BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang menjadi lumbung trafficking. Indonesia secara tidak langsung memiliki beberapa peran dalam trafficking antara lain sebagai negara asal, perantara, dan tujuan. Korban trafficking beragam mulai dari anak-anak, gadis belia, wanita dewasa, dan pria yang diperdagangkan untuk eksploitasi seks dan kerja paksa. Jumlah korban trafficking dari Indonesia paling banyak berasal dari Jawa, Kalimantan Barat, Lampung, Sumatera Utara, Banten, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara. Fakta tersebut menimbulkan keraguan akan kinerja pemerintah dalam menangani segala tindakan yang berindikasi trafficking. Terlebih lagi selama ini korban trafficking dari Indonesia adalah para imigran internasional atau lebih tepat TKI. TKI yang merupakan pahlawan devisa juga merupakan cerminan derita bangsa. Pengertian trafficking menurut Protokol PBB adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk tekanan lain, pemaksaan, penculikan, pemalsuan, penipuan, pencurangan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan ataupun penerimaan/pemberian bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut untuk dieksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau
Universitas Sumatera Utara
praktek-praktek yang menyerupai, adopsi ilegal atau pengambilan organ-organ tubuh. Dari definisi tersebut sebenarnya sudah sangat jelas untuk membedakan dan mengidentifikasi segala bentuk tindakan yang mengarah kepada tindak pidana perdagangan orang. Namun, definisi tersebut terkesan sia-sia karena sebagian besar masyarakat yang menjadi korban bukan disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat akan pekerjaan apa yang akan dilakukannya nanti, melainkan dikarenakan kondisi ekonomi yang dialaminya. Buruknya sistem ekonomi lokal membuat masyarakat sulit untuk bersaing, memaksa masyarakat mencari pekerjaan ke luar negeri atau bahkan melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Hal ini diperburuk oleh dampak globalisasi yang tidak dapat dihindari bangsa Indonesia. Faktor kemiskinan cenderung dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan bisnis, di mana korban diperjualbelikan bagaikan barang yang tidak berharga melalui tipu muslihat. 4 Sulitnya perekonomian membuat masyarakat terjebak dalam lilitan hutang, kondisi inilah yang memaksa masyarakat terjebak dalam praktek trafficking yang berupa tindakan menyewakan tenaga anggota keluarga untuk melunasi pinjaman. Orang yang ditempatkan sebagai buruh karena jeratan hutang rentan terhadap perbudakan. Hingga saat ini dalam hubungan stuktural sosial kemasyarakatan, perempuan dan anak-anak sering ditempatkan pada posisi marginal yang terabaikan. Konsekuensinya, perempuan seringkali dianggap sebagai objek dan barang yang dapat diperjualbelikan. 4
Chairul Bariah Mozasa, Aturan-Aturan Hukum Trafiking (Perdagangan Perempuan dan Anak), USU Press, Medan, 2005, hal 3.
Universitas Sumatera Utara
Perdagangan orang sebenarnya sudah terjadi sejak lama, bukti tertulis tertua yang ditemukan menunjukkan bahwa praktek ini sudah berlangsung sejak abad VI di wilayah Romawi. 5 Di Indonesia sendiri sudah terjadi sejak zaman rajaraja Jawa dahulu, perempuan merupakan bagian pelengkap dari sistem pemerintahan feodal. Pada masa itu, konsep kekuasaan seorang raja digambarkan sebagai yang agung dan mulia. Raja mempunyai kekuasan penuh, antara lain tercermin dari banyaknya selir yang dimilikinya. Beberapa orang dari selir tersebut adalah putri bangsawan yang diserahkan kepada raja sebagai tanda kesetiaan, sebagian lagi persembahan dari kerajaan lain, tetapi ada juga yang berasal dari lingkungan kelas bawah yang dijual atau diserahkan oleh keluarganya dengan maksud agar keluarga tersebut mempunyai keterkaitan langsung dengan keluarga istana. 6 Sistem feodal ini belum menunjukkan keberadaan suatu industri seks tetapi telah membentuk landasan dengan meletakkan perempuan sebagai barang dagangan. Pada masa penjajahan Belanda, industri seks menjadi lebih terorganisir dan berkembang pesat yaitu untuk memenuhi kebutuhan pemuasan seks masyarakat Eropa seperti serdadu, pedagang dan para utusan yang pada umumnya adalah bujangan. Pada masa pendudukan Jepang (1941-1945), komersialisasi seks terus berkembang. Selain memaksa perempuan pribumi dan perempuan Belanda
5
Komnas Perempuan, Laporan Pelapor Khusus PBB Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan, Perdagangan Perempuan, Migrasi Perempuan dan Kekerasan Terhadap Perempuan: Penyebab dan Akibatnya, 29 februari 2000 (http://www.komnasperempuan.or.id/wp-content/uploads/2008/12/buku-komnas-perempuan-seridokumen-kunci-3.pdf) Diakses 23 Februari 2010, pukul 14.50 WIB. 6
M. Zaelani Tammaka, Menuju Jurnalisme Berperikemanusiaan Kasus Trafficking dalam Liputan Media di Jawa Tengah dan DIY, Aji Surakarta, Surakarta, 2003, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
menjadi pelacur, Jepang juga membawa banyak perempuan ke Jawa dari Singapura, Malaysia dan Hong Kong untuk melayani para perwira tinggi Jepang. 7 Perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak yang saat ini diperdebatkan di tingkat regional maupun global merupakan jenis perbudakan pada pada era modern, dan konsep dasarnya adalah perekrutan, pemindahan manusia dari satu tempat ke tempat lain baik antar wilayah dalam satu negara atau antar negara. Akibat perdagangan perempuan ini tidak hanya merampas kemerdekaan korban, tetapi juga membuat mereka rentan terhadap penganiayaan, siksaan fisik, kerja paksa, penyakit, trauma psikis, cacat bahkan hingga kematian. Tahun 2008 menurut Anis Hidayah, Direktur Eksekutif Migrant Care devisa sektor TKI mencapai sekitar USD 8,4 miliar atau lebih dari Rp 100 triliun dari buruh migran yang sekitar 73 persennya perempuan. 8 Jumlah TKI di luar negeri saat ini sekitar 6,5 juta, sekitar 2,6 juta di Malaysia, 1,8 juta di Timur Tengah, 120.000 di Singapura, 124.000 di Hongkong, 113.000 di Taiwan, 160.000 di Korea, dan 80.000 di Jepang. Sisanya tersebar di berbagai negara lain, seperti Eropa, AS, dan negara-negara yang sedang berkonflik. 9 Menurut Anis, pekerja yang berusia di bawah 18 tahun berjumlah sekitar 54 persen. Sekitar 46 persen dari penempatan TKI terindikasi kuat trafficking karena tidak melalui mekanisme migrasi aman.
7
Soetedjo Yuwono, Penghapusan Perdagangan Orang (Trafficking in Persons) Di Indonesia Tahun 2004-2005, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2005, Jakarta (http://catalog.nla.gov.au/record/3675366) Akses 9 Juni 2010 pukul 19.55 WIB. 8 Maria Hartiningsih, Rapor Merah Partai Politik Soal Buruh Migran, 16 Maret 2009 (http://www.migrantcare.net/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=5&artid=413). Akses 5 Mei 2010 pukul 15.30 WIB. 9 Maria Hartiningsih dan Ahmad Arif, Mewaspadai Gelombang Perdagangan Orang, 25 Maret 2009 (http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?option=com_content&view= article&id=298:mewaspadai-gelombang-perdagangan-orang&catid=1:latest-news&Itemid=50) Akses 27 April 2010 pukul 8.55 WIB.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data dari organisasi dunia yang menangani masalah anak, United Nations Emergency Children’s Fund (UNICEF), angka global anak yang diperdagangkan tiap tahunnya ada sekitar 1,2 juta dan sekitar 2 juta anak di seluruh dunia dieksploitasi secara seksual tiap tahunnya. 10 Industri perdagangan anak ini menangguk untung USD 12 milliar per tahunnya (ILO). Rata-rata setiap tahun 100.000 perempuan, dan anak-anak Indonesia telah diperdagangkan oleh sindikat perdagangan orang. Sekitar 30% dari total korban adalah perempuan dibawah 18 tahun. 11 Ada beberapa yang masih berumur 10 tahun dan sekitar 40.000-70.000 anak menjadi korban eksploitasi seks. 12 Data International Organization for Migration (IOM), antara Maret 2005 - Januari 2008 mencatat perdagangan orang sebanyak 3.024 orang dengan rincian 5 bayi, 651 anak perempuan, 134 anak laki-laki, 2.048 perempuan dewasa dan 206 laki-laki dewasa. 13 Dari jumlah tersebut, 55 persen korban dieksploitasi di sektor Pekerja Rumah Tangga (PRT), 21% di sektor pelacuran paksa, 18,4% di sektor pekerjaan formal, 5% dieksploitasi pada tahap transit (khusus pekerja), 0,6% perdagangan bayi. Ironisnya, dari sejumlah kasus tersebut yang dibawa ke meja pengadilan secara nasional kurang dari 1% saja. 14
10
Unicef, Lembar Fakta Tentang Eksploitasi Seks Komersil dan Perdagangan (http:// www.unicef.org/globalspanner/counterhumantrafficking/index.html) Akses 27 April 2010 pukul 9.08 WIB 11 Endang Kuswaya, Kebijakan dan Program Departemen Luar Negeri Dalam Pencegahan dan Penanggulangan TPPO, Direktorat Perlindungan WNI dan BHI, 17 Oktober 2009 (http://forum.depsos.go.id/images/yanrehsos/deplu_trafiking.pdf). Akses 27 April 2010 pukul 9.32 WIB. 12 Unicef, Op.Cit. 13 Fiona David (ed), et al, Asean and Trafficking in Person-Using Data as a Tool To Combat Trafficking in Person, International Organization for Migration, hal 44. (http://www.iom.or.id/publications/pdf/16_MIL6010112_ASEAN_lo.pdf) Akses 9 Juni 2010 pukul 17.32 WIB. 14 Lily Pujiati, Memangkas Sindikat Perdagangan Orang, 14 Februari 2009 (http://peduliburuhmigran.blogspot.com/2009/02/memangkas-sindikat-perdagangan-orang.html) Akses 27 April 2010 pukul 8.50 WIB.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun pemerintah sudah mulai menunjukkan perhatiannya terhadap trafficking seperti dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO), namun sampai saat ini tindak pidana trafficking ini masih marak di tingkat nasional. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya kasus trafficking dari tahun ke tahun berdasarkan laporan LPSK yang merinci ada sebanyak 109 kasus perdagangan orang untuk tahun 2007, 129 kasus di tahun 2008, dan 607 kasus pada tahun 2009. 15 Uang yang beredar dari bisnis ilegal ini menurut catatan Bareskrim Polri sebesar Rp 32 trilyun, peringkat kedua setelah bisnis pelacuran. Sedangkan ILO mencatat bisnis perdagangan orang di dunia sebesar 31,6 milyar dolar, peringkat kedua setelah bisnis narkoba dan obat terlarang lainnya. 16 Bisnis besar ini sudah tentu sangat menggiurkan bagi para pelaku perdagangan orang. Menurut laporan dari Bureau of Public Affairs, US Department of State Trafficking in Persons Report for 2009, Indonesia masuk dalam kategori Tier 2. 17 Dalam kategori ini, Indonesia telah berusaha memberikan perlindungan kepada korban trafficking sesuai standar the Trafficking Victims Protection Act of 2000
15
LPSK, Catatan Akhir Tahun: Kondisi Saksi dan Korban Sepanjang Tahun 2009, Januari 2010, hal 6 (http://www.lpsk.go.id/humas/images/stories/catahu2009lpsk.pdf). Akses 18 April 2010 pukul 13.20 WIB. 16 Anonim, Banyak Kasus Perdagangan Orang Belum Dilaporkan, Gemari Edisi 89/Tahun IX/ Juni 2008, hal 8 (www.gemari.or.id/../gemari8902.pdf) Akses 5 Mei 2010 pukul 15.03 WIB. 17 US Department of State Trafficking in Person Report For 2009. Tingkatan-tingkatan Sistem (Tier). Tier 1: Negara-negara dengan pemerintah yang sepenuhnya memenuhi standar minimum Undang-undang. Tier 2: Negara-negara dengan pemerintah yang tidak sepenuhnya memenuhi standar minimum Undang-undang tapi melakukan upaya-upaya yang berarti untuk memenuhi standar tersebut. Tier 2 Dengan Pengawasan Khusus: Negara-negara dengan pemerintah yang tidak sepenuhnya memenuhi standar minimum Undang-undang tapi melakukan upaya upaya yang berarti untuk memenuhi standar tersebut dan: a. Jumlah korban perdagangan sangat signifikan atau meningkat secara signifikan; atau b. Kegagalan memberikan bukti tentang adanya upaya yang meningkat dalam menghentikan bentuk yang berat dari perdagangan manusia pada tahun sebelumnya; atau c. Ketetapan bahwa sebuah negara membuat upaya signifikan untuk memenuhi standar minimum adalah berdasarkan komitmen negara untuk mengambil langkah ke depan pada tahun berikutnya. Tier 3: Negara-negara yang tidak sepenuhnya memenuhi standar minimum dan tidak melakukan upaya yang signifikan untuk melakukan hal itu.
Universitas Sumatera Utara
(TVPA). Namun di sisi lain di Indonesia terdapat peningkatan jumlah korban trafficking secara signifikan. Indonesia berada satu kategori dengan dengan negara Cambodia, China, Malaysia, Macau dan Taiwan. Perusahaan-perusahaan perekrut buruh seperti ini yang biasa dikenal dengan PJTKI beroperasi seperti halnya kelompok pelaku perdagangan manusia yaitu membujuk pria dan wanita dan menjerat mereka ke dalam sistem kerja paksa, pembantu rumah tangga, dan situasi perdagangan manusia lainnya. Banyak pekerja, terutama wanita yang tadinya ingin bermigrasi menjadi korban perdagangan manusia dalam upaya mereka mencari kerja di luar negeri melalui jasa PJTKI yang resmi maupun gelap. Para agen tenaga kerja ini membebani komisi sampai 3000 dolar AS yang sering menyebabkan pekerja tersebut menjadi berutang ketika bekerja di luar negeri sehingga mereka justru tejerat dalam situasi yang mengakibatkan sistem kerja paksa. 18 Banyak PJTKI yang dilaporkan menahan dokumen-dokumen para pekerja dan menyekap mereka di pusat penampungan selama berbulan-bulan. Beberapa PJTKI juga menggunakan ancaman kekerasan untuk mengendalikan para calon pekerja imigran tersebut. Agen-agen tenaga kerja juga sering memalsukan tanggal lahir, termasuk tanggal lahir anak-anak, untuk memperlancar proses pembuatan paspor dan dokumen bagi para pekerja imigran. Para pelaku perdagangan manusia, kadang bersekongkol dengan pihak sekolah untuk mulai merekrut pelajar-pelajar muda di sekolah-sekolah kejuruan untuk menjadi tenaga kerja paksa di hotel-hotel di Malaysia melalui peluang “magang” yang sebenarnya fiktif. Praktek gelap pengiriman tenaga kerja dengan 18
Siaran Pers Kedubes Amerika Serikat, Laporan Departemen Luar Negeri AS Tentang Perdagangan Manusia Di Indonesia, 18 Juni 2009 ( http://jakarta.usembassy.gov/bhs/siaranpers/June09/traf_indonesia_id.html). Akses 12 Mei 2010 pukul 8.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
modus PKL, apalagi korbannya anak-anak untuk dieksploitasi tenaganya sudah merupakan kasus perdagangan orang. Melalui modus Praktek Kerja Lapangan (PKL), oknum guru SMK Negeri jurusan Nautika Perikanan Laut di Bulukumba, Sulawesi Selatan merekrut siswa dengan biaya Rp 5 juta sampai Rp 6,5 juta untuk dipekerjakan di kapal nelayan dengan iming-iming gaji besar dalam bentuk dolar per bulan. Siswa mengalami penderitaan dan eksploitasi tenaga kerja, kasus ini terungkap setelah siswa kabur dan melapor ke KBRI Nairobi. 19 Warga dari Indonesia direkrut dengan tawaran untuk bekerja di restoran, pabrik, atau sebagai pembantu rumah tangga, dan kemudian dipaksa menjalani perdagangan seks. Tren baru yang berkembang tahun ini adalah rekrutmen para wanita dan gadis belia untuk bekerja sebagai pelayan di industri pertambangan di Papua yang kemudian akan dipaksa untuk menjadi pelacur. 20 Selama tahun ini juga, gadis-gadis di bawah umur dilarikan ke kamp-kamp pembalakan liar di Kalimantan Barat di mana mereka dipaksa menjadi pekerja seks. Bepergian dengan dokumen palsu membahayakan seorang imigran atau korban trafficking. Pada waktu mereka di luar negeri, buruh migran Indonesia yang ditemukan dengan dokumen palsu dapat dituntut dan/atau dideportasi. Korban perdagangan juga melaporkan bahwa karena mereka tidak mempunyai dokumen yang disyaratkan, kelemahan mereka ini dimanfaatkan oleh pelaku perdagangan, majikan, pemilik rumah bordir, pejabat imigrasi, dan polisi sebagai jalan untuk memeras uang dari mereka atau memaksa mereka untuk tinggal dalam
19
Anonim, Banyak Kasus Perdagangan Orang Belum Dilaporkan, Gemari Edisi 89/Tahun IX/ Juni 2008, hal 7 (www.gemari.or.id/../gemari8902.pdf). Akses 5 Mei 2010 pukul 15.03 WIB. 20 Siaran Pers Kedubes Amerika Serikat, Op.Cit.
Universitas Sumatera Utara
kondisi yang amat buruk. 21 Banyak dari korban yang tidak berani melarikan diri atau mengadukan kekerasan yang dialami kepada pihak berwenang karena takut jika dideportasi atau dipenjara. Human Rights Watch (2004) meyoroti bahwa pelanggaran terhadap hakhak buruh migran sebagai pekerja rumah tangga (PRT) di Malaysia sudah berlangsung lama, dimulai sejak perekrutan, pelatihan, transit, di tempat kerja, bahkan ketika kembali ke Indonesia. Buruh migran terjebak dalam praktek perdagangan orang dan kerja paksa, ditipu untuk bekerja tidak sesuai dengan yang ditawarkan, dikurung dan tidak menerima gaji, sementara dokumen ditahan agen atau majikan. 22 Selama tahun 2005 sampai dengan Januari 2008, telah dipulangkan 3.042 orang korban perdagangan orang, sebagian besar adalah perempuan, termasuk bayi dan anak-anak, dan dipulangkan dari 8 negara dan korban berasal dari 33 provinsi di Indonesia (dengan dukungan dari International Organization Migration). 23 Sebagaimana yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya bahwa agen-agen tenaga kerja sering memalsukan tanggal lahir, termasuk tanggal lahir anak-anak, untuk memperlancar proses pembuatan paspor bagi para buruh migran. Pemalsuan dokumen ini tidak lepas kaitannya dengan perbuatan yang mendukung terjadinya tindak pidana perdagangan orang. Pemalsuan dokumen ini diatur dalam KUHP yaitu Pasal 263-276 dan UU TPPO juga mengatur secara khusus dalam 21
Anonim, Trafficking in Women Sebagai Akibat Tidak Terpenuhinya Hak (http://Syariah.uin.suka.ac.id/file_ilmiah/trafficking%20%in20%Women%20sebagai%20Akibat% 20Tidak%20Terpenuhinya20Hak.pdf) Akses 9 Juni 2010 pukul 17.45 WIB. 22 Kedeputian bidang koordinasi Pemberdayaan perempuan dan Kesejahteraan anak, Profil Perempuan dan Anak Indonesia 2007, Jakarta, 2008, hal 50. (http://www.menkokesra.go.id/pdf/deputi6/profil_perempuan_anak_ind_2007.pdf). Akses 11 Mei 2010 pukul 23.03 WIB 23 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 19. Pasal 19 UU TPPO menyebutkan bahwa orang yang memberikan, memasukkan keterangan palsu atau memalsukan dokumen negara atau dokumen lain akan dipidana maksimal 7 tahun ditambah denda maksimal Rp 280.000.000,-. Untuk itu penulis memfokuskan penulisan skripsi ini pada pemalsuan dokumen yang mempermudah trafficking. Penulis akan membahas apa saja bentuk-bentuk pemalsuan dokumen serta bagaimana cara pemalsuan dokumen. Inilah yang menjadi alasan penulis megangkat skripsi dengan judul : “Pemalsuan Dokumen Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut Undang-undang No. 21 Tahun 2007 (Studi Putusan No. 2960/PID.B/2008/PN.MDN)”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Bagaimana bentuk-bentuk serta cara pemalsuan dokumen negara dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang? 2. Bagaimanakah penerapan sanksi pidana terhadap pemalsuan dokumen
dalam
tindak
pidana
perdagangan
orang
(studi
putusan
No.2960/Pid.B/2009/PN.Mdn)?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan penelitian yang ingin diperoleh dengan penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk serta bagaimana cara pemalsuan dokumen dalam tindak pidana perdagangan manusia. 2. Mengetahui penerapan sanksi pidana terhadap pemalsuan dokumen dalam tindak pidana perdagangan orang.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu : 1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka upaya pembaharuan hukum pidana khususnya yang menyangkut stelsel hukum pidana, baik perumusan, pedoman dan alternatif lainnya. 2. Dalam bidang ilmiah, diharapkan penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat terutama bagi dasar-dasar peraturan hukum pidana kita selanjutnya yang meliputi dasar filosofi, perumusan, stelsel pidana dalam rangka menghadapi perbuatan pidana yang diancam dengan penjara maupun denda. 3. Diharapkan penulisan skripsi ini dapat mengisi kekosongan bacaan dalam bidang ilmu hukum, khususnya ilmu hukum pidana di masyarakat maupun dikalangan akademisi. 4. Diharapkan penulisan skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap usaha-usaha pembaharuan hukum pidana nasional yang akan datang.
D. Keaslian Penulisan Skripsi dengan judul “Pemalsuan Dokumen Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut Undang-undang No. 21 Tahun 2007 (Studi Putusan No. 2960/PID.B/2008/PN.MDN)” ini diangkat karena penulis ingin mengetahui lebih dalam tentang bentuk-bentuk dan cara pemalsuan dokumen dalam tindak pidana perdagangan orang serta bagaimana sanksi pidana terhadap pemalsuan dokumen tersebut. Sepanjang penelusuran penulis diperpustakaan mengenai judul skripsi ini belum ada yang melakukan penelitian, maupun menulisnya dalam bentuk skripsi ataupun makalah. Hal ini diketahui karena belum ada tulisan yang sama di perpustakaan kampus. Dan kalaupun ada tulisan yang hampir sama
Universitas Sumatera Utara
dengan skripsi ini, semua itu akan menambah kazanah dan wawasan untuk memperdalam dan memperluas penulisan. Penulisan ini disusun berdasarkan literatur-literatur yang telah ada, baik literatur dari perpustakaan, media cetak ataupun media elektronik. Oleh karena itu, penulisan ini adalah karya asli penulis. Dengan demikian keaslian penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS hindia Belanda, akan tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit tersebut. Karena itu, para ahli hukum berusaha memberi arti dari istilah tersebut walau sampai saat ini belum ada keseragaman pendapat. 24 Istilah-istilah yang pernah dipergunakan baik dalam perundang-undangan maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah: tindak pidana, peristiwa pidana, delik, pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan pidana. Nyatalah kini setidak-tidaknya ada dikenal tujuh istilah bahasa Indonesia. Strafbaar feit terdiri dari tiga kata, yakni straaf, baar, feit. Dari tujuh istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit, ternyata straaf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. 24
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001,
hal. 67.
Universitas Sumatera Utara
Menurut wujud dan atau sifatnya, tindak pidana adalah perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. Dapat pula dikatakan bahwa perbuatan pidana ini adalah perbuatan yang anti sosial. Strafbaar feit memiliki pengertian yang berbeda di kalangan para sarjana, antara lain : a. Rumusan Simon Strafbaar feit adalah sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah
dilakukan
dengan
sengaja
oleh
seseorang
yang
dapat
dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. 25 b. Rumusan Van Hamel Strafbaar feit adalah kelakuan orang (menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan. 26 c. Rumusan VOS Memberikan definisi yang singkat, bahwa “strafbaar feit” kelakuan atau tingkah laku manusia, yang oleh peraturan perundang-undangan diberikan pidana. 27 d. Rumusan Pompe
25
C. S. T. Kansil & Christine S. T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Cetakan I, Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hal. 37. 26 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hal. 56. 27 A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 225.
Universitas Sumatera Utara
Pompe memberikan pengertian straafbaarfeit dengan membedakan antara definisi menurut teori dengan menurut hukum positif, sebagai berikut: 28 1) definisi menurut teori yaitu suatu pelanggaran terhadap norma atau kaedah hukum yang dilakukan karena kesalahan si pelaku dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan hukum. 2) definisi menurut hukum positif yaitu suatu feit (kejadian) yang oleh Undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dihukum. Beberapa definisi strafbaarfeit menurut ahli-ahli hukum di Indonesia, yaitu : a. Mr. R. Tresna mendefinisikan tindak pidana sebagai peristiwa pidana. 29 b. Moeljatno mendefinisikan Straafbaar feit sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum disertai ancaman yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 30 c. Wiryono Prodjodikoro mendefinisikan tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku itu dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana. 31 d. E. Utrecht menerjemahkan strafbaar feit dengan istilah peristiwa pidana yang sering juga ia sebut dengan delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan handelen, atau doen-positif atau suatu melalaikan nalatennegatif, maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan 28
Ibid. Adami Chazawi, Op. Cit., hal. 72. 30 Moeljatno, Op. Cit., hal. 54. 31 Wiryono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Cetakan Ke-III, PT Eresco, Bandung, 1980, hal. 1. 29
Universitas Sumatera Utara
atau melalaikan itu). Peristiwa pidana merupakan suatu peristiwa hukum (rechtsfeit), yaitu peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hukum. 32 e. Indriyanto Seno Adji, tindak pidana adalah perbuatan seseorang yang diancam pidana, perbuatannya bersifat melawan hukum, terdapat suatu kesalahan dan bagi pelakunya dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. 33 Moeljatno, memakai istilah “perbuatan pidana” untuk menggambarkan isi pengertian straafbaar feit dan beliau mendefinisikannya sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut. 34 Beliau tidak setuju isilah “tindak pidana” karena menurut beliau “tindak” lebih pendek daripada perbuatan, “tindak” menunjukkan kepada hal yang abstrak seperti perbuatan, tetapi hanya menyatakan keadaan konkrit. 35 Dari definisi diatas, Moeljatno memberi unsur tindak pidana sebagai berikut: 36 a. Perbuatan b. Yang dilarang (oleh aturan hukum) c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar)
32
Utrecht, Rangkaian Kuliah Hukum Pidana I, Pustaka Mas, Surabaya, 2000, hal. 251. Adami chazawi, Op.Cit., hal. 69. 34 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hal. 91. 35 Leden Marpaung, Unsur-unsur Perbuatan Yang Dapat Di Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hal. 13. 36 Adami Chazawi, Op.Cit., hal. 79 33
Universitas Sumatera Utara
Dari uraian unsur tindak pidana di atas, maka yang dilarang adalah perbuatan manusia, yang melarang adalah aturan hukum. Berdasarkan uraian kata perbuatan pidana, maka pokok pengertian adalah pada perbuatan itu, tetapi tidak dipisahkan dengan orangnya. Ancaman (diancam) dengan pidana menggambarkan bahwa seseorang itu dipidana karena melakukan perbuatan yang dilarang dalam hukum.
2. Pengertian Pemalsuan Dokumen Pemalsuan berasal dari kata palsu yang artinya tidak tulen, tidak sah, tiruan, gadungan, tidak jujur, sumbang. Pemalsuan berarti proses, cara, perbuatan memalsukan. Dengan kata lain perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap kebenaran dan kepercayaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan bagi diri sendiri atau bagi orang lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dokumen adalah : a. surat yang tertulis atau tercetak yang dapat dipakai sebagai bukti keterangan (seperti akte kelahiran, surat nikah, surat perjanjian) b. barang cetakan atau naskah karangan yang dikirim melalui pos c. rekaman suara, gambar di film, dan sebagainya yang dapat dijadikan bukti keterangan. 37 Pengertian dokumen dalam wikipedia yaitu sebuah tulisan yang memuat informasi. Biasanya, dokumen ditulis di kertas dan informasinya ditulis memakai tinta baik memakai tangan atau memakai media elektronik. Zaman sekarang,
37
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Cetakan Ketujuh, Balai Pustaka, hal 240.
Universitas Sumatera Utara
media elektronik seperti komputer juga bisa dipakai untuk menyimpan dan menampilkan dokumen, sebagai contoh: a.
sebuah komputer pribadi dengan sebuah monitor/layar komputer
b.
sebuah laptop/komputer portabel
c.
sebuah Personal Digital Assistant (PDA). Jadi pemalsuan dokumen adalah perbuatan memalsukan dokumen negara
atau dokumen lain baik berupa dokumen tertulis, tercetak maupun rekaman suara dan gambar. Pengertian dokumen palsu atau dipalsukan antara lain dapat berupa: a. Dokumen yang dibuat oleh orang yang tidak berhak; atau b. Dokumen yang dibuat oleh orang yang berhak tetapi memuat data tidak benar. Membuat surat palsu adalah membuat sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu. Membuat surat palsu ini dapat berupa: a. Membuat sebuah surat yang sebagian atau seluruh isi surat tidak sesuai atau bertentangan dengan kebenaran. Membuat surat yang demikian disebut dengan pemalsuan intelektual. b. Membuat sebuah surat yang seolah-olah surat itu berasal dari orang lain selain si pembuat surat. Membuat surat palsu yang demikian ini disebut dengan pemalsuan materil. Palsunya surat atau tidak benarnya surat terletak pada asalnya atau si pembuat surat. 38
38
Adami Chazawi, Kejahatan Tehadap Pemalsuan, Cetakan Kedua, Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 99.
Universitas Sumatera Utara
Disamping isinya dan asalnya surat yang tidak benar dari pembuat surat palsu, dapat juga tanda tangannya yang tidak benar. Hal ini dapat terjadi dalam hal misalnya: a. Membuat dengan meniru tanda tangan seseorang yang tidak ada orangnya, seperti orang yang telah meninggal dunia atau secara fiktif (dikarangkarang). b. Membuat dengan meniru tanda tangan orang lain baik dengan persetujuannya ataupun tidak. 39 Tanda tangan yang dimaksud di sini adalah termasuk juga tanda tangan dengan menggunakan cap atau stempel tanda tangan. Hal ini ternyata dari suatu arrest HR (12-2-1920) yang menyatakan bahwa disamakan dengan menandatangani suatu surat ialah membubuhkan stempel tanda tangannya. 40 Sedangkan perbuatan memalsu surat adalah berupa perbuatan mengubah dengan cara bagaimanapun oleh orang yang tidak berhak atas sebuah surat yang berakibat sebagian atau seluruh isinya menjadi lain/ berbeda dengan isi surat semula. Tidak penting apakah dengan perubahan itu lalu isinya menjadi benar atau tidak ataukah bertentangan dengan kebenaran ataukah tidak, bila perbuatan mengubah itu dilakukan oleh orang yang tidak berhak, memalsu surat telah terjadi. Orang yang tidak berhak itu adalah orang selain si pembuat surat. 41
3. Pengertian Perdagangan Orang Di masa lalu, perdagangan dipandang sebagai pemindahan perempuan secara paksa ke luar negeri untuk tujuan prostitusi, dengan sejumlah konvensi
39
Ibid. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1994, hal 154. 41 Ibid., hal 100. 40
Universitas Sumatera Utara
terdahulu mengenai perdagangan hanya memfokuskan pada aspek ini. Namun kemudian perdagangan didefinisikan sebagai perpindahan manusia (khususnya perempuan dan anak), dengan atau tanpa persetujuan orang bersangkutan, di dalam suatu negara atau ke luar negeri, untuk semua bentuk perburuhan yang eksploitatif, tidak hanya prostitusi dan perbudakan yang berkedok pernikahan, sehingga memeperluas definisi itu untuk mencakup lebih banyak isu dan jenis kekerasan. Dewasa ini, perdagangan manusia, pengedaran narkotika, dan kegiatan terorisme saling berkaitan dan menjadi perhatian internasional. Upaya penanggulangan
digalang
melalui
berbagai
instrumen
hukum
konvensi
internasional, perjanjian multilateral dan bilateral. 42 Pemahaman perdagangan orang berkembang mengikuti perkembangan zaman. Kerangka konseptual memperlihatkan bagaimana perdagangan orang terus berubah,
baik
bentuk
maupun
kompleksitasnya.
Perkembangan
historis
memperlihatkan dinamika dan berbagai upaya yang dilakukan baik ditingkat nasional, regional maupun internasional untuk memberantas perdagangan orang yang dikategorikan PBB sebagai kejahatan kemanusiaan yang perlu penanganan khusus. 43 Berikut ini penulis jabarkan beberapa definisi perdagangan orang. Resolusi PBB Nomor 49/166 Tahun 1994 mendefinisikan istilah trafficking sebagai berikut: 44 Perdagangan adalah suatu perkumpulan gelap oleh beberapa orang di lintas nasional dan perbatasan internasional, sebagian besar dari negara-negara
42
Sulistyowati Irianto, et.al., Perdagangan Perempuan Dalam Jaringan Pengedaran Narkotika, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005, hal 2. 43 Sulistyowati Irianto, et.al, Op.Cit., hal 12. 44 Chairul Bahriah, Op.Cit., hal 9.
Universitas Sumatera Utara
yang berkembang dengan perubahan ekonominya, dengan tujuan akhir memaksa wanita
dan anak-anak perempuan bekerja di bidang seksual dan penindasan
ekonomis dan dalam keadaaan eksploitasi untuk kepentingan agen, penyalur dan sindikat kejahatan, sebagaimana kegiatan ilegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan seperti pembantu rumah tangga, perkawinan palsu, pekerjaan gelap, dan adopsi. GAATW mendefinisikan istilah trafficking : 45 Perdagangan adalah semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atas tekanan, termasuk penggunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali. Definisi mengenai perdagangan orang mengalami perkembangan sampai ditetapkannya Protocol to Prevent , Suppress and Punish Trafficking in Persons Specially Women and Children Supplementing United Nation Convention Against Transnational Organized Crime tahun 2000. Dalam protokol PBB tersebut yang dimaksud dengan perdagangan orang adalah: 46
45
Ibid., hal 10. protokol+to+prevent+suppress+and+Punish+Trafficking+in+Persons+Specially+Wome n+and+Children+Supplementing+United+Nation+Convention+Against+Transnational+Organized +Crime (www.uncjin.org/Documents/.../final.../convention_%20traff_eng.pdf). Akses 17 April 2010, 15.23 WIB. 46
Universitas Sumatera Utara
“Trafficking in persons shall mean the recruitment, transportation, transfer, harbouring or receipt of persons, by means of the threat or use of force or other forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purpose of exploitation. Exploitation shall include, at a minimum, the exploitation of the prostitution of others or other forms of sexual exploitation, forced labour or services, slavery or practices similar to slavery, servitude or the removal of organs”. (Perdagangan orang adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk tekanan lain, pemaksaan, penculikan, pemalsuan, penipuan, pencurangan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan ataupun penerimaan/pemberian bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut untuk dieksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang menyerupai, adopsi ilegal atau pengambilan organ-organ tubuh) Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007: Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberikan bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan ekspolitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Sementara itu pada Pasal 1 angka (2) undang-undang tersebut yang dimaksud dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam UndangUndang ini.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dari perdagangan orang adalah : 1. Perbuatan
merekrut,
mengangkut,
menampung,
mengirim,
memindahkan, menyembunyikan dan menerima. 2. Sarana (cara) untuk mengendalikan korban : ancaman, penggunaan paksaan, berbagai bentuk kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan,
Universitas Sumatera Utara
kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian/penerimaan
pembayaran
atau
keuntungan
untuk
memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban, jeratan hutang. 3. Tujuan : eksploitasi, termasuk untuk prostitusi atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan, penghambatan, pengambilan organ tubuh. Apabila salah satu dari proses, salah satu dari cara dan salah satu dari tujuan di atas terpenuhi, maka sudah bisa dikelompokkan sebagai tindak pidana perdagangan orang. Ada beberapa bentuk trafficking yang terjadi pada perempuan dan anak-anak: 47 1. Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks – baik di luar negeri maupun di wilayah Indonesia. Dalam banyak kasus, perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai buruh migran, PRT, pekerja restoran, penjaga toko, atau pekerjaanpekerjaan tanpa keahlian tetapi kemudian dipaksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba di daerah tujuan. Dalam kasus lain, berapa perempuan tahu bahwa mereka akan memasuki industri seks tetapi mereka ditipu dengan kondisi-kondisi kerja dan mereka dikekang di bawah paksaan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja. 2. Pembantu Rumah Tangga (PRT) – baik di luar ataupun di wilayah Indonesia. PRT baik yang di luar negeri maupun yang di Indonesia di trafik ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang termasuk: jam kerja wajib yang sangat panjang, penyekapan ilegal, upah yang tidak dibayar atau yang dikurangi, kerja 47
http://www.stoptrafiking.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=17&Ite mid=6, akses 13 Mei 2010, 9.10 WIB.
Universitas Sumatera Utara
karena jeratan hutang, penyiksaan fisik ataupun psikologis, penyerangan seksual, tidak diberi makan atau kurang makanan, dan tidak boleh menjalankan agamanya atau diperintah untuk melanggar agamanya. Beberapa majikan dan agen menyita paspor dan dokumen lain untuk memastikan para pembantu tersebut tidak mencoba melarikan diri. 3. Bentuk Lain dari Kerja Migran – baik di luar ataupun di wilayah Indonesia. Meskipun banyak orang Indonesia yang bermigrasi sebagai PRT, yang lainnnya dijanjikan mendapatkan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian di pabrik, restoran, industri cottage, atau toko kecil. Beberapa dari buruh migran ini ditrafik ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang dan berbahaya dengan bayaran sedikit atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Banyak juga yang dijebak di tempat kerja seperti itu melalui jeratan hutang, paksaan, atau kekerasan. 4. Penari, Penghibur dan Pertukaran Budaya – terutama di luar negeri. Perempuan dan anak perempuan dijanjikan bekerja sebagai penari duta budaya, penyanyi, atau penghibur di negara asing. Pada saat kedatangannya, banyak dari perempuan ini dipaksa untuk bekerja di industri seks atau pada pekerjaan dengan kondisi mirip perbudakan. 5. Pengantin Pesanan – terutama di luar negeri. Beberapa perempuan dan anak perempuan yang bermigrasi sebagai istri dari orang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja untuk keluarga mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri seks.
Universitas Sumatera Utara
6. Beberapa Bentuk Buruh atau Pekerja Anak – terutama di Indonesia. Beberapa (tidak semua) anak yang berada di jalanan untuk mengemis, mencari ikan di lepas pantai seperti jermal, dan bekerja di perkebunan telah ditrafik ke dalam situasi yang mereka hadapi saat ini. 7. Trafficking penjualan Bayi – baik di luar negeri ataupun di Indonesia. Beberapa buruh migran Indonesia (TKI) ditipu dengan perkawinan palsu saat di luar negeri dan kemudian mereka dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi ilegal. Dalam kasus yang lain, ibu rumah tangga Indonesia ditipu oleh PRT kepercayaannya yang melarikan bayi ibu tersebut dan kemudian menjual bayi tersebut ke pasar gelap. 8. Pengedar narkotika − baik di luar negeri ataupun di Indonesia. Dalam mata rantai bisnis narkotika perempuan telah menjadi korban maupun pelaku. Perempuan dalam bisnis narkotika juga tidak bisa dilepaskan dari perdagangan manusia karena ditemukan bahwa perempuan dalam kegiatan tersebut telah diberi janji-janji kosong, dikirim ke luar negeri dengan berbagai tipuan, dijadikan pacar atau diajak hidup besama sampai dinikahi oleh lelaki pengedar narkotika atau pemilik bisnis narkotika. Disinilah perempuan disebut sebagai korban. Perempuan kemudian menjadi pelaku pengedar narkotika (tanpa kesadaran akan resikonya) saat ia dijadikan kurir oleh suaminya sedangkan kalau ia ditangkap maka hukum yang berlaku, perempuan tersebut dikategorikan sebagai pembawa dan penjual nakotika. 48 9. Transplatasi organ tubuh
48
Sulistyowati Irianto, et.al.,Op.Cit., hal 13.
Universitas Sumatera Utara
Tidak ada satupun yang merupakan sebab khusus terjadinya trafficking manusia di Indonesia. Trafficking disebabkan oleh keseluruhan hal yang terdiri dari bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda. Termasuk kedalamnya adalah: 49 1. Kurangnya Kesadaran: Banyak orang yang bermigrasi untuk mencari kerja baik di Indonesia ataupun di luar negeri tidak mengetahui adanya bahaya trafiking dan tidak mengetahui cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak mereka dalam pekerjaan yang disewenang-wenangkan atau pekerjaan yang mirip perbudakan. 2. Kemiskinan: Kemiskinan telah memaksa banyak keluarga untuk merencakanan strategi penopang kehidupan mereka termasuk bermigrasi untuk bekerja dan bekerja karena jeratan hutang, yaitu pekerjaan yang dilakukan seseorang guna membayar hutang atau pinjaman. 3. Keinginan Cepat Kaya: Keinginan untuk memiliki materi dan standar hidup yang lebih tinggi memicu terjadinya migrasi dan membuat orang-orang yang bermigrasi rentan terhadap trafficking. 4. Faktor Budaya: Faktor-faktor budaya berikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya trafficking: a) Peran perempuan dalam keluarga: Meskipun norma-norma budaya menekankan bahwa tempat perempuan adalah di rumah sebagai istri dan ibu, juga diakui bahwa perempuan seringkali menjadi pencari nafkah
49
www.stoptrafiking.or.id/HANDOUTS%20Bahasa%20%20Understanding%20Human%
20Trafficking, akses 12 Mei 2010, 9.08 WIB.
Universitas Sumatera Utara
tambahan atau pelengkap kebutuhan keluarga. Rasa tanggung jawab dan kewajiban membuat banyak wanita bermigrasi untuk bekerja agar dapat membantu keluarga mereka. b) Peran anak dalam keluarga: Kepatuhan terhadap orang tua dan kewajiban untuk membantu keluarga membuat anak-anak rentan terhadap trafficking. Buruh/pekerja anak, anak bermigrasi untuk bekerja, dan buruh anak karena jeratan hutang dianggap sebagai strategi-strategi keuangan keluarga yang dapat diterima untuk dapat menopang kehidupan keuangan keluarga. c) Perkawinan dini: Perkawinan dini mempunyai implikasi yang serius bagi para anak perempuan termasuk bahaya kesehatan, putus sekolah, kesempatan ekonomi yang terbatas, gangguan perkembangan pribadi, dan seringkali, juga perceraian dini. Anak-anak perempuan yang sudah bercerai secara sah dianggap sebagai orang dewasa dan rentan terhadap trafiking disebabkan oleh kerapuhan ekonomi mereka. d) Sejarah pekerjaan karena jeratan hutang: Praktik menyewakan tenaga anggota keluarga untuk melunasi pinjaman merupakan strategi penopang kehidupan keluarga yang dapat diterima oleh masyarakat. Orang yang ditempatkan sebagai buruh karena jeratan hutang khususnya, rentan terhadap kondisi-kondisi yang sewenang-wenang dan kondisi yang mirip dengan perbudakan. 5. Kurangnya pencatatan kelahiran: Orang tanpa pengenal yang memadai lebih mudah menjadi mangsa trafficking karena usia dan kewarganegaraan mereka tidak terdokumentasi. Anak-anak yang ditrafik, misalnya, lebih mudah diwalikan ke orang dewasa manapun yang memintanya.
Universitas Sumatera Utara
6. Kurangnya pendidikan: Orang dengan pendidikan yang terbatas memiliki lebih sedikit keahlian/skill dan kesempatan kerja dan mereka lebih mudah ditrafik karena mereka bermigrasi mencari pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian. 7. Korupsi dan lemahnya penegakan hukum: Pejabat penegak hukum dan imigrasi yang korupsi dapat disuap oleh pelaku trafficking untuk tidak mempedulikan kegiatan-kegiatan yang bersifat kriminal. Para pejabat pemerintah dapat juga disuap agar memberikan informasi yang tidak benar pada kartu tanda pengenal (KTP), akte kelahiran, dan paspor yang membuat buruh migran lebih rentan terhadap trafficking karena migrasi ilegal. Kurangnya budget/anggaran dana negara untuk menanggulangi usaha-usaha trafficking menghalangi kemampuan para penegak hukum untuk secara efektif menjerakan dan menuntut pelaku trafficking. Pelaku perdagangan orang (trafficker) tidak saja melibatkan organisasi kejahatan lintas batas tetapi juga melibatkan lembaga, perseorangan dan bahkan tokoh masyarakat yang seringkali tidak menyadari keterlibatannya dalam kegiatan perdagangan orang (Rosenberg, 2003) 50: 1. Perusahaan perekrut tenaga kerja dengan jaringan agen/calo-calonya di daerah adalah trafficker manakala mereka memfasilitasi pemalsuan KTP dan paspor serta secara ilegal menyekap calon pekerja migran di penampungan, dan menempatkan mereka dalam pekerjaan yang berbeda atau secara paksa memasukkannya ke industri seks. PJTKI kerap terlibat dalam eksploitasi dan perdagangan buruh migran, antara lain dengan 50
Ruth Rosenberg, Perdagangan Perempuan dan Anak, United States Agency for International Development, 2003 (http://www.scribd.com/doc/29432338/PNACU645, akses 8 Mei 2010, 9.11 WIB).
Universitas Sumatera Utara
memalsukan dokumen secara sistematis, melakukan penyekapan ilegal di penampungan, mengenakan buruh utang yang jumlahnya dibesar-besarkan, dan menyuruh buruh melakukan kerja paksa untuk memastikan bahwa piutangnya akan dilunasi oleh buruh itu. 2. Agen atau calo-calo bisa orang luar tetapi bisa juga seorang tetangga, teman, atau bahkan kepala desa, yang dianggap trafficker manakala dalam perekrutan mereka menggunakan kebohongan, penipuan, atau pemalsuan dokumen. Sering kali para pelaku ini menerima imbalan sekadarnya dari agen atau PJTKI setelah berhasil memperoleh buruh baru. Para pelaku ini mungkin menyadari atau tidak menyadari kekerasan atau penipuan yang diperbuat terhadap buruh itu. 3. Aparat pemerintah seperti personel Disnaker, polisi, militer, imigrasi/bea cukai, staf kedutaan dan konsulat, serta pegawai pemerintah daerah disebutsebut secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam eksploitasi buruh migran. Peran pegawai pemerintah dapat berkisar mulai dari memalsukan dokumen,
membiarkan
pelanggaran
ketentuan
perekrutan
dan
ketenagakerjaan, atau memfasilitasi penyeberangan perbatasan secara ilegal, sampai secara aktif berpartisipasi dalam perekrutan, transportasi dan eksploitasi buruh migran. 4. Majikan adalah trafficker manakala menempatkan pekerjanya dalam kondisi eksploitatif seperti: tidak membayar gaji, menyekap pekerja, melakukan kekerasan fisik atau seksual, memaksa untuk terus bekerja, atau menjerat pekerja dalam lilitan utang.
Universitas Sumatera Utara
5. Pemilik atau pengelola rumah bordil, berdasar Pasal 289, 296, dan 506 KUHP, dapat dianggap melanggar hukum terlebih jika mereka memaksa perempuan bekerja di luar kemauannya, menjeratnya dalam libatan utang, menyekap dan membatasi kebebasannya bergerak, tidak membayar gajinya, atau merekrut dan mempekerjakan anak (di bawah 18 tahun). 6. Para pengusaha yang membutuhkan pekerja anak yang murah, penurut dan mudah diatur. Pengusaha yang bisnisnya memerlukan perempuan muda yang dipekerjakan di panti pijat, karaoke dan tempat hiburan lainnya. Termasuk juga para pebisnis di bidang pariwisata yang juga menawarkan jasa layanan wisata seks. 7. Calo pernikahan adalah trafficker manakala pernikahan yang diaturnya telah mengakibatkan pihak isteri terjerumus dalam kondisi serupa perbudakan dan eksploitatif walaupun mungkin calo yang bersangkutan tidak menyadari sifat eksploitatif pernikahan yang akan dilangsungkan. 8. Orang tua dan sanak saudara adalah trafficker manakala mereka secara sadar menjual anak atau saudaranya baik langsung atau melalui calo kepada majikan di sektor industri seks atau lainnya. Atau jika mereka menerima pembayaran di muka untuk penghasilan yang akan diterima oleh anak mereka nantinya. Demikian pula jika orang tua menawarkan layanan dari anak mereka guna melunasi utangnya dan menjerat anaknya dalam libatan utang. 9. Suami adalah trafficker manakala ia menikahi perempuan tetapi kemudian mengirim isterinya ke tempat lain untuk mengeksploitirnya demi
Universitas Sumatera Utara
keuntungan
ekonomi,
menempatkannya
dalam
status
budak,
atau
memaksanya melakukan prostitusi. 10. Sindikat narkoba yang memerlukan pengedar baru untuk memperluas jaringannya. 11. Oknum yang memperdagangkan organ tubuh orang secara paksa.
F. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan suatu sistem dan suatu proses yang mutlak harus dilakukan dalam suatu kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka diadakan juga pemeriksaan mendalam terhadap suatu pemecahan atas segala permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. 51 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian yuridis normatif. Dalam hal penelitian yuridis normatif, penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan skripsi ini. Metode penelitian yuridis normatif ini dipilih untuk mengetahui bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap pelanggaran Pasal 19 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 51
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986. hal. 43.
Universitas Sumatera Utara
2. Data dan Sumber Data Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari : a. Bahan Hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan diterapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yakni berupa peraturan perundang-undangan. b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang pemalsuan dokumen serta tindak pidana perdagangan orang, meliputi buku-buku, karya ilmiah dan beberapa sumber ilmiah serta sumber internet yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. c. Bahan Hukum Tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia dan sebagainya. 3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah: studi kepustakaan (library research), yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan yakni : buku-buku, pendapat sarjana, bahan kuliah, surat kabar, artikel dan juga berita yang diperoleh penulis dari internet yang bertujuan untuk memperoleh atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori atau bahan-bahan atau doktrin-doktrin yang berkenaan dengan pemalsuan dokumen terhadap tindak pidana perdagangan orang.
Universitas Sumatera Utara
4. Analisis Data Secara umum ada 2 (dua) metode analisis data yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode analisis kualitatif, dimana data yang berupa asas, konsepsi, doktrin hukum serta isi kaedah hukum dianalisis secara kualitatif.
G. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembaca dalam memahami makna dari penulisan skripsi ini. Keseluruhan sistematika itu merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain yang dapat dilihat sebagai berikut: BAB I
: Bab pertama merupakan bab pendahuluan, yang memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan penulisan.
BAB II
: Bab kedua akan membahas mengenai bentuk-bentuk serta cara pemalsuan dokumen yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang. Pembahasan bab kedua ini akan dimulai dengan pembahasan tentang bentuk-bentuk serta cara pemalsuan dokumen. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai pengaturan hukum tentang pemalsuan dokumen.
BAB III
: Bab
ketiga
merupakan
bab
yang
berisi
Putusan
No.
2960/Pid.B/2008/PN.Mdn beserta analisisnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
: Bab ini merupakan bab yang terdiri dari kesimpulan dan saran yang berfungsi untuk memberikan masukan bagi perkembangan hukum pidana di masa yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara