BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.1.1 Makna Lapangan Puputan Badung bagi Masyarakat Kota Denpasar Lapangan Puputan Badung yang kini lebih dikenal sebagai Lapangan I Gusti Ngurah Made Agung merupakan salah satu ruang terbuka publik di Kota Denpasar yang memiliki latar belakang historis yang dibangun untuk memperingati seorang Raja Badung VII yakni I Gusti Ngurah Made Agung yang gugur dalam perang Puputan tahun 1906. Hal ini sesuai dengan SK Walikota Denpasar Nomor 188.45/585/HK/2009 tanggal 10 September 2009. Puputan yang artinya "habis-habisan" dimana pada tahun 1906 ketika Belanda menyerbu Denpasar, rakyat Bali dengan gigih mempertahankan Kota Denpasar dari gempuran penjajah, peperangan yang dipimpin oleh Raja Badung VII (Gusti Ngurah Made Agung) yang merupakan tokoh sentral dalam peristiwa perang Puputan Badung tersebut memilih untuk bertempur habis-habisan daripada harus menyerah terhadap penjajah Belanda pada waktu itu. Tidak kurang dari 4.000 rakyat Bali termasuk Keluarga Raja Denpasar gugur dalam peristiwa itu. Lapangan Puputan Badung terletak di jantung kota Denpasar, dekat dengan museum Bali dan Pura Jagadnatha serta tapal batas kota Denpasar. Lapangan Puputan menjadi salah satu area publik di mana masyarakat Bali sering melangsungkan kegiatan atau sekedar bersantai di bawah pohon perindang ataupun bermain-main di sekitar lapangan. Di tempat ini pula terdapat titik nol kilometer Kota Denpasar. Lapangan ini sering dikunjungi wisatawan dan keluarga untuk menikmati hamparan rerimbunan pohon dan menikmati kuliner di pinggir jalan. Bagi publik yang menggunakan lapangan ini sebagai tempat rekreasi, alunalun ini memiliki makna rekreatif dan mampu pula memberi makna historis dengan adanya elemen patung heroik semangat “puputan” di sisi Utara lapangan, bahkan mampu pula memberi makna religius dan edukatif dengan adanya pura Jagatnatha dan Museum Bali di sisi Timur Alun-alun Puputan tersebut.
1
Alun-alun yang semula menjadi fasilitas pelengkap dari tata kerajaan danjuga menjadi tempat untuk memberikan pengarahan dari raja kepada rakyatnya, kini berubah menjadi tempat hiburan rekreasi publik dan pasar dadakan. Alun-alun yang memiliki luas kurang lebih tiga hektar ini secara konsepsional merupakan pemaknaan yang dikondisikan oleh keberadaan wujud arsitektural di sekitarnya. Di sebelah Utara Lapangan Puputan terdapat rumah jabatan gubernur Bali (Gedung Jaya Sabha), yang bermakna “menganyomi” bersama kantor walikota yang ada di sisi Barat Laut. Di sebelah Timur terdapat Pura Jagathnatha dan Museum Bali, memberi makna spiritual dan edukatif. Di sebelah Barat terdapat Gedung KODIM IX Udayana yang bermakana “mengamankan”. Sementara di sebelah Selatannya terdapat gedung ganda (bersosok modern), kantor Pertamina dan Garizun bermakna menyatukan masyarakat dalam mencapai tujuan bersama. Keberadaan kawasan ini didesain pada awalnya sebagai penerapan konsep chatuspatha pada masa kerajaan Majapahit sebagai bentuk pola penataan ruang pada masa itu. Istilah catuspatha berasal dari bahasa Sansekerta catus yang artinya empat dan patha yang berarti jalan, sehingga dapat berarti jalan yang bercabang empat atau simpang empat. Di Bali, catuspatha diartikan bukan sekedar simpang empat atau perempatan tetapi suatu simpang empat (crossroads) yang memiliki nilai sakral dan makna tersendiri dan disepadankan dengan pempatan agung (perempatan besar). Setiap simpang empat di Bali adalah pempatan, namun tidak seluruh pempatan merupakan pempatan agung. Pada zaman kerajaan di Bali catuspatha bukan sekedar simpang empat yang sakral tetapi terkait pula dengan statusnya sebagai pusat ibukota kerajaan. Sebagai pusat ibukota, dimana ibukota adalah pusat wilayah negara, maka catuspatha adalah pusat negara. Negara dalam budaya Bali yang dijiwai oleh agama Hindu adalah suatu kosmos kecil yang merupakan replika atau miniatur alam raya (makrokosmos). Dalam kedudukannya sebagai pusat negara, maka catuspatha mengandung unsur-unsur: puri sebagai keraton atau pusat pemerintahan merangkap sebagai rumah jabatan; pasar sebagai pusat
perdagangan/tempat
transaksi;
bangunan
wantilan
sebagai
pusat
2
budaya/hiburan khususnya sabungan ayam (tajen); dan ruang terbuka yang digunakan untuk taman rekreasi yang kadang-kadang ada yang dilengkapi dengan satu bangunan terbuka yang panjang (bale lantang). (Putra, 2005 dalam Harry 2009, BAB II: hal:2-2
1.1.2 Ancaman Terhadap Livabilitas di Lapangan Puputan Badung Selain menjadi sarana aktifitas olahraga, rekreasi dan relaksasi, lapangan Puputan Badung juga dimanfaatkan sebagai sarana upacara keagamaan seperti halnya persiapan perayaan Nyepi dan persembahyangan Tawur Agung bagi umat Hindu. Kesejukan, keindahan dan kenyamanan alun-alun Lapangan Puputan kini dirasakan semakin berkurang dari waktu kewaktu. Selain aktifitas penggunaan kawasan yang tidak sesuai fungsinya, terdapat pula ancaman lain dari aspek fisik baik ketersediaan dan kualitas sarana pendukung seperti tempat duduk, vegetasi dan pencahayaan. Padahal menurut Barker (1968) dalam Laurens (2004:131) disebutkan bahwa perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh tatanan fisiknya. Semakin baik tatanan fisiknya maka kualitas aktifitas semakin baik. Tatanan fisik termasuk di dalamnya yakni keberadaan seating group, vegetasi, pencahayaan buatan dan elemen pelengkap lainnya yang memberi pengaruh terhadap kenyamanan. Keadaan kualitas elemen fisik yang kurang baik tersebut dikhawatirkan dapat menurunkan tingkat livabilitas dari sisi kenyamanan. Menurut Pramudito (2013:18) aspek pembentuk livabilitas adalah kenyamanan saat beraktifitas. Kenyamanan dalam hal ini ketika ruang terbuka publik berfungsi optimal, kenyamanan ketika menikmati suasana alam dan memberikan pengalaman yang menarik dalam membentuk persepsi (Sarasrabudhe, 2011) Aktivitas
pasif
seperti
menikmati
pemandangan
dan
bersantai
membutuhkan ruang yang memberikan fasilitas duduk yang nyaman bagi pengguna, namun yang terjadi di Lapangan Puputan keterbatasan jumlah fasilitas duduk membuat pengguna lain yang tidak mendapat tempat memilih duduk di sisi jalur pejalan kaki, ada pula yang memilih duduk di pulau taman, keberadaan pengguna yang duduk di tempat yang tidak sesuai fungsinya dapat mengganggu pengguna lain seperti pejalan kaki. 3
Pada waktu malam hari khususnya pada hari Sabtu dan Minggu, sebagian areal terutama di sekitar patung Puputan terasa tidak nyaman lagi untuk bercanda ria dan bermain bagi anak. Keberadaan pasar dadakan yang menggelar jualan di sisi lapangan dan sebagian jalur pejalan kaki sudah merubah wajah taman rekreasi menjadi pasar dadakan. Puluhan pedagang menggelar jualan di lantai dari berjualan VCD, mainan anak, pakaian hingga sarana taruhan dadu. Tidak hanya sampai di situ saja, gelaran lapak jualan juga hadir di tengah lapangan, penertiban yang sering dilakukan bagai bermain kucing-kucingan; ketika ditertibkan keesokan harinya sudah ada lagi yang berjualan. Padahal berdasarkan peraturan daerah setempat berjualan di dalam lapangan adalah ilegal. Aktifitas pedagang yang berjualan di Lapangan Puputan, di satu sisi dibutuhkan sebagai sarana pendukung, namun di sisi lain butuh penataan yang serius agar tidak mengganggu kenyamanan penggunanya. Sebagaimana disebutkan oleh Carr, (1992: 318-324), katagori ruang terbuka publik yang baik salah satunya harus memenuhi kriteria penyediaan terhadap kebutuhan manusia, seperti terdapat fasilitas tempat duduk, penataan PKL yang baik dan pemenuhan terhadap elemen-elemen fisik lainnya. Masalah sampah sisa aktifitas dan jualan juga ikut mengurangi kenyamanan visual dan menurunkan tingkat kebersihan Alun-alun Lapangan Puputan. Sampah yang tampak berserakkan, misalnya sampah tusuk sate yang dapat membahayakan anak-anak yang sedang beraktifitas bermain di tempat tersebut. Dalam rublik online seperti dilansir harian Bali Post disebutkan di salah satu rublik bahwa masyarakat mengeluhkan tentang sampah tusuk sate di Lapangan Puputan Badung yang kebersihannya masih dipertanyakan. Keamanan sebagai unsur pembentuk livabilitas semakin menurun dengan keberadaan sampah yang membahayakan kesehatan. Sampah anorganik lain seperti bungkusan makanan dan kaleng minuman dirasakan mampu menurunkan image ruang terbuka publik secara visual sebagai tempat rekreasi yang bersih dan nyaman. Padahal salah satu aspek penting dari livabilitas adalah mendukung kenyamanan pengguna sehingga aktifitas dapat berlangsung menerus seperti yang disebutkan dalam Pramudhito (2013:18). Kemampuan ruang terbuka publik untuk menciptakan livabilitas juga ditunjang
4
pula oleh pemakaian pasif seperti melihat pemandangan untuk relaksasi seperti dalam Carr (1992:318-324) bahwa livabilitas ruang terbuka publik harus memenuhi kriteria pasif dan aktif. Sehingga untuk mendukung livabilitas perlu kebersihan yang menunjang keindahan visual. Pencahayaan yang kurang pada waktu malam, membahayakan pengguna seperti dari sisi keamanan dapat membuka kesempatan terjadinya aktifitas negatif dan tindak kriminal. Salah satu elemen setting yang mendukung livabilitas adalah pencahayaan
(penerangan),
kurangnya
pencahayaan
cenderung
mampu
menurunkan tingkat keamanan sehingga dapat mengancam livabilitas Lapangan Puputan Badung. Sedangkan aktifitas yang negatif dapat membentuk image buruk bagi kawasan, sehingga jika dibiarkan terus berlangsung dapat memperburuk kualitas ruang terbuka publik di Lapangan Puputan. Ada kecenderungan Lapangan Puputan Badung hanya dimanfaatkan oleh kalangan muda-mudi, padahal aspek ruang terbuka publik yang baik yakni harus memenuhi persyaratan terbuka untuk semua kalangan (demokratis). Aktifitas malam seharusnya tidak didominasi oleh sekelompok umur saja melainkan oleh semua umur dengan dukungan kontrol keamanan yang mendukung aspek penggunaan tanpa mengenal gender dan usia, seperti diungkapkan dalam Carr (1992) dimana ruang terbuka publik yang baik berprinsip responsif, demokratis, melindungi kebutuhan positif pengguna dan terbuka bagi semua kalangan. Tata vegetasi yang kurang artistik sebagaimana dilansir dalam rublik Bali Post tentang “Kurang Menarik Tata Ulang Kembali Taman Puputan Badung”. Penataan taman yang terkesan asal-asalan, sehingga tidak mencerminkan ruang publik yang asri dan indah. Padahal pemerintah Kota Denpasar yang mendukung kota yang berwawasan budaya ingin menciptakan taman yang bisa dilihat lebih indah, hal tersebut menunjukkan adanya potensi untuk menata vegetasi menuju tata taman yang lebih baik sehingga dapat disimpulkan keadaan tata vegetasi yang ada belum mampu memberikan keindahan. Arti suatu place (tempat yang lebih memiliki arti) sangat tergantung pada setting dan aktifitas sehingga semakin baik keadaan setting dan pemenuhan terhadap aspek pembentuk daya hidup ruang terbuka publik maka aktifitasnya semakin baik dan livabilitas dapat ditingkatkan.
5
1.1.3 Persepsi Masyarakat Terhadap Alun-alun Lapangan Puputan Badung Persepsi menurut Atkinson, Rita, dkk (1983) dalam Suryat (2008:31) mengartikan persepsi sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran terhadap stimulus yang diberikan lingkungan. Stimulus tersebut dapat bersumber dari penglihatan, pendengaran, penciuman dan sentuhan, namun yang dominan adalah penglihatan (Bacon, 1992 dalam Carmona, 2010:111). Persepsi termasuk bagaimana memberikan penilaian terhadap suatu objek berdasarkan penerimaan, pemahaman dan pemikiran yang dipengaruhi oleh perasaaan, emosi, keinginan serta nilai-nilai tentang lingkungan, seperti yang diungkapkan oleh Haryadi (2010:30). Persepsi masyarakat terhadap Lapangan Puputan Badung berbeda-beda antara satu dan lainnya karena sifatnya yang subjektif (personal). Lapangan Puputan Badung merupakan salah satu dari ruang terbuka publik yang di desain untuk dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai ruang publik bersama, khususnya untuk aktifitas olahraga, upacara peringatan, upacara keagamaan, rekreasi dan kegiatan sosial lainnya. Keberadaan Lapangan Puputan Badung ini dinilai oleh masyarakat sebagai alun-alun kota yang keberadaannya dilingkupi oleh bangunan pemerintah seperti rumah dinas gubernur, kantor walikota, kantor Kodim IX Udayana, dan beberapa bangunan amenitas wisata seperti Museum Bali serta bangunan sebagai sarana peribadatan umat Hindu yakni Pura Jagadnatha. Keberadaan bangunan pelingkup tersebut sedikit banyak memberi pengaruh terhadap persepsi masyarakat terhadap alun-alun lapangan Puputan, beberapa bangunan dapat menjadi penarik pengunjung seperti Museum Bali dan Pura Jagatnatha, namun dapat pula menjadi pembatas keramaian pengunjung mengingat pada beberapa sisi terdapat sarana bangunan vital pemerintahan berupa rumah dinas gubernur, Kantor Walikota dan Markas Komando Militer VII Udayana. Padahal sebagai salah satu sifat ruang terbuka publik ialah senantiasa aktif dan menunjang kenyamanan pengguna. Kawasan yang pada awalnya dinilai sebagai kawasan dengan nilai historis yang tinggi dan dengan bertujuan untuk memperingati perang Puputan Badung kini dimaknai sebagai kawasan khusus muda-mudi untuk beraktifitas yang jauh
6
dari kesan demokratis (terbuka untuk semua). Sebagian besar pengguna mempersepsikan lingkungannya melalui apa yang dilihatnya. Secara inderawi halhal negatif yang bersumber dari stimulus lingkungan akan menjadi penilaian buruk bagi kawasan. Sebagaimana persepsi itu sendiri merupakan hasil interaksi antara manusia dan lingkungannya. Masalah kebersihan dan penerangan serta faktor keamanan yang kurang memadai dapat mengurangi kenyamanan secara visual. Kecenderungan aktifitas negatif yang tidak terkontrol membuat kelangsungan aktifitas kawasan menurun termasuk image kawasan itu sendiri. Persepsi yang bersumber dari pengalaman, nalar dan budaya individu menanggapi hal tersebut sebagai bagian dari degradasi kawasan yang harus diteliti. Hal-hal yang sifatnya subjektif pengguna perlu dilihat sebagai sumber informasi penting melalui kajian persepsi sehingga terjadi keseimbangan antara pemahaman dari peneliti terhadap hal-hal substansi fisik dan non fisik pengguna terhadap livabilitas.
1.2
Rumusan masalah -
Pentingnya fasilitas pelengkap dalam tata setting fisik salah satunya seating group mampu mengubah aktifitas di dalam kawasan. Kurangnya
fasilitas
diantaranya
tempat
duduk
menyebabkan
pengguna cenderung duduk di tempat yang tidak seharusnya sehingga mengurangi kenyamanan dan mengganggu aktifitas pengguna lainnya yang mengancam keberlangsungan (livabilitas) di Alun-alun lapangan Puputan Badung. -
Fasilitas penerangan yang kurang pada waktu malam yang juga merupakan bagian dari elemen setting fisik cenderung membuka peluang kriminalitas dan mengundang aktifitas negatif sehingga penurunan tingkat keamanan dapat memberi persepsi buruk bagi kawasan.
-
Keadaan lingkungan yang kotor sebagai akibat dari sampah yang berserakkan yang bersumber dari sisa jualan berupa plastik makanan, sampah tusuk sate, kaleng dan botol minuman membahayakan
7
aktifitas bermain khususnya bagi anak-anak, hal ini dapat mengurangi tingkat kenyamanan visual dan kesehatan pengguna yang dapat berdampak pada penurunan livabilitas kawasan. -
Keadaan akses jalan masuk dan penutup lahan (ground cover) kurang mendukung sifat demokratisasi pengguna sebagai salah satu sifat ruang terbuka publik yang baik, ketiadaan fasilitas bagi kalangan difable akan membatasi pengunjung yang datang sehingga masyarakat yang memiliki keterbatasan fisik tidak mampu mengggunakan fasilitas ruang terbuka secara optimal.
-
Aktifitas lapangan Puputan yang didominasi oleh aktifitas olahraga, rekreasi dan hiburan kian terancam oleh aktifitas negatif pada saat malam yang cenderung didominasi oleh kalangan dengan umur tertentu yang mayoritas adalah muda-mudi, sehingga masyarakat mempersepsikan kawasan Lapangan Puputan yang semula sebagai kawasan dengan nilai historis kini semakin bergeser menjadi sarana aktifitas negatif muda-mudi.
1.3
Pertanyaan Penelitian 1
Bagaimana kondisi sistem setting dan livabilitas pada ruang terbuka publik di Lapangan Puputan Badung ?
2
Bagaimana bentuk persepsi pengguna terhadap sistem setting dan persepsi livabilitas di Lapangan Puputan Badung ?
3
Bagaimana hubungan sistem setting dengan livabilitas melalui pendekatan persepsi ?
4
Bagaimana arahan desain yang di sarankan ?
8
1.4
Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui kondisi sistem setting dan livabilitas pada ruang terbuka publik di Lapangan Puputan Badung.
2.
Untuk mengetahui bentuk persepsi pengguna terhadap sistem setting dan persepsi livabilitas di Lapangan Puputan Badung.
3.
Untuk mengetahui hubungan sistem setting dengan livabilitas melalui pendekatan persepsi.
4.
Untuk menghasilkan arahan desain pada ruang terbuka publik di Lapangan Puputan Badung.
1.5
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang bermanfaat secara akademis maupun praktisi : 1.
Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini berguna bagi kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan khusunya mengenai kajian ruang terbuka publik yang dapat digunakan sebagai arahan sekaligus metode dalam kegiatan arsitektur dan urban desain dalam kegiatan perencanaan dan perancangan ruang terbuka publik di kawasan Lapangan Puputan Badung – Bali.
2.
Bagi Pemerintah atau Pengelola Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi perhatian bagi pemerintah atau pengelola untuk meningkatkan pemanfaatan dari fungsi ruang terbuka publik sebagai ruang sosial yang penting bagi publik dan mengoptimalkan aspekaspek yang dianggap perlu.
3.
Bagi Peneliti Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan evaluasi, pertimbangan arahan dalam merencanakan dan mendesain suatu ruang terbuka publik sehingga akan memberi manfaat khususnya pada instansi pemerintah terkait.
9
1.6
Keaslian Penelitian
Penelitian dan tulisan yang mengungkapkan tentang hubungan setting dengan livabilitas ruang terbuka publik dan informasi mengenai kajian-kajian perilaku (behavioristik) khususnya mengenai persepsi pengguna. Tabel 1.1. Tabel Keaslian Penelitian No
Judul Penelitian
Fokus/Metode/Lokasi
Kesimpulan Hasil Penelitian
Penelitian 1.
Bentuk Dan Makna Spasial Konsep Catus Patha di Kota Denpasar. (Kasus: Kawasan Ruang terbuka Puputan Badung Dan Lumintang). I Nyoman Harry Juliarthana. 2012
Tipologi Kawasan Pembentuk Morfologi Kota/ Rasionalistik dan Empirik Kualitatif/ Kota Denpasar
2.
Pengaruh Setting Fisik Terhadap Setting Aktifitas Pada “Kehidupan” Fungsi Kawasan (Kasus : Kawasan Jalan Gadjah Mada, Denpasar Bali). I Made Agus Mahendra. 2010 Optimalisasi livabilitas Ruang Terbuka Publik pada Bantaran Sungai Winongo (kasus: Kampung Bangunrejo Kelurahan Kricak Yogyakarta) Sidhi Pramudito. 2013 Persepsi Visual Sebagai Dasar Penataan Komposisi Papan Reklame Lepas Di Jalan Simpang Empat. Ari Agung Nugroho. 2009
Keterkaitan antara seting fisik dan seting aktifitas/ Deskriptif kualitatif/ Kota Denpasar
Hubungan sistem Setting dengan Livabilitas Ruang Terbuka Publik Dengan Kajian Perilaku Melalui Pendekatan Persepsi Pengguna (Kasus : Lapangan Puputan Badung, Denpasar Bali). I Made Krisna Adhi Dharma. 2013
Hubungan sistem setting dengan Livabilitas Ruang Terbuka Publik/ Kualitatif dan kuantitatif/ Kota Denpasar
3.
4.
5.
Kawasan Puputan Badung dan Lumintang menerapkan konsep cathuspastha secara dinamis dengan mempertimbangkan elemen fisik sekitar, termasuk tata letak alun-alun terhadap fungsi bangunan sekitar tang telah tertuang dalam kosmologi cathuspatha. Terdapat keterkaitan antara setting fisik (fixed elemen) terhadap aktifitas yang terjadi yang mampu memberi pengaruh terhadap konsep “hidup”
Livabilitas ruang terbuka Publik/ Kualitatif dan kuantitatif/ Kota Yogyakarta
Pola pergerakkan dan level tingkat aktifitas menjadi sangat penting untuk meningkatkan nilai livabilitas pada titik-titk kawasan yang dikaji.
Persepsi visual terhadap penatan papan reklame di simpang empat/ Kuantitatif/ Kota Yogyakarta
Persepsi visual digunakan sebagai alat untuk melihat dan menilai penataan visual reklame di simpang empat jalan yang cenderung tidak tertata. Terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara persepsi sistem setting denganpersepsi. Livabilitas di Lapangan Puputan. Terdapat hubungan yang searah artinya apabila aspek sistem seting baik maka dapat membentuk aspek livabilitas yang baik pula.
Sumber: Analisis, 2013
10
Dalam penelitian bentuk dan makna spasial konsep catus patha di Kota Denpasar yang diteliti secara rasionalistik dan empirik kualitatif oleh Harry, (2012), ditemukan bahwa konsep penataan Alun-alun Lapangan Puputan Badung merupakan salah satu elemen tertata berdasarkan konsep catus patha bersama dengan fungsi-fungsi bangunan sekitanya yang saling keterkaitan, termasuk konsep pempatan agung (perempatan jalan besar) yang mengadopsi unsur-unsur kosmologi Hindu. Informasi yang dapat diperoleh dari penelitian ini yakni keberadaan Lapangan Puputan Badung tidak dapat terlepas dari keberadaan bangunan-bangunan disekitarnya yang memiliki fungsi penting yang saling berhubungan sehingga sedikit banyak akan memberi pengaruh terhadap aktifitas di dalam lapangan Puputan. Pada penelitian Pengaruh Setting Fisik Terhadap Setting Aktifitas Pada “Kehidupan” Fungsi Kawasan oleh Mahendra, (2010) ditemukan bahwa konsep hidup yang dalam hal ini diartikan sebagai keberlanjutan aktifitas suatu kawasan (koridor jalan) sangat dipengaruhi oleh keberadaan elemen fixed (fisik) di dalamnya. Semakin baik kualitas elemenelemen fisik termasuk salah satunya adalah street furniture maka akan semakin memiliki fungsi yang berarti bagi pengguna sehingga mampu mengangkat konsep hidup di kawasan yang diteliti. Hal yang bermanfaat bagi penelitian selanjutnya adalah adanya informasi hubungan berbanding lurus antara ketersediaan elemenelemen fisik termasuk aspek-aspek penentu di dalamnya terhadap tingkat kenyamanan yang menunjang keberlangsungan aktifitas. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pramudito, (2013), Optimalisasi livabilitas Ruang Terbuka Publik pada Bantaran Sungai Winongo, ditemukan bahwa untuk mengetahui titik-titik lokasi aktifitas dapat diketahui melalui tingkat level aktifitas melalui software space syntax menjadi pertimbangan penting pada saat mengidentifikasi titik-titik yang memiliki urgentifitas untuk dinaikkan tingkat livabilitasnya sehingga antara satu dan titik yang lain terdapat kesinambungan yang saling menunjang. Persepsi Visual Sebagai Dasar Penataan Komposisi Papan Reklame Lepas Di Jalan Simpang Empat oleh Nugroho, (2009) menggunakan studi persepsi visual sebagai aspek penilaian terhadap penataan reklame di simpang empat jalan, dari penilaian yang dilakukan kepada responden yang memahami tentang studi arsitektural.
11
Sehingga penelitian ini ditemukan arahan penataan reklame yang lebih baik secara visual. Berdasarkan
hasil
penelitian-penelitian
tersebut
didapatkan
suatu
pertimbangan dan informasi penting dalam melakukan penelitian hubungan sistem setting dengan livabilitas ruang terbuka publik dengan kajian perilaku melalui pendekatan persepsi pengguna di Lapangan Puputan Badung – Denpasar. Pada penelitian sebelumnya, belum melakukan penelitian dengan mencari bagaimana hubungan antara sistem setting dan livabilitas dengan kajian perilaku melalui pendekatan persepsi pengguna. Padahal mengingat persepsi pengguna sangat penting karena dapat mengukur tingkat penilaian kualitas livabilitas termasuk dari sisi pengalaman dan respon pengguna yang sifatnya non fisik terhadap keberlangsungan ruang terbuka publik di Kota Denpasar sekaligus menjadi penyeimbang dari sisi peneliti yang akan mengkaji hal-hal aspek fisik sehingga dapat ditemukan suatu hasil penelitian yang berimbang dan lebih objektif.
12
1.7
Pola Pikir Penelitian Latar Belakang
Fokus Penelitian Penelitian difokuskan kepada hubungan sistem setting dengan livabilitas ruang terbuka publik 1 kajian perilaku melalui pendekatan dengan persepsi pengguna
Lokus Penelitian Lokasi penelitian difokuskan kepada Alunalun Lapangan Puputan Badung DenpasarBali beserta sistem setting di dalamnya
Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana kondisi sistem setting dan livabilitas pada ruang terbuka publik di Lapangan Puputan Badung ? 2. Bagaimana bentuk persepsi pengguna terhadap sistem setting dan livabilitas di Lapangan Puputan Badung ? 3. Bagaimana Hubungan sistem settingdengan livabilitas dengan pendekatan persepsi ? 4. Bagaimana arahan desain yang disarankan ?
Tinjauan Pustaka Teori Setting, Teori Livabilitas, Teori Perilaku, Persepsi dan Teori Ruang Terbuka Publik
Pengumpulan Data Identifikasi Karakter setting fisik dan aktifitas pengguna ruang terbuka publik dalam periode waktu tertentu dalam kaitannya terhadap aspek livabilitas
Identifikasi variabel Sistem Setting, Livabilitas Ruang Terbuka Publik dan Persepsi
Sistem Setting (variabel pengaruh) Persepsi (variabel Kontrol)
Analisis Data 1. Analisis kondisisistem setting dan livabilitas Ruang Terbuka Publik di Lapangan Puputan. 2. Analisis persepsi pengguna terhadap sistem setting dan livabilitas. 3. Analisis Hubungan sistem setting dengan livabilitas melalui pendekatan persepsi.
Pembahasan TEMUAN STUDI Livabilitas (variabel terpengaruh)
KESIMPULAN
GUIDELINES Berdasarkan Kesimpulan Penelitian
13