam harapan indahnya. Kedekatan tokoh Genta dan Riani yang menimbulkan perasaan suka dan kagum dalam diri Genta. Genta sangat mengagumi Riani. Penampilan maupun sikap Riani membuat Genta menyukai gadis itu. Sikap Riani yang selalu menyempatkan diri tersenyum pada semua orang meskipun memiliki bertanggung jawab berat dalam pekerjaannya.
Atas alasan persahabatan, semua kekaguman yang dirasakan tokoh Genta terhadap sosok Riani hanya dapat dipendam dalam hatinya, tanpa mampu untuk mengungkapkan perasaan tersebut. Timbul pertentangan dalam diri tokoh Genta, ia tidak hanya menginginkan Riani sebagai sahabatnya, di sisi lain Genta tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan isi hatinya itu.
Tokoh Genta digambarkan sebagai seseorang yang lebih mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri, ia sangat mementingkan persahabatan dengan empat temannya. Ia digambarkan sebagai sosok yang sangat mengerti keempat sahabatnya. Sikap tersebut akhirnya menimbulkan masalah dalam dirinya ketika ia memiliki perasaan cinta terhadap Riani, salah satu dari keempat sahabatnya. Timbul pertentangan dalam diri tokoh Genta, ia mengalami kebimbangan ketika harus memilih antara menjaga hubungan persahabatan atau cinta.
47
Tokoh Genta harus berpikir panjang untuk mengutarakan isi hatinya. Ia beranggapan bahwa bila ia mengungkapkan cinta pada Riani maka persahabatan mereka akan berakhir.
Perasaan bimbang yang dirasakan tokoh Genta dapat pula dilihat pada kutipan berikut. Riani bersenandung sendiri…tanpa sadar Genta bengong ngeliatin Riani... Kenapa Riani? Kenapa gue nggak ada nyali? Genta membatin, membingkai dirinya sendiri. (5 cm, 2008: 27)
Kutipan di atas menunjukkan kebimbangan yang dirasakan oleh tokoh Genta terhadap Riani. Ada keinginan untuk mengungkapkan isi hatinya, namun disisi lain tokoh Genta masih belum memiliki keberanian. Ada pertanyaanpertanyaan dalam diri tokoh Genta, kenapa ia harus menyukai sosok Riani, perempuan yang telah amat dekat dengannya sebagai seorang sahabat.
Meskipun pada awalnya tokoh Genta lebih memilih untuk tetap memendam perasannya dan menjalani hubungan persahabatan seperti biasa dengan Riani, namun pada akhirnya ia memilih untuk jujur mengutarakan rasa cinta pada Riani. Pertentangan dalam diri tokoh Genta berakhir dengan keputusan bahwa sebagai seorang lelaki, ia harus jujur mengatakan apa yang ia rasakan pada perempuan yang ia kagumi. Genta meyakini bahwa sebuah cinta memang harus diungkapkan karena tidak pernah ada cinta yang disembunyikan, kecuali oleh seseorang yang terlalu mencintai dirinya sendiri. ....Waktu tiga bulan ini buat Genta semakin meyakinkan dirinya kalo emang udah saatnya dia harus jujur sama Riani tentang perasaannya. Tokoh Genta pada akhirnya
48
mengungkapkan perasan pada Riani saat mereka mengadakan pendakian di gunung Mahameru (Ranu Kumbolo).
Setelah mengakui perasaan cintanya, tokoh Genta merasa beban yang selama ini dirasakan dalam dirinya dapat terselesaikan. Semua bebannya selama ini yang tidak terkatakan ke Riani seperti lepas dan yang membuat Genta bahagia adalah akhirnya dia masih punya kesempatan dan belum terlambat untuk mengatakan segala perasaannya pada Riani. Tokoh Genta meyakini bahwa sebuah cinta memang harus diungkapkan karena tidak pernah ada cinta yang disembunyikan, kecuali oleh seseorang yang terlalu mencintai dirinya sendiri.
Meskipun pada akhirnya Riani tidak memiliki perasaan yang sama terhadap tokoh Genta, tetapi Genta tidak pernah menyesal telah jujur tentang perasaannya. Tokoh Genta merasa lega dan bahagia setelah mengungkapkan semua perasan yang selama ini dipendam pada tokoh Riani, yang telah membuat tokoh Genta mengalami konflik dalam dirinya. Genta merasa bahagia karena ia masih memiliki kesempatan untuk mengungkapkan semua perasaan yang cukup membebani pikiran Genta selama ini.
3) Tokoh Ian
(a) Konflik batin yang terjadi pada tokoh Ian yaitu pertentangan untuk tetap berada dalam dunia yang telah dijalaninya selama ini atau memilih untuk melihat dunia luar/ dunia di luar komunitas (dengan empat sahabatnya). Tokoh Ian memiliki empat sahabat (Arial, Genta, Riani, dan Zafran). Selama tujuh tahun mereka melakukan banyak hal bersama.
49
Namun sebuah dialog dengan empat sahabatnya mengenai kata-kata Plato membuat batin Ian berada dalam sebuah pilihan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Zafran tiba-tiba berkata lembut sambil memainkan daun-daun cemara kecil basah di dekatnya, ―Plato, seorang filsuf besar dunia pernah bilang bahwa nantinya dalam kehidupannya setiap manusia akan terjebak dalam sebuah gua gelap yang berisi keteraturan kemapanan, dan mereka senang berada di dalamnya. Karena mereka terbuai dengan segala kesenangan di sana dengan apa yang telah mereka capai, hingga akhirnya mereka takut keluar dari gua tersebut. Mereka memang bahagia, tetapi diri mereka kosong dan mereka nggak pernah menemukan siapa diri mereka sebenarnya...mereka nggak punya mimpi.‖ Balade Pour Adeline-nya Richard Clayderman mengalir sekenanya dari jari-jari Ian yang mencoba berbicara mengisi bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengah-tengah mereka. Semuanya diam lagi mendengar omongan Zafran yang dengan sensitifnya bercampur melodinya Balade Paur Adeline tadi. Cipratan-cipratan filsufis musikal sentimental yang baru saja mengalir menghasilkan beberapa helaan nafas berisi berjuta cerita. Semuanya mencoba berdialog dengan diri mereka sendiri. Mencoba berdialog dengan bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengah-tengah mereka. ―Mungkin sebaiknya kita nggak usah ketemuan dulu,‖ Genta mengalirkan kalimat pendek. Semuanya jadi sensitif. .................................................................................... ―Keluar dari gua kita untuk sementara...,‖ Zafran melanjutkan. ―Gue setuju! Gue mau PDKT lagi sama skripsi yang udah gue putusin. Siapa tau dia mau balik lagi sama gue. Dulu skripsi gue suka cemburu kalo gue lagi gila bola, sekarang gue mau minta maaf sama dia,...‖ semangat Ian. (5 cm, 2008:62-63)
Pada kutipan di atas, terdapat kata-kata dari Plato yang disampaikan oleh tokoh Zafran, bahwa nanti dalam kehidupannya setiap manusia akan terjebak dalam sebuah gua gelap yang berisi keteraturan kemapanan, dan mereka senang berada di dalamnya. Mereka terbuai dengan segala kesenangan di sana,
50
dengan apa yang telah mereka capai, hingga akhirnya mereka takut keluar dari gua tersebut. Mereka memang bahagia, tetapi diri mereka kosong dan mereka tidak pernah menemukan siapa diri mereka sebenarnya dan mereka tidak memiliki mimpi. Tokoh Ian menyadari bahwa dirinya dan empat temannya adalah manusia-manusia yang sedang berada dalam gua tersebut.
Ian bersama keempat temannya memiliki sebuah dunia sendiri, mereka terlalu asyik dengan dunia mereka sendiri, terlalu nyaman dengan segala yang telah diperoleh sehingga melupakan bahwa di luar komunitas mereka ada sebuah dunia yang lebih luas. Mereka melupakan hakikat kebahagiaan yaitu ketika mereka mampu mengenal siapa diri mereka, ketika mengetahui apa tujuan mereka sesungguhnya dalam hidup ini.
Pada akhirnya tokoh Ian mengalami pertentangan dalam dirinya, apakah akan tetap berada di dalam dunia dengan empat sahabatnya, yang diibaratkan sebagai sebuah gua gelap atau mencoba melewati sebuah dunia baru yang lebih luas, yang akan membawanya menjadi manusia yang mau berjuang, memiliki mimpi hingga menjadi manusia yang lebih baik, berjuang menemukan siapa dirinya. Masing-masing mencari jati diri dan berusaha mengejar mimpi mereka.
Adapun Reaksi tokoh Ian ketika berada dalam situasi konflik tersebut, Ian akhirnya menerima usul Genta untuk tidak bertemu selama tiga bulan. Mereka berpisah sementara dan berjuang menemukan siapa diri mereka, masingmasing mencari jati diri, berusaha mengejar mimpi masing-masing. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
51
―Gue setuju! Gue mau PDKT lagi sama skripsi yang udah gue putusin. Siapa tau dia mau balik lagi sama gue. Dulu skripsi gue suka cemburu kalo gue lagi gila bola, sekarang gue mau minta maaf sama dia, mau bilang kalo dulu gue sering selingkuh sama bola, PS2...‖ semangat Ian. (5 cm, 2008:62-63)
Pada kutipan di atas dikemukakan sikap Ian yang setuju untuk berpisah selama tiga bulan. Tokoh Ian akan mulai berusaha mengejar mimpi-mimpinya, karena pada dasarnya manusia memiliki mimpi masing-masing yang memang harus diperjuangkan. Ian menyadari bahwa manusia pada dasarnya harus terus berjuang, harus terus berusaha menjadi manusia yang lebih baik. Ian kemudian bertekad untuk mulai berjuang mengerjakan skripsinya yang sudah sempat terbengkalai.
(b) Konflik batin tokoh Ian yaitu pertentangan antara perasaan rendah diri yang dialaminya dengan keinginan untuk tetap berada dalam komunitas empat sahabatnya. Tokoh Ian mengalami perasaan rendah diri ketika berkumpul dengan empat sahabatnya. Tetapi di sisi lain Ian sangat menyukai keempat sahabatnya dan takut kehilangan mereka. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. ―Gue sangat takut kehilangan lo semua...,‖ Ian angkat bicara pelan sambil menyalakan rokoknya. Cahaya dari korek gas menerangi mukanya yang tembem. ―Gue nggak pernah punya temen kayak lo semua. Baik semuanya.... ..................................................................................... ―Pertamanya gue heran waktu gabung sama kalian karena kalian ternyata ajaib-ajaib, pinter-pinter, dan asik-asik. Gue jadi minder, tapi gue suka banget sama kalian.... (5 cm, 2008:48)
52
Pada kutipan di atas tokoh Ian mengungkapkan semua perasaan yang dialaminya. Ian yang sebelumnya tidak pernah menemukan sahabat yang mampu membuatnya nyaman, akhirnya diliputi perasaan takut kehilangan ketika mulai menjalin persahabatan dengan Arial, Ian, Riani, dan Zafran. Namun disisi lain Ian juga merasa rendah diri dengan semua kelebihan yang dimiliki empat sahabatnya itu. Perasaan-perasaan tersebut saling bertentangan dalam diri tokoh Ian.
Pertentangan yang terjadi dalam diri tokoh Ian mengakibatkan ia kehilangan jati diri, Ian juga melakukan hal-hal yang membuat kesal empat sahabatnya agar dianggap memiliki kelebihan di mata empat sahabatnya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. Zafran akhirnya cerita, ―Gini deh intinya. Lo perhatiin nggak sih kalo si Ian gabung sama kita kadang-kadang dia bingung sendiri sama dirinya. Suka berisik sendiri dan kadang omongannya ngelantur. Terus kadang-kadang dia juga ada rasa takut nggak diterima sama kita, nggak mau jadi dirinya sendiri. Gue sih pertamanya biasa aja, tapi lama-lama Ian ngelakuin sesuatu yang kayaknya ngeganggu banget buat gue.‖ Riani dan Genta menarik nafas panjang. Mereka juga ngerasain hal yang sama tapi mereka simpan aja. (5 cm, 2008:41)
Pada kutipan di atas, terlihat adanya konflik batin yang dialami tokoh Ian yang disampaikan melalui tokoh Zafran. Zafran merasa terganggu dengan sikap Ian yang menurutnya seringkali bingung dengan diri sendiri, kadang membicarakan hal-hal yang tidak penting, bahkan sampai melakukan hal-hal yang membuat Zafran kesal.
Dialog yang menunjukkan perasaan empat sahabat Ian yang mulai terganggu, bahkan kesal dengan sikap Ian dapat dilihat pula pada kutipan berikut.
53
―Waktu itu gue jalan sama Ian nyari film baru, trus... sambil lalu gue cuma ngomong ke dia kalo si Arial reseh nih. Udah dua bulan lebih si Arial belum balikin film Relity bites gue. Gue ngomong gitu gara-gara ngeliat ada film Reality Bites.‖ ........................................................................ ―Ian langsung dukung gue, muji-muji gue...., trus ngomongin segala macam yang jelek-jelek tentang Arial. Arial ini- lah, Arial itu-lah.― Sepi ―...mudah-mudahan gue salah,‖ Zafran mengambil sepenggal nafas sebelum melanjutkan, ―...kayaknya semuanya dicari-cari doang. Dia kayaknya pengen jadi penting doang di mata gue. Gue kan jadi kaget sendiri, nggak penting banget.‖ (5 cm, 2008:43) Kutipan di atas merupakan dialog tokoh Zafran dengan tiga sahabatnya (Arial, Genta, dan Riani). Zafran mulai merasakan sikap Ian yang tidak baik yaitu dengan menjelek-jelekkan sahabatnya di depan sahabat lain (mengadu domba), hanya supaya dianggap menjadi penting di mata mereka.
Pertentangan antara perasaan takut kehilangan dan perasaan rendah diri tokoh Ian juga menjadikannya seseorang yang selalu berpura-pura menjadi orang lain, selalu berusaha terlihat lebih hebat dari orang lain. Hal ini dilihat pada kutipan berikut. ―Udah pohon plastik, palsu lagi...,‖ Riani menggumam sendiri. ―Yoi...palsunya kuadrat...,‖ kata Genta. ―Mudah-mudahan gue nggak jadi orang kayak gitu,‖ Zafran menyambung. Ian tiba-tiba berujar sendiri. ―Lo semua pada tau kan gue pernah kayak gitu, tapi sekarang gue udah nggak mau lagi...capek jadi orang lain,‖ Ian memandang kosong ke depan. ......................................................................... Ian yang dulu kadang-kadang cuma ikutan nimbrung nongkrong, bukanlah Ian yang sekarang. Ian yang dulu adalah Ian yang nggak pede sama dirinya sendiri, yang selalu mencoba jadi orang lain, yang memandang orang lain selalu lebih hebat dibanding dirinya. Ian yang dulu, dalam tongkrongan cuma jadi penambah yang banyak omong, bisanya cuma nambahin omongan temantemannya. Ia yang kayaknya tahu apa aja, tapi sebenarnya cuma bisa ikut-ikuan Genta, ikut-ikutan Arial, ikut-ikutan Zafran, dan ikut-ikutan Riani.
54
Pokoknya apa yang tongkrongan suka, Ian juga langsung mengklaim dirinya juga suka. Malah kadang-kadang ia yang paling tahu dan yang paling hebat dalam omongan itu. Ian yang takut nggak aktual. Ian yang terlalu sibuk menjadi orang lain. (5 cm, 2008:37-38) ―Iya gue sibuk sendiri, sibuk jadi Genta, sibuk jadi Zafran, sibuk jadi Arial, sibuk suka semua yang kalian suka padahal kan sebenarnya ada yang gue nggak suka dan ada yang gue suka sendiri, yang elo pada nggak suka.‖ (5 cm, 2008:50) Pada kutipan di atas, juga terlihat tokoh Ian sedang mengalami konflik dalam dirinya. Ian diibaratkan sebagai pohon plastik, selalu berpura-pura, sikapnya selalu berusaha menjadi orang lain, tidak percaya diri, yang memandang orang lain selalu lebih hebat dibanding dirinya. Apa yang disukai sahabatsahabatnya, Ian juga langsung mengklaim dirinya suka. Ian akhirnya terlalu sibuk menjadi orang lain. Pada akhirnya tokoh Ian menjadi seseorang yang benar-benar bingung terhadap dirinya sendiri. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. ...Ian belum mengerti. Akhirnya Ian jadi orang yang suka apa yang orang lain suka, bukan dirinya sendiri yang bilang suka. Hingga suatu saat akhirnya mereka berempat mulai melihat kalau ternyata bukan soal selera saja Ian mulai labil dan bingung sendiri, tapi juga bingung gimana menjadi seorang Ian. Ian pun mulai nggak ikutan nongkrong lagi, nggak ikutan jalan lagi. (5 cm, 2008:39)
Pada kutipan di atas dikemukakan bahwa Ian tidak hanya labil masalah selera, tetapi mulai bingung bagaimana menjadi seorang Ian dihadapan keempat sahabatnya. Hal itu membuatnya perlahan menjauh dari sahabat-sahabatnya itu.
55
Meskipun tokoh Ian sempat memutuskan untuk menjauhi empat sahabatnya, namun konflik batin tokoh Ian berakhir saat berkata jujur dengan keempat temannya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. ―Bukan maksud gue jelek-jelekin lo bedua,‖ Ian bicara pelan lagi sambil menatap Arial dan Zafran. Zafran masih tertunduk, memainkan rokok dijarinya. Arial melihat dalam ke Ian sambil memainkan jarinya membentuk lingkaran kecil di semen lapangan basket. ―Gue minta maaf... Lo pada marah sama gue...ya,‖ Ian berkata pelan. …………………............................................. ―Tapi gue harap kalian percaya sama yang satu ini. Kalo yang gue omongin itu cuma dari mulut gue, bukan dari hati gue, dan berhenti di mulut gue, nggak terus ke hati gue, nggak sampai ke hati gue.‖ (5 cm, 2008:49-50)
Pada kutipan di atas, tokoh Ian mengungkapkan konflik yang dialaminya, ia juga mengakui segala kesalahannya dan meminta maaf pada empat sahabatnya. Ian pada akhirnya tidak perlu lagi berpura-pura menjadi orang lain dan merasa takut tidak diterima oleh keempat sahabatnya.
(c) Konflik batin tokoh Ian yaitu pertentangan antara perasaan putus asa dengan keinginan untuk segera menyelesaikan kuliah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. ...masa dua kali begini...abis deh gue. bilang kek kalo nggak mau diteliti..abis waktu gue seminggu sia-sia bener. Ian tampak terduduk dibangku tukang teh botol yang sering mangkal di kolong jembatan penyeberangan. Jalan utama Jakarta menunggu malam, macet, suara klakson terdengar di mana-mana. Pegawai kantor dengan tampang lelah mondar-mandir di depan Ian. Langit Jakarta yang mulai meredup dan agak hitam menemani pikirannya yang sedang nggak di situ. Pikirannya melayang-layang, segala macam bentuk kemarahan, tipu daya memenuhi mata Ian. Bayangan kampusnya di seberang jalan dengan lampu-lampu yang mulai dinyalakan menambah dramatis, kelu, dan pilu di hati Ian. Gilaa...tinggal sebulan lebih seminggu lagi...kalo gue nggak sidang tahun ini, gue nunggu semester depan...enam bulan lagi, abis waktu gue...kapan gue lulus? ( 5 cm, 2008:129)
56
Pada kutipan di atas dikemukakan tokoh Ian yang tampak terduduk di bangku tukang teh botol di bawah jembatan. Tokoh Ian mengalami konflik dalam dirinya, ia merasa putus asa disebabkan kegagalan menyebarkan kuesioner penelitian, ada perasan marah dalam diri Ian. Di sisi lain , bayangan kampus di seberang jalan menimbulkan perasan pilu dihati Ian, betapa Ian menginginkan segera lulus dari kampus tersebut. Tokoh Ian berada dalam pilihan apakah akan terus berusaha menyelesaikan skripsinya dengan sisa waktu satu bulan atau memilih menyerah, menunggu semester depan, dan gagal menyelesaikan kuliah di tahun yang dia harapkan sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan pertentangan dalam diri tokoh Ian, apakah akan mengikuti perasaan putus asanya, atau memilih untuk terus berjuang.
Kendala tokoh Ian saat menyebarkan kuesioner dapat dilihat pada kutipan berikut. Sambungan telepon sudah terputus, tetapi Ian masih bengong sejenak. Dengan langkah gontai, ia kembali ke kamarnya. Tapi cuma sebentar karena ia turun lagi, nyalakan TV, naik lagi ke kamar, turun lagi, naik lagi, nonton TV, naik ke kamar lagi,...bengong di beranda, bengong di balkon siang yang panas. Gerahnya Jakarta membuat kecewa Ian makin bertambah. Gerah. Panas. Bete. Ian hanya bisa menerawang jauh, menikmati pemandangan kota Jakarta di siang yang panas dengan gedunggedung tinggi memeluk udara hitam samar membentuk dinding asap, seakan hendak bercerita betapa kotor suram dan nggak enaknya.... Ya, betul-betul nggak enak. Ian menelan ludah sendiri, terasa ada yang menyangkut di tenggorokannya, mengganjal di dadanya. (5 cm, 2008:121)
Keputusasaan tokoh Ian tergambar dalam kutipan di atas. Ian menuju kamar dengan langkah gontai. Ada perasaan kecewa dalam diri Ian. Kenyataan bahwa ia gagal menyebarkan kuesioner, membuat Ian benar-benar kecewa.
57
Keputusasaan tokoh Ian juga tergambar dalam kutipan di bawah ini, yaitu saat ia kembali mengalami kegagalan menyebarkan kuesioner penelitian.
Tiba-tiba air muka Ian berubah pilu dan lemes. Ian memejamkan matanya sebentar, menunduk, mengempaskan nafas panjang sekali. Giginya bergemeletuk, Ian menggigit bibirnya sendiri. ................................................................................. Ian segera membereskan kuisionernya dan langsung pergi tanpa bicara lagi, tanpa menengok lagi. Sebentar pandangan Ian menangkap tulisan visi perusahaan yang terbaca dengan jelas. : ―Menjadi perusahaan dunia yang melayani masyarakat dan ikut berperan serta dalam melestarikan ilmu pengetahuan.‖ Ingin sekali ini meludah saat itu juga. (5 cm, 2008:128-129)
Kutipan di atas menggambarkan kekesalan tokoh Ian terhadap perusahaan tempat ia gagal menyebarkan kuesioner penelitian. Kegagalan kedua kalinya menyebarkan kuesioner tersebut, menambah keputusasaan dalam diri tokoh Ian untuk menyelesaikan skripsinya.
Perasaan putus asa dan keinginan untuk segera menyelesaikan kuliah yang di alami tokoh Ian dapat pula dilihat pada kutipan berikut. Waktu seminggu untuk kuisioner lewat dalam sekejap. Dengan perasaan malas, Ian berangkat ke kampus, terlanjur janji sama pak dosen untuk mengembalikan data kuisioner yang sekarang entah ke mana. Ian bingung harus bilang apa nanti. (5 cm, 2008:121) Metromini yang ditumpanginya sudah sarat penumpang. Sesarat hatinya yang kacau. Matanya menatap keluar jendela: pemandangan Jakarta pada pukul 13.00 yang panas. Pemandangan yang menyapa hati Ian yang masih terasa nggak enak. .................................................................................... Semuanya terekam dan menambah ganjalan di hati Ian. Trek...trek...trek... kernet mengetuk-ngetukkan uang logam ke kaca metromini. sopir mengerem mendadak.
58
Dengan menggerutu, Ian keluar dari bus yang penuh sesak itu. Gue emang nggak pernah suka sama Jakarta..., hati Ian kesel, garagara ada kejadian nggak enak, pikiran gue jadi negatif dan inget sama-hal-hal yang negatif. Sambil berjalan menunduk, Ian berjalan malas memasuki kampusnya. Panas matahari semakin beringas, menambah panas otaknya. Semua brengsek! rutuk Ian dalam hati.... (5 cm, 2008:122)
Pada kutipan di atas digambarkan keadaan hati tokoh Ian yang kacau, pikiranpikiran negatif mulai terlintas dibenaknya. Perasaan putus asa tergambar melalui sikap Ian yang berjalan malas ketika memasuki kampus. Perasaan malas dalam diri tokoh Ian bertentangan dengan keinginan Ian untuk tetap menyelesaikan skripsi dengan sisa waktu yang semakin sedikit. Ada keinginan Ian untuk terus berjuang, Ian akhirnya berangkat ke kampus walaupun dengan perasaan malas dan bingung. Ian tetap menemui dosen pembimbingnya. Tokoh Ian digambarkan tetap berjuang keras untuk segera menyelesaikan kuliahnya meskipun berulang kali mengalami keputusasaan.
4) Tokoh Riani (a) Konflik batin yang terjadi pada tokoh Riani yaitu pertentangan untuk tetap berada dalam dunia yang telah dijalaninya selama ini atau memilih untuk melihat dunia luar/ dunia di luar komunitas (dengan empat sahabatnya).
Tokoh Riani memiliki empat sahabat (Arial, Genta, Ian, dan Zafran). Selama tujuh tahun mereka melakukan banyak hal bersama. Namun sebuah dialog dengan empat sahabatnya mengenai kata-kata Plato membuat batin Riani berada dalam sebuah pilihan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
59
Zafran tiba-tiba berkata lembut sambil memainkan daun-daun cemara kecil basah di dekatnya, ―Plato, seorang filsuf besar dunia pernah bilang bahwa nantinya dalam kehidupannya setiap manusia akan terjebak dalam sebuah gua gelap yang berisi keteraturan kemapanan, dan mereka senang berada di dalamnya. Karena mereka terbuai dengan segala kesenangan di sana dengan apa yang telah mereka capai, hingga akhirnya mereka takut keluar dari gua tersebut. Mereka memang bahagia, tetapi diri mereka kosong dan mereka nggak pernah menemukan siapa diri mereka sebenarnya...mereka nggak punya mimpi.‖ Balade Pour Adeline-nya Richard Clayderman mengalir sekenanya dari jari-jari Ian yang mencoba berbicara mengisi bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengah-tengah mereka. Semuanya diam lagi mendengar omongan Zafran yang dengan sensitifnya bercampur melodinya Balade Paur Adeline tadi. Cipratan-cipratan filsufis musikal sentimental yang baru saja mengalir menghasilkan beberapa helaan nafas berisi berjuta cerita. Semuanya mencoba berdialog dengan diri mereka sendiri. Mencoba berdialog dengan bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengah-tengah mereka. ―Mungkin sebaiknya kita nggak usah ketemuan dulu,‖ Genta mengalirkan kalimat pendek. Semuanya jadi sensitif. ―Keluar dari gua kita untuk sementara...,‖ Zafran melanjutkan. ......................................................................... Batin Riani pun mengangguk setuju. Ya, walaupun dirinya nggak setuju, batinnya telah mengangguk. ―Tapi gue nggak mau kehilangan kalian semua,‖ Riani berkata pelan setengah maksa. (5 cm, 2008:62-63) Pada kutipan di atas, terdapat sebuah kata-kata dari Plato yang disampaikan oleh tokoh Zafran, bahwa nantinya dalam kehidupannya setiap manusia akan terjebak dalam sebuah gua gelap yang berisi keteraturan kemapanan, dan mereka senang berada di dalamnya. Mereka terbuai dengan segala kesenangan di sana dengan apa yang telah mereka capai, hingga akhirnya mereka takut keluar dari gua tersebut. Mereka memang bahagia, tetapi diri mereka kosong dan mereka tidak pernah menemukan siapa diri mereka sebenarnya dan mereka tidak memiliki mimpi.
60
Riani pun menyadari bahwa dirinya dan empat temannya adalah manusiamanusia yang sedang berada dalam gua gelap itu. Tokoh Riani bersama keempat temannya memiliki sebuah dunia sendiri, mereka terlalu asyik dengan dunia mereka sendiri, terlalu nyaman dengan segala yang telah diperoleh sehingga melupakan bahwa di luar komunitas mereka ada sebuah dunia yang lebih luas. Mereka melupakan hakikat kebahagiaan yaitu ketika mereka mampu mengenal siapa diri mereka, ketika mereka mengetahui apa tujuan mereka sesungguhnya dalam hidup ini. Akhirnya tokoh Riani mengalami pertentangan dalam dirinya apakah akan tetap berada di dalam dunia mereka sendiri (zona nyaman) atau mencoba sebuah dunia baru yang lebih luas, yang akan membawanya menjadi manusia yang mau berjuang, memiliki mimpi hingga menjadi manusia yang lebih baik, berjuang menemukan siapa dirinya. Masing-masing mencari jati diri dan berusaha mengejar mimpi mereka.
Adapun reaksi tokoh Riani menyikapi konflik yang terjadi, Riani akhirnya menerima usul teman-temannya untuk tidak bertemu selama 3 bulan berjuang menemukan siapa diri mereka, masing-masing mencari jati diri, berusaha mengejar mimpi masing-masing. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Batin Riani pun mengangguk setuju. Ya, walaupun dirinya nggak setuju, batinnya telah mengangguk. ―Tapi gue nggak mau kehilangan kalian semua,‖ Riani berkata pelan setengah maksa. (5 cm, 2008:62-63) Manusia yang sudah terlalu nyaman dengan segala yang telah diperoleh seringkali melupakan hakikat hidup itu sendiri. Bahwa manusia harus terus berjuang, harus terus berusaha menjadi manusia yang lebih baik.
61
Hal tersebut akhirnya mendorong tokoh Riani agar menyetujui keputusan untuk berpisah selama 3 bulan dengan keempat sahabatnya, meskipun awalnya ia tidak setuju dengan keputusan tersebut. Ia berusaha mengejar mimpi-mimpinya, karena pada dasarnya manusia memiliki mimpinya masingmasing yang memang harus diperjuangkan.
(b) Konflik batin tokoh Riani yang memendam perasaan cinta pada Zafran. Timbul pertentangan dalam diri tokoh Riani yaitu keinginan dalam diri tokoh Riani untuk mengakui semua perasaannya terhadap tokoh Zafran, namun di sisi lain sebagai seorang wanita ia merasa tidak pantas mengungkapkan perasaannya lebih dulu. Ia tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaan tersebut atas alasan bahwa dirinya seorang wanita. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
...Suara hujan yang sangat deras menghujam keras di kap mobil, mengeluarkan suara yang nggak enak...sama nggak enaknya dengan hati Riani yang lagi kehilangan sesuatu. Riani menarik nafas panjang dan dalam. Dan semuanya pun mengalir deras dari hati Riani, tentang teman-teman gilanya yang bikin kangen, 14 Agustus, dan yang paling lama dan bikin Citra terbengong-bengong adalah bagaimana Riani sangat menyayangi salah satu dari mereka. Bagaimana selama ini Riani selalu menyimpannya dengan baik beralaskan harap, berbungkus mimpi ceria dan kerinduan...nggak berani mengungkapkan semuanya atas nama wanita. .................................................................. Malam pun berlanjut di antara derasnya hujan. Lampu-lampu mobil masih berbias basah air hujan di mata Riani yang kosong, menatap harapan kerinduan yang dia nggak tahu akan pergi kemana. Merah, oranye, kuning, merah, oranye, kuning, merah, garis-garis air tetes air...penuh...basah..., kuning, kuning. (5 cm, 2008:84)
62
Kutipan di atas menunjukkan realitas yang selama ini ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia, yaitu prinsip bahwa kaum wanita tidak pantas untuk lebih dulu mengungkapkan apa yang dia rasakan/ isi hati terhadap lawan jenis. Hal tersebut dicerminkan melalui tokoh Riani dalam novel ini... Bagaimana selama ini Riani selalu menyimpannya dengan baik beralaskan harap, berbungkus mimpi ceria dan kerinduan...nggak berani mengungkapkan semuanya atas nama wanita. Realitas tersebut menimbulkan konflik batin tokoh Riani, sebab ia digambarkan sebagai seseorang yang memegang teguh prinsip tersebut.
Kebimbangan yang dirasakan tokoh Riani dapat pula dilihat pada kutipan berikut. Lehernya yang putih menengok manja sekelebat sambil melipat tangannya di dada. Dia memandang hujan dari jendela kantornya yang tinggi, hujan semakin keras, menurunkan beribu kata yang hinggap di matanya. Kangen, kangen, kangen, lagi ngapain ya dia? Lampulampu malam di jalan utama kotanya seperti memecah bias antara air hujan dan penglihatannya. Lampu mobil yang banyak sekali berjejer di bawah sana bertumpuk perlahan bergerak. Sambil berdiri, telapak tangannya beradu dengan dagunya, melihat malam, melihat hujan yang bertambah deras. Melihat bias merah, kuning, orange, kuning, orange, biru kuning,...kangen... (5 cm, 2008: 81)
Kutipan di atas menggambarkan suasana hujan yang menambah perasaan kehilangan di hati tokoh Riani. Riani memandang hujan dari jendela kantornya yang tinggi, hujan semakin keras, menurunkan beribu kata yang hinggap di matanya. Ada perasaan rindu dalam dirinya namun ia tidak dapat berbuat apaapa.
63
Tokoh Riani pada akhirnya tetap memilih untuk tidak mengungkapkan perasaannya pada Zafran, tetapi ia mengungkapkan perasaannya dan jujur pada salah satu sahabatnya yaitu Genta. Dengan jujur, Riani menceritakan semua perasaan cinta yang selama ini dipendamnya untuk Zafran.... Riani terus bercerita penuh kelembutan, terus bercerita, dan nama seorang sahabat pun terucap di situ. “Dia... Zafran, Ta.” Tokoh Riani akhirnya tetap memegang teguh prinsipnya sebagai seorang wanita. Meskipun hanya mengungkapkan isi hatinya pada Genta dan tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan pada Zafran, tetapi hal tersebut mampu membuat Riani merasa lega.
5) Tokoh Zafran (a) Konflik batin yang terjadi pada tokoh Zafran yaitu pertentangan untuk tetap berada dalam dunia yang telah dijalaninya selama ini, dalam komunitas dengan empat sahabatnya atau memilih untuk melihat dunia luar/ dunia di luar komunitas tersebut, keluar dari zona nyaman untuk sementara waktu.
Tokoh Zafran memiliki empat sahabat (Arial, Genta, Ian, dan Riani). Selama tujuh tahun mereka telah melakukan banyak hal bersama. Suatu hari, tokoh Zafran merasa bahwa mereka sudah terlalu sering bersama-sama sehingga merasa terlalu nyaman tetapi juga merasa bosan. Hal itu membuatnya berdialog dengan empat sahabatnya dan mengutip kata-kata Plato yang dianggap sesuai dengan keadaan mereka. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
64
Zafran tiba-tiba berkata lembut sambil memainkan daun-daun cemara kecil basah di dekatnya, ―Plato, seorang filsuf besar dunia pernah bilang bahwa nantinya dalam kehidupannya setiap manusia akan terjebak dalam sebuah gua gelap yang berisi keteraturan kemapanan, dan mereka senang berada di dalamnya. Karena mereka terbuai dengan segala kesenangan di sana dengan apa yang telah mereka capai, hingga akhirnya mereka takut keluar dari gua tersebut. Mereka memang bahagia, tetapi diri mereka kosong dan mereka nggak pernah menemukan siapa diri mereka sebenarnya...mereka nggak punya mimpi.‖ Balade Pour Adeline-nya Richard Clayderman mengalir sekenanya dari jari-jari Ian yang mencoba berbicara mengisi bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengah-tengah mereka. Semuanya diam lagi mendengar omongan Zafran yang dengan sensitifnya bercampur melodinya Balade Paur Adeline tadi. Cipratan-cipratan filsufis musikal sentimental yang baru saja mengalir menghasilkan beberapa helaan nafas berisi berjuta cerita. Semuanya mencoba berdialog dengan diri mereka sendiri. Mencoba berdialog dengan bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengah-tengah mereka. ―Mungkin sebaiknya kita nggak usah ketemuan dulu,‖ Genta mengalirkan kalimat pendek. Semuanya jadi sensitif. ―Keluar dari gua kita untuk sementara...,‖ Zafran melanjutkan (5 cm, 2008:62-63) Pada kutipan di atas, tokoh Zafran menyampaikan sebuah kata-kata dari Plato, bahwa nantinya dalam kehidupannya setiap manusia akan terjebak dalam sebuah gua gelap yang berisi keteraturan kemapanan, dan mereka senang berada di dalamnya. Mereka terbuai dengan segala kesenangan di sana dengan apa yang telah mereka capai, hingga akhirnya mereka takut keluar dari gua tersebut. Mereka memang bahagia, tetapi diri mereka kosong dan mereka tidak pernah menemukan siapa diri mereka sebenarnya dan mereka tidak memiliki mimpi. Tokoh Zafran menyadari bahwa dirinya dan empat temannya adalah manusia-manusia yang sedang berada dalam gua tersebut.
65
Tokoh Zafran bersama keempat temannya memiliki sebuah dunia sendiri, mereka terlalu asik dengan dunia mereka sendiri, terlalu nyaman dengan segala yang telah diperoleh sehingga melupakan bahwa di luar komunitas mereka ada sebuah dunia yang lebih luas. Mereka melupakan hakikat kebahagiaan yaitu ketika mereka mampu mengenal siapa diri mereka, ketika mereka mengetahui apa tujuan mereka sesungguhnya dalam hidup ini. Akhirnya tokoh Zafran mengalami pertentangan dalam dirinya apakah akan tetap berada di dalam dunia mereka sendiri atau mencoba sebuah dunia baru yang lebih luas, yang akan membawanya menjadi manusia yang mau berjuang, memiliki mimpi hingga menjadi manusia yang lebih baik, berjuang menemukan siapa dirinya. Masing-masing mencari jati diri dan berusaha mengejar mimpi mereka.
Adapun reaksi tokoh Zafran menyikapi konflik yang terjadi, ia menyetujui usul teman-temannya untuk tidak bertemu selama tiga bulan berjuang menemukan siapa diri mereka, masing-masing mencari jati diri, berusaha mengejar mimpi masing-masing. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. Genta meneruskan sambil menatap keempat temannya, ―Ya enggak ketemu dulu, nggak nongkrong dulu, nggak ke mana-mana bareng dulu, ilang aja dulu semuanya, ilang abis-abisan, nggak telponan, nggak SMS-an...‖ ―Keluar dari gua kita untuk sementara...,‖ Zafran melanjutkan. (5 cm, 2008:63) Tokoh Zafran memahami bahwa manusia yang sudah terlalu nyaman dengan segala yang telah diperoleh seringkali melupakan hakikat hidup itu sendiri. Bahwa manusia harus terus berjuang, harus terus berusaha menjadi manusia yang lebih baik.
66
Hal tersebut akhirnya mendorong tokoh Zafran untuk menyetujui usul Genta yaitu berpisah selama tiga bulan dengan keempat sahabatnya. Ia berusaha mengejar mimpi-mimpinya, karena pada dasarnya manusia memiliki mimpinya masing-masing yang memang harus diperjuangkan.
(b) Tokoh Zafran memiliki konflik batin yaitu ketika berada dalam pilihan untuk mengungkapkan perasaan cinta terhadap seorang wanita atau memilih terus memendam perasaan tersebut.
Tokoh Zafran digambarkan menyukai seorang gadis bernama Arinda yang merupakan adik kembar Arial, salah satu dari keempat sahabatnya.... Zafran pun mulai berlayar dengan kata-kata puitis dalam leaves of grass. Bayangan dan senyum Arinda memenuhi kalimat-kalimat indah dalam molekul-molekul luar biasa kata per kata yang didendangkan puitis dalam rangkaian kata-kata leaves of grass berirama dengan indah dengan suara angin malam dan kereta. Kekaguman tokoh Zafran terhadap Arinda membuatnya selalu membayangkan gadis tersebut, juga ketika ia sedang mendengarkan lirik puitis dalam lagu leaves of grass.
Meskipun tokoh Zafran menyukai Arinda, tetapi ia tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan isi hatinya. Perasaan tersebut berujung pada konflik batin tokoh Zafran ketika berada dalam pilihan untuk mengungkapkan semua isi hatinya atau memilih terus memendam perasaan tersebut. Di sisi lain timbul pula kebimbangan dalam diri tokoh Zafran, sebab Arial sebagai kakak kemungkinan tidak akan menyetujui bila Zafran mendekati adiknya. Hal ini dapat pula dilihat pada kutipan berikut.
67
Zafran diem. Dia tau kalo Arial nggak pernah serius mengizinkan dia mengajukan surat izin memacari saudara. ―Kalo lo serius, gue sih setuju aja,‖ kata Arial lagi Zafran diem lagi. ―Tuh kakaknya udah setuju, lo kok malah diem?‖ Genta nyambung. Zafran males. Salah dia juga sih, dari dulu udah gila bareng Arial. Jadi, udah saling tahu deh busuk-busuknya dan gila-gilanya Arial sama Zafran. ―Ah Hercules generik mana yang mau gue jadi cowok adiknya….‖ ―Kalo lo sayang sama adik gue, gue mau gimana lagi? Tapi ada syaratnya.‖ ―Apa?‖ Zafran penasaran. ―Lo pindah planet dulu…,‖ jawab Arial sambil ngelempar bantal sofa ke Zafran. Semuanya ngakak. ……………………………………………………. Sekali lagi Zafran ngelirik sebentar (takut ketauan) ke pintu kamar Arinda. (5 cm, 2008:26)
Pada kutipan di atas, muncul kekhawatiran dan kebimbangan dalam diri tokoh Zafran. Jika ia mengungkapkan perasaan pada Arinda, hal itu kemungkinan tidak akan disetujui oleh Arial (kakak Arianda). Hal tersebut dikarenakan Arial sebagai sahabat Zafran tentu sudah memahami semua kekurangan/ sifatsifat tidak baik yang dimiliki Zafran.
Selain itu kebimbangan dalam diri tokoh Zafran juga terjadi karena Riani salah seorang sahabatnya ternyata menyimpan perasaan untuknya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. Mata Zafran terpejam, tapi ia masih mendengar degup di dadanya memukul-mukul semakin cepat. Semua percakapan tadi dia dengar, bagaimana Riani dengan lembut menyebut namanya, ia memejamkan matanya menarik nafas panjang, melihat wajah Arinda yang lembut tertidur di bahu Arial. Hati Zafran masih di situ, di antara senyum lembut Arinda yang selalu mengisi hariharinya selama ini. Zafran menggeleng-gelengkan kepalanya, menyesal telah berkelakuan terlalu terus terang, tentang perasaannya di depan Riani. (5 cm, 2008:368)
68
Tokoh Zafran pada kutipan di atas mendengar semua percakapan antara Genta dan Riani. Akhirnya ia mengetahui bahwa selama ini tokoh Riani memendam perasaan cinta pada dirinya. Timbul perasaan bersalah dalam diri Zafran, ia semakin mengalami kebimbangan mengenai keputusan apa yang harus dipilih.
Adapun reaksi tokoh Zafran menghadapi konflik batin yang dialaminya dapat dilihat pada kutipan berikut. Zafran tak lepas melihat sosok Dinda di depannya. Entah kenapa sesuatu tiba-tiba muncul di kepalanya. Sesuatu yang sangat indah, yang konsekuensinya harus membuat seorang laki-laki pada akhirnya harus memutuskan, harus bertanya, harus bilang, apa pun yang terjadi harus bilang, setiap laki-laki memang punya saat-saat seperti ini…selanjutnya? Belum ada yang tahu. Zafran tersenyum mantap melihat Arinda di depannya tersenyum manis sekali mengagumi bunga edelweis. Edelweisku…, batin Zafran dalam hati. (5 cm, 2008:297) Kutipan
di
atas
menggambarkan
keinginan
tokoh
Zafran
untuk
mengungkapkan perasannya pada Arinda. Sebagai seorang lelaki, ia harus mampu memutuskan, menentukan sikap, dan harus menerima segala konsekuensi dari keputusan tersebut. Ia tetap pada keputusannya untuk mengungkapkan semua perasannya pada Arinda.
b. Konflik Manusia dengan Manusia
Konflik manusia dengan manusia yang terdapat dalam novel 5 cm yaitu konflik yang terjadi antar tokoh (Arial, Genta, Ian, Riani, Zafran). Kelima tokoh mengalami konflik akibat salah satu tokoh yaitu Ian bersikap mengadu domba tokoh Arial dan Zafran. Hal tersebut akhirnya menimbulkan kesalahpahaman di antara mereka. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
69
―Waktu itu gue jalan sama Ian nyari film baru, trus... sambil lalu gue cuma ngomong ke dia kalo si Arial reseh nih. Udah dua bulan lebih si Arial belum balikin film Relity bites gue. Gue ngomong gitu gara-gara ngeliat ada film Reality Bites.‖ ............................................................................ ―Ian langsung dukung gue, muji-muji gue...., trus ngomongin segala macam yang jelek-jelek tentang Arial. Arial ini- lah, Arial itu-lah.― Sepi ―...mudah-mudahan gue salah,‖ Zafran mengambil sepenggal nafas sebelum melanjutkan, ―...kayaknya semuanya dicari-cari doang. Dia kayaknya pengen jadi penting doang di mata gue. Gue kan jadi kaget sendiri, nggak penting banget.‖ (5 cm, 2008:43)
Tokoh Zafran pada kutipan di atas mengalami konflik dengan tokoh Ian. Zafran tidak menyukai sikap Ian yang tidak menjadi dirinya sendiri, membicarakan halhal yang tidak perlu bahkan sering menjelek-jelekkan sahabatnya dihadapan sahabat yang lain. Pada kutipan di atas dapat dilihat sikap Ian yang mengadu domba antara Arial dan Zafran. Tokoh Ian memuji-muji Zafran dan menjelekjelekkan Arial, tetapi ketika bersama dengan Arial maka Ian akan bersikap sebaliknya.
Sikap Ian yang mengadu domba antara tokoh Arial dan Zafran dapat pula dilihat pada kutipan berikut. ....Ian juga ngelakuin yang sama ke gue.‖ Arial menoleh ke ketiga temannya. ―Maksudnya?‖ Riani coba memperjelas. ―Iya... Ian waktu itu muji-muji gue yang nggak penting dan jelekjelekin Zafran... cerita gue nggak usah detail. Pokoknya nggak penting banget,... ―Jadi...,‖ Riani, Genta, Zafran, Arial saling menatap. ―Ian jadi... uler... dong. Ngomong di sana lain di sini lain, yang penting dirinya jadi penting,‖ kata Genta sedih. (5 cm, 2008:42)
Pada kutipan di atas, tokoh Arial juga mengakui sikap Ian yang mengadu domba dirinya dan Zafran. Arial merasa terganggu dengan sikap Ian yang bersikap
70
menjelek-jelekkan orang lain dengan maksud mencari perhatian. Ian memuji tokoh Arial, namun dihadapan Zafran justru menjelek-jelekkan Arial. Hal tersebut tidak hanya membuat kesal, sedih, dan kecewa tokoh Arial dan Zafran tetapi juga Genta dan Riani. Tokoh Genta dan Riani sebenarnya juga telah merasakan adanya sikap Ian yang tidak baik terhadap mereka. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. ―Kenapa lo? ‖ ―Enggak! ‖ kata Zafran sambil ngeberesin rambut Damon Albarnnya. ―Lo ada kasus ya sama Ian?‖ Riani menengok sebentar ke belakang. ―Enggak!‖ jawab Zafran sambil matanya menjelajah setiap sudut malam. Ada yang Zafran mau ceritain, Arial juga tahu. ……………………………………………………. Zafran akhirnya cerita, ―Gini deh intinya. Lo perhatiin nggak sih kalo si Ian gabung sama kita kadang-kadang dia bingung sendiri sama dirinya. Suka berisik sendiri dan kadang omongannya ngelantur. Terus kadang-kadang dia juga ada rasa takut nggak diterima sama kita, nggak mau jadi dirinya sendiri. Gue sih pertamanya biasa aja, tapi lama-lama Ian ngelakuin sesuatu yang kayaknya ngeganggu banget buat gue.‖ Riani dan Genta menarik nafas panjang. Mereka juga ngerasain hal yang sama tapi mereka simpan aja. (5 cm, 2008:41)
Pada kutipan di atas, bukan hanya tokoh Zafran yang terganggu dengan sikap Ian, tetapi tokoh Genta dan Riani pun merasakan hal yang sama. Sikap Ian yang bingung dengan dirinya, suka membicarakan hal-hal yang tidak penting, sampai akhirnya bersikap mengadu domba sahabatnya.
Kelima tokoh akhirnya sepakat untuk membicarakan masalah yang sedang terjadi di antara mereka, tidak dengan menggunakan kata-kata kasar atau berkelahi. Mereka memilih menyelesaikan masalah di sekolah sebab tempat itulah yang mempertemukan mereka melewati usia tujuh belas. Dunia seabu-abu seragam
71
mereka yang tidak bisa dibilang hitam karena mereka baru saja melihat dan mengenal sesuatu yang menentukan akan ke mana mereka dibawa. Bukan oleh orang lain tapi oleh diri mereka sendiri.
Adapun reaksi tokoh Ian terhadap kesalahan yang telah dilakukannya pada sahabat-sahabatnya yaitu dengan mengakui segala kesalahan yang telah dilakukan dan meminta maaf. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. ―Bukan maksud gue jelek-jelekin lo bedua,‖ Ian bicara pelan lagi sambil menatap Arial dan Zafran. Zafran masih tertunduk, memainkan rokok di jarinya. Arial melihat dalam ke Ian sambil memainkan jarinya membentuk lingkaran kecil di semen lapangan basket. ―Gue minta maaf... Lo pada marah sama gue... ya,‖ Ian berkata pelan. …………………..................................................... ―Tapi gue harap kalian percaya sama yang satu ini. Kalo yang gue omongin itu cuma dari mulut gue, bukan dari hati gue, dan berhenti di mulut gue, nggak terus ke hati gue, nggak sampai ke hati gue.‖ (5 cm, 2008:49-50)
Keempat tokoh lainnya akhirnya memaafkan kesalahan yang telah diperbuat Ian. Mereka yakin bahwa mulai saat itu Ian memahami bahwa yang terpenting dalam sebuah persahabatan adalah kejujuran serta mampu menjadi diri sendiri. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. ―Ian nggak salah juga lagi. Ian cuma belum ngerti,‖ Riani berkata pelan dan lembut... semuanya menatap kelembutan Riani dan setuju dengan Riani. ................................................................................ ―Iya gue sibuk sendiri, sibuk jadi Genta, sibuk jadi Zafran, sibuk jadi Arial, sibuk suka semua yang kalian suka. Padahal kan sebenarnya ada yang gue nggak suka dan ada yang gue suka sendiri, yang elo pada nggak suka.‖ ―Tapi kan ada yang lebih penting dari sekadar selera...,‖ Genta ngomong pelan dan melanjutkan, ―yang penting kita bareng-bareng terus berlima...menghargai pendapat semuanya, selera semuanya, ketawa buat semuanya, sedih buat semuanya
72
.................................................................. Di remangnya sekolah, malam seakan tersenyum buat mereka. ―Ini semua bukan tentang selera, tentang musik, tentang bola, atau apa pun. Itu semua kecil banget dibanding kalo kita bisa menjadi orang yang membuat orang lain bisa bernafas lebih lega karena keberadaan kita di situ,‖ Riani berkata bijak. ―Yang penting kita jangan pernah ngomongin kejelekan orang kalo orangnya nggak ada. Kita nggak akan bantu dia, soalnya dia nggak ada di situ, dan emang kalo ada kejelekan orang, langsung aja bilang ke orangnya. Dengan begitu kita bantu dia mengerti akan dirinya...,‖ Genta ikutan ngomong. (5 cm, 2008:50-51)
Pada kutipan di atas konflik yang terjadi antar tokoh akhirnya dapat diselesaikan. Mereka menyadari bahwa dalam sebuah persahabatan yang terpenting bukanlah tentang selera, tentang musik kesukaan, tentang bola atau apa pun. Tetapi ada hal yang lebih penting dari semua itu dalam sebuah persahabatan, yaitu bagaimana mereka dapat saling memahami, menghargai pendapat masing-masing, dan selera masing-masing
c. Konflik Manusia dengan Masyarakat Pada novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro tidak ditemukan adanya konflik manusia dengan masyarakat. Novel 5 cm hanya berkisah mengenai konflik dalam sebuah komunitas kecil antara lima tokoh yang menjalin persahabatan.
d. Konflik Manusia dengan Alam
Konflik manusia dengan alam yang terdapat dalam novel 5 cm adalah konflik lima tokoh (Arial, Genta, Ian, Riani, dan Zafran) saat mendaki Gunung Mahameru. Konflik yang dialami yaitu melawan cuaca panas saat pendakian, melawan hutan Mahameru dengan pepohonan lebat, konflik melawan udara yang amat dingin
73
yang menyebabkan kondisi fisik para tokoh melemah, dan konflik melawan jalur pendakian yang semakin terjal menyebabkan para tokoh terluka.
1) Melawan cuaca panas saat pendakian Konflik melawan cuaca panas saat melakukan pendakian di gunung Mahameru dapat dilihat pada kutipan berikut. ―Gawat nih, kita nggak ngitung persediaan air, masa baru sampai sini udah habis.‖ Zafran melihat botol air mineralnya yang seperempat penuh. ....................................................................... ―Puncak masih jauh banget. Si Genta gimana sih, dia kan pernah ke sini, harusnya tadi kita bawa air yang banyak dari Ranu Pane. Kok bisa abis gini.‖ Zafran meringis sambil menoleh temantemannya. Matahari panas seperti sedang memukul-mukul wajah mereka. Fiuh...nggak ada air, gimana sih Genta? Batin Ian yang masih berjalan menunduk di belakang Zafran. Tenggorokannya kering sekali, sesekali ia melihat botol air mineral ukuran satu liter yang menggantung di carrier Zafran. Gejolak air dalam botol tampak bergoyang-goyang menuruti irama langkah. Tinggal segitu air kita? Gawat! Kelelahan yang sangat, membuat langkah Zafran dan Ian tanpa sadar melambat. Di depan mereka jalan setapak kembali berbelok ke kanan, pohon pinus tinggi terlihat seperti berdebu, matahari makin terasa panas. (5 cm, 2008:251-252) Kutipan di atas menggambarkan kondisi kelima tokoh (Arial, Genta, Ian, Riani, dan Zafran) yang sangat kelelahan. Matahari yang semakin panas seperti memukul-mukul wajah mereka. Kondisi tersebut membuat mereka kehausan. Persediaan air semakin menipis, sementara mereka belum menemukan sumber air di jalur pendakian. Keadaan ini menambah berat perjalanan yang harus mereka tempuh. Pada kutipan di atas juga dikemukakan keadaan Zafran dan Ian yang semakin kelelahan dan akhirnya langkah mereka semakin melambat.
74
Adapun reaksi para tokoh menghadapi masalah tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut. ―Minum aja sedikit, Yan. Sisain yang lain.‖ ―Enggak deh, Ple. Gue masih bisa tahan.‖ ―Kalo nggak ada air lagi gawat,‖ Zafran meringis melihat matahari. (5 cm, 2008:251) Pada kutipan diatas, para tokoh memilih bertahan dan saling mengalah untuk menghemat air minum. Mereka yakin bahwa mereka akan segera menemukan sumber air di jalur pendakian tersebut.
Masalah kekurangan air ini akhirnya dapat diatasi ketika para tokoh menemukan sumber air. Dari ketinggian di pinggiran lereng hutan Mahameru, perlahan muncul seperti tetesan air raksasa yang jatuh dari langit dan membesar di depan mereka. Sebuah danau di ketinggian dengan pohon pinus dan cemara yang berbaris rapi di sekelilingnya. Perjuangan para tokoh menahan rasa haus akhirnya dapat teratasi ketika mereka menemukan sebuah danau tepat di pinggiran lereng hutan Mahameru, Ranu Kumbolo.
2) Melawan hutan Mahameru dengan pepohonan lebat Kondisi hutan Mahameru dengan pepohonan lebat menyebabkan jalur pendakian yang harus dipilih tampak sama. Hal itu mengakibatkan tokoh Genta tersesat di hutan saat mendaki Gunung Mahameru . Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. Genta mencoba tidak panik, terus berteriak memanggil dan tetap berdoa hingga malam datang. Malam itu dingin dan sepi sekali, suara-suara makhluk malam dan desir angin membuat tengkuknya terus merinding. Untuk satu malam Genta mencoba bertahan di hutan yang dingin dan gelap, hanya dengan sleeping bag. Makanan dan airnya yang sudah menipis akhirnya habis sehingga ia terpaksa menelan pasta gigi dan daun-daunan guna menghilangkn rasa lapar
75
yang mencengkeram perutnya. Di malam itu Genta merasakan takut yang amat sangat, hingga akhirnya di antara gelapnya hutan dan pohon-pohon raksasa Genta tertidur. Belum pernah ia merasakan takut yang amat sangat seperti malam itu. (5 cm, 2008:291) Tokoh Genta dalam kutipan di atas berusaha untuk tetap tenang dan melawan perasaan takut yang dialaminya. Ia berusaha mengatasi konflik yang dialami dengan alam Mahameru. Genta mencoba bertahan di hutan yang dingin dan gelap, ia juga terpaksa menelan pasta gigi dan dedaunan.
Kutipan berikut ini menggambarkan kondisi tokoh Genta mengatasi konflik melawan alam Mahameru yaitu saat melewati hutan yang sering membuat pendaki tersesat sebab semua pepohonan di sana tampak sama sehngga ia kesulitan jalan mana yang harus dipilih. Genta terus melangkah melewati jalan setapak yang semakin dalam ke hutan, semakin dalam, semakin dalam. Genta tercekat dalam hati, sepertinya ini jalan udah kita lewati tadi? Genta melihat ke belakang lagi, semua di hutan itu tampak sama. Genta mencoba tetap fokus pada kompasnya, tapi puncak arah sana bener kok, jalan aja terus, jalan terus fokus... fokus... fokus... Sama lagi jalannya.... Pohonnya sama.... Sama lagi jalannya, Genta merasakan hal yang nggak enak di hatinya. Ia nggak peduli pada keadaan, mata dan hatinya hanya percaya ke kompas, sesekali dia menengok ke belakang menghitung teman-temannya. (5 cm, 2008:293) Tokoh Genta dalam kutipan di atas terus berusaha fokus tidak mempedulikan hal-hal lain, ia terus berjalan dengan memperhatikan kompas agar dapat segera keluar dari hutan lebat tersebut.
3) Konflik melawan udara dingin Konflik melawan udara yang amat dingin saat menuju puncak Mahameru. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
76
―Arcopodo....!‖ Genta menunjuk daerah tempat cahaya-cahaya kecil tadi muncul. ―Kita nge-camp di sana, di antara pohon, nggak terlalu dingin.‖ Wajah Genta tampak pucat, uap dingin keluar dari mulutnya. ―Lo capek, Ta?‖ Arial menatap Genta tajam. Genta diam saja. Dia memang mulai merasa lelah sekali, tapi dia tahu kelima temannya ini mengandalkan dirinya, dia nggak boleh menurunkan mental mereka. Untuk sekarang Genta adalah pemimpin di rombongan keci ini dan pada saat ini dia nggak boleh ngeluh, nggak boleh ngomong „nggak tau‟, dan nggak boleh nggak bisa ngambil keputusan. ―Semakin ke atas semakin tipis udaranya, nafas jadi agak susah.‖ (5 cm, 20-08:305) Pada kutipan di atas digambarkan kondisi alam gunung Mahameru yang semakin dingin membuat tokoh Genta tampak pucat, selain itu semakin menuju puncak gunung maka udara pun semakin tipis dan membuat kelima tokoh sulit bernafas. Kondisi tersebut tidak membuat para tokoh putus asa, mereka akhirnya memutuskan untuk beristirahat dan mencari tempat yang lebih hangat.
Kutipan yang menunjukkan konflik melawan udara dingin gunung Mahameru dapat pula dilihat pada kutipan berikut. ...nafas Arial tampak memburu satu-satu. ―Nggak tau, Ta, tiba-tiba badan gue lemes banget...kecapean gue.‖ Dada Arial tampak naik turun. ―Lo kedinginan, kurang tebal jaket lo....‖ ―Ini bukan kelelahan, ini kedinginan....‖ ―Minum dulu aja,‖ Riani menyodorkan sebotol air mineral. Arial tampak bersandar lemas di bebatuan. Kelima temannya tercekat. Arial yang dari segi fisik diandalkan, tiba-tiba tergeletak begitu saja. Semua mengerubungi Arial. (5 cm, 2008:330)
Kutipan di atas menunjukkan kondisi tokoh Arial yang mengalami kedinginan hebat, padahal tokoh Arial dikenal paling kuat fisiknya dibandingkan keempat tokoh lainnya.
77
Tokoh Arial yang dikenal rajin berolahraga dan berlatih di tempat kebugaran justru merasa putus asa dan ingin menghentikan perjalanan ke puncak Mahameru. Keempat tokoh lainnya berusaha meyakinkan bahwa ia pasti bisa melawan udara dingin tersebut.
Kutipan yang menunjukkan konflik melawan udara dingin gunung Mahameru dapat pula dilihat pada kutipan berikut. ―Gue turun aja, gue lemes banget, badan gue kayak ditusuk-tusuk.‖ ―Enggak!!! Apa-apaan lo!!! Genta menatap tajam mata Arial, tangannya mencengkeram bahu Arial. ―Eh liat gue. Elo kedinginan, bukan kecapean.‖ ―Ta, gue nggak kuat, Ta....‖ Dada Arial tampak naik turun dengan irama yang tidak biasa. Semuanya bingung melihat sekeliling, cahaya terang subuh sudah hampir datang. Langit tampak sedikit membiru. (5 cm, 2008:331) Pada kutipan di atas, kondisi Arial melawan udara dingin semakin memprihatinkan.
Arial
bahkan
memutuskan
untuk
menghentikan
pendakiannya menuju gunung Mahameru, ia merasa tidak sanggup lagi melawan udara dingin alam Mahameru. Genta sebagai sahabat terus meyakinkan Arial bahwa ia pasti bisa sampai ke puncak Mahameru itu.
Konflik Arial melawan alam Mahameru berujung pada keyakinan bahwa dalam hidup ini manusia memang harus berjuang, bahwa dunia ini adalah untuk orang yang ingin berjuang, bukanlah orang yang hanya diam dan memilih menyerah pada keadaan. Tokoh Arial akhirnya memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan hingga puncak Mahameru. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
78
―Udah subuh...,‖ Zafran melihat Arial tajam. ―Mas Ial, sebentar lagi juga ada matahari, pasti lebih hangat.‖ ―Lo bilang lo udah taruh kita dan puncak Mahameru di sini,‖ kata Zafran sambil meletakkan telunjuknya di kening Arial. ‖Ayo Rambo jangan nyerah.‖ ......................................................................... ―Ada orang yang mau nyerah... tapi gue bukan orang kayak gitu.‖ Arial meneruskan,‖Lagian, kayaknya di sana lebih hangat deh. Kan lebih dekat ke matahari.‖ Arial tersenyum. Arial menatap tajam ke langit dan berujar tegas, this world is for those who want to fight. (5 cm, 2008:331-332)
Pada kutipan di atas, dikemukakan sikap putus asa tokoh Arial yang berubah menjadi sikap optimis. Ia yakin bahwa untuk mencapai sesuatu manusia memang harus selalu berjuang dan tidak boleh putus asa.
4) Konflik melawan jalur pendakian yang semakin terjal menyebabkan para tokoh terluka
Konflik saat perjalanan ke puncak Mahameru semakin dekat, jalur pendakian semakin berat, jalan yang harus ditempuh para tokoh semakin terjal. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Semuanya berpegangan erat di rantai. Wajah mereka tampak pilu. Sedikit saja tergelincir mereka akan jatuh ke jurang dalam. Genta menggigit senternya, mencoba menerangi jalan kecil gelap itu. Pasir gunung terlihat di mana-mana. Gelapnya malam membuat mereka tak bisa membedakan mana pasir, mana tanah keras... (5 cm, 2008:326)
Pada kutipan di atas digambarkan kondisi para tokoh yang berada dalam situasi konflik, yaitu melawan jalur pendakian yang semakin terjal. Setiap tokoh harus berjalan dengan berpegangan erat di rantai.
79
Mereka harus berhati-hati agar tidak tergelincir. Perjalanan mereka saat itu hanya diterangi oleh senter yang dibawa Genta dengan cara menggigit senter tersebut. Jalur pendakian di Mahameru yang semakin terjal menyebabkan para tokoh terluka.
Kutipan di bawah ini menunjukkan pula keadaan tokoh Ian yang terluka terkena reruntuhan batu dan pasir. Hal tersebut menyebabkan kepanikan pada tokoh-tokoh lain.
Brug! Teriakan panik terdengar dari atas. ―Awas!!! Yang di bawah awas...!‖ Brug brrbklukutuk lkutuk.... ―Batu!!!‖ ―Awas...!!!‖ Puluhan batu sebesar ukuran kepala manusia tampak berjatuhan dari atas mereka. Semua berusaha menghindar ke samping, mencoba mencari perlindungan di bawah batu yang lebih besar. ................................................................... Genta menunduk melindungi kepalanya, wajahnya mencium pasir jalur pendakian, beberapa batu kecil terasa menerpa punggungnya. Tiba-tiba gulungan pasir seperti air bah memenuhi jalur pendakian, mengalir deras ke bawah, menghujam keras bersama rombongan batu-batu. (5 cm, 2008:334)
Kutipan di atas mengemukakan runtuhan batu bercampur pasir di jalur pendakian menimbulkan kepanikan para tokoh. Ada gulungan pasir seperti gulungan air bah memenuhi jalur pendakian, disertai batu-batu sebesar kepala manusia. Masing-masing tokoh saling memberi peringatan dan mencoba melindungi diri mereka, berusaha menghindar dan berlindung di bawah batu yang lebih besar.
80
Meskipun telah berusaha menghindar, namun tokoh Ian tetap terkena runtuhan batu dan pasir. Melihat Ian yang terluka terkena runtuhan batu tersebut, keempat tokoh lain menjadi panik dan segera memberi pertolongan pada Ian. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Genta menyapu pasir yang menutupi wajah Ian. Keningnya tampak benjut dan tergores panjang, tetesan darah menetes satu-satu dari situ. ―Ian... Ian...‖ Ian masih terpejam. Zafran ikut menggoyang tubuh Ian, menepuknepuk pipinya. Riani terlihat menangis, mengeluarkan betadine dan perban. (5 cm, 2008:335)
Kutipan di atas menunjukkan reaksi para tokoh ketika melihat tokoh Ian terluka dan tidak sadarkan diri. Zafran menggoyang tubuh Ian dan menepuknepuk pipinya, sedangkan Riani segera mengeluarkan betadine dan perban untuk mengobati luka di kening Ian. Selain itu, Genta dan Zafran pun segera memberikan pertolongan pada Ian. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. Mereka terus menggoyang-goyang tubuh Ian. Arial menekan dada Ian. Genta melakukan prosedur CPR...meniupkan udara ke mulut Ian. Tiba-tiba dada Ian naik turun cepat sekali. Ian memuntahkan pasir bercampur air dari mulutnya. (5 cm, 2008:337) Pada kutipan di atas, Tokoh Genta melakukan pertolongan dengan prosedur CPR yaitu dengan meniupkan udara ke mulut Ian. Arial mencoba menekan dada Ian.
Kecelakaan ketika melakukan pendakian ke puncak Mahameru bukan hanya dialami tokoh Ian tetapi juga dialami oleh tokoh Riani. Gila gue pernah kram, tapi nggak pernah sehebat tadi sakitnya, nggak mau lagi deh gue. Kaki Riani mengalami kram dan luka, ada bekas-bekas kapalan yang tampak menghitam.
81
Jalur pendakian yang semakin berat juga membuat tokoh Arial dan Zafran terluka. Tokoh Arial dan Zafran setelah ikut terkena runtuhan batu dan pasir. Mereka mengalami luka-luka meskipun tidak terlalu parah. Kening Arial tampak lecet. Telapak dan siku Zafran tampak robek. Zafran juga mengalami luka di kakinya hingga mengeluarkan nanah dan banyak darah.
Berdasarkan hasil analisis konflik yang terdapat dalam novel 5 cm, konflik utama dalam novel tersebut adalah konflik manusia dengan dirinya sendiri yaitu pertentangan yang terjadi pada masing-masing tokoh untuk tetap berada dalam komunitas lima sahabat atau memilih keluar sementara waktu, untuk melihat dunia luar.
Konflik utama dalam novel 5 cm tersebut memicu timbulnya konflik kecil lainnya. Pertentangan yang terjadi, mengakibatkan Genta (tokoh protagonis) mengusulkan untuk tidak bertemu selama tiga bulan. Kemudian mencetuskan ide untuk melakukan pendakian ke gunung Mahameru. Para tokoh mengalami berbagai konflik saat pendakian. Hal tersebut disebabkan oleh konflik utama dalam novel.
4.2.2
Kelayakan Konflik dalam Novel 5 cm Karya Donny Dhirgantoro Sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA)
Dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) SMA tahun 2007, program pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang terkait dengan konflik novel terdapat pada kelas XI semester 1.
82
Standar Kompetensi : (membaca) memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/ terjemahan. Kompetensi Dasar
: menganalisis unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan.
Setelah menganalisis konflik dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro, dapat disimpulkan bahwa novel tersebut layak dijadikan bahan ajar sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) karena sesuai dengan kriteria pemilihan bahan pembelajaran sastra dilihat dari tiga aspek menurut Rahmanto (1993:27) sebagai berikut.
a. Aspek Bahasa
Kriteria pemilihan bahan pembelajaran sastra dari segi bahasa adalah harus sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswa, harus diperhitungkan kosa kata dan tata bahasa yang digunakan, serta cara pengarang menuangkan ide-idenya dalam wacana itu sehingga pembaca dapat memahami kata-kata kiasan yang digunakan.
Analisis kriteria pemilihan bahan pembelajaran sastra dari aspek bahasa adalah sebagai berikut. 1) Bahasa yang digunakan dalam novel 5 cm saat para tokoh berada dalam situasi konflik tidak dipaparkan menggunakan kata-kata kasar/ gaya sarkasme. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut. Tiba-tiba air muka Ian berubah pilu dan lemes. Ian memejamkan matanya sebentar, menunduk, mengempaskan nafas panjang sekali. Giginya bergemeletuk, Ian menggigit bibirnya sendiri. ―Mbak...kok... belum...diisi... semua?‖ ―Wah nggak tahu ya... saya juga baru sadar ini bungkusan udah ada di sini seminggu kok...‖
83
―Nggak pernah dibawa masuk?‖ ―Pernah sekali sama Pak Nono, tapi baru lima menit langsung ditaruh sini lagi,‖ jawab resepsionis agak gugup. ............................................................................ ―Eh... Slamet, mahasiswa gendut yang tadi nelpon nyariin gue udah dateng belum? Kasih aja kuesionernya langsung, males gue ngurusin begituan nggak ada duitnya,‖ Tiba-tiba terdengar suara dari dalam kantor. Ian menatap resepsionis sebentar, yang mendadak menunduk purapura sibuk. ‖Terima kasih ya, Mbak.‖ Ian segera membereskan kuisionernya dan langsung pergi tanpa bicara lagi, tanpa menengok lagi. Sebentar pandangan Ian menangkap tulisan visi perusahaan yang terbaca dengan jelas. : ―Menjadi perusahaan dunia yang melayani masyarakat dan ikut berperan serta dalam melestarikan ilmu pengetahuan.‖ Ingin sekali Ian meludah saat itu juga. (5 cm, 2008:128-129) Pada kutipan di atas, tokoh Ian berada dalam situasi konflik dengan pegawai di sebuah perusahaan, tempat Ian akan mengadakan penelitian skripsi. Konflik terjadi saat kuesioner penelitian skripsi yang Ian berikan pada perusahaan tersebut ternyata sama sekali belum diisi.
Ian digambarkan merasa marah ketika mendengar kata-kata dari seorang pegawai kantor tersebut. Pegawai kantor itu ternyata hanya bersedia membantu jika diberi uang imbalan. Meskipun merasa marah dan kecewa, Ian tidak mengeluarkan kata-kata kasar, ia tidak berbicara dengan gaya kasar/ sarkasme, tetapi dengan gaya eufemisme, yaitu dengan mengucapkan katakata yang halus untuk mengungkapkan kekesalannya. Alih-alih marah, Ian justru mengucapkan terimakasih kepada resepsionis kantor sebelum ia meninggalkan perusahaan tersebut. Ucapan terimakasih yang dilontarkan Ian secara tidak langsung bermaksud menyindir resepsionis kantor tersebut bahwa Ian merasa sangat marah dan tersinggung atas perlakuan perusahaan tersebut terhadap dirinya. Perlakuan pegawai perusahaan ternyata tidak sesuai dengan
84
visi perusahaan tersebut yaitu menjadi perusahaan dunia yang melayani masyarakat dan ikut berperan serta dalam melestarikan ilmu pengetahuan.
Selain menggunakan gaya bahasa eufemisme, terdapat pula penggunaan bahasa yang netral saat para tokoh berada dalam situasi konflik manusia dengan manusia, yaitu antara tokoh Ian, Arial, dan Zafran disebabkan tokoh Ian mengadu domba Arial dan Zafran. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. ―Bukan maksud gue jelek-jelekin lo bedua,‖ Ian bicara pelan lagi sambil menatap Arial dan Zafran. Zafran masih tertunduk, memainkan rokok di jarinya. Arial melihat dalam ke Ian sambil memainkan jarinya membentuk lingkaran kecil di semen lapangan basket. ―Gue minta maaf... Lo pada marah sama gue... ya,‖ Ian berkata pelan. …………………………………............................ ―Ian ga salah juga lagi. Ian cuma belum ngerti,‖ Riani berkata pelan dan lembut... semuanya menatap kelembutan Riani dan setuju dengan Riani. (5 cm, 2008:49-50)
Pada kutipan di atas, tokoh Ian merasa bersalah karena telah menjelekjelekkan Arial di depan Zafran, begitu pula sebaliknya. Riani sebagai salah satu sahabat yang juga telah mengetahui kesalahan Ian, tidak bersikap memihak, menyalahkan Ian dan berbicara dengan gaya bahasa sarkasme, tetapi menggunakan bahasa yang netral. Riani tidak mengatakan bahwa Ian bersalah, tetapi mengatakan bahwa Ian hanya belum mengerti. Sikap yang ditunjukkan Riani membuat masalah yang terjadi di antara mereka tidak semakin meluas.
85
2) Bahasa yang digunakan dalam novel 5 cm sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswa. Penggunaan bahasa dalam novel tidak terlalu susah untuk dipahami karena merupakan bahasa yang sering digunakan oleh siswa seharihari, dengan menggunakan kata-kata kiasan yang juga mudah dipahami siswa. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. Tiba-tiba air muka Ian berubah pilu dan lemes. Ian memejamkan matanya sebentar, menunduk, mengempaskan nafas panjang sekali. Giginya bergemeletuk, Ian menggigit bibirnya sendiri. ―Mbak...kok... belum...diisi... semua?‖ ―Wah nggak tahu ya... saya juga baru sadar ini bungkusan udah ada di sini seminggu kok...‖ ―Nggak pernah dibawa masuk?‖ ―Pernah sekali sama Pak Nono, tapi baru lima menit langsung ditaruh sini lagi,‖ jawab resepsionis agak gugup. (5 cm, 2008:128)
Pada kutipan di atas, pengarang menggambarkan kondisi tokoh Ian yang kecewa dan marah ketika mengetahui kuesioner yang diserahkannya pada sebuah
perusahaan
ternyata
belum
diisi
sama
sekali.
Pengarang
menggambarkan kondisi Ian yang sedih, kecewa, sekaligus marah dengan menggunakan bahasa yang singkat dan jelas, dengan bahasa yang mudah dipahami siswa.
Penggunaan bahasa yang sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswa, dapat pula dilihat pada kutipan berikut.
Sambungan telepon sudah terputus, tetapi Ian masih bengong sejenak. Dengan langkah gontai, ia kembali ke kamarnya. Tapi cuma sebentar karena ia turun lagi, nyalakan TV, naik lagi ke kamar, turun lagi, naik lagi, nonton TV, naik ke kamar lagi,...bengong di beranda, bengong di balkon siang yang panas. Gerahnya Jakarta membuat kecewa Ian makin bertambah. Gerah. Panas. Bete. Ian hanya bisa menerawang jauh, menikmati pemandangan kota Jakarta di siang yang panas dengan gedunggedung tinggi memeluk udara hitam samar membentuk dinding
86
asap, seakan hendak bercerita betapa kotor suram dan nggak enaknya.... Ya, betul-betul nggak enak. Ian menelan ludah sendiri, terasa ada yang menyangkut di tenggorokannya, mengganjal di dadanya. (5 cm, 2008:121)
Pada kutipan di atas, pengarang menggambarkan kondisi tokoh Ian yang merasa putus asa setelah menerima kabar bahwa data kuesioner penelitian skripsinya
gagal
disebarkan
di
sebuah
perusahaaan.
Pengarang
menggambarkan keputusasaan tokoh Ian dengan menghubungkan pada keadaan kota Jakarta yang panas. Hal itu menambah kesan dramatis pada diri tokoh Ian dan membuat pembaca khususnya siswa dapat lebih merasakan keputusasaan dalam diri Ian. Pemandangan kota Jakarta di siang yang panas dengan gedung-gedung tinggi memeluk udara hitam samar membentuk dinding asap, seakan hendak bercerita betapa kotor, suram, dan putusasanya diri Ian saat itu. Pengarang menghubungkan kondisi Ian yang putus asa dan keadaan kota Jakarta yang saat itu terasa panas, dengan menggunakan bahasa yang singkat dan jelas sehingga mudah dipahami siswa.
Penggunaan bahasa yang sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswa, dapat pula dilihat pada kutipan berikut. Genta mencoba tidak panik, terus berteriak memanggil dan tetap berdoa hingga malam datang. Malam itu dingin dan sepi sekali, suara-suara makhluk malam dan desir angin membuat tengkuknya terus merinding. Untuk satu malam Genta mencoba bertahan di hutan yang dingin dan gelap, hanya dengan sleeping bag. Makanan dan airnya yang sudah menipis akhirnya habis sehingga ia terpaksa menelan pasta gigi dan daun-daunan guna menghilangkan rasa lapar yang mencengkeram perutnya. Di malam itu Genta merasakan takut yang amat sangat, hingga akhirnya di antara gelapnya hutan dan pohon-pohon raksasa Genta tertidur. Belum pernah ia merasakan takut yang amat sangat seperti malam itu. (5 cm, 2008:291)
87
Pada kutipan di atas, pengarang menggambarkan kondisi tokoh Genta yang tersesat di dalam hutan Mahameru. Pengarang menggambarkan kondisi Genta yang ketakutan, kedinginan, serta kelaparan sehingga terpaksa menelan daundaunan dan pasta gigi, dengan menggunakan bahasa yang singkat dan jelas, dengan bahasa yang mudah dipahami siswa.
Penggunaan bahasa saat para tokoh harus melawan jalur pendakian ke Mahameru yang semakin terjal, dapat dilihat pada kutipan berikut. Semuanya berpegangan erat di rantai. Wajah mereka tampak pilu. Sedikit saja tergelincir mereka akan jatuh ke jurang dalam. Genta menggigit senternya, mencoba menerangi jalan kecil gelap itu. Pasir gunung terlihat di mana-mana. Gelapnya malam membuat mereka tak bisa membedakan mana pasir, mana tanah keras... (5 cm, 2008:326) Pada kutipan di atas, pengarang menggambarkan kondisi para tokoh saat melawan jalur pendakian ke Mahameru yang semakin terjal. Pengarang menggambarkan kondisi para tokoh yang berpegangan di rantai, Genta yang menggigit senter, untuk menerangi jalan, juga kondisi gelapnya jalur pendakian dengan bahasa yang jelas dan mudah dipahami siswa.
Selain menggunakan bahasa yang mudah dipahami, di dalam novel juga terdapat penggunaan bahasa kiasan. Hal ini dapat dapat dilihat ketika para tokoh berada dalam situasi konflik manusia dengan manusia, yaitu ketika Ian bersikap mengadu domba antara tokoh Arial dan Zafran. Berikut ini merupakan kutipan yang menunjukkan hal tersebut.
....Ian juga ngelakuin yang sama ke gue.‖ Arial menoleh ke ketiga temannya. ―Maksudnya?‖ Riani coba memperjelas.
88
―Iya... Ian waktu itu muji-muji gue yang nggak penting dan jelekjelekin Zafran... cerita gue nggak usah detail. pokoknya nggak penting banget,... ―Jadi...,‖ Riani, Genta, Zafran, Arial saling menatap. ―Ian jadi... uler... dong. Ngomong di sana lain di sini lain, yang penting dirinya jadi penting,‖ kata Genta sedih. Uler adalah kata yang jarang mereka keluarin, kecuali lagi terpaksa main uler tangga, atau lagi ngeliat uler beneran. Sangat menyakitkan bagi keempat sahabat ini karena mereka paling nggak suka sama orang yang selalu mau ngambil untung doang dari orang lain, dengan ngejelek-jelekin orang lain. Mereka udah nyari kata yang tepat untuk situasi seperti ini, tapi nggak ketemu gara-gara semuanya takut uler. Akhirnya, untuk mudahnya mereka sepakat memberi nama uler kepada orang yang kayak gini. (5 cm, 2008:41-43)
Pada kutipan diatas, tokoh Arial menjelaskan sikap Ian yang mengadu domba antara dirinya dan Zafran. Genta, sebagai sahabat yang mendengar cerita tentang kelakuan Ian akhirnya terpaksa melontarkan kata ular. Kata ular diucapkan bukan dengan suara keras dan nada marah, tetapi dengan nada sedih dan kecewa. Selain karena ular merupakan binatang yang paling mereka takuti, Genta juga menganggap bahwa orang yang selalu berusaha mengambil keuntungan dari orang lain dan menjelek-jelekan orang lain memang tepat diumpamakan seperti ular.
Penggunaaan bahasa berupa kata-kata kiasan dapat pula dilihat pada kutipan berikut. ―Udah pohon plastik, palsu lagi...,‖ Riani menggumam sendiri. ―Yoi...palsunya kuadrat...,‖ kata Genta. ―Mudah-mudahan gue nggak jadi orang kayak gitu,‖ Zafran menyambung. Ian tiba-tiba berujar sendiri. ―Lo semua pada tau kan gue pernah kayak gitu, tapi sekarang gue udah nggak mau lagi...capek jadi orang lain,‖ Ian memandang kosong ke depan. ................................................ Ian yang dulu kadang-kadang cuma ikutan nimbrung nongkrong, bukanlah Ian yang sekarang. Ian yang dulu adalah Ian yang nggak
89
pede sama dirinya sendiri, yang selalu mencoba jadi orang lain, yang memandang orang lain selalu lebih hebat dibanding dirinya. Ian yang dulu, dalam tongkrongan cuma jadi penambah yang banyak omong, bisanya cuma nambahin omongan temantemannya. Ian yang kayaknya tahu apa aja, tapi sebenarnya cuma bisa ikut-ikuan Genta, ikut-ikutan Arial, ikut-ikutan Zafran, dan ikut-ikutan Riani. (5 cm, 2008:37-38)
Pada kutipan di atas, tokoh Riani melontarkan kata pohon plastik. Tokoh Riani menganggap bahwa manusia yang selalu berpura-pura menjadi orang lain, selalu mencoba menjadi orang lain, diumpamakan seperti pohon plastik. Pohon plastik yaitu pohon palsu atau tiruan. Jadi manusia yang di dalam hidupnya selalu berpura-pura menjadi orang lain adalah manusia yang penuh dengan kepalsuan.
Tokoh Zafran yang memendam perasaan kagum dan cinta pada Arinda, yang merupakan adik kembar Arial, dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Zafran tak lepas melihat sosok Dinda di depannya. Entah kenapa sesuatu tiba-tiba muncul di kepalanya. Sesuatu yang sangat indah, yang konsekuensinya harus membuat seorang laki-laki pada akhirnya harus memutuskan, harus bertanya, harus bilang, apa pun yang terjadi harus bilang, setiap laki-laki memang punya saat-saat seperti ini…selanjutnya? Belum ada yang tahu. Zafran tersenyum mantap melihat Arinda di depannya tersenyum manis sekali mengagumi bunga edelweis. Edelweisku…, batin Zafran dalam hati. (5 cm, 2008:297)
Pada kutipan di atas, dikemukakan perasaan kagum yang dirasakan tokoh Zafran terhadap Arinda. Bagaimana Zafran tak lepas menatap sosok Arinda dihadapannya. Kekaguman tersebut, membuat Zafran mengumpamakan Arinda, gadis yang dicintainya seperti bunga edelweis. Keindahan Arinda diibaratkan seperti keindahan bunga edelweis.
90
Penggunaaan bahasa berupa kata-kata kiasan dapat pula dilihat pada kutipan berikut. Metromini yang ditumpanginya sudah sarat penumpang. Sesarat hatinya yang kacau. Matanya menatap keluar jendela: pemandangan Jakarta pada pukul 13.00 yang panas. Pemandangan yang menyapa hati Ian yang masih terasa nggak enak. ....................................................................................... Semuanya terekam dan menambah ganjalan di hati Ian. Trek...trek...trek... kernet mengetuk-ngetukkan uang logam ke kaca metromini. Sopir mengerem mendadak. Dengan menggerutu, Ian keluar dari bus yang penuh sesak itu. Gue emang nggak pernah suka sama Jakarta..., hati Ian kesel, gara-gara ada kejadian nggak enak, pikiran gue jadi negatif dan inget sama-hal-hal yang negatif. Sambil berjalan menunduk, Ian berjalan malas memasuki kampusnya. Panas matahari semakin beringas, menambah panas otaknya... (5 cm, 2008:122) Pada kutipan di atas, digambarkan kekesalan tokoh Ian akibat kegagalan menyebarkan kuesioner skripsinya. Pengarang memaparkan hati Ian yang kacau, yang diibaratkan dengan kondisi di dalam metromoni yang ditumpangi Ian. Metromini yang ditumpanginya sudah sarat penumpang. Sesarat hatinya yang kacau.
Selain itu, pada kutipan juga digambarkan cuaca kota Jakarta yang terasa amat panas dengan menggunakan kata beringas, panas matahari semakin beringas. Pengarang mengungkapkan dengan gaya personifikasi, mengibaratkan matahari seperti makhluk hidup dengan menggunakan kata beringas.
Penggunaan gaya bahasa personifikasi dapat pula dilihat pada kutipan berikut. ―Gawat nih, kita nggak ngitung persediaan air, masa baru sampai sini udah habis.‖ Zafran melihat botol air mineralnya yang seperempat penuh.
91
............................................................................ ―Puncak masih jauh banget. Si Genta gimana sih, dia kan pernah kesini, harusnya tadi kita bawa air yang banyak dari Ranu Pane. Kok bisa abis gini.‖ Zafran meringis sambil menoleh temantemannya. Matahari panas seperti sedang memukul-mukul wajah mereka. Fiuh...nggak ada air, gimana sih Genta? Batin Ian yang masih berjalan menunduk di belakang Zafran. Tenggorokannya kering sekali, sesekali ia melihat botol air mineral ukuran satu liter yang menggantung di carrier Zafran. Gejolak air dalam botol tampak bergoyang-goyang menuruti irama langkah. Tinggal segitu air kita? Gawat! Kelelahan yang sangat, membuat langkah Zafran dan Ian tanpa sadar melambat. Di depan mereka jalan setapak kembali berbelok ke kanan, pohon pinus tinggi terlihat seperti berdebu, matahari makin terasa panas. (5 cm, 2008:251-252)
Pada kutipan di atas, pengarang menggambarkan kondisi para tokoh yang melawan cuaca yang amat panas di jalur pendakian menuju gunung Mahameru. Pengarang menggunakan gaya personifikasi untuk menjelaskan betapa panasnya cuaca pada saat itu, yaitu pada kalimat matahari panas seperti sedang memukul-mukul wajah mereka. Matahari diibaratkan seperti makhluk hidup yang mampu memukul wajah mereka.
3) Di dalam novel, pengarang juga memasukkan kata-kata penyemangat dari beberapa tokoh dunia yang dapat memotivasi siswa terutama ketika menghadapi berbagai konflik dalam hidup. Novel 5 cm mengajarkan untuk selalu bersikap optimis dalam menjalani hidup, konflik apa pun pasti dapat diselesaikan, memiliki jalan keluar/ penyelesaian. Kata-kata penyemangat dari tokoh-tokoh dunia tersebut dikemukakan melalui tokoh cerita dalam novel.
(a) Kata-kata penyemangat dari Socrates, filsuf dunia asal Athena, dapat dilihat pada kutipan berikut.
92
...Dulu di zamannya Socrates, Socrates adalah orang bijak yang hanya berjalan-jalan di alun-alun Athena, yang kerjaannya cuma nanya mulu sama orang-orang di sana. Yang unik dari Socrates adalah dia seorang filsuf yang nggak pernah nulis satu kalimat pun.‖ ―Oh ya?‖ ―Salah satu kalimatnya yang terkenal adalah orang yang paling bijaksana adalah orang yang mengetahui bahwa dirinya tidak tahu‖ (5 cm, 2008:155)
Kutipan di atas merupakan kata-kata dari Socrates yang dikutip oleh tokoh Genta. Socrates merupakan seorang filsuf dunia yang berasal dari Athena. Orang yang paling bijaksana adalah orang yang mengetahui bahwa dirinya tidak tahu.
Kata-kata tersebut mengandung pengertian bahwa sebagai manusia jangan selalu menganggap bahwa diri kita paling tahu dan paling benar mengenai sesuatu hal. Begitu pula saat menghadapi konflik, janganlah merasa bahwa kita paling benar dalam masalah tersebut, kita tetap harus mendengarkan pendapat orang lain.
(b) Kata-kata penyemangat dari Albert Einstein, seorang ilmuwan Fisika, dapat dilihat pada kutipan berikut. ―Orang-orang berjiwa besar akan selalu menghadapi perang besar dengan orang-orang berpikiran rendah dan pendek.‖ ―Gile....‖ ―Siapa tuh yang bilang, Ta?‖ ―Albert Einstein.‖ (5 cm, 2008:268)
Kutipan di atas mengandung semangat yang disampaikan melalui tokoh Genta, jangan pernah takut mengakui sebuah kebenaran meskipun hal tersebut mungkin akan ditentang oleh banyak orang.
93
(c) Kata-kata penyemangat dari Confucius, seorang guru besar asal Tionghoa, dapat dilihat pada kutipan berikut. Zafran menatap ke nyala api dan berkata, ―Our greatest glory is not in never falling... but in rising every time we fall.‖ ―Keren!‖ ―Siapa tuh, Ple?‖ ―Confucius.‖ (5 cm, 2008:361)
Zafran pada kutipan di atas mengemukakan kata-kata dari Confucius, seorang guru besar asal Tionghoa. Kata-kata tersebut mengandung makna bahwa jika kita meyakini sesuatu maka kita harus memercayai hal itu, terus berusaha bangkit dari kegagalan dan jangan pernah menyerah. Begitu pula saat menghadapi konflik, yang terpenting bukanlah bagaimana kita tidak pernah jatuh/ gagal ketika menghadapi masalah, tetapi bagimana kita bisa kembali bangkit ketika kita menghadapi kegagalan/ masalah.
(d) Kata-kata penyemangat dari Henry Ford, seorang pengusaha yang juga peduli terhadap perdamaian dunia, dapat dilihat pada kutipan berikut. Whether you believe you can or whether you believe you can‘t… you‘re absolutely right!‖ ―Keren… quote-nya siap tuh, Ta?‖ ―Henry Ford!‖ (5 cm, 2008:359)
Tokoh Genta pada kutipan di atas mengemukakan kata-kata dari Herry Ford, untuk memberi semangat pada keempat sahabatnya, bahwa yang terpenting dalam hidup ini adalah kita mengetahui dan meyakini atas keinginan masing-masing dan selalu percaya pada keyakinan itu. Untuk mencapai sesuatu pasti dibutuhkan perjuangan.
94
Begitu pula saat menghadapi konflik, kita harus terus yakin bahwa kita pasti bisa melewatinya. Bahwa ketika kita memercayai akan kemampuan atau ketidakmampuan kita dalam melakukan sesuatu, maka memang itulah yang akan terjadi. Kutipan tersebut juga mengajarkan pada kita untuk selalu berpikir positif terhadap kemampuan yang kita miliki.
b. Aspek Psikologis
Siswa usia kelas XI SMA adalah termasuk dalam tahap realistik (13 sampai 16 tahun) dan tahap generalisasi (16 tahun dan selanjutnya), dengan ciri-ciri: anak sangat berminat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi, berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan nyata, tidak lagi hanya berminat pada hal-hal yang praktis saja tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena yang ada, berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama fenomena itu dan terkadang mengarah ke keadaan pemikiran filsafati untuk menentukan keputusan-keputusan moral.
Konflik yang disajikan dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro adalah konflik-konflik ringan yang dekat dengan kehidupan siswa SMA dan sering terjadi pada usia siswa SMA. Konflik tersebut yaitu mengenai konflik yang sering terjadi dalam hubungan persahabatan. Masalah yang terjadi dalam hubungan persahabatan tersebut yaitu ketika tokoh Ian bersikap mengadu domba antar tokoh Arial dan Zafran sehingga terjadi kesalahpahaman antara mereka. Novel 5 cm juga menceritakan masalah percintaan yang memang sedang dialami remaja pada umumnya. Masalah percintaan tersebut yaitu ketika tokoh Ian memendam cinta
95
pada Riani, Riani yang memendam cinta pada Zafran, dan Zafran yang memendam cinta untuk Arinda, Adik kembar Arial. Di sisi lain, Arinda ternyata juga memendam cinta untuk Genta. Melalui novel 5 cm, siswa dapat belajar bagaimana para tokoh menyikapi berbagai konflik yang terjadi serta mengambil sisi positif dari perilaku para tokoh dalam novel.
Selain itu cerita yang disuguhkan dalam novel ini pun berkisah tentang lima anak muda yang berani bermimpi dan bertekad untuk menggapainya. Hal tersebut mampu membangkitkan semangat dan optimisme dalam diri siswa. Seperti kutipan percakapan para tokoh dalam novel berikut ini. ‖...begitu juga dengan mimpi-mimpi kamu, cita-cita kamu, keyakinan kamu, apa yang kamu mau kejar taruh disini.‖ Ian membawa jari telunjuknya menggantung mengambang di depan keningnya. ‖Biarkan dia menggantung mengambang 5 centimeter di depan kening kamu. Jadi dia nggak akan pernah lepas dari mata kamu. Dan bawa mimpi dan keyakinan kamu itu setiap hari, kamu lihat setiap hari, dan percaya bahwa kamu bisa. Bahwa kamu akan berdiri lagi setiap kamu jatuh, bahwa kamu akan mengejarnya sampai dapat, apa pun itu, segala keinginan, mimpi, dan cita-cita, keyakinan diri...‖ ‖..dan sehabis itu yang kamu perlu cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas. Lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja. Dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya. Serta mulut yang akan selalu berdoa.‖ ‖…kamu akan dikenang sebagai seorang yang percaya pada kekuatan mimpi dan mengejarnya, bukan seorang pemimpi saja., bukan orang biasabiasa saja tanpa tujuan, mengikuti arus dan kalah oleh keadaan. Percaya pada 5 centimeter di depan kening kamu.‖ (5 cm, 362-363) Dari kutipan di atas, dapat diuraikan bahwa tokoh Ian memiliki semangat dan keyakinan untuk menggapai segala mimpinya. Percakapan di atas terjadi ketika para tokoh berada dalam pendakian menuju Mahameru. Para tokoh memiliki semangat dan keyakinan bahwa mereka pasti bisa melewati segala rintangan dan mencapai puncak Mahameru.
96
Isi cerita yang disajikan dengan gaya bertutur yang komikal, mengharukan, inspiratif dengan konflik-konflik yang terdapat didalamnya merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk dianalisis siswa dengan cara menghubungkan konflik dalam novel dengan realitas kehidupan siswa.
Secara garis besar, demikianlah alasan peneliti menyatakan bahwa novel 5 cm, ditinjau dari aspek psikologis layak dijadikan alternatif bahan ajar sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA).
c. Aspek Latar Belakang Budaya
Siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra yang berlatar belakang budaya yang erat dengan kehidupan mereka. Karya sastra yang disajikan hendaknya tidak terlalu menuntut gambaran di luar jangkauan kemampuan pembayangan yang dimiliki para siswa. Novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro adalah novel yang berlatar belakang budaya anak muda (seusia siswa).
Soekanto (2007:150) mengemukakan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan mencakup semua yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri atas segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya, mencakup segala cara-cara/ pola berpikir, merasakan, dan bertindak. Kebudayaan menunjuk pada pola-pola perilaku yang khas dari masyarakat.
97
Novel 5 cm merupakan novel yang menceritakan lima tokoh yang menjalin persahabatan, tokoh-tokoh dalam novel merupakan tokoh dengan usia muda, seusia dengan pembaca dalam hal ini para siswa. Tokoh dalam novel memiliki budaya yang dekat dengan siswa. Pergaulan siswa SMA yang cenderung mengelompokkan diri dalam sebuah komunitas kecil, kemudian permasalahanpermasalahan seputar hubungan persahabatan, hal itu dapat membuat para siswa mengambil pelajaran dari perilaku para tokoh dalam novel. Hal ini tentu saja menjadikan novel ini lebih mudah diterima oleh siswa khususnya siswa SMA.
Dalam
novel
juga
digambarkan
budaya
masyarakat
Indonesia
yang
mengutamakan jalan musyawarah dalam menyelesaikan masalah. Hal tersebut secara tidak langsung mengajarkan kepada siswa bahwa dalam sebuah hubungan persahabatan tidak akan terlepas dari permasalahan-permasalahan, namun yang terpenting adalah penyelesaian dari masalah tersebut bukanlah melalui kekerasan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. ―Trus gimana lo berdua bisa tau kalo Ian jelek-jelekin kalian berdua?‖ Genta bertanya ke Arial dan Zafran. ―Gue telpon si Arial, nanya apa Arial punya kasus sama Ian, kok Ian kayaknya jadi sebel banget sama dia. Eh, si Arial juga punya pertanyaan yang sama, akhirnya kita berdua ngobrol deh.‖ ‖Kita harus ngomong sama si banana boat itu...,‖ Genta ngomong pelan. ................................................................................. ―Cari tempat yang enak dan sepi, gue mau ngomong penting sama lo semua,‖ Ian berkata tercekat pelan hampir nggak terdengar. Semuanya diam. ―Iya, kita juga mau ngomong,‖ Genta ikut bicara, hatinya lega karena tugas beratnya untuk membuka percakapan yang dalam bakal menjadi ringan. Ian keget sendiri ―Kita ke sekolah aja,‖ usul Riani. (5 cm, 2008:43-45)
98
Kutipan di atas menunjukkan para tokoh yang berada dalam situasi konflik yaitu saat tokoh Ian mengadu domba Zafran dan Arial. Tokoh Ian sering menjelekjelekkan Arial di depan Zafran dan memuji-muji Zafran. Saat bersama Arial, Ian akan bersikap sebaliknya. Ian selalu ingin mencari perhatian di antara para sahabatnya. Adapun budaya para tokoh dalam menyelesaikan masalah yaitu dengan membicarakan masalah tersebut. Tokoh Riani mengusulkan untuk pergi ke sekolah mereka, sebuah tempat yang sering mereka datangi ketika mengalami masalah. Sebuah tempat yang mempertemukan mereka, melewati usia 17 tahun bersama, dan akhirnya telah melewati hubungan persahabatan selama tujuh tahun.
Kutipan yang menunjukkan adanya budaya musyawarah para tokoh dalam menyelesaikan konflik dapat pula dilihat pada kutipan berikut.
Arial mengambil bangku sekolah yang lagi sendirian di situ dan masih ada nomor serinya dari Depdikbud. Arial memasang lampu. Setelah lampu terpasang.... Teq..., suara saklar yang dipencet pun mengawali semuanya. Cahaya kuning seadanya menerangi mereka berlima, kontras dengan rona kuningnya, membuat suasana menjadi lain di hati mereka masing-masing. Semuanya mengambil tempat duduk di bawah ring basket. Genta duduk di rangka ring basket, Riani di sebelahnya. Ian duduk bersila di depan Genta, Arial duduk di lantai semen lapangan basket yang membuatnya terkenal sebagai power forward tim basket sekolah. Zafran duduk sekenanya dengan kedua kaki menyelonjor dibentangkan lepas. (5 cm, 2008:48)
Kutipan di atas menggambarkan kondisi saat para tokoh memulai untuk menyelesaikan masalah di antara mereka. Para tokoh sedang berada dalam situasi konflik manusia dengan manusia. Sikap Ian yang mengadu domba antara tokoh Arial dan Zafran amat mengganggu hubungan persahabatan mereka. Pada kutipan di atas dikemukakan masing-masing tokoh mengambil posisi yang paling nyaman.
99
Mereka duduk berhadapan, masing-masing mulai berpikir untuk memulai membicarakan permasalahan yang terjadi yaitu mengenai sikap Ian yang cukup mengganggu empat tokoh lain. Persoalan yang dibicarakan dengan baik, dengan rasa persahabatan, dan bukan dengan pertengkaran tentu akan memperoleh hasil yang baik pula.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro ditinjau dari konflik yang terdapat di dalamnya, layak dijadikan alternatif bahan ajar dalam pembelajaran sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA).
100
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan 5.1.1 Konflik dalam Novel Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa konflik dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro adalah sebagai berikut.
a. Konflik Manusia dengan dirinya (konflik Batin) 1) Tokoh Arial (a) pertentangan untuk tetap berada dalam dunia yang telah dijalani selama ini atau memilih untuk melihat dunia luar/ dunia di luar komunitas dengan empat sahabatnya, keluar dari zona nyaman; (b) pertentangan untuk mengutarakan isi hati atau memilih untuk memendam saja perasaan cintanya pada seorang wanita.
2) Tokoh Genta (a) pertentangan untuk tetap berada dalam dunia yang telah dijalani selama ini atau memilih untuk melihat dunia luar/ dunia di luar komunitas dengan empat sahabatnya, keluar dari zona nyaman; (b) pertentangan untuk memilih antara cinta atau persahabatan.
101
3) Tokoh Ian (a) pertentangan untuk tetap berada dalam dunia yang telah dijalani selama ini atau memilih untuk melihat dunia luar/ dunia di luar komunitas dengan empat sahabatnya, keluar dari zona nyaman; (b) pertentangan antara perasaan rendah diri yang dialami tokoh Ian dengan keinginan untuk tetap berada dalam komunitas empat sahabatnya; (c) pertentangan antara perasaan putus asa dengan keinginan untuk segera menyelesaikan kuliah.
4) Tokoh Riani (a) pertentangan untuk tetap berada dalam dunia yang telah dijalani selama ini atau memilih untuk melihat dunia luar/ dunia di luar komunitas dengan empat sahabatnya, keluar dari zona nyaman; (b) pertentangan untuk mengakui semua perasaannya terhadap tokoh Zafran dengan kodratnya sebagai seorang wanita
5) Tokoh Zafran (a)
pertentangan untuk tetap berada dalam dunia yang telah dijalani
selama ini atau memilih untuk melihat dunia luar/ dunia di luar komunitas dengan empat sahabatnya, keluar dari zona nyaman; (b) pertentangan untuk mengungkapkan perasaan cinta terhadap seorang wanita atau memilih terus memendam perasaan tersebut.
b. Konflik Manusia dengan Manusia Konflik terjadi antar tokoh (Arial, Genta, Ian, Riani, Zafran), akibat salah satu tokoh (Ian) bersikap mengadu domba.
102
c. Konflik Manusia dengan Masyarakat Pada novel 5 cm, tidak ditemukan adanya konflik manusia dengan masyarakat
d. Konflik Manusia dengan Alam Konflik manusia dengan alam dalam novel yaitu konflik melawan cuaca panas, melawan udara yang amat dingin, melawan kondisi alam Mahameru dengan hutan-hutan lebat, dan melawan alam pendakian yang terjal.
Berdasarkan tiga jenis konflik tersebut, dapat disimpulkan bahwa konflik utama dalam novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro yaitu konflik manusia dengan dirinya sendiri. Konflik berupa pertentangan dalam diri masing-masing tokoh untuk tetap berada dalam dunia mereka sendiri (komunitas lima sahabat) atau memilih keluar, melihat dunia luar, keluar dari zona nyaman. Konflik utama tersebut memicu timbulnya konflik-konflik lain dalam alur novel 5 cm.
5.1.2
Kelayakan Konflik dalam Novel 5 cm Karya Donny Dhirgantoro Sebagai Bahan Ajar Sastra Indosesia di Sekolah Menengah Atas (SMA)
Novel 5 cm karya donny Dhirgantoro ditinjau dari konflik yang terdapat didalamnya, layak dijadikan alternatif bahan ajar sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) karena sesuai dengan kriteria pemilihan bahan pembelajaran sastra menurut Rahmanto (1993:27). Kriteria pemilihan bahan pembelajaran tersebut terdiri dari tiga aspek, yaitu aspek bahasa, aspek psikologis, dan aspek latar belakang budaya.
103
5.2 Saran 5.2.1
Saran Teoretis
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan penelitian/ kajian yang lebih lanjut, lebih dalam, dan lebih luas lagi mengenai struktur alur yang terdapat dalam sebuah karya fiksi khususnya novel.
5.2.2
Saran Praktis
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan kepada a. siswa agar meneladani sikap para tokoh yang bernilai moral baik, terutama mengenai sikap yang diambil para tokoh dalam menyelesaikan konflik yang terjadi. Melalui novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro, siswa diharapkan dapat mengambil hikmah melalui sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya dalam menghadapi konflik. Melalui novel tersebut, siswa juga diharapkan dapat mengembangkan
kepribadian,
memperluas
wawasan
kehidupan,
dan
memotivasi siswa dalam menentukan tujuan hidupnya; b. guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia agar dalam memilih sebuah karya sastra untuk mencari konflik dalam novel hendaknya secara kreatif memilih karya sastra yang erat hubungannya dengan kehidupan siswa seharihari dan dapat memberi inspirasi serta menggugah semangat belajar bagi siswa. Jadi, siswa tidak hanya mendapat pembelajaran dalam ilmu sastra itu sendiri, tetapi juga motivasi yang dapat membuat siswa lebih bersemangat untuk belajar dan meraih cita-cita untuk masa depan mereka; dan
104
c. guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk menggunakan novel 5 cm Karya Donny Dhirgantoro sebagai alternatif bahan ajar dalam pembelajaran sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini berdasarkan pertimbangan dan kriteria-kriteria pembelajaran sastra yang mencakup aspek bahasa, aspek psikologis, dan aspek latar belakang budaya bahwa novel 5 cm karya Donny Dhirgantoro ini layak dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA).
105
Daftar Pustaka
Damono, Sapardi Djoko. Metode Pengajaran Sastra Indonesia Tidak Efektif. http://pendis.depag.go.id.lama/cfm/index.cfm?fuseaction=kajianBerita& Berita_ID=9428&sub=7. 17 Maret 2008. Davidoff, Linda L. (Terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh Mari Juniati.1991. Psikologi Suatu Pengantar Edisi kedua. Jakarta: PT. Erlangga.) Depdiknas. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Dhirgantoro, Donny. 2008. 5 cm. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Esten, Mursal. 1978. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa. Hari, Cecep Syamsul. Panorama Novel dan Cerpen Modern. http://cecepsyamsulhari.webs.com/mencaridanmenemukan.htm. 31 Juli 2005. Herwanto, Dony P. Mimpi dari Donny Dhirgantoro. http://jiwafreud.blogspot.com/2008/01/mimpi-dari-donnydhirgantoro.html. 8 Januari 2008 Huong, Duong Thu. (Terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh Sapardi Djoko Damono. 2007. Novel Tanpa Nama. Yogyakarta: Indonesiatera.) Jamal. 2006. Epigram. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Keraf, Gorys. 1992. Argumentasi dan Narasi. Jakarta. PT. Gamedia Pustaka Utama. Luxemburg, Jan Van, dkk.. (Terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh Dick Hartono. 1986. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT. Gramedia.) Moelong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
106
Muhyidin, Muhammad. 2008. Kafilah-Kafilah Cinta. Jakarta: Mumtaz Press. Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Rahmanto, Bernandus. 1993. Metode Pembelajaran Sastra. Yogyakata: Kanisius. Rampan, Korrie Layun. 2003. Percintaan Angin. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Ritzer, George dan Gouglas J. Goodman. (Terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh Alimandan. 2005. Teori Sosiologi Modern Edisi Keenam. Jakarta: Predana Media.) Setiawan, Isbedy. 5 cm dan Fenomena Novel Popular. http://Isbedystiawanzs.blogspot.com/2008/12/5-cm-dan-fenomena-novelpopular.html. Desember 2008 Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Sudarni. Porsi Pengajaran Sastra Tidak Menggairahkan. http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/laman/artikel/SudarniBangka_Barat.pdf. Agustus 2008. Sumardjo, Jakob.1984. Memahami Kesusastraan. Bandung. Penerbit Alumni. Supriyadi, dkk.1996. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia. Jakarta. Universitas Terbuka Sylado, Remy. 2004. Kembang Jepun. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Teeuw, A.1988. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya. Welek, Rene dan Austin Warren. 1956. Theory of Literature. New York: Harcourt, Brace & World, Inc. (Terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh Melani Budianta. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia.) Zainuddin.1992. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
107
Tabel Konflik Pada Novel 5 cm
No 1.
Jenis Konflik Konflik manusia dengan dirinya sendiri
Tokoh a) Tokoh Arial
Data dalam Novel ―Plato, seorang filsuf besar dunia pernah bilang bahwa nantinya dalam kehidupannya setiap manusia akan terjebak dalam sebuah gua gelap yang berisi keteraturan kemapanan, dan mereka senang berada di dalamnya. Karena mereka terbuai dengan segala kesenangan di sana dengan apa yang telah mereka capai, hingga akhirnya mereka takut keluar dari gua tersebut. Mereka memang bahagia, tetapi diri mereka kosong dan mereka nggak pernah menemukan siapa diri mereka sebenarnya...mereka nggak punya mimpi.‖ Balade Pour Adeline-nya Richard Clayderman mengalir sekenanya dari jari-jari Ian yang mencoba berbicara mengisi bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengahtengah mereka. Semuanya diam lagi mendengar omongan Zafran yang dengan sensitifnya bercampur melodinya Balade Paur Adeline tadi. Cipratancipratan filsufis musikal sentimental yang baru saja mengalir menghasilkan beberapa helaan nafas berisi berjuta cerita. Semuanya mencoba berdialog dengan diri mereka sendiri.
Kode Data D1
108
Mencoba berdialog dengan bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengahtengah mereka. ........................................... ―Keluar dari gua kita untuk sementara...,‖ Zafran melanjutkan ―Gue mau...,‖ Arial menyambut usul Genta mantap. ―Mungkin kita emang harus ngeliat dunia lain di luar tongkrongan kita dulu, jangan berlima melulu kemana-mana,‖ kalimat Zafran tentang Plato barusan menyentakkan keapaadaan-nya diri Arial. (5 cm, 2008:63) Arial chatting sendiri sama suara di hatinya. Apa malem ini aja ya gue bilang ke indy? Tapi gue nggak tau dianya suka apa nggak. Tapi dia „kan perhatian banget sama gue. Ah tau ah, tunggu aja waktu yang tepat, nanti aja deh…eh nggak deh…nanti aja deh… Chatting Arial dengan hatinya pun selesai karena suara dihatinya ngingetin Arial kalau dia lagi di tol dan enggak boleh bengong. ………………………… Di antara keriuhan Bogor menunggu malam dengan angkotnya yang banyak dan berwarna seperti permen, mereka pergi ke daerah yang dibilang Cisangkuy itu. Arial sebentar melirik indy, suarasuara di kepalanya masih bersahut-sahutan bilang…nggak bilang…nggak…bilang… nggak. Arial memang selalu apa adanya dan biasa-biasa aja. (5 cm, 2008:89-92)
D2
109
b) Tokoh Genta
….Arial sebentar melirik indy, suara-suara di kepalanya masih bersahut-sahutan bilang…nggak…bilang…nggak bilang…nggak. Ya ampun susah banget ngomongnya… susah, susah, susah. Gue udah sayang banget kali ya sama makhluk satu ini. Batin Arial ricuh, kalau emang buat bener-bener dan udah sayang susaaaah banget bagi laki-laki untuk mengatakannya (setuju banget!). Yang bikin senewen dari tadi adalah suarasuara kecil yang sangat mengganggu di pikiran Arial. Enggak mau…kamu dah kayak kakak sendiri. Aku belum siap pacaran, kamu udah terlalu deket, aku nggak mau terikat dulu. Aku ada yang lain…aku masih mau bebas. Temen aja deh, aku masih suka inget sama dia. Aku jawab nanti kalo aku udah siap sekitar 6 bulan lagi, Arial kacau sendiri. (5 cm, 2008:101-102)
D3
―Plato, seorang filsuf besar dunia pernah bilang bahwa nantinya dalam kehidupannya setiap manusia akan terjebak dalam sebuah gua gelap yang berisi keteraturan kemapanan, dan mereka senang berada di dalamnya. Karena mereka terbuai dengan segala kesenangan di sana dengan apa yang telah mereka capai, hingga akhirnya mereka takut keluar dari gua tersebut. Mereka memang bahagia, tetapi diri mereka kosong dan mereka nggak pernah menemukan siapa diri mereka sebenarnya...mereka nggak punya mimpi.‖
D4
110
Balade Pour Adeline-nya Richard Clayderman mengalir sekenanya dari jari-jari Ian yang mencoba berbicara mengisi bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengahtengah mereka. Semuanya diam lagi mendengar omongan Zafran yang dengan sensitifnya bercampur melodinya Balade Paur Adeline tadi. Cipratancipratan filsufis musikal sentimental yang baru saja mengalir menghasilkan beberapa helaan nafas berisi berjuta cerita. Semuanya mencoba berdialog dengan diri mereka sendiri. Mencoba berdialog dengan bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengah-tengah mereka. .................................... ―Mungkin sebaiknya kita nggak usah ketemuan dulu,‖ Genta mengalirkan kalimat pendek. Semuanya jadi sensitif. (5 cm, 2008:62) ....ya enggak ketemu dulu, nggak nongkrong dulu, nggak ke mana-mana bareng dulu, ilang aja dulu semuanya, ilang abus-abisan, nggak telponan, nggak SMS-an...” ―Kita keluar sebentar aja, bermimpi lagi masing-masing tentang kita, nanti pas ketemu lagi, pasti lain lagi, lain ceritanya, lain lagi orangnya, mungkin nanti Ian jadi kurus. Jadi kita enggak perlu nyewa banana boat lagi, tapi getek,‖ kata Genta sambil menyenggol Ian yang masih asik dengan gitarnya. (5 cm, 2008:63)
D5
111
c) Tokoh Ian
Riani dan Genta saling bertatapan, entah sudah berapa kali mereka berdua mengalami deja vu seperti ini. Oh Riani..suara-suara indah kembali mengisi hati Genta. Akankah... kamu… jadi… tempat… untuk... segenggam harapan yang hampir usang tapi masih terlalu indah buat Genta, batin Genta. ........................................ Genta selalu benci cara mereka merayakan deja vu yang bagi Genta sangat berarti, yang bagi Genta adalah sekumpulan chemistry antara dua orang yang tidak pantas dirayakan hanya dengan dua tangan bertemu di udara. Cara seperti itu Genta masih anggap sebagai cara teman merayakan sesuatu. Genta nggak pernah mau Riani cuma jadi teman bagi dirinya. Genta mau lebih…. (5 cm, 2008:28)
D6
Riani bersenandung sendiri tanpa sadar Genta bengong ngeliatin Riani... Kenapa Riani? Kenapa gue nggak ada nyali? Genta membatin, membingkai dirinya sendiri. (5 cm, 2008: 27)
D7
―Plato, seorang filsuf besar dunia pernah bilang bahwa nantinya dalam kehidupannya setiap manusia akan terjebak dalam sebuah gua gelap yang berisi keteraturan kemapanan, dan mereka senang berada di dalamnya. Karena mereka terbuai dengan segala kesenangan di sana dengan apa yang telah mereka capai, hingga akhirnya mereka takut keluar
D8
112
dari gua tersebut. Mereka memang bahagia, tetapi diri mereka kosong dan mereka nggak pernah menemukan siapa diri mereka sebenarnya...mereka nggak punya mimpi.‖ Balade Pour Adeline-nya Richard Clayderman mengalir sekenanya dari jari-jari Ian yang mencoba berbicara mengisi bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengahtengah mereka. Semuanya diam lagi mendengar omongan Zafran yang dengan sensitifnya bercampur melodinya Balade Paur Adeline tadi. Cipratancipratan filsufis musikal sentimental yang baru saja mengalir menghasilkan beberapa helaan nafas berisi berjuta cerita. Semuanya mencoba berdialog dengan diri mereka sendiri. Mencoba berdialog dengan bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengah-tengah mereka. .................................... ―Gue setuju! Gue mau PDKT lagi sama skripsi yang udah gue putusin. Siapa tau dia mau balik lagi sama gue. Dulu skripsi gue suka cemburu kalo gue lagi gila bola, sekarang gue mau minta maaf sama dia, mau bilang kalo dulu gue sering selingkuh sama bola, PS2...‖ semangat Ian. (5 cm, 2008:62-63) ―Gue sangat takut kehilangan lo semua...,‖ Ian angkat bicara pelan sambil menyalakan rokoknya. Cahaya dari korek gas menerangi mukanya yang tembem. ―Gue nggak pernah punya
D9
113
temen kayak lo semua. Baik semuanya.... ..................................... ―Pertamanya gue heran waktu gabung sama kalian karena kalian ternyata ajaib-ajaib, pinter-pinter, dan asik-asik. Gue jadi minder, tapi gue suka banget sama kalian.... (5 cm, 2008:48) ―Udah pohon plastik, palsu lagi...,‖ Riani menggumam sendiri. ―Yoi...palsunya kuadrat...,‖ kata Genta. ―Mudah-mudahan gue nggak jadi orang kayak gitu,‖ Zafran menyambung. Ian tiba-tiba berujar sendiri. ―Lo semua pada tau kan gue pernah kayak gitu, tapi sekarang gue udah nggak mau lagi...capek jadi orang lain,‖ Ian memandang kosong ke depan. .................................... Ian yang dulu kadang-kadang cuma ikutan nimbrung nongkrong, bukanlah Ian yang sekarang. Ian yang dulu adalah Ian yang nggak pede sama dirinya sendiri, yang selalu mencoba jadi orang lain, yang memandang orang lain selalu lebih hebat dibanding dirinya. Ian yang dulu, dalam tongkrongan cuma jadi penambah yang banyak omong, bisanya cuma nambahin omongan teman-temannya. Ian yang kayaknya tahu apa aja, tapi sebenarnya cuma bisa ikutikuan Genta, ikut-ikutan Arial, ikut-ikutan Zafran, dan ikutikutan Riani. (5 cm, 2008:37-38)
D10
114
...Ian belum mengerti. Akhirnya Ian jadi orang yang suka apa yang orang lain suka, bukan dirinya sendiri yang bilang suka. Hingga suatu saat akhirnya mereka berempat mulai melihat kalau ternyata bukan soal selera saja Ian mulai labil dan bingung sendiri, tapi juga bingung gimana menjadi seorang Ian. (5 cm, 2008:39)
D11
―Bukan maksud gue jelekjelekin lo bedua,‖ Ian bicara pelan lagi menatap Arial dan Zafran. Zafran masih tertunduk, memainkan rokok di jarinya. Arial melihat dalam ke Ian sambil memainkan jarinya membentuk lingkaran kecil di semen lapangan basket. ―Gue minta maaf... Lo pada marah sama gue... ya,‖ Ian berkata pelan. ………………….......... ―Tapi gue harap kalian percaya sama yang satu ini. Kalo yang gue omongin itu cuma dari mulut gue, bukan dari hati gue, dan berhenti di mulut gue, nggak terus ke hati gue, nggak sampai ke hati gue.‖ (5 cm, 2008:49-50)
D12
―Iya gue sibuk sendiri, sibuk jadi Genta, sibuk jadi Zafran, sibuk jadi Arial, sibuk suka semua yang kalian suka padahal kan sebenarnya ada yang gue nggak suka dan ada yang gue suka sendiri, yang elo pada nggak suka.‖ ..................................... Ian jadi ketawa ngeliat tingkah Zafran, yang sering bertindak semaunya, sesukanya, apa
D13
115
adanya, dan ajaib, tapi semuanya terasa indah bagi mereka. Zafran yang selalu jadi dirinya sendiri. Ian juga bisa. (5 cm, 2008:50) Sambungan telepon sudah terputus, tetapi Ian masih bengong sejenak. Dengan langkah gontai, ia kembali ke kamarnya. Tapi cuma sebentar karena ia turun lagi, nyalakan TV, naik lagi ke kamar, turun lagi, naik lagi, nonton TV, naik ke kamar lagi,...bengong di beranda, bengong di balkon siang yang panas. Gerahnya Jakarta membuat kecewa Ian makin bertambah. Gerah. Panas. Bete. Ian hanya bisa menerawang jauh, menikmati pemandangan kota Jakarta di siang yang panas dengan gedung-gedung tinggi memeluk udara hitam samar membentuk dinding asap, seakan hendak bercerita betapa kotor suram dan nggak enaknya.... Ya, betulbetul nggak enak. Ian menelan ludah sendiri, terasa ada yang menyangkut di tenggorokannya, mengganjal di dadanya. (5 cm, 2008:121)
D14
Waktu seminggu untuk kuisioner lewat dalam sekejap. Dengan perasaan malas, Ian berangkat ke kampus, terlanjur janji sama pak dosen untuk mengembalikan data kuisioner yang sekarang entah ke mana. Ian bingung harus bilang apa nanti. (5 cm, 2008:121)
D15
Metromini yang ditumpanginya sudah sarat penumpang. Sesarat hatinya yang kacau. Matanya menatap keluar jendela:
D16
116
pemandangan Jakarta pada pukul 13.00 yang panas. Pemandangan yang menyapa hati Ian yang masih terasa nggak enak. ....................................... Semuanya terekam dan menambah ganjalan di hati Ian. Trek...trek...trek... kernet mengetuk-ngetukkan uang logam ke kaca metromini. sopir mengerem mendadak. Dengan menggerutu, Ian keluar dari bus yang penuh sesak itu. Gue emang nggak pernah suka sama Jakarta..., hati Ian kesel, gara-gara ada kejadian nggak enak, pikiran gue jadi negatif dan inget samahal-hal yang negatif. Sambil berjalan menunduk, Ian berjalan malas memasuki kampusnya. Panas matahari semakin beringas, menambah panas otaknya. Semua brengsek! rutuk Ian dalam hati.... (5 cm, 2008:122) Tiba-tiba air muka Ian berubah pilu dan lemes. Ian memejamkan matanya sebentar, menunduk, mengempaskan nafas panjang sekali. Giginya bergemeletuk, Ian menggigit bibirnya sendiri. ....................................... Ian segera membereskan kuisionernya dan langsung pergi tanpa bicara lagi, tanpa menengok lagi. Sebentar pandangan Ian menangkap tulisan visi perusahaan yang terbaca dengan jelas. : ―Menjadi perusahaan dunia yang melayani masyarakat dan ikut berperan serta dalam melestarikan ilmu
D17
117
pengetahuan.‖ Ingin sekali in meludah saat itu juga. (5 cm, 2008:128-129)
d) Tokoh Riani
...masa dua kali begini...abis deh gue. bilang kek kalo nggak mau diteliti..abis waktu gue seminggu sia-sia bener. Ian tampak terduduk dibangku tukang teh botol yang sering mangkal di kolong jembatan penyebrangan. Jalan utama Jakarta menunggu malam, macet, suara klakson terdengar di mana-mana. Pegawai kantor dengan tampang lelah mondar-mandir di depan Ian. Langit Jakarta yang mulai meredup dan agak hitam menemani pikirannya yang sedang nggak di situ. Pikirannya melayang-layang, segala macam bentuk kemarahan, tipu daya memenuhi mata Ian. Bayangan kampusnya di seberang jalan dengan lampulampu yang mulai dinyalakan menambah dramatis, kelu, dan pilu di hati Ian.Gilaa...tinggal sebulan lebih seminggu lagi...kalo gue nggak sidang tahun ini, gue nunggu semester depan...enam bulan lagi, abis waktu gue...kapan gue lulus? ( 5 cm, 2008:129)
D18
―Plato, seorang filsuf besar dunia pernah bilang bahwa nantinya dalam kehidupannya setiap manusia akan terjebak dalam sebuah gua gelap yang berisi keteraturan kemapanan, dan mereka senang berada di dalamnya. Karena mereka terbuai dengan segala kesenangan di sana dengan apa yang telah mereka capai, hingga
D19
118
akhirnya mereka takut keluar dari gua tersebut. Mereka memang bahagia, tetapi diri mereka kosong dan mereka nggak pernah menemukan siapa diri mereka sebenarnya...mereka nggak punya mimpi.‖ Balade Pour Adeline-nya Richard Clayderman mengalir sekenanya dari jari-jari Ian yang mencoba berbicara mengisi bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengahtengah mereka. Semuanya diam lagi mendengar omongan Zafran yang dengan sensitifnya bercampur melodinya Balade Paur Adeline tadi. Cipratancipratan filsufis musikal sentimental yang baru saja mengalir menghasilkan beberapa helaan nafas berisi berjuta cerita. Semuanya mencoba berdialog dengan diri mereka sendiri. Mencoba berdialog dengan bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengah-tengah mereka. ....................................... ―Keluar dari gua kita untuk sementara...,‖ Zafran melanjutkan Batin Riani pun mengangguk setuju. Ya, walaupun dirinya nggak setuju, batinnya telah menggangguk. (5 cm, 2008:62-63) Lehernya yang putih menengok manja sekelebat sambil melipat tangannya di dada. Dia memandang hujan dari jendela kantornya yang tinggi, hujan semakin keras, menurunkan beribu kata yang hinggap di matanya.
D20
119
Kangen, kangen, kangen, lagi ngapain ya dia? Lampu-lampu malam di jalan utama kotanya seperti memecah bias antara air hujan dan penglihatannya. Lampu mobil yang banyak sekali berjejer di bawah sana bertumpuk perlahan bergerak. Sambil berdiri, telapak tangannya beradu dengan dagunya, melihat malam, melihat hujan yang bertambah deras. Melihat bias merah, kuning, orange, kuning,orange, biru kuning,...kangen... (5 cm, 2008: 81)
e) Tokoh Zafran
...Suara hujan yang sangat deras menghujam keras di kap mobil, mengeluarkan suara yang nggak enak...sama nggak enaknya dengan hati Riani yang lagi kehilangan sesuatu. Riani menarik nafas panjang dan dalam. ....Riani selalu menyimpannya dengan baik beralaskan harap, berbungkus mimpi ceria dan kerinduan...nggak berani mengungkapkan semuanya atas nama wanita. ......................................... Malam pun berlanjut di antara derasnya hujan. Lampu-lampu mobil masih berbias basah air hujan di mata Riani yang kosong, menatap harapan kerinduan yang dia nggak tahu akan pergi ke mana. Merah, oranye, kuning, merah, oranye, kuning, merah, garis garis air tetes air...penuh...basah..., kuning, kuning. (5 cm, 2008:84)
D21
Zafran tiba-tiba berkata lembut sambil memainkan daun-daun cemara kecil basah di dekatnya,
D22
120
―Plato, seorang filsuf besar dunia pernah bilang bahwa nantinya dalam kehidupannya setiap manusia akan terjebak dalam sebuah gua gelap yang berisi keteraturan kemapanan, dan mereka senang berada di dalamnya. Karena mereka terbuai dengan segala kesenangan di sana dengan apa yang telah mereka capai, hingga akhirnya mereka takut keluar dari gua tersebut. Mereka memang bahagia, tetapi diri mereka kosong dan mereka nggak pernah menemukan siapa diri mereka sebenarnya...mereka nggak punya mimpi.‖ ........................................ Semuanya diam lagi mendengar omongan Zafran yang dengan sensitifnya bercampur melodinya Balade Paur Adeline tadi. Cipratan-cipratan filsufis musikal sentimental yang baru saja mengalir menghasilkan beberapa helaan nafas berisi berjuta cerita. semuanya mencoba berdialog dengan diri mereka sendiri. mencoba berdialog dengan bola kosong yang berputar-putar tembus pandang di tengah-tengah mereka. ―Mungkin sebaiknya kita nggak usah ketemuan dulu,‖ Genta mengalirkan kalimat pendek. semuanya jadi sensitif. ―Keluar dari gua kita untuk sementara...,‖ Zafran melanjutkan (5 cm, 2008:62-63) Zafran diem. Dia tau kalo Arial nggak pernah serius mengizinkan dia mengajukan surat izin memacari saudara. ―Kalo lo serius, gue sih setuju
D23
121
aja,‖ kata Arial lagi Zafran diem lagi. ―Tuh kakaknya udah setuju, lo kok malah diem?‖ Genta nyambung. Zafran males. Salah dia juga sih, dari dulu udah gila bareng Arial. Jadi, udah saling tahu deh busuk-busuknya dan gilagilanya Arial sama Zafran. ………………............. Sekali lagi Zafran ngelirik sebentar (takut ketauan) ke pintu kamar Arinda. (5 cm, 2008:26) Mata Zafran terpejam, tapi ia masih mendengar degup di dadanya memukul-mukul semakin cepat. Semua percakapan tadi dia dengar, bagaimana Riani dengan lembut menyebut namanya, ia memejamkan matanya menarik nafas panjang, melihat wajah Arinda yang lembut tertidur di bahu Arial. Hati Zafran masih di situ, di antara senyum lembut Arinda yang selalu mengisi hari-harinya selama ini. Zafran menggeleng-gelengkan kepalanya, menyesal telah berkelakuan terlalu terus terang, tentang perasaannya di depan Riani. (5 cm, 2008:368)
D24
Zafran tak lepas melihat sosok Dinda di depannya. Entah kenapa sesuatu tiba-tiba muncul di kepalanya. Sesuatu yang sangat indah, yang konsekuensinya harus membuat seorang laki-laki pada akhirnya harus memutuskan, harus bertanya, harus bilang, apa pun yang terjadi harus bilang, setiap laki-laki memang punya saatsaat seperti ini…selanjutnya?
D25
122
Belum ada yang tahu. Zafran tersenyum mantap melihat Arinda di depannya tersenyum manis sekali mengagumi bunga edelweis..edelweisku…, batin Zafran dalam hati. (5 cm, 2008:297)
2.
Konflik manusia dengan manusia
Konflik antar tokoh (Arial, Genta, Ian, Riani, Zafran). Kelima tokoh mengalami konflik akibat salah satu tokoh yaitu Ian bersikap mengadu domba.
―Waktu itu gue jalan sama Ian nyari film baru, trus... sambil lalu gue cuma ngomong ke dia kalo si Arial reseh nih. Udah dua bulan lebih si Arial belum balikin film Relity bites gue. Gue ngomong gitu gara-gara ngeliat ada film Reality Bites.‖ ..................................... ―Ian langsung dukung gue, muji-muji gue...., trus ngomongin segala macam yang jelek-jelek tentang Arial. Arial ini- lah, Arial itu-lah.― Sepi ―...mudah-mudahan gue salah,‖ Zafran mengambil sepenggal nafas sebelum melanjutkan, ―...kayaknya semuanya dicaricari doang. Dia kayaknya pengen jadi penting doang di mata gue. Gue kan jadi kaget sendiri, nggak penting banget.‖ (5 cm, 2008:42)
D26
―Kenapa lo? ‖ ―Enggak! ‖ kata Zafran sambil ngeberesin rambut Damon Albarn-nya. ―Lo ada kasus ya sama Ian?‖ Riani menengok sebentar ke belakang. ―Enggak!‖ jawab Zafran sambil matanya menjelajah setiap sudut malam. Ada yang Zafran mau ceritain, Arial juga tahu. ………………………… Zafran akhirnya cerita, ―Gini deh intinya. Lo perhatiin nggak
D27
123
sih kalo si Ian gabung sama kita kadang-kadang dia bingung sendiri sama dirinya. Suka berisik sendiri dan kadang omongannya ngelantur. Terus kadang-kadang dia juga ada rasa takut nggak diterima sama kita, nggak mau jadi dirinya sendiri. Gue sih pertamanya biasa aja, tapi lama-lama Ian ngelakuin sesuatu yang kayaknya ngeganggu banget buat gue.‖ Riani dan Genta menarik nafas panjang. (5 cm, 2008:40-41) ....Ian juga ngelakuin yang sama ke gue.‖ Arial menoleh ke ketiga temannya. ―Maksudnya?‖ Riani coba memperjelas. ―Iya... Ian waktu itu muji-muji gue yang nggak penting dan jelek-jelekin Zafran... cerita gue nggak usah detail. pokoknya nggak penting banget,... ―Jadi...,‖ Riani, Genta, Zafran, Arial saling menatap. ―Ian jadi... uler... dong. Ngomong di sana lain di sini lain, yang penting dirinya jadi penting,‖ kata Genta sedih. (5 cm, 2008:42)
D28
―Bukan maksud gue jelekjelekin lo bedua,‖ Ian bicara pelan lagi sambil menatap Arial dan Zafran. Zafran masih tertunduk, memainkan rokok di jarinya. Arial melihat dalam ke Ian sambil memainkan jarinya membentuk lingkaran kecil di semen lapangan basket. ―Gue minta maaf... Lo pada marah sama gue... ya,‖ Ian berkata pelan. …………………..............
D29
124
―Tapi gue harap kalian percaya sama yang satu ini. Kalo yang gue omongin itu cuma dari mulut gue, bukan dari hati gue, dan berhenti di mulut gue, nggak terus ke hati gue, nggak sampai ke hati gue.‖ (5 cm, 2008:49-50) ―Iya gue sibuk sendiri, sibuk jadi Genta, sibuk jadi Zafran, sibuk jadi Arial, sibuk suka semua yang kalian suka padahal kan sebenarnya ada yang gue nggak suka dan ada yang gue suka sendiri, yang elo pada nggak suka.‖ ―Tapi kan ada yang lebih penting dari sekadar selera...,‖ Genta ngomong pelan dan melanjutkan. (5 cm, 2008:50-51)
3.
4.
Konflik manusia dengan masyara kat
Konflik manusia dengan alam
_
_
Konflik lima tokoh (Arial, Genta, Ian, Riani, Zafran) saat mendaki Gunung Mahameru. Konflik yang dialami yaitu melawan cuaca yang panas, konflik melawan udara yang amat dingin menyebabkan kondisi fisik mereka melemah, melawan kondisi
―Gawat nih, kita nggak ngitung persediaan air, masa baru sampai sini udah habis.‖ Zafran melihat botol air mineralnya yang seperempat penuh. ..................................... ―Puncak masih jauh banget. Si Genta gimana sih, dia kan pernah kesini, harusnya tadi kita bawa air yang banyak dari Ranu Pane. Kok bisa abis gini.‖ Zafran meringis sambil menoleh teman-temannya. Matahari panas seperti sedang memukulmukul wajah mereka. Fiuh...nggak ada air, gimana sih Genta? Batin Ian yang
D30
D31
125
alam Mahameru dengan hutanhutan lebat, melawan alam pendakian yang makin terjal
masih berjalan menunduk di belakang Zafran. Tenggorokannya kering sekali, sesekali ia melihat botol air mineral ukuran satu liter yang menggantung di carrier Zafran. Gejolak air dalam botol tampak bergoyang-goyang menuruti irama langkah. Tinggal segitu air kita? Gawat! Kelelahan yang sangat, membuat langkah Zafran dan Ian tanpa sadar melambat. Di depan mereka jalan setapak kembali berbelok ke kanan, pohon pinus tinggi terlihat seperti berdebu, matahari makin terasa panas. (5 cm, 2008:251-252) Genta mencoba tidak panik, terus berteriak memanggil dan tetap berdoa hingga malam datang. Malam itu dingin dan sepi sekali, suara-suara makhluk malam dan desir angin membuat tengkuknya terus merinding. Untuk satu malam Genta mencoba bertahan di hutan yang dingin dan gelap, hanya dengan sleeping bag. Makanan dan airnya yang sudah menipis akhirnya habis sehingga ia terpaksa menelan pasta gigi dan daun-daunan guna menghilangkan rasa lapar yang mencengkeram perutnya. Di malam itu Genta merasakan takut yang amat sangat, hingga akhirnya di antara gelapnya hutan dan pohon-pohon raksasa Genta tertidur. Belum pernah ia merasakan takut yang amat sangat seperti malam itu. (5 cm, 2008:291)
D32
126
Genta terus melangkah melewati jalan setapak yang semakin dalam ke hutan, semakin dalam, semakin dalam. Genta tercekat dalam hati, sepertinya ini jalan udah kita lewati tadi? Genta melihat ke belakang lagi, semua di hutan itu tampak sama. Genta mencoba tetap fokus pada kompasnya, tapi puncak arah sana bener kok, jalan aja terus, jalan terus fokus... fokus... fokus... Sama lagi jalannya.... Pohonnya sama....
D33
Sama lagi jalannya, Genta merasakan hal yang nggak enak di hatinya. Ia nggak peduli pada keadaan, mata dan hatinya hanya percaya ke kompas, sesekali dia menengok ke belakang menghitung temantemannya. (5 cm, 2008:293)
D34
―Arcopodo....!‖ Genta menunjuk daerah tempat cahaya-cahaya kecil tadi muncul. ―Kita nge-camp di sana, di antara pohon, nggak terlalu dingin.‖ Wajah Genta tampak pucat, uap dingin keluar dari mulutnya. ―Lo capek, Ta?‖ Arial menatap Genta tajam. Genta diam saja. Dia memang mulai merasa lelah sekali, tapi dia tahu kelima temannya ini mengandalkan dirinya, dia nggak boleh menurunkan mental mereka. Untuk sekarang Genta adalah pemimpin di rombongan keci ini dan pada saat ini dia nggak boleh ngeluh, nggak boleh ngomong
D35
127
„nggak tau‟, dan nggak boleh nggak bisa ngambil keputusan. ―Semakin ke atas semakin tipis udaranya, nafas jadi agak susah.‖ (5 cm, 2008:305) ...nafas Arial tampak memburu satu-satu. ―Nggak tau, Ta, tibatiba badan gue lemes banget...kecapean gue.‖ Dada Arial tampak naik turun. ―Lo kedinginan, kurang tebal jaket lo....‖ ―Ini bukan kelelahan, ini kedinginan....‖ ―Minum dulu aja,‖ Riani menyodorkan sebotol air mineral. Arial tampak bersandar lemas di bebatuan. Kelima temannya tercekat. Arial yang dari segi fisik diandalkan, tibatiba tergeletak begitu saja. semua mengerubungi Arial. (5 cm, 2008:330)
D36
―Gue turun aja, gue lemes banget, badan gue kayak ditusuk-tusuk.‖ ―Enggak!!! Apa-apaan lo!!! Genta menatap tajam mata Arial, tangannya mencengkeram bahu Arial. ―Eh liat gue. Elo kedinginan, bukan kecapean.‖ ―Ta, gue nggak kuat, Ta....‖ Dada Arial tampak naik turun dengan irama yang tidak biasa. Semuanya bingung melihat sekeliling, cahaya terang subuh sudah hampir datang. Langit tampak sedikit membiru. (5 cm, 2008:331)
D37
Semuanya berpegangan erat di rantai. Wajah mereka tampak pilu. Sedikit saja tergelincir mereka akan jatuh ke jurang dalam.
D38
128
Genta menggigit senternya, mencoba menerangi jalan kecil gelap itu. Pasir gunung terlihat di mana-mana. Gelapnya malam membuat mereka tak bisa membedakan mana pasir, mana tanah keras...(5 cm, 2008:326) Brug! Teriakan panik terdengar dari atas. ―Awas!!! Yang di bawah awas...!‖ Brug brrbklukutuk lkutuk.... ―Batu!!!‖ ―Awas...!!!‖ Puluhan batu sebesar ukuran kepala manusia tampak berjatuhan dari atas mereka. Semua berusaha menghindar ke samping, mencoba mencari perlindungan di bawah batu yang lebih besar. .......................................... Genta menunduk melindungi kepalanya, wajahnya mencium pasir jalur pendakian, beberapa batu kecil terasa menerpa punggungnya. tiba-tiba gulungan pasir seperti air bah memenuhi jalur pendakian, mengalir deras ke bawah, menghujam keras bersama rombongan batu-batu. (5 cm, 2008:334)
D39