BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia hidup dalam interaksi sosial dan saling ketergantungan antar sesama dalam suatu kebudayaan tertentu. Manusia tidaklah mungkin akan dapat memenuhi kebutuhannya tanpa ada bantuan dari orang lain, karena itu relasinya dengan lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan kebudayaan dalam suatu kelompok masyarakat. Dalam bentuk kongkretnya manusia bergaul, berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia lainnya dalam suatu budaya tertentu. Kebudayaan
adalah
kompleks
dari
keseluruhan
pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, hukum, adat istiadat dan setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang dimiliki oleh manusia sebagai anggota suatu masyarakat. Kebudayaan juga diartikan, sebagai pandangan hidup dari sebuah komunitas atau kelompok. Peran kebudayaan terjadi sangat besar dalam komunikasi, karena karekteristik kebudayaan antar komunikasi, dapat membedakan kebudayaan lisan dan tertulis, di suatu daerah yang merupakan kebiasaan suatu komunitas dalam mengkomunikasikan adat istiadat.
1
Di dalam setisap kebudayaan, terdapat nilai-nilai dasar yang merupakan pandangan hidup dan sistem kepercayaan suatu masyarakat. Nilai-nilai dasar tersebut merupakan filosofi hidup yang mengatur anggotanya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Kebudayaan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah aspek ketahanan pangan. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Masyarakat memiliki cara yang berbeda dalam mewujudkan ketahanan pangan sesuai dengan budayanya. Masyarakat di propinsi Nusa Tenggara Timur, yang sangat menghormati tradisi adat peninggalan leluhur menjadi motivasi untuk selalu menerusakan kebiasaan-kebiasaan masa lalu. Mayoritas penduduk yang berusaha di bidang pertanian, juga masih banyak memakai upacara adat menjelang musim tanam maupun disaat panen. Misalnya, di Kampung Tera’au Desa Zozozea Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende. Di desa tersebut masih memegang teguh adat istiadat yang dipercaya dapat mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat yakni, dalam memperoleh kebutuhan makanan sehari-hari. Upacara adat tersebut adalah upacara adat ka uwi. Ka uwi berasal dari dua kata yakni kata ka dan uwi. Dalam bahasa daerah setempat ka berarti makan dan uwi berarti ubi, sehingga ka uwi berarti makan ubi. Upacara ka uwi merupakan aktifitas budaya yang dilakukan secara turun temurun oleh
2
sekelompok masyarakat Kampung Tera’au yang mensyukuri hasil panen selama setahun kepada Tuhan dan nenek moyang dan tradisi pembukaan lahan atau baru untuk berocok tanam. Upacara adat ka uwi memberi peran simbolis artinya uwi atau ubi sebagai lambang atau simbol kepemilikin hak tanah mosalaki (tua adat ) selain itu juga bahan makanan pokok masyarakat setempat. Hal ini dilakukan, karena menurut kebiasaan masyarakat setempat uwi menjadi cadangan makanan disaat warga memulai membuka ladang atau kebun baru. Karena pada umumnya, makanan yang bersumber dari jagung dan padi persediaannya sudah sangat terbatas, akibat dijual atau dikonsumsi sendiri sehingga masa itu menjadi awal untuk memulai mengkonsumsi ubi atau uwi. Ka uwi yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Zozozea yakni di Kampung Tera’au diyakini kesakralannya. Upacara tersebut merupakan bentuk umgkapan syukur kepada Tuhan dan nenek moyang atas hasil yang melimpah, berupa bahan makanan yang diperoleh serta tradisi pembukaan lahan atau kebun baru dan memohon perlindungan, pemeliharaan dan penjagaan tanaman agar dijauhkan dari berbagai hal yang tidak diinginkan. Sehingga pada saat menuai akan memperoleh hasil yang baik. Masyarakat setempat melaksanakan upacara ka uwi dengan harapan agar kedepannya mereka tidak mengalami kekurangan pangan. Atas kepercayaan tersebut upacara adat ka uwi masih dilakukan secara turun temurun sampai saat ini.
3
Upacara adat ka uwi masyarakat Kampung Tera’au biasanya dilakukan setelah musim panen di ladang atau kebun. Upacara adat
ka uwi
ini
dilaksanakan satu hari, yaitu pada malam hari yang melibatkan masyarakat Kampung Tera’au dan warga masyarakat kampung disekitarnya. Setelah upacara tersebut dilaksanakan, maka empat hari sesudah upacara tersebut dilakukan, warga masyarakat yang tidak mengikuti upacara adat tidak diperkenankan masuk Kampung Tera’au. Larangan untuk tidak masuk kampung, ditandai dengan simbol janur yang dipasang atau diletakkan pada jalan masuk menuju kampung. Sanksi pelanggaran atas larangan tersebut, yakni si pelanggar diwajibkan membeli seekor babi untuk disembelih dan darah dari babi dipercik pada tubuh si pelanggar. Apabila sebelum empat hari larangan masuk kampung adat tersebut sudah dilanggar oleh seseorang maka pelanggaran masuk kampung adat tersebut bertambah satau hari. Kepercayaan masyarakat setempat khususnya Kampung Tera’au akan upacara adat ka uwi memberikan gambaran dan pemahaman pada generasi penerus, agar budaya itu tetap dipertahankan. Dengan melaksanakan upacara adat ka uwi ini, maka masyarakat yakin setiap keluarga akan mendapatkan ketersediaan pangan yang cukup dalam upaya mewujudkan kesejahteraannya.
4
Dengan melihat fenomena yang terjadi di Kampung Tera’au, yang telah diuraikan pada latar belakang, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Upacara Adat Ka Uwi Sebagai Wujud
Komunikasi”.
1.1 Perumusan Masalah Dengan mengacu pada latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pelaksanaan upacara adat ka uwi sebagai wujud komunikasi di masyarakat Kampung Tera’au ?
1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.2.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui proses upacara adat Ka Uwi sebagai wujud komunikasi di masyarakat Kampung Tera’au. 1.2.2 Tujuan Penelitian Untuk memperoleh pengetahuan tentang proses upacara adat ka uwi sebagai wujud komunikasi di masyarakat Kampung Tera’au.
1.3 Kegunaan Penelitian 1.3.1 Kegunaan Teoritis Penelitian ini, diharapkan dapat menambah informasi yang bersifat akademik dalam mengembangkan teori ilmu komunikasi pada umumnya dan komunikasi intra budaya.
5
1.3.2 Kegunaan Praktis Bagi almamater, diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat untuk melengkapi kepustakaan pada fakultas ilmu sosial dan ilmu politik, jurusan ilmu komunikasi. Bagi peneliti lainnya, yang ingin meneliti tentang upacara adat ka uwi diharapkan dapat memberikan informasi yang bisa bermanfaat dalam proses penelitian selanjutnya.
1.4 Kerangka Pemikiran, Asumsi dan Hipotesis 1.4.1 Kerangka Pemikiran Kerangka penelitian adalah penalaran yang dikembangkan dalam memecahkan masalah (solusi) penelitian. Kerangka pemikiran pada dasarnya menggambarkan jalan pemikiran rasional dari pelaksanaan penelitian tentang upacara adat ka uwi sebagai wujud komunikasi di masyarakat Kampung Tera’au. Masyarakat Kampung Tera’au, melaksanakan upacara adat ka uwi karena mensyukuri hasil panen yang telah diperoleh selama setahun kepada Tuhan dan nenek moyang. Dari uraian itu, maka alur kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
6
Wujud Komunikasi dalam upacara adat Ka Uwi di Kampung Tera’au 1. 2. 3. 4.
Tahap mengumpulan Tahap pelaksanaan Tahap pembersihan Tahap gantung tanda
Simbol Verbal
Simbol Non Verbal
1.4.2 Asumsi Penelitian Asumsi adalah anggapan dasar yang kebenarannya dapat diterima secara umum sebagai pegangan peneliti untuk melakukan penelitian sampai pada kesimpulan penelitian. Asumsi yang dibangun peneliti sebelum melakukan penelitian yaitu upacara adat ka uwi sebagai wujud komunikasi. 1.4.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap persoalan penelitian. Hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini yakni pelaksanaan upacara adat ka uwi di Kampung Tera’au sebagai wujud komunikasi meliputi beberapa tahap antara lain : tahap mengumpulkan bahan dan anggota
7
keluarga, tahap pelaksanaan, tahap pembersihan dan tahap menggantung tanda larang.
8