BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai oleh perubahan fisik, sosial, dan emosional. Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial dan budaya masing-masing. Menurut WHO, batasan usia remaja adalah dari umur 10 tahun sampai 19 tahun. Pedoman umum remaja di Indonesia menggunakan batasan usia 11 tahun sampai 24 tahun dan belum menikah (Sarwono, 2001). Tahap perkembangan remaja dibagi menjadi tiga, yaitu tahap remaja awal dari usia 11 sampai 13 tahun, remaja tengah dari usia 14 sampai 16 tahun, dan remaja akhir dari usia 17 sampai 20 tahun. Perubahan yang terjadi saat memasuki masa remaja pada remaja laki-laki ditandai dengan adanya mimpi basah yang umumnya terjadi pada usia 10 tahun sampai 15 tahun dan pada remaja putri ditandai dengan adanya peristiwa menstruasi (Depkes RI, 2002). Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Sarwono, 2001). Menstruasi merupakan salah satu proses alami yang dialami oleh seorang perempuan yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Menstruasi biasanya terjadi setiap bulan selama masa reproduksi, dimulai dari pubertas (menarche) dan berakhir saat menopause kecuali selama kehamilan.
1
2
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi siklus menstruasi adalah usia wanita, status fisik, dan emosional (Bobak, 2005). Menstruasi bisa menjadi salah satu pertanda bahwa seorang perempuan sudah memasuki masa subur dan menandakan bahwa alat reproduksi wanita muda sudah mulai bekerja (Rosenblatt, 2007). Pada wanita, siklus normal lamanya menstruasi adalah apabila seorang wanita memiliki jarak menstruasi yang relatif tetap setiap bulannya yaitu selama 28 hari. Apabila siklus haid tidak teratur, perbedaan waktunya tidak terlalu berbeda yakni tetap pada kisaran 25 hingga 35 hari dihitung dari hari pertama haid sampai bulan berikutnya. Lama waktu berlangsungnya haid normal antara tiga sampai enam hari, dengan jumlah darah yang dikeluarkan bervariasi tetapi biasanya tidak lebih dari 60ml (Proverawati & Misaroh, 2009).Siklus menstruasi endometrium terdiri dari empat fase. Hari pertama sampai hari ke empat disebut fase menstruasi, hari ke lima sampai 14 fase proliferasi, hari ke 15 sampai 25 fase sekresi, dan hari ke 25 sampai 28 fase premenstruasi (Barbara C. Long, 1996). Pada umumnya menstruasi terjadi mengikuti pola yang relatif teratur dan tidak memiliki masalah, tetapi ada beberapa wanita yang mengalami beberapa keluhan baik fisik dan mental pada saat tertentu. Keluhan-keluhan yang biasanya dialami saat menstruasi adalah sindrom premenstruasi dan nyeri haid (dismenore). Nyeri haid (dismenore) adalah nyeri kekakuan atau kejang di bagian bawah perut, di pinggang atau di bagian bawah punggung yang terjadi pada waktu menjelang atau selama menstruasi, yang memaksa
3
wanita untuk beristirahat atau berakibat pada menurunnya kinerja dan berkurangnya aktifitas sehari-hari (Dianawati, 2003). Hal ini disebabkan karena rahim berkontraksi dan melepaskan hormon prostaglandin yang menyebabkan dinding rahim mengalami kontraksi dan
pembuluh darah
disekitarnya terjepit (konstriksi) sehingga akan menimbulkan terjadinya iskemi jaringan. Intensitas kontraksi yang dirasakan berbeda-beda tiap individu, apabila kontraksi terjadi secara berlebihan maka akan menyebabkan timbulnya rasa nyeri saat menstruasi (Proverawati & Misaroh, 2009). Prevalensi nyeri haid (dismenore) di dunia sangat tinggi terutama pada populasi remaja dengan persentase kejadiannya sebesar 15,8-89,5%. Di Amerika Serikat, prevalensi dismenore yang terjadi pada remaja berusia 1217 tahun sebesar 59,7%. Prevalensi kejadian nyeri haid (dismenore) di Swedia pada remaja usia 19 tahun sebesar 90% dan yang berusia 24 tahun sebesar 67% (French, 2005). Di Indonesia, pada wanita usia produktif didapatkan prevalensi nyeri haid (dismenore) sebesar 45-95% (Proverawati & Misaroh, 2009). Pada penelitian yang dilakukan Sianipar (2009) menyimpulkan bahwa gangguan menstruasi banyak dialami oleh siswi SMA. Dalam penelitian ini disebutkan gangguan menstruasi terbanyak terjadi pada siswi kelas X dan XII. Hal tersebut disebabkan karena pada siswi kelas X rata-rata siklus menstruasinya masih dalam masa peralihan menuju stabil dan juga terdapat stresor lain berupa penyesuaian suasana pendidikan dari SMP ke SMA. Pada siswi kelas XII gangguan menstruasi disebabkan karena terdapat stresor
4
berupa ujian akhir dan persiapan untuk masuk universitas. Sedangkan untuk siswi kelas XI gangguan menstruasi yang dialami memang lebih sering disebabkan karena adanya produksi prostaglandin saat menstruasi. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Saguni, dkk (2013) di SMA Kristen I Timohon didapatkan hasil dari 91,7% responden yang mengalami nyeri haid (dismenore), 68,9% diantaranya mengungkapkan bahwa nyeri haid (dismenore) yang mereka rasakan sangat mengganggu aktivitas belajar. Hal tersebut menyebabkan remaja putri sulit untuk berkonsentrasi terhadap pelajaran karena ketidaknyamanan yang dirasakan ketika mengalami nyeri haid (dismenore). Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti terhadap 90 siswi kelas XI SMA Negeri 1 Dawan, didapatkan hasil bahwa sebanyak 66 siswi mengalami
nyeri haid
(dismenore)
saat
menstruasi.
Mereka
mengungkapkan nyeri dirasakan di daerah perut yang biasa terjadi saat menstruasi hari pertama dan hal ini sangat mengganggu aktivitas belajar. Salah satu guru di SMA Negeri 1 Dawan juga mengungkapkan bahwa tidak jarang dari para siswi yang mengalami pingsan saat nyeri haid (dismenore), bahkan ada diantara mereka yang harus ijin pulang karena tidak kuat dalam menahan rasa sakit yang dirasakan. Dari data UKS SMA Negeri 1 Dawan pada tahun 2012 terdapat 128 kunjungan siswi dengan keluhan nyeri haid (dismenore) dan pada tahun 2013 meningkat sebanyak 156 kunjungan. Berbagai upaya yang mereka lakukan untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami diantaranya, istirahat atau tidur, minum air putih, didiamkan saja,
5
melakukan pijat perut, minum jamu, mengkonsumsi obat-obatan, dan melakukan kompres hangat. Seiring dengan perkembangan di bidang kesehatan, berbagai penanganan untuk dismenore sudah mulai dilakukan. Terdapat dua jenis terapi untuk menangani nyeri haid (dismenore) yaitu terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi merupakan terapi yang menggunakan obat-obatan untuk mengurangi nyeri. Obat-obat analgesik golongan non narkotik seperti Non Steroid Anti Inflamasi Drugs (NSAID) dan aspirin mampu mengurangi nyeri tumpul seperti pada dismenore. Namun terapi farmakologi ini memiliki efek samping dalam penggunaannya yaitu dapat menyebabkan iritasi pada lambung. Penggunaan aspirin yang dilakukan selama dua hari pertama menstruasi juga dapat menyebabkan perdarahan lebih banyak (Joyce and Key, 2000 dalam Natih, 2012).
Mengingat
dismenore merupakan hal yang sangat biasa dialami wanita dan sangat mengganggu aktivitas, maka perlu untuk mencari terapi alternatif lain yang efektif dan mudah diterapkan secara mandiri untuk mengurangi dismenore selain menggunakan obat-obatan yaitu dengan menggunakan terapi non farmakologi. Terapi non farmakologi merupakan penanganan yang aman digunakan untuk menangani nyeri tingkat ringan atau sedang karena disesuaikan dengan fisiologis tubuh (Ignativicius & Mishler dalam Rahayu, 2010). Salah satu terapi non farmakologi yang dapat digunakan untuk menangani nyeri haid (dismenore) adalah dengan terapi sentuhan (stimulasi kutaneus). Stimulasi
6
kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk meredakan nyeri. Stimulasi yang diberikan dapat menyebabkan terjadinya pelepasan endorfin yang akan memblok transmisi stimulus nyeri. Stimulasi kutaneus dalam hal ini yang dapat digunakan untuk menangani nyeri haid (dismenore) adalah slow stroke back massage (Potter & Perry, 2006). Stimulasi kutaneus slow stroke back massage adalah tindakan masase punggung yang dilakukan secara perlahan selama tiga sampai lima menit. Stimulasi kutaneus yang diberikan akan merangsang serabut saraf perifer untuk mengirimkan impuls pada medula spinalis melalui dorsal horn. Apabila impuls yang dibawa didominasi oleh serabut A-beta, maka mekanisme gerbang akan tertutup sehingga impuls nyeri tidak akan dihantarkan keotak (Potter & Perry, 2006). Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Husnaa dan Dewi (2012) dengan judul The Effect Of Slow Stroke Back Massage (SSBM) To The Change Of The Pain Intensity In Patients With Acute Low Back Pain (LBP) menunjukkan bahwa stimulasi kutaneus slow stroke back massage dapat menurunkan intensitas nyeri. Penelitian ini dilakukan pada satu kelompok pre dan post test tanpa kelompok kontrol dengan sampel yang digunakan adalah 32 ibu rumah tangga yang mengalami LBP akut. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan intervensi slow stroke back massage menggunakan VAS. Hasil dependent t-test menunjukkan bahwa p = 0,0001 (p<0,05) yang berarti ada perubahan intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan intervensi slow
7
stroke back massage sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh slow stroke back massage terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien dengan LBP akut. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh stimulasi kutaneus slow stroke back massage terhadap intensitas nyeri haid (dismenore) pada remaja di SMA Negeri 1 Dawan.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penulis menetapkan masalah “Apakah terdapat pengaruh stimulasi kutaneus slow stroke back massage terhadap intensitas nyeri haid (dismenore) pada remaja di SMA Negeri 1 Dawan”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stimulasi kutaneus slow stroke back massage terhadap intensitas nyeri haid (dismenore) pada remaja di SMA Negeri 1 Dawan.
1.3.2 Tujuan Khusus a. Untuk mengidentifikasi intensitas nyeri haid (dismenore) sebelum diberikan intervensi berupa stimulasi kutaneus slow stroke back massage pada remaja di SMA Negeri 1 Dawan.
8
b. Untuk mengidentifikasi intensitas nyeri haid (dismenore) setelah diberikan intervensi berupa stimulasi kutaneus slow stroke back massage pada remaja di SMA Negeri 1 Dawan.. c. Untuk mengetahui perbedaan intensitas nyeri haid (dismenore) sebelum dan setelah diberikan intervensi berupa stimulasi kutaneus slow stroke back massage pada remaja di SMA Negeri 1 Dawan..
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menambah pembendaharaan pustaka di Ilmu Keperawatan khusunya intervensi untuk mengurangi nyeri haid (dismenore), serta menjadi data dasar untuk peneliti selanjutnya.
1.4.2
Manfaat Praktis a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan oleh perawat sebagai masukan untuk memberikan pendidikan kesehatan dan penyuluhan khususnya kepada remaja tentang manfaat stimulasi kutaneus slow stroke back massage untuk menangani nyeri haid (dismenore). b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat diaplikasikan sebagai pilihan terapi alternatif untuk mengurangi nyeri haid (dismenore) yang biasa dialami wanita saat menstruasi.