BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Riset Manajemen lingkungan di dalam sebuah manajemen operasi tradisional perusahaan dianggap bukan sebagai suatu prioritas dalam strategi korporasinya. Akibatnya manajemen operasi tradisional memperlakukan masalah lingkungan utamanya sebagai suatu serangkaian hambatan (Angell, 1999; Angell dan Klassen, 1999).
Namun,
dengan
berkembangnya
kesadaran
ramah
lingkungan,
permasalahan lingkungan telah menjadi suatu perhatian utama (Pun, 2006; Inman, 2002; Chinander, 2001; Corbett dan Kleindorfer, 2001; Angell dan Klassen, 1999; Newman dan Hanna, 1996). Manajemen lingkungan dan manajemen operasi terintegrasi dalam lingkup kualitas, utamanya dalam Total Quality Management yang berorientasi pada kepuasan konsumen dan continuous improvement atau perbaikan berkelanjutan. Prinsip perbaikan berkelanjutan dalam operasional perusahaan sangatlah penting untuk diimplementasikan karena apabila prinsip tersebut tidak diindahkan dapat mengakibatkan dampak serius terhadap lingkungan dan kehidupan manusia. Kebisingan, pelepasan emisi di udara, pencemaran air dan tanah akibat pembuangan limbah cair, dan eksploitasi sumber daya alam dan manusia merupakan contoh riil dampak negatif yang terjadi yang berujung kepada 1
penurunan kualitas hidup dan kerusakan lingkungan. Syadullah (2011) dalam sebuah tulisannya menyatakan peranan sektor industri dalam perekonomian Indonesia mungkin tidak terbantahkan lagi, tetapi di sisi lain sektor tersebut turut membawa dampak negatif berupa kerusakan lingkungan. Sektor ini berperan besar menyumbang emisi karbon dioksida global hasil pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara urutan pertama dan ketiga. Sebesar 21% dan 36% pembakaran bahan bakar fosil berasal dari sektor industri dan sektor industri energi seperti kilang minyak dan pembangkit listrik. Untuk sisanya berasal dari berbagai sektor seperti transportasi, rumah tangga dan jasa, dan lainlain. Tabel 1.1. Sumber Emisi Karbon Dioksida Global dari Pembakaran Bahan Bakar Fosil Sumber Emisi
Persentase
Industri energi
36%
Transportasi
27%
Industri
21%
Rumah tangga
15%
Lain-lain
1%
Sumber: Syadullah (2011) Kerusakan lingkungan yang menjadi pangkal isu pemanasan global bagaikan trending topic abad 21 yang secara tidak langsung menjadikan pemahaman serta kesadaran masyarakat dunia akan permasalahan lingkungan meningkat. Tidaklah mengherankan jika kini para stakeholder perusahaan turut memberikan perhatian serius terhadap kebijakan lingkungan perusahaan. Konsumen misalnya, menuntut agar produk beserta komposisi yang digunakan ramah lingkungan, sedangkan 2
investor mengapresiasi perusahaan yang dapat mengelola dengan baik dampak operasionalnya terhadap lingkungan, dan pemerintah mendorong perusahaan agar memperhatikan pengelolaan lingkungan melalui peraturan atau perundangundangan yang disertai sanksi tegas (Pramitasari, 2010). Dalam kurun 20 tahun terakhir, berbagai tekanan untuk lebih memperhatikan dampak terhadap lingkungan dan sumber daya dari produk dan layanan yang perusahaan tawarkan dan dari proses yang terjadi teruslah bermunculan (Kleindorfer et al., 2005). Meningkatnya tekanan menjadikan kebutuhan perusahaan untuk secara efektif menangani masalah-masalah lingkungan menjadi terus meningkat, baik karena alasan eksternal seperti peraturan pemerintah maupun alasan internal seperti kebijakan perusahaan (Psomas et al., 2011). Salah satu solusi terbaik dalam menjawab berbagai tekanan ini adalah diterapkannya sistem manajemen lingkungan atau Environmental Management System (EMS). EMS dapat didefinisikan sebagai bagian dari sistem manajemen organisasi yang digunakan untuk desain, implementasi, dan manajemen kebijakan lingkungan organisasi (Fortunski, 2008; ISO, 2005). Sistem ini mencakup berbagai elemen yang saling tergantung seperti struktur organisasi, tugas tanggung jawab, perencanaan praktik, prosedur, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk menentukan kebijakan dan tujuan. Melalui EMS, keseluruhan daya saing perusahaan dapat ditingkatkan secara signifikan apabila EMS sepenuhnya terintegrasi dengan semua bidang fungsional, terutama dengan manajemen operasi (Gupta, 1995; BSI, 1992). Integrasi EMS dengan semua bidang fungsional perusahaan merupakan perkara yang tidak mudah. Dibutuhkan suatu standar yang berisi prinsip dasar dan 3
pedoman mengenai sistem itu sendiri. Prinsip dasar serta pedoman ini tercantum di dalam standar manajemen lingkungan ISO 14001. ISO 14001 adalah suatu standar yang penerapannya bersifat sukarela yang memberikan petunjuk tentang pembentukan dan pemeliharaan EMS (Pun dan Hui, 2001; ISO, 1996a). Tujuan diterapkannya
ISO
14001
adalah
untuk
menciptakan
perbaikan
yang
berkelanjutan dalam praktik-praktik perusahaan melalui implementasi serta integrasi lingkungan dan alat pengelolaan yang tepat (Sebhatu dan Enquist, 2007). Sejak diterbitkan pada tahun 1996 oleh International Organization for Standardization (ISO), ISO 14001 menjadi standar manajemen lingkungan yang paling banyak digunakan (Heras-Saizarbitoria et al., 2011). Tercatat hingga akhir Desember 2012 setidaknya 285.844 sertifikat ISO 14001 telah dikeluarkan di 167 negara (ISO, 2013) termasuk juga Indonesia. Di Indonesia menurut database nasional sertifikasi ISO 14001 tahun 2006, sebanyak 384 perusahaan dari berbagai lingkup bisnis telah memiliki sertifikasi ISO 14001 (Kementerian Lingkungan Hidup, 2006). Meskipun ISO 14001 bertujuan untuk menciptakan kinerja yang melampaui peraturan lingkungan, dalam pelaksanaannya tidak menetapkan persyaratan mutlak untuk kinerja lingkungan (Psomas et al., 2011; Yin dan Ma, 2009; Rowland-Jones et al., 2005). ISO 14001 juga tidak memiliki persyaratan untuk pelaporan publik dan acuan selama penerapannya (Sebhatu dan Enquist, 2007). Tidak adanya ketetapan mengenai pelaporan publik berdampak pada minimnya perusahaan yang memberikan laporan kepada masyarakat terkait implementasi ISO 14001. Di Indonesia, fakta tersebut diungkapkan Pramitasari dalam 4
penelitiannya, Analisis Implementasi Manajemen Lingkungan dan Kinerja Perusahaan Studi Kasus Pada Perusahaan Bersertifikasi ISO 14001 di Indonesia. Pramitasari (2010:79) menyatakan Salah satu hambatan dalam penelitian ini adalah masih sedikitnya perusahaan yang menerapkan sistem manajemen lingkungan yang telah memberikan informasi atau menerbitkan laporan mengenai praktik manajemen lingkungan yang telah dilakukan. Dalam penelitian tersebut didapat 30 perusahaan yang memberikan informasi secara lengkap terkait implementasi ISO 14001 dari total keseluruhan 391 perusahaan. Terlepas dari kenyataan bahwa ISO 14001 tidak memiliki persyaratan untuk pelaporan publik dan acuan selama penerapannya, tetapi fakta sedikitnya perusahaan yang memberikan laporan publik membuat penerapan ISO 14001 terkesan sekadar upaya perusahaan untuk menunjukkan ke pasar bahwa mereka organisasi yang bertanggung jawab terhadap lingkungan. Beberapa studi menunjukkan hal yang serupa, perusahaan mungkin mengadopsi EMS seperti ISO 14001 sebagai aktivitas “seremonial” (Gonzales et al., 2008; Wagner, 2008; Boiral, 2007; Yeung dan Mok, 2005; Dahlstrom et al., 2003). Hal ini sangat dimungkinkan mengingat peningkatan perhatian publik terhadap permasalahan lingkungan membuat para pemangku kepentingan dan pemegang saham memandang implementasi standar ISO 14001 sebagai praktik bisnis yang menjadi suatu “keharusan” untuk meningkatkan citra perusahaan (Sebhatu dan Enquist, 2007). Temuan dari beberapa penelitian di atas tentunya mengundang pertanyaan mengenai motif dan manfaat di balik penerapan ISO 14001. Selain itu, kesulitan 5
yang dihadapi selama proses implementasi ISO 14001 juga perlu digali karena dengan mengetahui kesulitan dapat terlihat faktor-faktor apa saja yang dapat menghambat pelaporan ISO 14001. Meskipun terdapat peningkatan minat terhadap standar manajemen lingkungan untuk industri, tetapi informasi yang tersedia terkait pengalaman sistematis proses penerapan ISO 14001 masih sedikit dan hanya terdapat beberapa studi survei yang telah dilakukan kepada perusahaan bersertifikat ISO 14001 (Poksinska et al., 2003). Oleh karena itu, terdapat suatu kebutuhan besar terhadap berbagai penelitian mengenai sistem manajemen lingkungan dan ISO 14001, utamanya di Indonesia. Berdasar latar belakang di atas, penelitian ini diberi judul Motif, Manfaat, dan Kesulitan Penerapan ISO 14001 di Indonesia. Penelitian ini mencoba mengadopsi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Evangelos L. Psomas, Christos V. Fotopoulos, dan Dimitrios P. Kafetzopoulos yang berjudul Motives, Difficulties, and Benefits in Implementing the ISO 14001 Environmental Management System, yang dipublikasikan di Management of Environmental Quality: An International Journal, volume 22, nomor 4, tahun 2011. Penelitian tersebut dilakukan terhadap 53 perusahaan manufaktur dan jasa pemegang sertifikasi ISO 14001 di Yunani.
6
1.2. Permasalahan Riset Dari uraian di atas dirumuskan beberapa permasalahan riset: 1. Motif apa yang mendorong penerapan standar ISO 14001 di perusahaanperusahaan Indonesia? 2. Manfaat apa yang diperoleh dari penerapan standar ISO 14001 di perusahaan-perusahaan Indonesia? 3. Kesulitan apa yang dihadapi dalam penerapan standar ISO 14001 di perusahaan-perusahaan Indonesia?
1.3. Tujuan Riset Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang menjadi motif pendorong perusahaan dalam menerapkan standar ISO 14001 dan dari faktor-faktor tersebut didapat motif pendorong terkuatnya. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang memuat manfaat signifikan dari penerapan ISO 14001 dan dari faktor-faktor tersebut diperoleh faktor dengan manfaat paling signifikan. 3. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang memuat kesulitan dalam penerapan standar ISO 14001 dan dari faktor-faktor tersebut diperoleh kesulitan terbesarnya. 7
1.4. Lingkup Riset Objek dalam penelitian ini adalah motif, manfaat, dan kesulitan penerapan ISO 14001 pada perusahaan-perusahaan Indonesia pemegang sertifikasi ISO 14001. Tidak ada pembatasan pada jenis dan kategori perusahaan sehingga baik perusahaan manufaktur ataupun jasa, perusahaan kecil, menengah, ataupun besar menjadi subjek dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang diisi oleh orang-orang yang berkompeten dalam penanganan ISO 14001 di masingmasing perusahaan. Waktu pengumpulan data dilakukan selama empat bulan, yaitu mulai dari bulan Desember 2012 hingga Maret 2013.
1.5. Kontribusi Riset Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan pemahaman mengenai sistem manajemen lingkungan dan ISO 14001, khususnya
mengenai
penerapannya
di
perusahaan-perusahaan
Indonesia.
Penelitian ini secara tidak langsung turut memberikan kontribusi keilmuan di bidang manajemen operasi. Secara praktis penelitian ini memberikan kesimpulan mengenai motif, manfaat, dan kesulitan penerapan standar ISO 14001 yang dapat dipergunakan oleh seluruh perusahaan baik yang telah maupun belum memiliki sertifikasi ISO 14001 untuk dijadikan bahan masukan dan evaluasi guna menciptakan perbaikan berkelanjutan. 8