BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Mangga merupakan salah satu buah tropis unggulan. Luas panen dan produksi mangga Indonesia menempati posisi kedua setelah pisang. Pada tahun 2005, volume ekspor mangga mencapai 964,3 ton dengan nilai US$ 999,981. Volume ekspor tersebut menurun jauh dibanding tahun sebelumnya yang mencapai hampir 1.880 ton dengan nilai US$2,013,390 (Pribadi, 2009). Menurunnya volume ekspor terutama disebabkan kualitas mangga Indonesia tidak mampu bersaing di pasar global atau konsumen telah jenuh dengan varietas yang ada, yaitu Arumanis dan Gadung. Oleh karena itu, perlu ada varietas alternatif yang mampu memenuhi selera konsumen tersebut. Pakar pemuliaan mangga mengemukakan, pada beberapa tahun mendatang warna merah akan mendominasi beberapa aspek kehidupan masyarakat, termasuk warna buah. Oleh karena itu, perakitan varietas unggul mangga diarahkan untuk menghasilkan buah yang berwarna merah (Pribadi, 2009). Potensi koleksi plasma nutfah mangga di Indonesia khususnya di kebun Percobaan Cukurgondang – Pasuruan Jawa Timur yang ditangani oleh Balai Penelitian Buah Tropika (BALITBU) Solok – Sumatra Barat merupakan salah satu koleksi yang terbesar dan terlengkap yang sampai saat ini tercatat berjumlah 208 varietas (298 klon/aksesi) dengan jumlah tanaman sekitar 1148 pohon, yang koleksinya berasal dari dalam negeri dan introduksi dari luar negeri. Potensi yang
1
2
besar ini dan kegiatan seleksi yang dilakukan selama ini telah menghasilkan varietas unggul yang telah dirilis sejak tahun 1984 sampai saat ini setidaknya ada 14 klon unggul yang telah dilepas melalui SK Mentan dan BPSB. Enam klon mangga yang berpotensi ekonomi yang akan segera dilepas dan empat klon harapan (Pancoro, et al., 2005). Mangga Arumanis 143 (AR 143) merupakan salah satu mangga yang berkualitas terbaik yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai varietas unggul di tahun 1985. Varietas ini mulai menguasai pasar sepuluh tahun kemudian dan selama dua dekade telah berhasil mendominasi transaksi bisnis buah mangga nasional. Hal ini ditandai dengan berkembangnya perkebunan mangga pada tahun 1989. Warnanya yang tetap hijau saat buah telah matang dengan buahnya yang halus, pulen dan rasanya yang sangat manis menjadikan buah ini mendominasi bisnis buah mangga di dalam negeri tapi juga di pasaran ekspor (Balai Penelitian Tanaman Buah, 2003). Adanya tuntutan konsumen dan persaingan pasar bebas, yaitu dengan masuknya mangga impor ke Indonesia menjadikan konsumsi buah mangga saat ini mengalami perubahan tren. Dengan munculnya varietas Gedong Gincu yang memiliki warna kulit kuning kemerahan telah menggantikan tren mangga berwarna hijau menjadi mangga berwarna merah yang lebih menarik perhatian konsumen. Beberapa pesaing di pasar global juga menujukkan tren yang serupa dengan munculnya mangga Chok Anan dari Thailand dan Carabao dari Philipina. Bagaimanapun, ketiga varietas terakhir belum mampu mengalahkan mangga AR 143 dari segi kualitas organoleptiknya. Hal ini mendorong dilakukannya perakitan
3
varietas unggul baru yang memiliki kualitas organoleptik AR 143 dan kulit buah berwarna merah. Ada koleksi tetua AR 143 dan mangga kulit buah merah di BALITBU sejak tahun 2000 hingga sekarang telah merintis persilangan secara konvensional antara mangga-mangga berkulit merah koleksi Kebun Percobaan Cukurgindang dengan AR 143. Dari persilangan dengan 10 macam mangga merah (Haden, K.Apel, Irwin, Saigon, krispatih mandala, Delima, Gedong Gincu, Liar dan Keith) telah diperoleh 63 progeni/turunan F1. Hambatan terbesar yang muncul dalam mengevaluasi progeni/turunan F1 adalah masa juvenil mangga yang cukup lama yang dapat menghambat realisasi untuk mendapat klon mangga unggul, sedangkan persaingan pasar semakin meningkat. Diharapkan mangga dengan cita rasa AR 143 dengan warna kulit buah berwarna merah memberikan potensi ekonomi yang cukup besar (Balai Penelitian Tanaman Buah, 2003). Perkembangan pemuliaan tanaman di bidang bioteknologi khususnya penanda molekuler (seperti mikrosatelit, RAPD, RFLP, AFLP) berkembang sangat pesat. Aplikasi penanda molekul dalam persilangan konvensional terbukti membantu dalam mendeteksi alel-alel yang diharapkan sedini mungkin. Selain itu pengembangan aplikasi penanda molekuler dapat digunakan untuk melihat tingkat keragaman genetika suatu populasi atau progeni/turunan hasil persilangan, yang cukup menarik dapat digunakan untuk paternity analysis, studi QTL (Quantitative Trait Locus). Penanda DNA sangat potensial untuk digunakan pada mangga untuk seleksi penanda dan identifikasi kultivar (Lavi et al., 1993). Penggunaan mikrosatelit untuk analisis keragaman pada mangga sangatlah penting karena Indonesia memiliki lebih dari 250 varietas mangga dan ini merupakan sumber
4
genetik yang potensial untuk program pemuliaan tanaman mangga. Beberapa motif
mikrosatelit
telah
ditemukan
pada
mangga
yaitu
GT24AG10,
T7ATGT3AT3GT17, AAG4TCC3AAT3, dan CCG6 (Annisa, 2007). Kelebihan mikrosatelit antara lain memiliki tingkat polimorfisme tinggi, penanda yang kodominan dan spesifik lokus serta tersebar pada genom tanaman menjadikannya pilihan yang baik untuk studi keragaman genetik dan heterozigositas (Diniz et al,. 2007). Olufowote et al. (1997), dikutip Garland et al.
(1999)
mengemukakan
bahwa
mikrosatelit
lebih
akurat
dalam
mengidentifikasi variasi di antara kultivar. Karena kelebihan-kelebihan ini, mikrosatelit banyak digunakan sebagai penanda genetik. Disamping memiliki kelebihan, penanda genetik ini juga memiliki kelemahan yaitu dalam pembuatan primernya yang memerlukan investasi yang besar karena primer mikrosatelit bersifat spesifik spesies dan harus dilakukan analisis sekuensing (Diniz et al,. 2007). Berdasarkan hal tersebut telah dilakukan analisis variasi genetik pada mangga yang merupakan hasil persilangan dari induk mangga AR 143 yang membawa alel rasa manis dan induk mangga merah yang membawa alel kulit buah berwarna merah dengan menggunakan penanda mkrorosatelit.
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah variasi alel pada progeni/turunan F1 hasil persilangan mangga AR 143 dengan varietas mangga merah?”.
5
Dari rumusan masalah tersebut, pertanyaan spesifik dalam penelitian ini adalah: 1.2.1
Apakah primer mikrosatelit dalam penelitian ini dapat memberikan informasi tentang keragaman genetik pada progeni/turunan F1 hasil persilangan mangga AR 143 dengan varietas mangga merah?
1.2.2
Berapakah nilai PIC (Polymorphic Information Content), He (Expected Heterozigosity) dan Ho (Observed Heterozigosity) dari masing-masing lokus yang diujikan?
1.2.3
Bagaimanakah mengelompokan progeni/turunan F1 hasil persilangan mangga AR 143 dengan varietas mangga merah berdasarkan kesamaan alel mikrosatelit antar individu?
1.2.4
Apakah ada progeni/turunan F1 hasil persilangan mangga AR 143 dengan varietas mangga merah yang memiliki alel sama dengan induknya?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1.3.1
Menguji primer mikrosatelit dalam memberikan informasi tentang keragaman genetik pada progeni/turunan F1 hasil persilangan mangga AR 143 dengan varietas mangga merah.
1.3.2
Melakukan analisis keragaman genetik dan tingkat heterozigositas pada progeni/turunan F1 hasil persilangan mangga AR 143 dengan varietas mangga merah.
6
1.3.3
Melakukan pengelompokan (clustering) terhadap progeni/turunan F1 hasil persilangan mangga AR 143 dengan varietas mangga merah berdasarkan kesamaan alel mikrosatelit antar individu.
1.3.4
Memilih progeni/turunan F1 yang berpotensi memiliki rasa manis dan berkulit buah merah berdasarkan kesamaan alel dengan induknya.
1.4 Batasan Masalah 1.4.1
Sampel daun DNA mangga yang digunakan berasal dari 73 progeni/turunan dan induk AR 143 dan mangga buah merah yang ada pada kebun Cukurgondang (Apel, Delima, Gedong Gincu, Haden, Irwin, Keith, Kirsapati maldah, Liar dan Saigon).
1.4.2
Desain primer mikrosatelitnya dirancang dari 139 primer mikrosatelit yang dikoleksi dari Genebank dan diolah menggunakan program Primer3.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1
Memberikan informasi genetika pada riset genetika mangga melalui tool penanda molekul mikrosatelit.
1.5.2
Membantu para pelaku program persilangan mangga untuk dapat merancang dan menyeleksi melalui informasi analisis genetik diversity dan paternity.
1.5.3
Mempercepat proses waktu persilangan dan seleksi F1.
1.5.4
Sebagai seleksi dini progeni/turunan F1 hasil pemuliaan yang diperoleh oleh BALITBU Tropika.