MAKANAN KEMASAN : PROSES DAN PERMASALAHAN YANG DITIMBULKAN Oleh: Nila Handayani Abstrak
Teknologi pengemasan makanan telah berkembang sedemikian pesat seiring dengan kecenderungan masyarakat dalam memenuhi selera gaya hidup dan kebutuhannya. Disadari atau tidak, sedemikian variatifnya makanan kemasan yang tersaji di pasaran temyata dalam proses produksinya membutuhkan tingkat kecermaian yang tinggi agar produk komersial tersebut layak dikonsumsi. Dan temyata pula bahu« sisa bahan kemasan karma bersifat non biodegradable dapat membalUlyakan lingkungan kalau tidak diproses melalui daur ulang. Tulisan ini bertujuan membahas makanan kemasan baik dati berbngai faktor terkait dalam proses produksi maupun kemungkinan balraya yang diiimbulkan. Kala Kuncl : Makanan, Kemasan, Proses.
A. Pendahuluan Uraian pada bagian pendahuluan ini mendeskripsikan aspek historis proses pengemasan makanan yang dimulai di perancis sekitar abad ke 18, yang diharapkan dapat memberikan gambaran kepada kita semua bahwa pada dasamya industry pengolahan makanan dalam kemasan telah berlangsung sangat lama akan tetapi pada saat ini masih banyak juga dijumpai permasalahan di seputar keamanan makanan kemasan tersebut, seperti rusaknya kadar gizi, ketahanan makanan yang terkadang tidak sesuai dengan petunjuk dalam kemasan dan masalah Iainnya. Ketika Nicholas Appert pertama kali membuka pabrik makanan dalam kaleng yang disterilkan, seolah olah industry pangan telah
167
168 melangkahkan kakinya jauh ke depan. Appert telah memulai percobaan-percobaannya sejak tahun 1795 dan barn membuahkan hasil 9 tahun kemudian. Berbagai ilmuwan saat itu mencoba menjelaskan mengapa makanan yang dipanaskan dapat menjadi awet, fenomena yang kini dapat diketahui dengan mudah sebab - sebabnya oleh anak _ anak lulusan sekolah dasar, temyata pada saat itu menjadi perdebatan ilmuwan tingkat dunia. [osep Louis Gay-Lussac ilmuwan dunia saat itu memberikan penjelsan bahwa yang menyebabkan terjadinya kerusakan makanan adalah oksigen. Dengan pemanasan, oksigen terusir keluar bersama uap air, sehingga makanan menjadi awet, penjelasan tersebut kemudian temyata salah besar. Pada tahun 1861 Louis Pasteur memberikan penjelasan yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan bahkan sampai pada saar ini. Menurut Pasteur, pengemasan makanan akan membunuh mikroba dan penutupan botol secara rapat dapat mencegah mikroba masuk ke dalam makanan. Ternyata, keberhasilan Louis Pasteur dalam menalarkan masalah tersebut membawa kepada penemuan baru yang berkembang menjadi suatu teknik pengawetan yang disebut pasteurisasi. Teknik tersebut melibatkan suhu yang lebih rendah daripada suhu sterilisasi Appert sehingga makanan yang diawetkan dengan Pasteurisasi memiliki rasa lebih enak dan cara Appert. Pada perkembangan berikutnya industry pengalengan makanan berkembang sedemikian cepat di daratan Eropa dan Amerika Serikat dengan menerapkembangkan penemuan Appert dalam hal pengalengan dan proses sterilisasi dari Pasteur untuk mendapatkan produk sterilisasi dari Pasteur untuk mendapatkan priduk sterilisasi makanan komersial yang aman, efisien dan ekonomis. Makanan kaleng pada saat ini sudah menjadi bagian hidup keluarga di seluruh dunia. Proses pengalengan atau canning yang saat ini lebih dikenal dengan proses sterilisasi komersial makanan, tidak hanya mencakup makanan dalam kaleng, tetapi juga meliputi makanan yang dikemas dalam botol dan dalam plastic berlaminasi yang disebut retort pouch (Winamo, 1994).
169
n
a 1 1
1
r t
t 3
1
1
I
T
'
, t 1 1 I
t
I I
i
,,
B. Pengemasan Makanan Dalam industri pengolahan makanan, pengemasan merupakan muara akhir dari serangkaian proses produksi yang tidak hanya bertujuan untuk mengawetkan produk makanan tersebut, tetapi juga untuk keperluan pendistribusian. Berbagai teknik pengemasan telah berkembang pesat pada saat ini, seperti kemasan dengan variasi atmosfir, kemasan aseptik, kemasan transportasi dengan suhu rendah dan sebagainya. Dalam bahasa sederhana pengemasan makanan pada dasamya merupakan sebuah upaya untuk memberikan semacam wadah bagi makanan tertentu yang telah ditentukan jumlahnya secara rapi, kuat dan mampu melindungi isi didalamnya dari berbagai kerusakan. Sudarmaji (1993) mendefenisikan kemasan sebagai : (a) sebuah seni, ilmu dan teknologi dalam penyiapan bahan untuk pengangkutan dan penjualan, (b) sebuah usaha untuk memastikan pengangkutan produk yang aman sampai ke konsumen, dan (c) upaya melindungi bahan yang dijual, dan harus menjual apa yang dilindungi. Secara umum tujuan pengemasan adalah melindungi produk makanan agar tidak rusak, dan untuk kepentingan sebuah proses produksi yang berorientasi komersial, maka tujuan tersebut bertambah dengan mempertimbangkan faktor kemudahan penyimpanan, distribusi, pemakaian dan garansi kepada konsumen. Buckle (1978) menjelaskan fungsi pengemasan makanan sebagai berikut : (a) Mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroba pembusuk, ataupun kontaminator lain, seperti udara, debu, dan lain - lain, terhadap makanan yang telah dikemas yang terlebih dahulu telah dibersihkan. (b) Menjamin keberlangsungan proses pengemasan (handling, pengisian, penutupan, processing) secara lancer, efektif dan ekonomis. (c) Memenuhi kepentingan konsumen, seperti kemudahan menutup dan membuka kemasan, dan factor lain seperti transportasi, dan penyimpanan. Hal tersebut berkaitan dengan perencanaan bentuk, ukuran dan berat setiap unit kemasan.
170 (d) Sebagai media informasi yang memuat identifikasi produsen dan produk, petunjuk pemakaian, kode produksi, batas waktu pemakaian, dan sebagai media advertensi. Sejalan dengan uraian di atas, menurut Amrin (1999) sebuah proses pengemasan makanan pada hakekatnya mempunyai beberapa nilai tambah, yaitu bersifat melindungi, baik tampilan fisik, aroma, kandungan gizi dan teksturnya, Yang kedua adalah menciptakan daya tarik sehingga konsumen tergerak membeli dan nilai tambah berupa kepraktisan dan kemudahan. C. Bahan Kemasan Menurut Winarno (1994), pada dasamya bahan kernasan makanan sebagai sebuah produk komersial terdiri dati tiga jenis, yaitu kaleng, plastic, dan gelas, a) Bahan Kemasan Kaleng
Bahan kemasan kaleng dibuat dari bahan Electrolyte Tin Plate (ETP), Tin Free Steel (TFS) dan Aluminium. Spesifikasi kaleng ditentukan oleh dua kebutuhan, yaitu kekuatan wadah dan daya simpan yang dimiliki produk dalam kaleng. Kebutuhan akan kekuatan kaleng perlu disesuaikan dengan beberapa hal yaitu keceplltan jalur pengolahan, keadaan dan kondisi alat penutup kaleng, atrnosfir, aliran uap air, kevakuman yang banyak mempengaruhi pendinginan dengan tekanan, serta cara penanganan pasca proses (tinggi tumpukan dan jenis karton). Sedangkan kebutuhan terhadap daya simpan isi kaleng ditentukan oleh daya korosif produk, lapisan timah putih atau tin free steel, sifat basic steelnya, plate surface treatment dan jenis organic coating. Kemasan kaleng baik bagian luar maupun daIam harus memenuhi beberapa persyaratan daya taha korosi. Korosi oleh suatu produk disebabkan adanya hubungan atau kontak langsung antara produk dan permukaan kaleng serta cara pengalengan. Berdasarkan kepekaan terhadap korosi, jenis produk yang akan dikalenglwl dapat .dikelompokkan menjadi tiga kelas, yaitu : (a) sangat korosif, contohnya: red fruits cherries, raspberries, (b) medium korosif, contohnya apel,
171
1 I
jeruk sayuran, daging, ikan, (c) sedikit korosif, contohnya : susu, produk tepung, bit, dan non makanan. Keadaan korosif dapat disebabkan oleh dua factor utama, yaitu detinning, berupa terkelupasnya atau hilangnya lapisan timah putih sehingga terjadi evolusi hydrogen dan kebocoran atau perforasi, serta terjadinya reaksi kimia antara produk dengan bahan kaleng. Berdasarkan teknik penyambungan sisi badan kaleng, maka dikenal dua jenis kaleng yaitu soldered can yang dikerjakan dengan cara menyolder dan welded can yang dikerjakannya dengan cara dilas. Kedua teknik tersebut dipergunakan untuk rnenghasilkan jenis kaleng yang disebut dengan three piece can bodies, yaitu kaleng yang memiliki badan dan dua tutup. [enis kaleng yang termasuk dalam kategori three piece can bodies adalah : (a) soldered, non beaded body, (b) soldered body with 2 beads, (c) ripple beaded body, welded side seam, (d) body necked in on both ends, welded side seam, (f) vent hole can, side seam, bottom and top ends, and vent holeare soldered, dan (g) 3 piece sardine can with capped on end and wind open tab. Tahap - tahap pembentukan kaleng :
D
F
Gambar 1. Tahap Pembentukan Kaleng
172 A. Lembaran badan kaleng dengan sudut bercelah. B. Lembaran badan kaleng berkait. C. Pembentukan silinder D. Kaitan didatarkan, dilas bagian luar dan dalam E. Strip bagian luar F. Pembentukan bodyhook (flanging) G. Modellipatan sambungan
Tahap - tahap pembentukan kaleng
bl\ja
..~I .
lakur timah J.ro',illm \
/ I\
,,
..' enamel
.'
.... ...", ~
••
.:• ~,'
..~
, .'
s ambunq an ganda
~.
~ocr"
,}
.....
'.
.
'~--
....
Gambar 2. Tahap Pembentukan Kaleng
173 Pembuatan kaleng Dua Lembar (Two piece-cans) Kaleng DWI (Draw and Wall Iron)
I
Urutan proses pembuatan kaleng DWI dapat dilihat pada Gambar 6.5, dan dapat dijelaskan sebagai berikut : • Bahan pembuat kaleng adalah plat timah dan aluminium dengan ketebalan masingmasing 0.3 dan 0.42 mm. • Sekeliling lembaran ditekan ke dalam berbentuk mangkuk atau lekukan untuk memperoleh lekukan yang dangkal. • Lekukan dilewatkan berturut-turut pada lingkaran logam (annular rings) untuk mengurangi ketebalan dinding lekukan sampai kirakira 1/3 dati ketebalan awal dan tingginya tiga kali tinggi semula. Proses ini disebut dengan Wall Ironed. • Setelah bentuk dasar terbentuk, maka kaleng dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan. • Penutupan dengan cara double seaming setelah pengisian. Sistem pelapisan bagian dalam dilakukan dengan cara spray dan oven. [enis enamel yang digunakan tergantung dari bahan pembuat kaleng dan produk yang akan dikemas, dan biasanya berupa epoksi fenolik, epoksiamin dan senyawa-senyawa vinil. Modifikasi dari proses DWI dapat dilakukan dengan cara : • Memperkecil ukuran diameter dari leher kaleng yang dapat memperbaiki penampilan dan kekuatan kaleng untuk ditumpuk, serta menghemat penggunaan logam. • Ring-pull-tabs atau full-aperture untuk memudahkan membuka kaleng. • Disain cetakan dengan menggunakan komputer dan penggunaan tinta yang tahan terhadap abrasi, yang memungkinkan badan kaleng dicetak sebelum dibentuk. Tinta kemudian ditarik dengan logam selama proses DWI untuk menghasilkam disain yang diinginkan pada produk akhir.
••
J;
'
..
'
174
4
1
CJ 3
•
4
.5
6
7
1
•
2
3
5
Gambar 3. Urutan gambar proses pembuatan kaleng lembar ganda tipe DWI
Kaleng DRD (Draw and Re-Draw) b) Bahan Kemasan Gelas Bahan gelas dikenal dengan nama botol - botol kosong secara fisik dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu leher (finish), badan (body), dan dasar (bottom) seperti gambar di bawah.
175
II
4
III
~
131
•
21
141
I 51
•
•
DIAMETER LEBAR
~
•
~
::I
II:
lil Gl 0:{
oJ
<--
191
• • • •. •, •,
,
,
• , • • •
'"
( 61
• J
•
I BI -
Gambar 4. Bagian - bagian Dasar KemasanKaleng
I
1. Penutup / tutup (finish) 2. Leher (neck) 3. Bahu (shoulder) 4. Batas pegas bagian atas (Top spring line) 5. Badan (side wall) 6. Batas pegas bagian bawah (bottom spring line) 7. Dasar 8. Tumit (hell) 9. Stippling
I 71
176 Makanan yang dikemas dalam gelas dapat dirusak oleh sinar. Sinar yang masuk menembus gelas juga dapat melenturkan warna produk. Akibat reaksi fotokimia terjadi kerusakan cita rasa yang disebut light - strict oil flavor, penyimpangan rasa pada bir yang disebut skunky flavor, serta turunnya beberapa kandungan zat gizi akibat reaksi yang terkatalis oleh sinar. Meskipun kemasan gelas bersifat inert, tidak demikian halnya dengan tutupnya, yang sering mendatangkan banyak masalah. Pada prinsipnya, tutup botol harus mampu menutup rapat botol secara baik serta mencegah terjadinya produk tumpah keluar. Makanan yang bersifat asam akan bereaksi dengan tutup botol, sama seperti halnya bila makanana asam bereaksi dengan dinding kaleng. Masalah ini akan sedikit teratasi bila produk banyak mengandung minyak dan lemak, karena pelarut minyak tersebut mencegah reaksi dengan senyawa yang berasal dari bahan karet. Masalah lain yang sering timbul dari kemasan botol adalah pecahnya botol. Berdasarkan jenis bentuk pecahan botol maka terdapat tiga kategori, yaitu pecah karena benturan, pecah akibat tekanan dalam dan pecah thermal shock c) Kemasan Plastik Kemasan plastic mulai diperkenalkan sejak tahu 1900-an. Bahan kemasan plastic dibuat dan disusun melalui proses yang disebut polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun sambung menyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. Kemasan plastic mempunyai beberapa keunggulan yaitu sifatnya kuat tetapi ringan, inert, tidak karatan, dan bersifat thermoplastic (heat seal) serta dapat diberi warna. Kelemahan bahan kemasan ini adalah adanya sifat - sifat monomer dan molekul kecillain yang terkandung dalam plastic yang dapat melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas.
177
...... _... -
.•-
'- - -
....
Gambar 5. ]enis - ]enis Kernasan Plastik 1. PETE/PET (Polyethylene Terephthalate) Tanda ini biasanya tertera logo daur ulang dengan angka 1 di tengahnya serta tulisan PETE atau PET (Polyethylene Terephthalate) di bawah segitiga. Biasa dipakai untuk botol plastik berwarna jernih, tembus pandang/ transparan seperti botol air mineral, botol minuman, botol jus, botol minyak goreng, botol kecap, botol sambal, dan hampir semua botol minurnan lainnya. Untuk pertekstilan, PET digunakan untuk bahan serat sintetis atau lebih dikenal dengan polyester PETE/PET direkomendasikan HANYA UNTUK SEKALI PAKAI. Penggunaan berulang kali terutama pada kondisi panas dapat menyebabkan melelehnya lapisan polimer dan keluarnya zat karsinogenik dari bahan plastik tersebut, sehingga dapat menyebabkan kanker untuk penggunaan jangka panjang. 2. HOPE (High Density Polyethylene) Pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur ulang dengan angka 2 ditengahnya, serta tulisan HOPE (high density polyethylene) di bawah segitiga. ]enis ini memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. HOPE biasa dipakai untuk botol kosmestik, botol obat, botol minuman, botol susu yang berwama putih susu, tupperware, galon air minum, kursi lipat, dan jerigen pelumas dan lain-lain. Walaupun demikian sarna seperti PET, HOPE juga direkomendasikan HANYA UNTUK SEKALI PEAKAIAN, karena
178 pelepasan senyawa antimoni trioksida terus meningkat semng waktu. Bahan HOPE bila ditekan tidak kembali ke bentuk semula. 3. PVC (Polyvinyl Chloride) Tertulis (terkadang berwarna merah) dengan angka 3 di tengahnya, serta tulisan V di bawah segitiga. V itu berarti PVC (polyvinyl chloride), yaitu jenis plastik yang paling sulit didaur ulang. [enis plastik PVC ini bisa ditemukan pada plastik pembungkus (cling wrap), untuk mainan, selang, pipa bangunan, taplak meja plastik, botol kecap, botol sambal, botol sampo dll. PVC mengandung OEHA yang berbahaya bagi kesehatan. Makanan yang dikernas dengan plastik berbahan dapat terkontaminasi karena OEHA lumer pada suhu -15oC. Reaksi yang terjadi antara PVC dengan makanan yang dikemas dengan plastik ini berpotensi berbahaya untuk ginjal, hati dan berat badan. 4. LOPE (Low Density Polyethylene) Logo daur ulang dengan angka 4 di tengahnya, serta tulisan LDPE di bawah segitiga. LOPE (low density polyethylene), yaitu plastik tipe cokelat (thermoplastic/ dibuat dati minyak bumi). LDPE banyak dipakai untuk tutup plastik, kantong/tas kresek dan plastik tipis lainnya. Sifat mekanis jenis LOPE ini adalah kuat, tembus pandang, Fleksibel dan permukaan agak berlemak, pada suhu 60 derajat sangat resisten terhadap reaksi kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, dapat didaur ulang serta baik untuk barangbarang yang memerlukan fleksibelitas tapi kuat. Walaupun baik untuk tempat makanan, barang berbahan LOPE ini sulit dihancurkan. Selain itu pada suhu di bawah 600C sangat resisten terhadap senyawa kimia. Barang berbahan LOPE ini sulit dihancurkan, tetapi tetap baik untuk tempat makanan karena sulit bereaksi secara kimiawi dengan makanan yang dikemas dengan bahan ini. 5. PP (Polypropylene) Tertera logo daur ulang dengan angka 5 di tengahnya, serta tulisan PP di bawah segitiga. Karakteristik adalah biasa botol transparan yang tidak jernih atau berawan, [enis ini adalah pilihan bahan
179 plastik terbaik, terutama untuk tempat makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan, tutup botol, cup plastik, mainan anak, botol minum dan terpenting botol minum untuk bayi. Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Bahan yang terbuat dari PP hila ditekan akan kembali ke bentuk semula. Carilah dengan kode angka 5 bila membeli barang berbahan plastik untuk menyimpan kemasan berbagai makanan dan minuman. 6. PS (Polystyrene) Tertera logo daur ulang dengan angka 6 di tengahnya, serta tulisan PS di bawah segitiga. Biasanya dipakai sebagai bahan tempat makan styrofoam, tempat minum sekali pakai seperti sendok, garpu gelas, dan lain-lain. Polystyrene merupakan polimer aromatik yang dapat mengeluarkan bahan styrene ke dalam makanan ketika makanan tersebut bersentuhan. Bahan ini harus dihindari, karena selain berbahaya untuk kesehatan otak, mengganggu hormon estrogen pada wanita yang berakibat pada masalah reproduksi, dan pertumbuhan dan sistem syaraf, selain itu bahan ini sulit didaur ulang. Pun bila didaur ulang, bahan ini memerlukan proses yang sangat panjang dan lama. Bahan ini dapat dikenali dengan kode angka 6, namun bila tidak tertera kode angka tersebut pada kemasan plastik, bahan ini dapat dikenali dengan cara dibakar (cara terakhir dan sebaiknya dihindari). Ketika dibakar, bahan ini akan mengeluarkan api berwarna kuning-jingga, dan meninggalkan jelaga.Banyak negara bagian di Amerika sudah melarang pemakaian tempat makanan berbahan styrofoam termasuk negara China.
180 7. OTHER Tertera logo daur ulang dengan angka 7 di tengahnya, serta tulisan OTHER di bawah segitiga. Untuk jenis plastik 7 Other ini terdapat 4 macam, yaitu : SAN (styrene acrylonitrile), ABS (acrylonitrile butadiene styrene), PC (polycarbonate), dan Nylon. SAN dan ABS memiliki resistensi yang tinggi terhadap reaksi kimia dan suhu, kekuatan, kekakuan, dan tingkat kekerasan yang telah ditingkatkan sehingga merupakan salah satu bahan plastik yang sangat baik untuk digunakan dalam kemasan makanan ataupun minuman. Biasanya terdapat pada mangkuk mixer, pembungkus termos, piring, alat makan, penyaring kopi, dan sikat gigi, sedangkan ABS biasanya digunakan sebagai bahan mainan lego dan pipa. PC atau Polycarbonate dapat ditemukan pada botol susu bayi, gelas anak batita (sippy cup), botol minum poIikarbonat, dan kaleng kemasan makanan dan minuman, termasuk kaleng susu formula. Dapat mengeluarkan bahan utamanya yaitu Bisphenol-A ke dalam makanan dan minuman yang berbahaya bagi kesehatan sehingga dianjurkan untuk tidak digunakan sebagai tempat makanan ataupun minuman. Ironisnya banyak botol susu yang terbuat dari PC dan sangat mungkin mengalami proses pemanasan untuk tujuan sterilisasi dengan cara merebus, dipanaskan dengan microwave, atau dituangi air mendidih atau air panas.
d) SteriIisasiKomersial Menurut Winamo (1994) keamanan dan stabiIitas makanan dalam kaleng secara teknis sangat tergantung pada dua faktor utama, yaitu efisiensi penutupan kaleng sehingga menghasilkan penutupan yang hermetic, dan seberapa jauh efisiensi proses sterilisasi panas dalam menginaktifkan mikroba yang menjadi penyebab potensial kebusukan makanan dalam kaleng. Efisiensi proses sterilisasi panas bertujuan untuk menghasilkan makanan kaleng yang berada dalam kondisi steril komersiaI.
181 Berbeda dengan sterilisasi total, dalam sterilisasi komersial masih terdapat beberapa rnikroba yang bertahan hidup setelah diberikan perlakuan panas. Hanya saja sebagai akibat kondisi dalam kaleng selama penyimpanan, maka mikroba tersebut tidak mampu tumbuh dan berkembang biak,sehingga makanan dalam kaleng terhindar dari pembusukan. Pada saat ini perkembangan teknologi pengemasan sudah berkembang sedemikian pesat, sehingga makanan yang dikemas tetap dapat dipertahankan nilai gizi, tekstur dan cita rasanya. Proses yang banyak diterapkankembangkan adalah melalui proses thermal, yang secara konseptual proses dasarnya diambil dari ilmu thermobakteriologi, dengan memanfaatkan kaudah perambatan dan penetrasi panas serta sifat daya tahan panas mikroba khususnya yang berbentuk spora. e) Masalah yang di timbulkan dari Pengemasan Efek samping dari berkembang pesatnya teknologi pengemasan dengan pemanfaatan berbagai bahan kemasan adalah adanya pengemasan atau bahan sisa. Dampak yang langsung dikhawatirkan mengganggu lingkungan adalah bahwa sebagian bahan kemasan bersifat non-biodegrable. Alternative solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan suatu proses daur ulang. Tujuannya adalah bahwa dengan proses daur ulang tersebut sampah yang non - biodegrable tersebut dapat diolah kembali menjadi bahan pengemas baru atau diolah menjadi produk non pengemas. Dari faktor sosial budaya, kecenderungan masayarakat untuk mengkonsumsi makanan kaleng / yang dikemas secara komersial bila dicermati juga menimbulkan pengaruh pada life style masyarakat pada kelas ekonorni tertentu, terutama rnenengah ke atas. Hanya patut dicermati, dikarenakan kecenderungan terhadap permintaan terhadap makanan kemasan tersebut semakin meningkat, maka pihak produsen terkadang mengabaikan aspek kearnanan yang dikemas dengan hanya menampilkan segi estetika kemasan.
182 Proses pengemasan makanan juga membuka peluang ekonomi biaya tinggi, karena sangat mungkin makanan yang telah dikemas mengalami kenaikan harga cukup signifikan, yang diakibatkan mahalnya bahan dan biaya pengemasan yang bias mencapai sekitar 50 persen (Femina, 1992). Pengkonsumsian makanan yang telah dikemas juga harus memperhatikan beberapa bahaya yang dapat ditimbulkan dari makanan kemasan tersebut. Kasus yang sering muncul adalah ketidak hati - hatian konsumen dalam membaca batas waktu kadaluarsa yang tertera pada kemasan. Bahaya atau ketidakamanan makanan yang bermula dari bahan kemasan antara lain disebabkan oleh beberapa faktor seperti : Tercemarnya bahan kemasan oleh insektisida atau peptisida atau bahan kimia lain Terinfeksinya bahan kemasan oleh mikroba pathogen Kurang memadainya daya proteksi bahan pengemasan. Pewama kemasan yang kualitasnya kurang baik sehingga dapat merembes ke dalam makanan yang dikemasnya dan Kualitas yang rendah dari bahan kemasan yang dipergunakan, atau bahkan tidak direkomendasikan oleh instansi terkait yang berwenang. Pengkonsumsian makanan yang telah dikemas secara komersial dengan mengabaikan kondis - kondisi di atas akan berakibat pada kesehatan bila terkonsumsi secara terns menerus (akumulatif).
f) Penutup Berkembangnya teknologi pengemasan makana sebagai akibat tuntutan konsumen dalam memenuhi sebagian hajat pemenuhan gaya hidupnya dicermati juga meroberikan pengaruh negative berkaitan dengan kualitas keamanan yang dikemas terhadap kesehatan tubuh, dan juga terhadap lingkungan sebagai akibat adanya sampah atau sisa bahan kemasan yang non biodegradable. Meskipun telah berdiri Yayasan Lembaga Konsumen dan adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen, namun pada
183 kebanyakan kasuus bila terjadi gangguan kesehatan ataupun rusaknya lingkungan akibat makanan kemasan, posisi konsumen masih saja tetap terpinggirkan eenderung terabaikan. Masih terjadinya kasus keraeunan makanan kemasan, atau hal hal lain yang diakibatkan pengkonsumsian makanan kemasan sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah melalui instansi terkait yang berwenang di bidang pengawasan makanan agar lebih ketat mengawasi kualitas makanan kemasan sebagai sebuah produk komersial, dan terpenting adalah kesadaran konsumen terhadap perilaku konsumtifnya dalam mengkonsumsi makanan kemasan yang aman. Informasi yang berkesinambungan tentang makanan kemasan yang layak dikonsumsi akan dapat membantu meningkatkan kemampuan selektif konsumen dalam membeli dan mengkonsumsi makanan kemasan.
I
Daftar Pustaka
!
Femina (No.4 lXX, [anuari 1992). Kantung Plastik Berguna Tapi Menjadi Masalah. Jakarta F.G. Winamo. (1994). Sterilisasi Komersial Produk Pangan. Jakarta: PT. Gramedia Slamet Sudarmaji. (1993). Pengantar Pengemasan Bahan Makanan. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM. Totok Amrin. (1999). Mengemas Camilan Untuk Wiraswasta. Yogyakarta :
Kanisius. oew.usu.ac.idjcoursej j thp_407_handouCkemasan_logam.pdf ocw.usu.ac.idjcoursej j thp_407_handout_kemasan_gelas.pdf
SEKILAS TENTANG PENULIS 1. Drs. Soiman, MA Dosen Fakultas Dakwah IAIN-SU
2. Bambang Hendra Siswoyo, S.Pi, M.Si & Dedy Arief Dosen Universitas Dharmawangsa 3. H. ErwinHarahap, ST, M.Si Dosen Universitas Dharmawangsa 4. Rubino, M.Ag Dosen Fakultas Dakwah lAIN-SU 5. Dra. Rusni, MA Dosen Fisipo1 USU 6. Ir. Drs. Fato1osa Te1aoembanoea, M.CE Dosen Kopertis Wilayah-I Dpk AMI Medan 7. Muaz Tanjung, MA Dosen Faku1tas Dakwah lAIN-SU 8. Sri Istiawati, SH, MH - Dosen Kopertis Wilayah-I Dpk Univ. Amir Hamzah 9. Yusri, SE, M.Si - Dosen Faku1tas Ekonomi Universitas Abu1yatama Aceh 10. Dra. Nila Handayani, M.Pd
Dosen Universitas Negeri Medan
184
PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL MAJALAH ILMIAH WARTA DHARMAWANGSA UNIVERSITAS DHARMAWANGSA
!
I I I
1. Karya ilmiah yang ditulis dalam bentuk : 1.1. Karya ilmiah hasil penelitian Sistimatika penulisan: - Judul - Abstraksi dan disertai dengan kata kunci - Pendahuluan - Materi dan metode - Hasil pembahasan - Kesimpulan atau ringkasan - Daftar pus taka - Sekilas tentang penulis 1.2. Karya ilmiah konseptual (non penelitian). Sistimatika penulisan : - [udul - Abstraksi dan disertai dengan kata kunci - Pendahuluan - Bagian inti atau permasalahan - Kesimpulan atau ringkasan - Daftar pustaka - Sekilas tentang penulis
2. Bahasa artikel bersifat menggunakan : Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Bahasa Arab
ilmiah
185
dapat
disampaikan
dengan
186 3. Spesifikasi penulisan sebagai berikut : Ukurankertas kwarto Ketikan 2 spasi - [umlah halaman minimallS halaman Tulisan yang memuat gambar/skema, memakai ukuran kertas/ paper size: 6,5 x 8,5. - Sofware : Microsoft Word File artikel di copy ke dalam CD - R dan print out. 4. Alamat pengiriman artikel : Redaksi Majalah IlmiahWarta Dharmawangsa Universitas Dharmawangsa Jin. K.L.Yos Sudarso No 224 Medan Telp. 061- 6613783 Fax. 061, 6615190. http://www.dharmawangsa.ac.id E-mail:
[email protected]