BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hidup di hari-hari ini semakin rentan dengan stres, mahasiswa sudah masuk dalam tahap persaingan yang sangat ketat, hanya yang siap mampu menjawab kemajuan teknologi dan kompetisi antar mahasiswa, sedangkan yang tidak siap hanya bisa berteriak-teriak tanpa mampu lagi berpikir dengan logika dan akal sehat. Akhirnya, frustasi dan stres menjadi sahabat dalam rasa marah, malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa pun, tak terkecuali mahasiswa di waktu dan tempat yang tak terduga, dan pasti akan merusak semangat dan antusias besar yang dimiliki. Oleh karena itu, stres adalah musuh terbesar yang wajib dilawan. Mahasiswa terkadang merasa bosan dan tertekan dengan kuliahnya. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran mahasiswa mengenai makna belajar di perguruan tinggi yang akan sangat menentukan sikap dan pandangan belajar. Suwardjono (1991) menyatakan yakni mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi dituntut tidak hanya mempunyai keterampilan teknis tetapi juga memiliki daya dan kerangka piker serta sikp mental dan kepribadian tertentu sehingga mempunyai wawasan luas dalam menghadapi masalah-masalah dalam dunia nyata (masyarakat). Salah satu cara
1
2
terefektif dalam melawan stres, adalah memiliki filosofi hidup berlandaskan pada cinta dan sikap baik. Yaitu mencintai semua keadaan bersama rasa syukur, dan terus memperbaiki hal-hal yang kurang baik menjadi baik. Cinta dan sikap baik haruslah dalam bentuk komitmen total, yang dibungkus dalam keyakinan dan kepercayaan diri untuk menghadapi setiap situasi dengan sikap sabar, tegar, santai, menikmati, tidak takut, mau belajar dan mau melihat realitas dari pikiran positif. Saat kita tidak mau merubah diri untuk menjadi lebih terbuka dan lebih bijaksana dalam memandang realitas hidup, maka semua tantangan yang ada akan menjadi benih stres, yang ada akhirnya tumbuh menjadi depresi kronis. Dan semua ini hanya akan menghasilkan ketidaknyamanan dalam hidup kita. Tidak selalu tantangan hidup akan mengancam kehidupan, tapi sering sekali tantangan hidup membawa peluang untuk sukses. Oleh karena itu, diperlukan sikap optimis untuk merancang kekuatan diri dengan keyakinan untuk mengatasi tantangan yang ada. Pribadi-pribadi sukses selalu mampu mengatasi stres dengan pola hidup seimbang yang sabar dan tekun, serta menikmati setiap moment dari hidup bersama rasa syukur, dengan semangat pantang menyerah untuk mencapai mimpi dan harapan hidup tertinggi. Selama bertahun-tahun Kecerdasan Intelegensi (IQ) telah diyakini menjadi ukuran standar kecerdasan, namun sejalan dengan tantangan dan suasana kehidupan modern yang serba kompleks, ukuran standar IQ ini memicu perdebatan sengit dan sekaligus menggairahkan di kalangan akademis, pendidik, praktisi bisnis dan bahkan publik awam, terutama apabila dihubungkan dengan
3
tingkat kesuksesan atau prestasi hidup seseorang. Daniel Goleman (1999), adalah salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai factor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni kecerdasan emosional, yang kemudian kita mengenalnya dengan sebutan Emotional Quotient (EQ). Steiner (1997) menjelaskan pengertian kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan pribadi. Senada dengan definisi tersebut, Mayer dan Solovey (Goleman, 1999; Davies, Stankov, dan Roberts, 1998) mengungkapkan kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, dan menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memadu pikiran dan tindakan. Berbeda dengan pendapat sebelumnya, Patton (1998) mengemukakan kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk mengetahui emosi secara efektif guna mencapai tujuan, dan membangun hubungan yang produktif dan dapat meraih keberhasilan. Sementara itu Bar-on (2000) menyebutkan bahwa kecerdasan emosi adalah suatu rangkain emosi, pengetahuan emosi dan kemampuan-kemampuan yang mempengaruhi kemampuan keseluruhan individu untuk mengatasi masalah tuntutan lingkungan secara efektif. Dari beberapa definisi kecerdasan emosional tersebut ada kecenderungan arti bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain,
4
kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengolah emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang lain. Hasil penelitian sebelumnya mengenai kecerdasan emosional dengan stres telah dilakukan tetapi terhadap karyawan, saya berasumsi bahwa kecerdasan emosional akan meningkat sesuai dengan kematangan umur seseorang, sehingga hasilnya penelitian kecerdasan emosional karyawan belum tentu sama dengan hasil penelitian kecerdasan emosional pada saat mahasiswa, karena pada saat mahasiswa suasananya, kebutuhannya, pergaulannya, dan kematangannya sangat berbeda dengan pada saat bekerja, sehingga hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk akademis, mahasiswa, dan pengembangan kurikulum. Penelitian mengenai stres kuliah ini dimotivasi oleh penelitian Suryaningsum dkk (2005) dan Yulianti (2002). Penelitian Yulianti (2002) menekankan pada kecerdasan emosional dengan karyawan Pusdiklat di Cepu. Hasil penelitiannya menunjukkan ada hubungan negative yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja. Artinya semakin tinggi kecerdasan emosional karyawan maka semakin rendah stres kerja. Proses belajar mengajar dalam berbagai aspeknya sangat berkaitan dengan kecerdasan emosional mahasiswa. Kecerdasan emosional ini mampu melatih kemampuan mahasiswa tersebut, yaitu kemampuan untuk mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi dirinya sendiri, kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kesanggupan mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang relative, serta mampu
5
berempati dan bekerja sama dengan orang lain. Kemampuan-kemampuan ini mendukung seorang mahasiswa dalam mencapai tujuan dan cita-citanya (Trisnawati dan Suryaningsum, 2003). Akuntansi keperilakuan merupakan bagian dari akuntansi yang mengintegrasikan dimensi perilaku dengan akuntansi tradisional. Studi-studi tentang perilaku memberikan pencerahan penting pada karakteristik dan penyebab perilaku manusia dan mungkin berpengaruh pada cara akuntan mendesain sistim informasinya. Penelitian akuntansi keperilakuan memiliki dampak yang cukup mendalam pada teori dan praktik akuntansi dimasa yang akan dating. Akuntansi banyak disalah artikan, sebagai bidang studi yang banyak menggunakan angka-angka untuk menghasilkan laporan keuangan. Padahal akuntansi tidak hanya memfokuskan pada masalah perhitungan semata, namun lebih pada penalaran yang membutuhkan logika berpikir (Suryanti dan Ika, 2004). Suryaningsum dkk (2005) menyatakan bahwa pengaruh kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi terhadap stres kuliah hanya dipengaruhi oleh variabel pengenalan diri dan variabel keterampilan social, sedangkan variabel pengendalian diri, motivasi, empati tidak berpengaruh signifikan terhadap stres kuliah. Saya setuju dengan hasil Suryaningsum (2005), karena memang pengendalian diri, motivasi, dan empati mahasiswa kalau diamati sepintas memang
fenomenanya
adalah
mahasiswa
cenderung
belum
mampu
mengendalikan dirinya sehingga terkesan seenaknya sendiri. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk mencari jawaban atas fenomena tersebut dengan menambahi
6
variabel perilaku belajar mahasiswa akuntansi di perguruan tinggi. Perilaku belajar mahasiswa (yang terdiri dari kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke perpustakaan, dan kebiasaan menghadapi ujian) Suwardjono (1991) tentang variabel perilaku belajar di perguruan tinggi, Beliau menggugat sistim pembelajaran perguruan tinggi yang belum memenuhi standar proses belajar mengajar yg benar dan ideal, sehingga hasil belajar di perguruan tinggi tidak maksimal. Hasil penelitian sebelumnya mengenai kecerdasan emosional dan perilaku belajar dengan stres kuliah telah dilakukan terhadap mahasiswa akuntansi di Perguruan Tinggi wilayah D.I. Yogyakarta, saya berasumsi bahwa kecerdasan emosional akan meningkat sesuai dengan kemandirian seseorang, perilaku belajar akan meningkat sesuai dengan pemahaman mahasiswa mengenai makna belajar di Perguruan Tinggi, sehingga hasil pada penelitian kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa akuntansi di Perguruan Tinggi wilayah D.I Yogyakarta belum tentu sama dengan hasil penelitian kecerdasan emosional dan perilaku belajar pada mahasiswa akuntansi Mercu Buana. Disamping itu saya akan membandingkan mahasiswa akuntansi mana yang mengalami tingkat stres
yang lebih tinggi, mahasiswa kelas karyawan atau
regular. Karena pada mahasiswa akuntansi kelas karyawan mempunyai tanggungjawab yang lebih, beda ketimbang dengan mahasiswa akuntansi reguler.
7
Berdasrkan uraian diatas mendorong penulis untuk mengambil judul “PERBANDINGAN
PERILAKU
EMOSIONAL
DALAM
MAHASISWA
AKUNTANSI
BELAJAR
DAN
MEMPENGARUHI ANTARA
KECERDASAN
STRES
KULIAH
MAHASISWA
KELAS
KARYAWAN DAN REGULER UNIVERSITAS MERCUBUANA”.
B. Perumusan Masalah Dalam uraian pada latar belakang di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasikan oleh penulis adalah sebagai berikut: a. Apakah perilaku belajar mahasiswa akuntansi berpengaruh terhadap stres kuliah? b. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap stres kuliah? c. Apakah perilaku belajar dan kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi berpengaruh secara signifikan terhadap stres kuliah?
C. Tujuan dan kegunaan penelitian 1. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui pengaruh perilaku belajar mahasiswa akuntansi terhadap stres kuliah.
8
b. Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional terhadap stres kuliah. c. Untuk
mengetahui
pengaruh
signifikan
perilaku
belajar
dan
kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi terhadap stres kuliah.
2. Kegunaan a. Bagi mahasiswa akuntansi, dari penelitian ini maka pengetahuan mahasiswa akuntansi tentang perilaku belajar dan kecerdasan emosional akan bertambah sehingga secara tidak langsung mahasiswa akan memiliki kemampuan lebih dalam mengelola perilaku belajar dan kecerdasan emosional mereka dengan baik untuk menghindari terjadinya stres kuliah. b. Bagi Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi, dapat memberikan masukan untuk menyusun dan menyempurnakan sistem yang diterapkan
dalam
jurusan
Akuntansi
tersebut
dalam
rangka
menciptakan seorang akuntan yang berkualitas. c. Bagi peneliti, peneliti dapat mengetahui pengaruh perilaku belajar dan kecerdasan emosional terhadap stress kuliah mahasiswa.