BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengemasan makanan merupakan hal penting untuk melindungi bahan makanan dari kerusakan. Kemasan makanan di masa modern sudah berkembang dengan pesat menuju kemasan praktis yang memudahkan konsumen. Berbagai kemasan yang banyak dijumpai di pasaran antara lain karton, aluminium, kaca (botol), dan plastik. Belakangan ini, hampir semua bahan pengemas makanan terbuat dari plastik. Hal ini disebabkan karena plastik memiliki berbagai keunggulan seperti fleksibel, mudah dibentuk, transparan, tidak mudah pecah dan harganya yang relatif murah. Namun penggunaan plastik sebagai bahan pengemas menghadapi berbagai persoalan lingkungan yaitu sifatnya yang tidak dapat dihancurkan secara alami (nonbiodegradable), sehingga menyebabkan penumpukan sampah yang mencemari lingkungan. Selain masalah lingkungan, aspek keamanan polimer sintesis mulai dipertanyakan, karena dalam keadaan panas terjadi kontaminasi monomer ke dalam makanan (Prasetyaningrum dkk., 2010). Selain itu plastik terbuat dari minyak bumi yang persediaannya semakin menipis dan tidak bisa diperbaharui. Keprihatinan atas pencemaran lingkungan dari bahan kemasan plastik telah menyebabkan penelitian ke dalam film yang dapat dimakan atau biodegradable untuk kemasan bahan pangan. Salah satu jenis kemasan yang bersifat ramah lingkungan adalah kemasan edible (edible packaging).
1
2
Keuntungan dari edible packaging adalah dapat melindungi produk pangan, penampakan asli produk dapat dipertahankan dan dapat langsung dimakan serta aman bagi lingkungan (Kinzel, 1992). Edible packaging meliputi edible coating sebagai pelapis dan edible film yang berbentuk lembaran (Krochta dkk., 1994). Edible coating banyak digunakan untuk pelapis produk daging beku, buah-buahan, sayuran, makanan semi basah, sosis, dan enkapsulasi. Edible film banyak digunakan pada produk kering seperti roti, burger, dan sosis. Penggunaan edible film memperlambat penurunan mutu karena edible film bisa menghambat masuknya uap air, oksigen, dan karbondioksida ke bahan makanan, serta menahan flavor keluar. Edible film merupakan alternatif bahan pengemas yang tidak berdampak pada pencemaran dan kerusakan lingkungan karena terbuat dari bahan tersedia di alam, yang dapat diperbaharui dan harganya murah. Menurut Krochta dkk. (1994) komponen edible film adalah hidrokoloid, lipida, dan komposit. Hidrokoloid yang bisa digunakan adalah polisakarida dan protein. Lipida yang umum digunakan dalam pembuatan edible film adalah lilin alami (beeswax, carnauba wax, parrafin wax), asil gliserol, asam lemak (asam oleat dan asam laurat) serta emulsifier. Komposit adalah campuran antara hidrokoloid dan lipida. Polisakarida yang termasuk antara lain karbohidrat, pati, selulosa, alginat, pektin dan polisakarida lainnya. Karbohidrat dan pati biasa banyak terdapat pada tepung-tepungan. Salah satu alternatif tepung adalah tepung dami nangka yang mengandung karbohidrat dan pati (polisakarida) cukup tinggi dapat digunakan sebagai
3
bahan baku edible film. Tepung dami nangka merupakan tepung yang terbuat dari limbah buah nangka. Tanaman nangka merupakan tanaman yang tersedia melimpah di Indonesia. Pemanfaatan yang banyak dari tanaman nangka adalah buah nangka. Buah nangka terdiri dari daging buah, biji, dan dami (jerami) nangka. Buah nangka selama ini hanya diambil dagingnya, biji dan dami nangka menjadi limbah. Menurut Sugiarti (2003) pengolahan buah nangka menjadi keripik menimbulkan limbah sebanyak 65% sampai 80% dari berat keseluruhan dari buah nangka. Di samping kulit buah dan biji, dami nangka merupakan bagian buah nangka yang sering dibuang atau merupakan limbah. Dami nangka menempati porsi cukup besar yaitu 40% sampai 50% dari total limbah yang dihasilkan. Pada skala industri rumah tangga keripik nangka membutuhkan nangka kurang lebih 100 kg per hari setiap industri. Limbah yang dihasilkan sekitar 65 sampai 80 kg limbah, dan limbah dami nangka sekitar 29 sampai 36 kg per hari per industri. Berdasar fakta ini, limbah dami nangka berpotensi dimanfaatkan sebagai tepung dami nangka untuk memberikan nilai tambah. Tepung dami nangka bisa digunakan untuk membuat berbagai macam olahan makanan seperti cookies, campuran kue, dan dapat digunakan sebagai bahan baku edible film tepung dami nangka. Dewasa ini, tren masyarakat menyukai hal-hal yang praktis, mudah, instan, dan efisien. Salah satunya adalah tren mengonsumsi serbuk sereal, sehingga sering digunakan sebagai sarapan dan penahan lapar yang instan dan cepat. Kemasan primer serbuk sereal hampir semuanya berbahan aluminium
4
foil atau plastik yang tidak ramah lingkungan. Edible film berbahan tepung dami nangka digunakan sebagai bahan kemasan serbuk sereal. Sehingga orang yang akan mengonsumsi serbuk sereal tidak perlu membuka bungkusnya tetapi dapat langsung diseduh. Edible film berbahan tepung dami nangka ini merupakan inovasi baru, sehingga perlu mengetahui bagaimana penerimaan konsumen terhadap inovasi kemasan praktis dan ramah lingkungan ini. Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Pada uji ini panelis mengemukakan tanggapan pribadi yaitu kesan yang berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensoris atau kualitas yang dinilai (Setyaningsih, 2010). Uji ini tidak dapat untuk meramalkan penerimaan dalam pemasaran. Uji penerimaan ini merupakan pengujian organoleptik yang menyangkut penilaian sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenanginya. Uji penerimaan yang sering digunakan adalah uji hedonik. Dalam uji hedonik panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Di samping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Dalam penganalisisan, skala hedonik ditransformasi menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat dilakukan analisis statistik (Kartika dkk., 1988).
5
Dalam penelitian ini menganalisa penerimaan konsumen terhadap edible film tepung dami nangka sebagai bahan kemasan serbuk sereal dan membandingkan dengan kemasan serbuk sereal yang ada. B. Rumusan Masalah Perumusan masalah pokok dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana penerimaan konsumen terhadap edible film tepung dami nangka sebagai bahan kemasan serbuk sereal ? 2. Bagaimana perbandingan penerimaan konsumen terhadap pengemas serbuk sereal dari edible film tepung dami nangka dan kemasan plastik ? C. Batasan Masalah 1. Edible film dalam penelitian ini menggunakan bahan baku tepung dami nangka. 2. Edible film berbahan baku tepung dami nangka untuk bahan kemasan primer serbuk sereal. 3. Atribut mutu edible film yang digunakan adalah bentuk, warna, rasa, tekstur, aroma, dan kekuatan. 4. Analisis penerimaan konsumen terhadap edible film berbahan baku tepung dami nangka sebagai bahan kemasan serbuk sereal. 5. Sampel pembanding yang digunakan adalah serbuk sereal dengan kemasan plastik/ sachet.
6
D. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi penerimaan konsumen terhadap edible film berbahan dasar tepung dami nangka sebagai bahan kemasan serbuk sereal. 2. Mengidentifikasi perbandingan penerimaan konsumen terhadap pengemas serbuk sereal dari edible film tepung dami nangka dan kemasan plastik. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk : 1. Memberikan referensi dan informasi bagi pengembangan kemasan edible film tepung dami nangka serta memberikan gambaran penerimaan edible film tepung dami nangka sebagai pengemas serbuk sereal. 2. Sebagai salah satu alternatif solusi untuk mengurangi sampah plastik dengan mengganti dengan bahan kemasan edible film yang ramah lingkungan.