1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Uang merupakan suatu benda yang wujudnya sedemikian rupa yang digunakan sebagai alat pembayaran yang sah dan berlaku pada saat peredarannya. Sah dalam arti yang menurut peraturan dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Lembaga yang berwenang ini adalah negara atau badan yang ditunjuk oleh negara seperti bank.1 Dalam kegiatan sehari-hari, uang selalu saja dibutuhkan untuk membeli atau membayar berbagai kebutuhan masyarakat. Uang merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup, bahkan dapat dikatakan seseorang tidak akan dapat bertahan hidup jika tidak memiliki uang. Namun terkadang kebutuhan yang harus dicukupi tidak dapat terpenuhi dengan uang yang dimiliki. Uang diibaratkan sebagai nyawa dalam raga suatu perekonomian dalam masyarakat. Dapat dikatakan bahwa uang telah menjadi peranan strategis dalam suatu perekonomian terutama jika dilihat dari fungsi utama uang yaitu sebagai alat pembayaran. Meskipun demikian, kita tidak dapat berpendapat jika tanpa ada uang, kegiatan barter tidak dapat dilakukan dalam kehidupan masyarakat. 1
Adami Chazawi, 2002, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hlm 26.
2
Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah dari pada barter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.2 Perkembangan dunia bisnis dan ekonomi telah mendorong munculnya berbagai upaya yang dengan maksud demi kepentingan sendiri berusaha memanfaatkan faktor-faktor produksi yang ada. Motif ekonomi seringkali mendorong munculnya berbagai tindak pidana yang baru dan inovatif, misalnya munculnya kejahatan uang palsu. Manusia cenderung mencari celah-celah hukum dengan kecanggihan teknologi dan ilmu pengetahuan. Sepanjang ada niat dari manusia untuk memperkaya diri sendiri, sepanjang ada sarana/ jalan yang dapat digunakan dan sepanjang ada tujuan/ sasaran yang potensial untuk dapat dikuasai maka kesempatan untuk munculnya kajahatan jenis baru akan selalu ada. Kejahatan uang palsu merupakan salah satu jenis kejahatan yang sangat merugikan masyarakat sebagai pelaku ekonomi dan konsumen. Bentuk kejahatan ini memiliki implikasi yang sangat luas baik bagi pelaku ekonomi secara langsung
2
http://kholiscollection.blogspot.com/2011/02/makalah-uang-bank-dan-percetakan-uang.html diakses tanggal 7 Mei 2013.
3
maupun sistem perekonomian negara secara nasional. Keberadaan uang palsu ditengah-tengah masyarakat akan membawa dampak dan pengaruh yang sangat besar. Masyarakat kita yang mayoritas adalah ekonomi menengah ke bawah akan sangat terpengaruh dengan keberadaan uang palsu ini.3 Penegakkan hukum di Indonesia sudah lama menjadi persoalan serius bagi masyarakat di Indonesia. Bagaimana tidak, karena persoalan keadilan telah lama diabaikan bahkan di fakultas-fakultas hukum hanya diajarkan bagaimana memandang dan menafsirkan peraturan perundang-undangan. Persoalan keadilan atau yang menyentuh rasa keadilan masyarakat diabaikan dalam sistem pendidikan hukum di Indonesia.4 Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara5. Menurut Jimly Ashiddiqie, jika ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan 3
http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=177&Itemid=177
diakses tanggal 8 Mei 2013. 4 http://anggara.org/ “Carut Marut Dunia Hukum di Indonesia”. Diakses tanggal 8 Mei 2013. 5 http://statushukum.com/penegakan-hukum.html diakses tanggal 7 Mei 2013.
4
hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.6 Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu, penerjemahan perkataan „law enforcement‟ ke dalam bahasa Indonesia dalam menggunakan perkataan „penegakan hukum‟ dalam arti luas dan dapat pula digunakan istilah „penegakan peraturan‟ dalam arti sempit. Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa Inggris sendiri dengan dikembangkannya istilah „the rule of law‟ versus „the rule of just law‟ atau dalam istilah „the rule of law and not of man‟ versus istilah „the rule by law‟ yang berarti „the rule of man by law‟. Dalam istilah „the rule of law‟ terkandung makna
6
Ibid.
5
pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan istilah „the rule of just law‟. Dalam istilah „the rule of law and not of man‟ dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah „the rule by law‟ yang dimaksudkan sebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai alat kekuasaan belaka.7 Adanya kejahatan mengenai pemalsuan uang menuntut suatu tindakan nyata dan tegas sebagai dasar terpenuhinya aspirasi masyarakat, karena secara tidak langsung adanya pemalsuan uang tersebut akan merusak kondisi perekonomian Indonesia secara umum. Lebih dari itu adanya pemalsuan ini akan sangat terasa oleh pribadi-pribadi yang dirugikan secara langsung dengan digunakanya uang palsu sebagai alat tukar itu. Oleh karena itu penegakan atas adanya pemalsuan uang ini merupakan suatu urgensi yang harus dilakukan aparatur hukum hingga tuntas dan terintegrasi dengan baik, agar dapat mengurai akar permasalahan dari timbulnya kegiatan pemalsuan ini di tengah-tengah masyarakat. Kejahatan mengenai pemalsuan uang ini juga salah satu dampak dari perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang banyak diciptakan dan digunakan oleh orang pandai, akan tetapi kepandaian tersebut tidak diikuti
7
http://jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf “Penegakan Hukum Di Indonesia”. Diakses tanggal 8 Mei 2013.
6
dengan etika dan moral yang baik sehingga banyak orang yang memanfaatkan kepandaian tersebut untuk berbuat yang melanggar aturan negara. B. Perumusan Masalah Dari uraian diatas maka dapat diambil suatu perumusan masalah yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi pemalsuan dan peredaran uang palsu di Kabupaten Banyumas ? 2. Faktor-faktor apa yang menjadi pendorong dan penghambat dalam pencegahan dan penanggulangan tindak pidana pemalsuan uang di Kabupaten Banyumas ? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui peranan Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi pemalsuan dan peredaran uang palsu di Kabupaten Banyumas. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor pendorong dan penghambat dalam pencegahan dan penanggulangan tindak pidana pemalsuan uang di Kabupaten Banyumas.
7
D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoretis Memberikan sebuah informasi, menambah wacana berpikir dan kesadaran bersama dalam berbagai bidang keilmuan, khususnya berkenaan dengan peranan kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi peredaran dan pembuatan uang palsu di Kabupaten Banyumas dan juga faktor pendorong dan penghambat dalam pencegahan dan penanggulangan tindak pidana pemalsuan uang di Kabupaten Banyumas. 2. Kegunaan Praktis a. Sebagai salah satu acuan kepustakaan Hukum Pidana terutama mengenai peranan Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi peredaran dan pembuatan uang palsu di Kabupaten Banyumas dan juga faktor pendorong dan penghambat dalam pencegahan dan penanggulangan tindak pidana pemalsuan uang di Kabupaten Banyumas. b. Secara praktis atau terapan penelitian ini berguna untuk menjadi suatu acuan bagi penelitian yang serupa.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Kepolisian a. Pengertian dan Kedudukan Kepolisian Istilah polisi dalam berbagai bahasa asing mengandung arti yang berbedabeda karena tiap-tiap negara memberikan istilah dalam bahasanya sendiri. Istilah polisi berbeda-beda menurut bahasanya seperti Police di Inggris, Polizei di Jerman, dan Politie di Belanda. Istilah polisi dalam bahasa Indonesia adalah hasil proses Indonesianisasi dari istilah Belanda Politie. Dalam bahasa Inggris, Charles Reith mengartikan istilah Police sebagai tiap-tiap usaha untuk memperbaiki atau menertibkan tata susunan kehidupan masyarakat.8 Sedangkan menurut Mr. J. Kist, definisi dari istilah polisi adalah bagian dari kekuasaan eksekutif yang bertugas melindungi negara, alat-alat negara, kelancaran jalannya roda pemerintahan, rakyatnya, dan hak-hak terhadap penyerangan dan bahwa dengan selalu waspada, dengan pertolongan dan paksaan. Pengertian polisi berdasarkan Ensiklopedia dari kata Yunani, yaitu politea, perkataan ini pada mulanya dipergunakan hanya untuk sekedar menyebut “orangorang yang menjadi warga” negara dari kota Athena yang berarti “semua usaha dan 8
Momo Kelana, 1994, Hukum Kepolisian, Jakarta: PT Grafindo, hlm 13.
9
kegiatan negara termasuk kegiatan agama”, karena perkembangan yang semakin luas maka urusan dan kegiatan agama semakin banyak dan memerlukan pengamanan secara khusus, sehingga urusan dan kegiatan keagamaan dikeluarkan dari usahausaha politeia.9 Istilah polisi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti badan pemerintahan yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (seperti menangkap orang yang melanggar undang-undang, dan sebagainya), anggota dari badan pemerintah tersebut diatas (pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan dan sebagainya).10 Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa Kepolisian adalah segalah hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan perundang-undangan. Van Vollenhoven menjelaskan bahwa di dalam pengertian polisi termasuk organ-organ pemerintahan yang berwenang dan berkewajiban untuk mengusahakan dengan jalan pengawasan dan bila perlu dengan paksaan bahwa yang diperintah berbuat atau tidak berbuat menurut kewajibannya masing-masing terdiri dari:11 1). Melihat cara menolak bahwa yang diperintah itu melaksanakan kewajiban umumnya. 2). Mencari secara aktif perbuatan-perbuatan yang tidak melaksanakan kewajiban umum tadi. 9
Ibid. hlm 14. Poerwodarminta, 1986, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka, hlm 763. 11 Momo Kelana, Op. Cit, hlm 15. 10
10
3). Memaksa yang diperintahkan itu untuk melaksanakan kewajiban umumnya dengan melalui pengadilan. 4). Memaksa yang diperintahkan itu untuk melaksanakan kewajiban umum itu tanpa perantaraan pengadilan. 5). Memberi pertanggungjawaban dari apa yang tercantum dalam pekerjaan tersebut. b. Peranan Kepolisian Menurut Soerjono Soekanto, peranan (role) merupakan aspek dinamika dari status/ kedudukan, apabila seseorang atau beberapa orang atau organisasi yang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka ia atau mereka atau organisasi tersebut telah melaksanakan suatu peranan.12 Berdasarkan pengertian tersebut, peranan mengandung makna sebagai perangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu atau kelompok untuk melaksanakan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemegang peran sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Dimana setiap orang memiliki macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupya. Hal ini sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum mempunyai kedudukan/ status dan peranan (role). Kedudukan merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja, atau rendah. Kedudukan 12
Soerjono Soekanto, 1987, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Raja Grafindo Persada, hlm 220.
11
tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya hak-hak dan kewajiban tertentu. Hak-hak dan kewajiban tadi merupakan peranan atau role. Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peranan (role occupant). Masalah peranan dianggap penting, oleh karena pembahasan mengenai penegakan hukum sebenarnya lebih banyak tertuju pada diskresi. Maka diskresi menyangkut pengambilan keputusan yang sangat terkait oleh hukum tetapi dalam penerapannya, penilaian pribadi juga memegang peranan.13 Diantara pekerjaan-pekerjaan penegakan hukum yang ada, Kepolisian-lah yang paling menarik karena didalamnya banyak dijumpai keterlibatan manusia sebagai pengambil keputusan. Polisi pada hakekatnya dapat dilihat sebagai hukum yang hidup, karena ditangan polisi tersebut hukum mengalami perwujudannya, setidak-tidaknya di bidang hukum pidana. Apabila hukum bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat, diantaranya dengan melawan kejahatan. Akhirnya polisi yang akan menentukan secara konkret apa yang disebut sebagai penegakan ketertiban. Siapa-siapa yang harus ditundukkan, siapa-siapa yang harus dilindungi dan seterusnya. Oleh karena itu, polisi banyak berhubungan dengan masyarakat dan menanggung resiko mendapatkan sorotan yang tajam dari masyarakat yang dilayaninya.14
13
Ibid. hlm 221. Satjipto Rahardjo, 2009, Penegakan Hukum (Suatu Tinjauan Sosiologis), Yogyakarta: Genta Publishing, hlm 111. 14
12
c. Tugas dan Wewenang Polisi Kepolisian di Indonesia mempunyai asas yang disebut dengan Tri Brata. Tri Brata selain merupakan pangkal tolak dan sumber dari mana mengalir kaidah dan garis hukum juga merupakan pedoman hidup kepolisian dan kode etik profesi kepolisian, oleh karena asas-asas yang tersimpul di dalamnya mempunyai hubungan luas dengan kehidupan kepolisian. Asas-asas yang tersimpul dalam Tri Brata adalah:15 1). Polisi adalah abdi utama dari nusa dan bangsa (Rastra Sewakottama); 2). Polisi adalah warga negara utama (Nagara Yanottama); 3). Polisi adalah wajib menjaga ketertiban pribadi rakyat (Yana Anusasana Dharma). Selain Tri Brata yang merupakan pedoman hidup, Kepolisian Indonesia juga mempunyai Catur Prasetya yang merupakan pedoman karya kepolisian yang langsung berhubungan dengan pelaksanaan tugas polisi sehari-hari. Catur Brata terdiri dari:16 1). Setia kepada pimpinan negara (Satya Haprabu); 2). Menghancurkan musuh (Hanyaken Musuh); 3). Mengagung-agungkan negara setiap saat (Gineung Pratidina); 4). Tiada terikat oleh hal sesuatu kecuali oleh tugas masing-masing (Tansa Tresna).
15 16
Ibid. hlm 96. Ibid. hlm 97.
13
Terdapat asas-asas pelaksanaan wewenang polisi, yaitu:17 1. Asas legalitas, adalah asas dimana setiap tindakan polisi harus didasarkan kepada undang-undang/ peraturan perundang-undangan. Jika tidak didasarkan kepada undang-undang/ peraturan perundang-undangan, maka dikatakan bahwa tindakan polisi itu melawan hukum (onrechtmatig). 2. Asas plichmatigheid, adalah asas dimana polisi sudah dianggap sah berdasarkan/ bersumber kepada kekuasaan atau kewenangan umum. Jadi kalau polisi diberi kewajiban untuk memelihara ketertiban dan keamanan umum, maka untuk asas plichmatigheid ini bisa dijadikan dasar melakukan tindakan-tindakan.
Jadi
jelasnya
polisi
bisa
bertindak
menurut
penilaiannya sendiri, asal untuk memelihara ketertiban dan keamanan umum. Asas ini biasanya dikaitkan dengan deskresi. 3. Asas subsidiaritas, adalah asas yang mewajibkan pejabat polisi untuk mengambil tindakan-tindakan yang perlu sebelum pejabat yang berwenang itu hadir. Asas ini sebenarnya bersumber dari kewajiban umum polisi untuk memelihara ketertiban dan keamanan umum. Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; 17
Ibid. hlm 98.
14
b. Menegakan hukum; dan c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas: a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patrol terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintahan sesuai kebutuhan; b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas jalan; c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik PNS, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan kepolisian; i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/ atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/ atau pihak yang berwenang;
15
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian; serta l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tugas-tugas diatas menuntut Kepolisian untuk lebih professional dalam melaksanakan tugasnya, karena menuntut Kepolisian untuk bersifat proaktif agar dapat mengetahui situasi dan kondisi masyarakat sehingga dapat mengambil langkahlangkah pencegahan secepatnya dan seperlunya. 2. Tentang Uang a. Pengertian Uang Uang adalah benda-benda atau segala sesuatu yang secara umum dapat diterima masyarakat sebagai alat tukar menukar dan pembayaran utang piutang. Kasmir memaparkan pengertian uang secara luas yakni uang adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran hutang atau sebagai alat untuk melakukan pembelian barang dan jasa.18 Pengertian uang menurut Adami Chazawi, bahwa uang adalah suatu benda yang wujudnya sedemikian rupa yang digunakan sebagai alat pembayaran yang sah dan berlaku pada saat peredarannya. Sah dalam arti yang menurut peraturan yang
18
Kasmir, 2005, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm 13.
16
dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Lembaga yang berwenang ini adalah negara atau badan yang ditunjuk oleh negara seperti bank.19 b. Jenis-Jenis Uang Uang yang dijadikan sebagai alat untuk melakukan berbagai kegiatan seharihari terbagi dalam berbagai jenis. Jenis-jenis uang berkembang sesuai dengan perkembangan zaman baik perkembangan nilai intrinsiknya, nominalnya maupun fungsi uang itu sendiri. Adapun jenis-jenis uang yang dapat dilihat dari berbagai sisi adalah sebagai berikut :20 a. Berdasarkan Bahan, terdiri dari : - Uang logam, merupakan uang dalam bentuk koin yang terbuat dari logam (baik aluminium, kupronikel, bronze, emas, perak, perunggu, dan bahan lainnya) - Uang kertas, merupakan uang yang bahannya terbuat dari kertas atau bahan lainnya. b. Berdasarkan Nilai, terdiri dari : - Bernilai penuh (full bodied money), merupakan uang yang nilai intrinsiknya sama dengan nilai nominalnya. - Tidak bernilai penuh (representatif full bodied money). c. Berdasarkan Lembaga, terdiri dari : - Uang kartal, merupakan uang yang dikeluarkan oleh bank sentral baik uang koin maupun uang kertas. - Uang giral, merupakan uang yang dikeluarkan oleh bank umum seperti cek, bilyet giro, traveller cheque, dan credit card.
19 20
Adami Chazawi, Lock Cit. hlm 26. Kasmir, Op Cit, hlm 20-21.
17
d. Berdasarkan Kawasan, uang jenis ini dilihat dari daerah atau wilayah berlakunya suatu uang. Terdiri dari : - Uang lokal, merupakan uang yang berlaku di suatu negara tertentu seperti rupiah di Indonesia atau ringgit di Malaysia. - Uang regional, merupakan uang yang berlaku di kawasan tertentu yang lebih luas dari uang lokal seperti untuk kawasan benua Eropa berlaku mata uang tunggal Eropa yaitu EURO. - Uang internasional, merupakan uang yang berlaku antar negara seperti US Dollar dan menjadi standar pembayaran Internasional. c. Fungsi Uang Menurut Amir Darmawan, fungsi uang dibedakan menjadi :21 1). Fungsi utama (basic function), yaitu fungsi uang itu yang mencakup sebagai alat perantara dalam penukaran (medium of change) dan fungsi uang sebagai satuan hitung. Fungsi uang sebagai alat perantara ini adalah merupakan fungsi yang paling penting karena dapat mempermudah proses pertukaran barang serta jasa. Sedangkan fungsi uang sebagai satuan hitung yaitu merupakan fungsi yang dilaksanakan oleh uang jika semua barang-barang dan jasa-jasa tadi secara umum dinilai dengan menyatukan perbandingan pertukaran ke dalam suatu kesatuan-kesatuan tertentu. 2). Fungsi tambahan (derivative function), yaitu fungsi ini akan timbul karena
fungsi-fungsi utama tersebut di atas, fungsi ini mencakup
fungsi uang sebagai alat penyimpan (store of value) dan fungsi uang 21
Amir Darmawan, 1980, Perbankan, Jakarta: Pustaka University, hlm 5-7.
18
sebagai alat pembayaran yang ditangguhkan (standard of derifed payment). Fungsi uang sebagai alat penyimpan berarti bila suatu barang ditukarkan dengan uang, maka uang yang diperoleh tidak perlu ditukarkan sekaligus dengan barang lain, sebagian atau seluruhnya dapat disimpan sebagai cadangan. Sedangkan fungsi uang sebagai standard untuk pembayaran yang akan dilaksanakan mendatang, sehingga memungkinkan berkembangnya suatu pasar kredit yang tidak terpecahpecah. 3. Perbuatan Meniru atau Memalsu, Mengedarkan Uang Palsu, dan Ciri Uang Kertas Rupiah a. Perbuatan Meniru Perbuatan meniru (namaken) adalah membuat sesuatu yang menyerupai atau seperti yang asli dari sesuatu itu. Dalam kejahatan ini sesuatu yang ditiru itu adalah mata uang dan uang kertas, maka meniru diartikan sebagai membuat mata uang (uang logam) atau uang kertas yang menyerupai atau mirip dengan mata uang atau uang kertas yang asli. Untuk adanya perbuatan ini disyaratkan harus terbukti ada yang asli atau yang ditiru. Membuat mata uang atau uang kertas yang tidak ada yang asli atau yang ditiru, tidak termasuk dalam pengertian meniru.22
22
Adami Chazawi, Op Cit. hlm 23.
19
Dalam perbuatan meniru terkandung pengertian bahwa orang yang meniru tersebut tidak berhak (melawan hukum) untuk melakukan perbuatan membuat mata uang atau uang kertas. Oleh sebab itu juga termasuk pengertian meniru dalam hal seperti: a) Seorang mencuri peralatan pembuat uang dan bahan-bahan pembuat uang. Dengan peralatan dan bahan itu ia membuat uang. Karena dibuat dengan bahan dan dengan peralatan yang sama, maka uang yang dibuatnya ini adalah sama dan tidak berbeda dengan uang asli. Walaupun demikian uang yang dibuatnya ini tetap sebagai uang palsu (tidak asli). Membuat uang dengan cara demikian adalah termasuk perbuatan meniru. b) Orang/ badan yang menurut peraturan berhak membuat atau mencetak uang, namun ia membuat uang melebihi dari jumlah yang diperintahkan/ menurut ketentuan. Maka membuat/mencetak uang lebih dari ketentuan tadi adalah berupa perbuatan meniru. Walaupun uang yang dihasilkannya secara fisik adalah sama persis seperti uang aslinya, tetap juga termasuk pengertian uang palsu (tidak asli). Dipidana atau tidaknya bagi orang ini, bergantung sepenuhnya pada bagaimana sikap batinnya. Bila dalam dirinya ada kesengajaan untuk membuat uang melebihi yang ditentukan yang menjadi wewenangnya, dan adanya masksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkannya, sudah termasuk larangan dalam pasal ini. Sebaliknya bila ia dalam membuat uang melebihi dari yang ditentukan itu karena lalai atau lupa belaka, dan tentunya tidak terkandung maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkannya seolah-olah asli dan tidak dipalsu. Dalam pengertian perbuatan meniru, tidak mempedulikan tentang nilai bahan yang digunakan dalam membuat uang itu apakah lebih rendah atau lebih tinggi dari bahan pada uang yang asli. Dengan kata lain apabila uang hasil dari perbuatan meniru
20
nilai bahannya lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai uang kertas yang asli, tetap saja perbuatan sepeti itu dipidana sebagai perbuatan meniru, jika dalam meniru itu terkandung maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan seolah-olah uang kertas asli dan tidak dipalsu.23 b. Perbuatan Memalsu Berbeda dengan perbuatan meniru yang berupa perbuatan menghasilkan suatu mata uang atau uang kertas baru (tapi palsu atau tidak asli), yang artinya sebelum perbuatan dilakukan sama sekali tidak ada uang. Pada perbuatan memalsu (vervalschen) sebelum perbuatan dilakukan sudah ada uang (asli). Pada uang asli ini dilakukan perbuatan menembah sesuatu baik tulisan, gambar maupun warna, menambah atau mengurangi bahan pada mata uang sehingga menjadi lain dengan yang asli. Tidak menjadi syarat apakah dengan demikian uang kertas atau mata uang itu nilainya menjadi lebih rendah ataukah menjadi lebih tinggi. Demikian juga tidak merupakan syarat bagi motif apa ia melakukan perbuatan itu. Apabila terkandung maksud untuk mengedarkannya atau menyuruh mengedarkannya sebagai uang asli dan tidak dipalsu, maka perbuatan itu termasuk perbuatan yang dilarang dan dipidana. Kejahatan mengenai pemalsuan uang yang terdapat dalam Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dirumuskan secara formil, maksudnya ialah melarang melakukan perbuatan tertentu, dan tidak secara tegas 23
Ibid. hlm 24.
21
menimbulkan akibat tertentu. Sebagai tindak pidana formil, terwujudnya atau selesainya kejahatan ini bergantung pada selesainya perbuatan meniru atau memalsu. Untuk dapat selesai atau terwujudnya perbuatan meniru atau memalsu diperlukan suatu syarat yakni hasil atau akibat dari perbuatan. Perbuatan meniru menghasilkan mata uang atau uang kertas yang palsu atau tidak asli, sedang dari perbuatan memalsu menghasilkan mata uang atau uang kertas yang dipalsu.24 c. Mengedarkan Uang Palsu Pasal 36 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang merumuskan sebagai berikut: Pasal 36 ayat (3) :
Setiap orang yang mengedarkan dan/ atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 36 ayat (4) :
Setiap orang yang membawa atau memasukkan Rupiah Palsu ke dalam dan/ atau ke luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Dalam rumusan Pasal 36 ayat (3) dan ayat (4) tersebut di atas, ada 4 (empat) bentuk kejahatan mengedarkan uang palsu, yaitu: 1. Melarang orang yang dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank palsu sebagai mata uang atau uang
24
Ibid. hlm 26.
22
kertas asli dan tidak dipalsu, uang palsu mana ditiru atau dipalsu olehnya sendiri. 2. Melarang orang yang waktu menerima mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank diketahuinya sebagai palsu, dengan sengaja mengedarkannya sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu. 3. Melarang orang yang dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank palsu, yang mana uang palsu itu ditiru atau dipalsu oleh dirinya sendiri dengan maksud untuk mengedakan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu. 4. Melarang orang yang dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang pada waktu diterimanya diketahuinya sebagai uang palsu, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan seperti uang asli dan tidak dipalsu.
23
d. Ciri Uang Kertas Rupiah Ciri-ciri umum pada uang kertas yang dapat dikenali adalah sebagai berikut:25 1. Bahan uang kertas adalah kertas/ plastik dengan spesifikasi khusus yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Tanda Air pada kertas uang terdapat tanda air berupa gambar yang akan terlihat apabila diterawangkan ke arah cahaya. 3. Benang pengaman ditanam di tengah ketebalan kertas atau terlihat seperti dianyam sehingga tampak sebagai garis melintang dari atas ke bawah, dapat dibuat tidak memendar maupun memendar di bawah sinar ultra violet dengan satu warna atau beberapa warna. 4. Cetak intaglio adalah cetakan timbul yang terasa kasar apabila diraba. 5. Rectoverso
adalah
pencetakan
suatu
ragam
bentuk
yang
menghasilkancetakan pada bagian muka dan belakang beradu tepat dan saling mengisi jika diterawangkan ke arah cahaya. 6. Optical Variable Ink adalah hasil cetak mengkilap (glittering) yang berubah-ubah warnanya bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda.
25
Direktorat Pengedaran Uang Bank Indonesia, 2005, “Kenali Rupiah Anda!” dalam skripsi Ersa Maduma Aritonang, Universitas Sumatera Utara. hlm 18-19.
24
7. Tulisan Mikro adalah tulisan berukuran sangat kecil yang hanya dapat dibaca dengan menggunakan kaca pembesar. 8. Invisible Ink adalah hasil cetak tidak kasat mata yang akan memendar di bawah sinar ultraviolet. 9. Multi layer latent image/ metal layer adalah teknik cetak dimana dalam satu bidang cetakan terlihat lebih dari satu obyek gambar bila dilihat dari sudut pandang tertentu. 10. Color window/ clear window pada kertas uang terdapat bagian yang terbuat dari plastik transparan berwarna/ tidak berwarna.
25
BAB III METODE PENELITIAN
1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang dipergunakan adalah Yuridis sosiologis, yaitu pendekatan yang menekankan pada pencarian-pencarian. Yuridis itu sendiri adalah suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum, tetapi di samping itu juga sosiologis yaitu berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat. Keajegan-keajegan (empirical regularitis) karena mengkonstruksi hukum sebagai refleksi kehidupan masyarakat itu sendiri di dalam praktek.26 2. Metode Survei Survei merupakan pengamatan atau penyelidikan yang kritis untuk mendapatkan keterangan yang baik terhadap suatu persoalan tertentu di dalam daerah atau lokasi tertentu atau suatu studi ekstensif yang dipolakan untuk memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan. Penelitian survei merupakan kegiatan penelitian yang memiliki tiga tujuan penting diantaranya:27 1. Mendeskripsikan keadaan alami yang hidup saat itu; 2. Mengidentifikasi secara terukur keadaan sekarang dibandingkan;
26 27
untuk
Ronny Hanitiyo Soemitro, 1986, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press. hlm. 11. Ikhsanudin, 2011, Tentang Penelitian, http://ikhsanudin Blogspot.com.
26
3. Menentukan hubunngan sesuatu yang hidup di antara kejadian spesifik.28 3. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian secara dekriptif analasis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.29 4. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada lembaga yang terkait, yaitu di Polres Banyumas, karena merupakan lokasi utama dalam kiat mendapatkan sumber informasi yang akurat, dan juga di tempat-tempat lain yang berkaitan dengan obyek penelitian seperti percetakan, fotocopy, dan pasar/ pertokoan. 5. Informan dalam penelitian Untuk melaksanakan penelitian tersebut, ditentukan Informan Penelitian sebagai data primer kualitatif. Informan penelitian yang menjadi sumber data adalah: -
Kapolres, Intel, Reserse dan Kriminal (Reskrim) di Polres Banyumas.
-
Pedagang pasar/ pertokoan, pengusaha percetakan, pengusaha fotocopy.
6. Sumber Data Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua sumber data, yaitu: a. Sumber data primer
28 29
Alim Sumarno, 2012, Penelitian Survei, http://blog.elearning.unesa.ac.id. Ronny Hanitiyo Soemitro, Op. Cit. hlm 250.
27
Data Primer atau data dasar yang diperoleh langsung dari buku-buku literatur dan perundang-undangan serta sumber dari masyarakat, dalam hal ini yang berkaitan dan relevan dengan penelitian.30 b. Sumber data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan melalui studi pustaka, data sekunder mencakup bahan hukum primer (norma, peraturan dasar, perundang-undangan dan lain-lain), bahan hukum sekunder yaitu penjelasan bahan hukum primer, bahan hukum tersier yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan maupun petunjuk terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.31 7. Teknik Pengumpulan Data a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian yaitu di Polres Banyumas dan di tempat-tempat lain yang berkaitan dengan obyek penelitian seperti percetakan, fotocopy, dan pasar/ pertokoan, dengan menggunakan metode: 1. Interview (Wawancara) Bebas Terpimpin Wawancara adalah suatu cara yang dipergunakan untuk tujuan tertentu guna mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang
30
Soerjono Soekanto, 2007, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada. hlm 12. 31 Ibid. hlm 12-13.
28
responden, dengan bercakap-cakap berhadap muka dengan orang tersebut.32 Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara bebas namun terpimpin dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan tetapi masih dimungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi ketika wawancara.33 2. Observasi (Pengamatan) Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian.34 Selain menggunakan wawancara, pengumpulan data primer juga dapat dilakukan dengan cara observasi. Teknik observasi merupakan metode pengumpulan data dengan mengamati langsung di lapangan. Mengamati bukan hanya melihat, tetapi juga merekam, menghitung, mengukur, dan mencatat kejadian. b. Data Sekunder, yaitu data yang berisikan informasi tentang bahan primer.35 Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur dan dokumendokumen lainnya yang berkaitan dengan obyek atau materi penelitian. 32
Koentjoroningrat, 1986, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia. hlm 129. 33 Ronny Hanitijo Soemitro, Op. Cit. hlm 107. 34 Hadari Nawawi, 1995, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm 100. 35 Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika. hlm 51.
29
8. Instrumen Penelitian Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan sejumlah daftar pertanyaan untuk mendapatkan data dari informan dan alat perekam suara untuk merekam jawaban-jawaban dari informan dalam penelitian. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisais data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.36 9. Metode Pengolahan Data Proses pengolahan data mencakup antara lain kegiatan-kegiatan sebagai berikut:37 i. Editing (to edit artinya membetulkan) adalah memeriksa atau meneliti data yang telah diperoleh untuk menjelaskan apakah sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Di dalam tahap editing yang diperiksa adalah: -
Adanya jawaban atas pertanyaan yang diajukan dan kelengkapan jawaban.
-
Apakah jawaban itu benar atau salah atau kurang tepat.
-
Apakah jawabannya seragam untuk pertanyaan yang sama konsistensinya.
36 37
Sugiono, 2010, Memehami Penelitian Kualitatif , Bandung: Alfabeta. hlm 60. Ronny Hanitijo Soemitro, Op. Cit. hlm 64-68.
30
Selanjutnya di dalam editing dilakukan pembetulan data yang keliru, menambahkan data yang kurang, melengkapi data yang belum lengkap. i. Coding yaitu mengkategorisasikan data dengan cara pemberian kodekode atau simbol-simbol menurut kriteria yang diperlukan pada daftar pertanyaan dan pada pertanyaan-pertanyaannya sendiri dengan maksud untuk dapat ditabulasikan. ii. Tabulasi yaitu memindahkan data dari daftar pertanyaan ke dalam tabel-tabel yang telah dipersiapkan untuk maksud tersebut. iii. Menganalisis data merupakan kegiatan pengkajian terhadap hasil pengolahan data, yang kemudian dituangkan dalam bentuk laporan baik perumusan-perumusan atau kesimpulan-kesimpulan. 10. Metode Pengujian Data Dalam penelitian ini validitas atau keabsahan data diperiksa dengan metode triangulasi.
Triangulasi
adalah
teknik
pemeriksaan
keabsahan
data
yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.38 Dalam penelitian ini variasi teknik yang digunakan adalah triangulasi model sumber, yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian
38
Lexy J. Maleong, 2011, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm. 329.
31
kualitatif. Hal ini dilakukan karena pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara, dokumentasi dan observasi yang dilakukan terhadap pencegahan dan penanggulangan pemalsuan dan peredaran uang palsu di Kabupaten Banyumas. 11. Metode Penyajian Data Hasil penelitian disajikan dalam bentuk uraian-uraian yang tersusun secara sistematis, artinya data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lain disesuaikan dengan permasalahan yang diteliti, sehingga secara keseluruhan merupakan satu kesatuan yang utuh sesuai dengan kebutuhan penelitian. 12. Metode Validitas Data Dalam penelitian ini, pengujian data/ uji kredibilitas data akan dilakukan dengan cara triangulasi sumber yang bertujuan untuk menghasilkan kesahihan, keabsahan atau kebenaran data yang dikumpulkan, ada baiknya kita melihat dahulu pengertian triangulasi. Menurut Maleong, triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.39 Triangulasi dilakukan apabila terdapat data yang bertentangan, tidak sejalan atau berbeda mengenai hal yang sama atau lebih sumber data serta pengecekan terhadap data yang tidak jelas sehingga dapat diperoleh data yang dapat dipercaya kebenarannya. 13. Teknik Analisis Data
39
Ibid. hlm 178.
32
Data yang diperoleh di analisis dengan model analisis kualitatif. Hal ini dimaksudkan analisis data yang bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan asas-asas dan informasi-informasi yang bersifat ungkapan monografis dari responden.40
40
Ronny Hanitijo Soemitro, Op. Cit, hlm 51.
33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Struktur Organisasi Polres Banyumas Secara signifikan, peredaran uang palsu di Kabupaten Banyumas sudah mengalami penurunan pesat dalam kurun waktu tahun 2011 hingga tahun 2012. Hal tersebut tentu saja menunjukan bahwa kinerja dari Kepolisian semakin membaik dan semakin mengokohkan Kepolisian dalam mencapai tujuan bersama melindungi masyarakat. Upaya yang dilakukan oleh Polres Banyumas dikonkritkan dalam bentuk tim kerja dalam suatu susunan organisasi sehingga akan memudahkan untuk merealisasikan tugas-tugas pokok Kepolisian. Perlu diketahui bahwa Polres Banyumas terdiri dari beberapa jabatan fungsional yang pembentukannya ditetapkan dengan Keputusan Kapolri. Dari sekian jabatan fungsional yang ada, dalam hal ini penulis ingin meneliti tentang tindakan/ upaya yang dilakukan oleh Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi pemalsuan dan peredaran uang palsu sehingga penulis membatasi pada bagian-bagian yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu pada bagian Sat Reskrim dan Sat Intelkam. Berikut susunan organisasi yang ada di Polres Banyumas :
34
35
1.1. Sat Reskrim (Satuan Reserse Kriminal) Dalam struktur organisasi Polres Banyumas, Sat Reskrim adalah unsur pelaksana tugas pokok yang berada di bawah Kapolres. Sat Reskrim dipimpin oleh Kasat Reskrim yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Sat Reskrim bertugas melaksanakan penyelidikan, penyidikan, dan pengawasan penyidikan tindak pidana, termasuk identifikasi dan laboratorium forensik lapangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Sat Reskrim menyelenggarakan fungsi : a. Pembinaan teknis terhadap administrasi penyelidikan dan penyidikan serta identifikasi dan laboratorium forensik lapangan; b. Pelayanan dan perlindungan khusus kepada remaja, anak, dan wanita baik sebagai pelaku maupun korban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Pengidentifikasian untuk kepentingan penyidikan dan pelayanan umum; d. Penganalisisan kasus beserta penanganannya, serta mengkaji efektivitas pelaksanaan tugas Satreskrim; e. Pelaksanaan pengawasan penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik pada unit Reskrim Polsek dan Satreskrim Polres; f. Pembinaan, koordinasi, dan pengawasan PPNS baik di bidang operasional maupun administrasi penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; g. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana umum dan khusus, antara lain tindak pidana ekonomi, korupsi, dan tindak pidana tertentu di daerah Polres. Kasat Reskrim dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh :
36
1. 2. 3. 4.
Kepala Urusan Pembinaan Operasional disingkat ( Kaur Binops); Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan disingkat (Kaur Mintu); Kepala Urusan Identifikasi disingkat (Kaur Ident); dan Kepala Unit yang terdiri dari paling banyak 6 Unit
1.2. Sat Intelkam (Satuan Intelijen Keamanan) Dalam struktur organisasi Polres Banyumas, Sat Intelkam adalah unsur pelaksana utama Polres yang berada di bawah Kapolres. Sat Intelkam dipimpin oleh Kasat Intelkam yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres. Sat Intelkam bertugas melaksanakan deteksi dini dan peringatan dini dalam ruang lingkup informasi, menyelenggarakan/ membina fungsi intelijen bidang keamanan kepada warga masyarakat yang membutuhkan, dan melakukan pengawasan/ pengamanan atas pelaksanaannya. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Sat Intelkam menyelenggarakan fungsi : a. Penyelenggaraan kegiatan intelijen dalam bidang keamanan antara lain persandian dan produk intelijen di lingkungan polres; b. Pelaksanaan kegiatan opreasional intelijen keamanan guna terselenggaranya deteksi dini (Early Detection) dan peringatan dini (Early Warning) melalui pemberdayaan pengemban fungsi Intelijen; c. Pengumpulan, penyimpanan dan pemutakhiran biodata tokoh formal atau informan organisasi sosial masyarakat, politik dan pemerintah; d. Pengdokumentasian dan penganalisaan terhadap perkembangan lingkungan strategi serta penyusunan produk intelijen untuk mendukung kegiatan Polres; e. Penyusunan prakiraan intelijen keamanan dan menyajikan hasil analisis setiap perkembangan yang perlu mendapat perhatian pimpinan; f. Pemberian pelayanan dalam bentuk surat ijin atau keterangan yang menyangkut, orang asing, senjata api dan bahan peledak serta kegiatan
37
sosial atau politik masyarakat dan SKCK kepada masyarakat yang membutuhkan serta melakukan pengawasan dan pengamanan atas pelaksanaan. Kasat Intelkam dalam melaksanakan tugas kewajibanya dibantu oleh : 1. Kepala Urusan Pembinaan Operasional disingkat ( Kaur Binops); 2. Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan disingkat (Kaur Mintu); dan 3. Kepala Unit yang terdiri dari paling banyak 7 Unit. 2. Peranan Kepolisian Dalam Mencegah Peredaran Uang Palsu Di Kabupaten Banyumas Berkaitan dengan tindakan pencegahan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian, berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, diungkapkan dalam matriks sebagai berikut : Matriks 1 : Peranan Kepolisian (Sat Reskrim) dalam Mencegah Peredaran Uang Palsu di Kabupaten Banyumas INFORMAN
HASIL WAWANCARA
SUBSTANSI
IMPLIKASI
Bapak Djunaedi selaku Inspektur Polisi Satu KBO Reskrim
“Kami ikut bertugas melakukan tindakan-tindakan pencegahan peredaran uang palsu dengan melakukan pembinaan dan penyuluhan yang tentunya kita bekerjasama dengan Sat Binmas dan Bank Indonesia. Untuk sasarannya, masyarakat umum dan petugas-petugas di bidang keuangan, seperti petugas bank, bendahara, kasir-kasir, lebih kita prioritaskan karena mereka lah yang berperan aktif nantinya mengenali uang palsu.
Memberikan pengetahuan dan meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap kejahatan pemalsuan uang dan peredarannya.
Tindakan Preventif
38
Penyuluhan tersebut tidak hanya diselenggarakan oleh pihak Kepolisian saja, namun bisa juga diadakan oleh Bank Indonesia, maupun masyarakat umum. Adapun kerja sama khusus antara Kepolisian dengan Bank Indonesia, bahwa jika terdapat laporan uang palsu yang ditemukan oleh bank-bank umum, maka akan dibuatkan suatu berita acara penyerahan khusus, yang selanjutnya harus segera kita laporkan kepada pihak Bank Indonesia untuk diminta klarifikasi guna membantu pihak Kepolisian dalam melakukan penyelidikan” Sumber : Data Primer Diolah Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat membuktikan peranannya dalam mencegah peredaran uang palsu dengan cara memberikan pembinaan dan penyuluhan terkhusus kepada masyarakat umum dan instansi-instansi yang bergerak di bidang keuangan yang bekerjasama dengan Bank Indonesia. Untuk permasalahan waktu dan tempat penyuluhan, itu ditentukan dari hasil evaluasi pada daerah yang banyak ditemukan peredaran uang palsu. Dengan adanya penyuluhan dan pembinaan yang dilakukan oleh Sat Reskrim dan Sat Binmas, maka diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat agar selalu waspada dengan uang yang diterimanya dengan mengenali ciri-ciri uang yang asli dengan yang palsu serta segera melaporkan kepada pihak Kepolisian jika
39
masyarakat tidak sengaja mendapatkan uang yang diragukan keasliannya dan mengetahui sindikat peredaran uang palsu. Adapun peran dari Sat Intelkam mengenai upaya preventif yang dilakukan, bahwa secara umum upaya preventif merupakan usaha-usaha yang dilakukan sebelum terjadinya kejahatan atau dengan kata lain usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kejahatan. Berdasarkan hasil wawancara
yang telah dilakukan,
diungkapkan dalam matriks sebagai berikut : Matriks 2 : Peranan Kepolisian (Sat Intelkam) dalam Mencegah Peredaran Uang Palsu di Kabupaten Banyumas INFORMAN
HASIL WAWANCARA
“Upaya pencegahan yang dilakukan oleh kami yaitu dengan cara menyerap informasi dari masyarakat yang kemudian diserahkan ke pimpinan, bisa ke Sat Lantas bisa juga ke Sat Binmas, tapi tetap informasi awal dari Intelkam. Dulu itu ada istilah FKK, PH, dan AF dalam upaya pencegahan. Diawali oleh FKK (Faktor Korelatif Kriminologi) yaitu faktor gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat, sehingga diperlukan adanya PH (Police Hazard) yaitu dibutuhkannya kehadiran Kepolisian untuk mengontrol situasi, agar tidak terjadinya AF (Ancaman Faktual) yaitu kejadian yang sudah terjadi” Sumber : Data Primer Diolah Bapak Tri Sudjarwadi selaku Kaur Binops (Kepala Urusan Pembinaan Operasional) Intelkam.
SUBSTANSI Melakukan deteksi dini agar tidak terjadinya Ancaman Faktual (kejadian yang sudah terjadi)
IMPLIKASI Tindakan Preventif
40
Lebih lanjut dari keterangan pada matriks di atas, kinerja dari Sat Intelkam yaitu pertama-tama menyerap info-info yang dihimpun melalui laporan informasi dari masyarakat, lalu diserahkan ke pimpinan atau sering disebut Users atau pengguna. Users ini mempunyai kebijaksanaan, yaitu kebijaksanaan untuk ditujukan ke satuansatuan yang lain seperti: a. Sat Intelkam, yaitu untuk penyelidikan lebih lanjut; b. Sat Reskrim, yaitu untuk penindakan (penangkapan dan penggerebekan); c. Sat Binmas, yaitu mengadakan sosialisasi/ penyuluhan untuk masyarakat; d. Sabhara yaitu untuk pengamanan (tergantung kebijakan pimpinan); dan e. Melakukan Razia (tetapi khusus untuk tindak pidana uang palsu). 3. Peranan Kepolisian dalam Menanggulangi Peredaran Uang Palsu Di Kabupaten Banyumas Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang merumuskan sebagai berikut : Pasal 28 ayat (1) :
Pemberantasan Rupiah Palsu dilakukan oleh Pemerintah melalui suatu badan yang mengkoordinasikan pemberantasan Rupiah Palsu.
Pasal 28 ayat (2) :
Badan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur : a. Badan Intelijen Negara; b. Kepolisian Negara Republik Indonesia; c. Kejaksaan Agung; d. Kementerian Keuangan; dan
41
e. Bank Indonesia. Berikut beberapa rangkuman hasil penyidikan kasus peredaran uang palsu yang diusut oleh Sat Reskrim Polres Banyumas dalam kurun waktu tahun 2011 hingga 2012 : Matriks 3 : Rangkuman Hasil Penyidikan oleh Sat Reskrim Polres Banyumas Kurun Waktu Tahun 2011 Hingga Tahun 2012 NAMA TAHUN
TKP
BARANG BUKTI
TERSANGKA 2011
H. Sayidina Samtural
Jl. Raya Wangon depan - 801 lembar uang Warung Bakso depan kertas pecahan Rp. SPBU Desa Wangon, 100.000,Kec.
Wangon,
Banyumas
Kab. - 187 lembar mata uang Dollar Amerika pecahan $100 - 89 lembar pecahan 1000 dan 372 lembar pecahan 2000 mata uang Rumania
2011
Zeta Surya Maharsa
Halaman Market Pabuaran,
Pabuaran - 200 lembar Rp. turut
Kel. 100.000,Kec. -
10
lembar
Rp.
42
Purwokerto Utara, Kab. 50.000,Banyumas 2011
Salbinah
Hotel Mukti Jaya kamar - 45 lembar uang No.
62
Kel. kertas Rp. 100.000,-
Karangklesem Purwokerto
Kec. -
11
lembar
Rp.
Selatan, 20.000,-
Kab. Banyumas 2012
1. Muhammad Thoyib Desa
Kejawar
Abdul Qodir
Banyumas
2. Sakim
Banyumas
Kec. 180
lembar
uang
Kab. kertas Rp. 50.000,-
3. Salamun 2012
Ahmad Nazir
Hotel Trisna Asih ikut 5 lembar uang kertas Kel.
Karangklesem Rp. 100.000,-
Kec.
Purwokerto
Selatan Kab. Banyumas 2012
1. Margiyo alias Hadi Depan
SD
Negeri - 3.068 lembar uang
alias Jefri
Banjarsari Kidul ikut kertas Rp. 100.000,-
2. Abdul Syukur
Desa Banjarsari Kidul - 96 lembar uang
3. Yono
Kec.
Sokaraja
Banyumas Sumber Data : Unit II Sat Reskrim Polres Banyumas
Kab. kertas Rp. 50.000,-
43
Berkaitan dengan tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian, berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, diungkapkan dalam matriks sebagai berikut : Matriks 4 : Peranan Kepolisian dalam Peredaran Uang Palsu
Menanggulangi
INFORMAN
HASIL WAWANCARA
Bapak Djunaedi selaku Inspektur Polisi Satu KBO Reskrim
“Kalau kita bicara tentang penanggulangan, maka kita harus berusaha untuk dapat mengetahui sumbernya. Kalo sumbernya berhasil dilacak keberadaannya, maka setidaknya peredaran dipastikan akan berkurang dan jika dalam intensitas tinggi sumbernya terus diberantas, bersihlah sudah kabupaten Banyumas dari peredaran uang palsu. Seperti yang dirasakan untuk saat ini, karena intensitas yang tinggi dalam penangkapannya, rekapitulasi tindak pidana uang palsu yang diusut Polres Banyumas untuk tahun 2011, 2012, hingga tahun 2013 ini cenderung mengalami penurunan. Itu sesuai juga dengan laporan semesteran per triwulan dari Bank Indonesia mengenai rekapitulasi tindak pidana uang palsu yang sudah mereka usut. Menurun karena kita aktif” “Tapi tetap saja upaya awal yang harus kita prioritaskan yaitu ketika ada laporan dari masyarakat, kita akan langsung
Bapak Djunaedi selaku Inspektur
Pemalsuan
SUBSTANSI
dan
IMPLIKASI
Melacak Tindakan hingga Represif memberantas sumber pengedar dan pembuat uang palsu sehingga Kabupaten Banyumas bersih dari peredaran uang palsu
Mengutamakan Tindakan Represif pelayanan prima kepada
44
Polisi Satu tanggap dan berusaha untuk KBO Reskrim memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, yaitu dengan segera melakukan langkah-langkah sesuai prosedur Kepolisian yang telah ditetapakan, mulai dari pengkajian laporan oleh tim pengkaji, dibuatkan laporan, hingga ke penindakan. Itu pun kerjasama dengan anggota Kepolisian di seluruh daerah untuk mencari informasi yang lebih mendalam mengenai aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh pelaku yang berkaitan dengan peredaran uang palsu” Sumber : Data Primer Diolah
masyarakat dengan tanggap atas setiap laporan yang masuk
Dari keterangan pada matriks di atas, dapat diketahui bahwa dalam melakukan tugasnya sebagai pelayan masyarakat, Kepolisian harus berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat bilamana adanya laporan/ informasi yang masuk dari masyarakat, Kepolisian harus segera memberikan tindakan sesuai prosedur Kepolisian yang ada. Informasi yang didapat oleh Kepolisian perihal adanya peredaran uang palsu dapat diterima dari masyarakat maupun Bank Indonesia. Hal ini dilakukan guna kepentingan tindak lanjut penyelidikan dan penyidikan Kepolisian untuk mengungkap sumber pengedar hingga ke pembuat uang palsu. Dalam setiap tindakannya, Polres Banyumas dapat bekerjasama dengan seluruh anggota Polsek, karena Kepolisian merupakan suatu sistem atau rangkaian komando dari tingkat pusat hingga ke daerah-daerah.
45
Menyinggung mengenai peredaran uang palsu di Kabupaten Banyumas dalam kurun waktu tahun 2011 hingga 2012 yang mengalami penurunan, penurunan angka peredaran uang palsu tersebut tidak terlepas dari meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap uang asli dengan uang palsu. Peran Kepolisian yang sangat aktif dan terus meningkatkan intensitas penyidikan dan penyelidikan untuk menangkap pengedar uang palsu pun merupakan nilai plus tersendiri bagi Kepolisian. Keberadaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang pun disinyalir menjadi salah satu penyebab turunnya tindak pidana pemalsuan uang karena sanksinya yang berat. Dinyatakan bahwa pelaku pemalsuan mata uang rupiah bisa dihukum maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 10 Miliar. Uang palsu yang beredar di masyarakat tidak hanya dalam pecahan besar seperti Rp 100.000, Rp 50.000, dan Rp 20.000 saja, uang dari semua pecahan yang dikeluarkan Bank Indonesia pun banyak yang dipalsu untuk mengecoh petugas dan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya temuan uang palsu yang berhasil disita oleh Polres Banyumas selama kurun waktu tahun 2011 dan 2012. Rekapitulasinya dapat dilihat pada dua matriks di halaman berikutnya :
46
47
Mekanisme penanggulangan terhadap peredaran uang palsu yang ditangani Sat Reskrim Polres Banyumas secara terprosedur adalah sebagai berikut : 1. Penyelidikan a. Mengumpulkan informasi dengan menerima laporan dari masyarakat. b. Mengkaji laporan tersebut apakah memenuhi unsur tindak pidana peredaran uang palsu atau tidak. c. Tindakan Pertama Tempat Kejadian Perkara; dengan mendatangi tempat kejadian perkara dan mengumpulkan bukti-bukti termasuk saksi. 2. Penindakan a. Sat Reskrim bekerjasama dengan seluruh anggota Kepolisian di seluruh wilayah Banyumas untuk mencari informasi yang lebih mendalam mengenai aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh pelaku yang berkaitan dengan peredaran uang palsu. b. Setelah mengetahui keberadaan pelaku, selanjutnya dilakukan tindakan yang dapat memancing pelaku keluar dari tempat persembunyiannya. c. Melakukan penangkapan terhadap pelaku dengan menerbitkan Surat Perintah Penangkapan untuk kepentingan penyelidikan. 3. Penyidikan
48
a. Melakukan
penahanan
terhadap
tersangka
untuk
kepentingan
penyidikan. b. Memeriksa para saksi yang berkaitan dengan tindak pidana peredaran uang palsu (keterangan yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri). Untuk tindak pidana peredaran uang palsu, diperlukan saksi ahli yang didatangkan dari Bank Indonesia untuk memberikan keterangan mengenai kebenaran ciri-ciri uang palsu yang dibuat ataupun diedarkan pelaku. Jika diperlukan, saksi ahli Hukum Pidana pun didatangkan untuk memberikan keterangan. 4. Pemberkasan Setiap penyelidikan dan penyidikan harus dibuatkan berita acaranya. Dan Setelah pemberkasan dinyatakan lengkap, kemudian perkara diserahkan ke Kejaksaan untuk dilakukan penuntutan dan segera digelar persidangan. 4. Tanggapan Masyarakat Terhadap Peredaran Uang Palsu Berkaitan dengan tindakan pencegahan dan penanggulangan oleh pihak Kepolisian yang telah dijelaskan sebelumnya, masyarakat sebagai pihak yang menjadi korban dari tindak pidana peredaran uang palsu memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan informasi-informasi peredaran uang palsu yang terjadi untuk membantu pihak Kepolisian dalam mengungkap jaringan peredaran uang palsu.
49
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada masyarakat, dapat dijelaskan sebagai berikut : Matriks 5 : Tanggapan Masyarakat Terhadap Peredaran Uang Palsu INFORMAN
HASIL WAWANCARA
SUBSTANSI
IMPLIKASI
Mas Helping F. Daeli, Supervisor Perusahaan Fotocopy Digital “ORTINDO” di Purwokerto
“Pada dasarnya, semua mesin fotocopy digital mampu untuk mencetak uang palsu. Untuk saat ini sudah diproduksi mesin terbaru namanya „indigo‟, kecanggihan mesin ini diperkirakan mampu untuk mencetak warna-warna khusus pada uang kertas. Tapi sekarang di semua mesin fotocopy digital ditempeli stiker “tidak untuk mengeprint uang” oleh pemerintah, jadi kita tidak diperbolehkan untuk mencetak uang ataupun surat-surat berharga. Secanggih apapun mesin yang kita miliki, tetap saja tidak bisa menyamai mesin yang dimiliki PERURI. Oleh karena itu Kepolisian harus memahami mesin yang dipunyai PERURI karena dikhawatirkan ada oknum nakal dari Bank Indonesia yang dapat membocorkan mengenai rahasia mesin tersebut” “Dari mesin yang kita punya, sebenarnya kita mampu untuk mencetak uang palsu tapi kita tidak bisa melakukannya karena standarnya untuk percetakan mengenai desain grafis harus ada sample/ contohnya dan juga harus ada izin dari BIN (Badan Intelijen Negara) atas laporan mengenai
Kesadaran terhadap hukum yang berlaku dengan mentaati peraturan yang tertera pada stiker
Memahami kondisi bangsa akan maraknya peredaran uang palsu sehingga timbul kesadaran hukum
Mendapatkan pengetahuan dari sosialisasi yang dilakukan Bank Indonesia
Menjadikan pengalaman dalam menjalankan usaha percetakannya dari orangorang yang meminta
Mas Wawan, pemilik Perusahaan Percetakan “PRASTIMIAR SO” di Purwokerto
50
Bapak Deddy Agung Nugroho, pimpinan Supervisor Kasir Super Mall “MORO” di Purwokerto
Ibu Suwarsini, pedagang pisang di Pasar Wage Purwokerto
dokumen-dokumen Negara karena terdapat fitur pengamannya. Paling riskan pemalsuan di grafis. Kita tidak bekerja untuk urusan grafis, tapi kita hanya produksi. Dulu sekitar setahun yang lalu pernah ada permintaan untuk mencetak uang palsu tapi kita tidak berani karena dulu sekitar dua tahun yang lalu kita pernah dapat penyuluhan dari Bank Indonesia mengenai peredaran uang palsu” “Disini kami sering menemukan adanya uang palsu, hanya saja periodenya tidak secara continue. Kadang hilang kadang muncul. Seringnya pada saat menjelang lebaran. Paling kami hanya memberikan teguran secara langsung pada konsumen yang kedapatan membayar dengan uang palsu, karena ketika ditanya, dia pun tidak tahu mendapatkan uang itu dari mana. Disini kami hanya mempunyai alat sinar ultraviolet untuk cek keaslian uang, tapi lebih sering dengan cara manual karena kami sudah paham mengenai 3D” “Setiap saya berjualan di pagi hari saya pernah bahkan sering menemukan uang palsu diantaranya pecahan Rp 100.000, Rp 50.000, dan Rp 20.000. Yang paling sering itu pecahan Rp 20.000. Tapi dari ketiga pecahan tersebut, hanya selembar-selembar saja uang palsu yang didapatkan. Bisa tahu itu palsu karena setelah saya terawangkan ke langit, dan saya raba-raba ternyata itu palsu. Adanya uang palsu yang beredar ini jelas sangat merugikan saya.
dibuatkan uang palsu
Memahami sortasi secara manual 3D sehingga dapat membedakan uang palsu dan uang asli yang tidak sengaja didapat dari konsumen
Berusaha untuk hanya memberikan teguran terhadap konsumen yang kedapatan memberikan uang palsu
Diperlukan pengetahuan mengenai ciriciri uang yang asli dan yang palsu agar tidak menjadi korban peredaran uang palsu, dari kejadian tersebut menjadikannya pengalaman
Mendapatkan pengetahuan mengenai 3D sehingga dapat lebih waspada
51
Ruginya mengurangi modal saya. Dulu pernah ada teman saya pegawai Bank BNI kasih tahu saya mengenai 3D dan sekarang saya sudah paham sehingga dapat membedakan uang yang asli dan yang palsu” Sumber : Data Primer Diolah
agar selalu waspada terhadap uang yang diterimanya
Dari hasil wawancara pada matriks di atas, dapat diungkapkan bahwa perusahaan fotocopy digital dan perusahaan percetakan memiliki alat-alat yang dapat disalahgunakan untuk mencetak dan membuat uang palsu. Oleh karena itu, penyuluhan-penyuluhan terhadap para pengusaha fotocopy digital dan pengusaha percetakan juga sangat penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan alat-alat yang dimilikinya. Berdasarkan hasil penelitian pada beberapa perusahaan fotocopy digital dan perusahaan percetakan di wilayah Purwokerto, mereka memiliki alat-alat yang canggih yang jika disalahgunakan alat-alat tersebut bisa digunakan untuk mencetak dan membuat uang palsu. Tetapi seringkali mereka tidak berani untuk melakukannya karena mereka sadar akan peraturan hukum yang berlaku. Pada umumnya, masyarakat takut untuk membuat maupun mengedarkan uang palsu karena biasanya pembuat uang palsu merupakan orang-orang yang profesional, terlatih, dan memiliki keahlian khusus yang tergabung dalam jaringan tertutup yang terorganisir. Biasanya uang palsu kebanyakan diedarkan di pasar-pasar tradisional, dimana para pedagangnya kebanyakan belum mengetahui ciri-ciri uang palsu, dan kurang begitu teliti dalam memeriksa uang yang diterimanya. Kurangnya pengetahuan
52
masyarakat di desa-desa tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah menyebabkan pelaku pengedar semakin mudah dan semakin leluasa dalam melakukan tindak pidana peredaran uang palsu. Oleh karena itu masyarakat membutuhkan suatu penyuluhan dan pembinaan mengenai uang palsu. 5. Faktor-Faktor yang Mendorong Polres Banyumas Dalam Mencegah dan Menanggulangi Peredaran Uang Palsu Dibutuhkan peran serta aktif dan koordinasi antara Perbankan, masyarakat, dan Bank Indonesia dengan Kepolisian untuk mencegah dan menanggulangi peredaran uang palsu dengan cara segera melaporkan setiap temuan uang palsu kepada Kepolisian terdekat atau kepada Bank Indonesia setempat untuk mengklarifikasi uang yang diragukan keasliannya ataupun uang palsu yang ditemukan. Hal ini akan sangat membantu pihak Kepolisian dalam upaya penyelidikan untuk memberantas secara tuntas tindak pidana uang palsu. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan pihak Bank Indonesia, mengenai faktor yang mendorong Kepolisian mencegah dan menanggulangi peredaran uang palsu yaitu diungkapkan sebagai berikut :
53
Matriks 6 : Faktor-Faktor yang Mendorong Polres Banyumas (Bank Indonesia) Dalam Mencegah dan Menanggulangi Peredaran Uang Palsu INFORMAN
HASIL WAWANCARA
“Ada koordinasi khusus antara BI, perbankan, dan masyarakat dalam membantu Kepolisian mencegah dan memberantas peredaran uang palsu di Banyumas yaitu dengan membuat laporan setiap terkait adanya uang yang diragukan keasliannya untuk kami klarifikasi keasliannya dengan peralatan khusus yang kami punyai. Mengenai pelaporan, ada prosedurnya. Setelah diklarifikasi, kami akan menginformasikan apakah uang tersebut asli atau palsu. Jika asli, kita kembalikan kepada pelapor dengan surat khusus dan jika palsu maka akan kami serahkan ke Kepolisian dengan menyertakan Berita Acara Pemeriksaan” Sumber : Data Primer Diolah Bapak Firdaus, Ketua Seksi Kas di “BANK INDONESIA” Purwokerto
SUBSTANSI Bank Indonesia merupakan pihak yang mempunyai peran paling penting dalam menentukan uang asli atau palsu sehingga dapat membantu Kepolisian memberantas peredaran uang palsu
IMPLIKASI Faktor Pendorong
6.1. Laporan Perbankan Bank sebagai salah satu sentral peredaran uang, memiliki peran yang cukup besar dalam mencegah peredaran uang palsu. Seringkali biasanya terdapat uang palsu yang terselip diantara uang asli nasabah bank yang akan disetorkan kepada bank. Bank harus selalu memeriksa keaslian uang yang diterimanya, sehingga semua bank
54
memiliki alat-alat pendeteksi keaslian uang, serta petugas-petugas bank dibekali kemampuan untuk memeriksa uang yang asli maupun yang diragukan keasliannya atau disebut juga sortasi secara manual. Kontribusinya dalam mencegah peredaran uang palsu adalah dengan melaporkan dan membuatkan Berita Acara Penyerahan setiap temuan uang yang diragukan keasliannya yang didapat dari nasabah kepada Bank Indonesia untuk permintaan klarifikasi keaslian apakah uang tersebut palsu atau tidak palsu. Bank-bank umum, bank swasta maupun bank pemerintah di daerah perkotaan hingga ke daerah Kecamatan, petugas kasir dari bank-bank tersebut selalu mengecek satu persatu uang yang diterimanya karena seringkali petugas kasir menemukan adanya uang yang diragukan keasliannya ataupun uang palsu yang berasal dari setoran masyarakat/ nasabah sehingga diharuskan melapor untuk permintaan klarifikasi keaslian kepada Bank Indonesia. 6.2. Laporan Masyarakat Pada dasarnya, masyarakat yang sudah memahami mengenai 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang) baik melalui sosialisasi yang diselenggarakan oleh pihak Kepolisian ataupun pihak Bank Indonesia maupun melalui poster-poster, spanduk, baliho, banner informasi uang palsu yang disebar, seandainya masyarakat menemukan uang yang diragukan keasliannya dipastikan akan tanggap dan diharuskan melapor untuk permintaan klarifikasi keaslian kepada Bank Indonesia.
55
6.3. Informasi Hasil Penelitian Bank Indonesia Atas Uang Yang Diragukan Keasliannya Setelah Berita Acara serah terima uang yang diragukan keasliannya diserahkan kepada Bank Indonesia, maka selanjutnya uang-uang tersebut akan diteliti keasliannya oleh Bank Indonesia, yaitu dengan cara : 1. Tanpa alat/ 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang); 2. Dengan alat, antara lain : -
Sinar Ultra Violet;
-
Loupe (Kaca Pembesar); dan
-
Mikroskop Elektron.
Ada beberapa tingkatan Fitur Pengamanan (Security Features) untuk menentukan keaslian uang yaitu :41 a. Level 1 (overt) : Diperuntukkan bagi orang awam dan dapat diidentifikasi secara langsung dengan panca indera (indera peraba dan indera penglihatan) b. Level 2 (overt dan covert) : Diperuntukkan bagi profesional dan dapat diidentifikasi secara langsung dengan bantuan peralatan (loupe dan sinar ultra violet)
41
Bank Indonesia, 2011, Buku Materi Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah, Jakarta : Direktorat Pengedaran Uang, hlm 3.
56
c. Level 3 (covert) : Diperuntukkan bagi Bank Sentral dan hanya dapat diidentifikasi dengan menggunakan peralatan khusus (mikroskop elektron) Pertama-tama akan diteliti dari level 1 (overt), yaitu diteliti dengan cara 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang) yang penjelasannya sebagai berikut :42 Dilihat -
Warna Uang terlihat terang dan jelas
-
Terdapat Benang Pengaman, yang ditanam pada kertas uang dan tampak sebagai suatu garis melintang atau berbentuk anyaman yang dapat berubah warna bila dilihat dari sudut pandang berbeda
-
Pada uang pecahan Rp 100.000, Rp 50.000, Rp 20.000, dan Rp 10.000 (Desain Lama), di sudut kanan bawah terdapat Optically Variable Ink (OVI), yaitu berupa logo BI dalam bidang tertentu yang dicetak dengan tinta khusus yang akan berubah warna apabila dilihat dari sudut pandang tertentu
-
Pada uang pecahan Rp 100.000, Rp 50.000, Rp 20.000, dan Rp 10.000 (Desain Baru) terdapat Cetak Pelangi (Rainbow Printing), yaitu cetak pelangi dalam bidang tertentu yang akan berubah warna apabila dilihat dari sudut pandang tertentu
Diraba
42
Ibid. hlm 4-8.
57
-
Cetak Tinta Khusus : Pada angka nominal, huruf terbilang, tulisan Bank Indonesia, gambar utama, dan Lambang Negara Burung Garuda pada bagian ini akan terasa kasar bila diraba.
-
Kode Tuna Netra : Kode tertentu untuk mengenal jenis pecahan bagi tuna netra. Pada setiap uang terletak pada bagian muka uang di atas tulisan Bank Indonesia.
Diterawang -
Pada setiap uang terdapat Tanda Air (Watermark), yaitu suatu gambar tertentu yang akan terlihat bila diterawangkan ke arah cahaya, umumnya berupa Gambar Pahlawan.
-
Pada setiap uang kertas terdapat Gambar Saling Isi (Rectoverso), yaitu Logo BI yang akan terlihat secara utuh apabila diterawang ke arah cahaya.
Setelah proses identifikasi selesai, Bank Indonesia menyampaikan informasi hasil penelitian atas uang yang diragukan keasliannya kepada kantor bank yang mengajukan klarifikasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permintaan klarifikasi secara lengkap dan benar. Bank wajib menginformasikan hasil penelitian atas uang yang diragukan keasliannya kepada nasabah yang menyerahkan, menyetoran, atau menukarkan uang yang diragukan keasliannya.
58
6.4. Tindak Lanjut Terhadap Uang Yang Diragukan Keasliannya a. Uang dinyatakan asli : Kembali ke Perbankan dan masyarakat dengan surat yang menyatakan itu asli. b. Uang dinyatakan palsu : Ditahan/ disita terdahulu dengan menyerahkan Berita Acara Penyerahan Khusus lalu diserahkan ke Kepolisian untuk dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan bersama barang bukti. Selanjutnya, berkaitan dengan wawancara yang telah dilakukan dengan pihak Bank Indonesia, mengenai proses lebih lanjutnya yaitu diungkapkan sebagai berikut : Matriks 7 : Faktor-Faktor yang Mendorong Polres Banyumas (Sat Reskrim) Dalam Mencegah dan Menanggulangi Peredaran Uang Palsu INFORMAN
HASIL WAWANCARA
“Setelah kita mendapat BAP dari BI berupa uang palsu, kita melakukan penyelidikan untuk menemukan pelaku. Jika sudah ditemukan bukti yang cukup, maka selanjutnya dilakukan penyidikan sampai penyelesaian berkas perkara lalu diserahkan ke Kejaksaan. Tetapi jika masih dalam proses penyelidikan, BAP itu disimpan di petugas yang menangani penyimpanan barang bukti” Sumber : Data Primer Diolah Bapak Slamet Husein, selaku Kanit III Sat Reskrim Polres Banyumas
SUBSTANSI Pihak Kepolisian mempunyai kewajiban untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan pelaku dan barang bukti
IMPLIKASI Faktor Pendorong
59
Dari keterangan pihak Kepolisian di atas, maka sudah jelas bahwa adanya koordinasi antara perbankan, masyarakat, Bank Indonesia untuk membantu Kepolisian mencegah dan menanggulangi pemalsuan dan peredaran uang palsu. 6. Faktor-Faktor yang Menghambat Polres Banyumas Dalam Mencegah dan Menanggulangi Peredaran Uang Palsu Sudah menjadi tekad yang kuat dari Polres Banyumas untuk memberantas tindak pidana peredaran uang palsu hingga ke sumber atau otak dari pembuat dan pengedar uang palsu tersebut karena peredaran uang palsu sudah sangat meresahkan masyarakat dan menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat dan negara. Telah dilakukannya upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap semua bentuk kejahatan pemalsuan uang bahwa dalam melakukan upaya-upaya tersebut, Kepolisian menemui beberapa kendala yang dapat menghambat kinerja mereka. Berkaitan dengan hambatan-hambatan yang ditemui Polres Banyumas dalam mencegah dan menanggulangi peredaran uang palsu, berdasarkan wawancara yang telah dilakukan yaitu diungkapkan sebagai berikut :
60
Matriks 8 : Faktor-Faktor
yang
Menghambat
Polres
Banyumas
Dalam
Mencegah dan Menanggulangi Peredaran Uang Palsu INFORMAN
HASIL WAWANCARA
“Kalau berbicara masalah hambatan upaya pencegahan, kalau dari masalah eksternalnya ya bisa karena kurangnya antusias dari masyarakat dalam menanggapi penyuluhan uang palsu mungkin karena mereka lebih antusias terhadap penyuluhan tentang narkoba ataupun penyuluhanpenyuluhan yang lainnya sedangkan kalau berbicara masalah internal, bisa karena kurangnya sarana dan prasarana dari kami sehingga dampaknya akan menghambat dalam proses pelaksanaan. Lebih lanjut, mengenai hambatan upaya pemberantasannya, ya karena jaringan pengedar yang sangat tertutup dan sangat rapi membuat kami kesulitan” Sumber : Data Primer Diolah Bapak Djunaedi selaku Inspektur Polisi Satu KBO Reskrim
SUBSTANSI - Masih ada masyarakat yang kurang peduli terhadap penyuluhanpenyuluhan mengenai peredaran uang palsu yang dilakukan pihak Kepolisian dan Bank Indonesia - Masyarakat yang masih takut untuk melapor perihal temuan uang palsu
IMPLIKASI - Hambatan Preventif - Hambatan Represif
Dari keterangan pada matriks di atas dapat diketahui bahwa faktor internal dan faktor eksternal yang menghambat pihak Kepolisian dalam menjalankan tugasnya untuk mencegah dan menanggulangi peredaran uang palsu yakni :
61
5.1. Hambatan Preventif/ Pencegahan a. Faktor Internal : Kurangnya sarana dan prasarana Sarana dan prasarana yang dimaksud disini adalah kurangnya dana operasional dan kurangnya jumlah personel anggota Kepolisian. Pihak Kepolisian mengalami kendala dalam persoalan dana dikarenakan dana yang dianggarkan digunakan untuk membuat spanduk, baliho, maupun banner dan juga untuk membuat iklan di siaran radio sehingga dana akan terkuras. Oleh karena dana operasional yang cepat terkuras, maka dibutuhkannya waktu untuk menstabilkan kembali dana operasional tersebut sehingga akan menghambat pelaksanaan tugas Kepolisian. Kurangnya jumlah personel Kepolisian menyebabkan pelaksanaan tugasnya menjadi tidak maksimal karena jumlah personel Kepolisian yang tidak seimbang dengan jumlah penduduk di wilayah Kabupaten Banyumas yang semakin berkembang dan semakin bertambah banyak sehingga akan menghambat pelaksanaan tugas Kepolisian. b. Faktor Eksternal : Kurangnya antusias dan partisipasi dari masyarakat. Dalam kegiatan pembinaan dan penyuluhan yang dilakukan oleh Kepolisian mengenai uang palsu, masyarakat tidak begitu antusias. Bisa dikarenakan masyarakat lebih antusias terhadap masalah-masalah mengenai narkoba dan penghapusan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dan bisa dikarenakan kesibukan masyarakat dalam mereka
62
bekerja sehingga kurangnya pertisipasi dalam kegiatan pembinaan dan penyuluhan. 5.2. Hambatan Represif/ Penanggulangan Para pelaku tindak pidana uang palsu yang terkumpul dalam jaringan sindikat yang terorganisir, bersifat tertutup, dan memiliki mobilitas yang tinggi yang biasanya pembuatan uang palsu dilakukan di rumah-rumah kontrakan serta berpindah-pindah tempat untuk menghilangkan jejak sehingga akan sangat menyulitkan aparat Kepolisian memberantasnya.
63
B. Pembahasan 1. Peredaran Uang Palsu Kejahatan mengedarkan uang palsu merupakan kejahatan yang serius, karena selain bertujuan untuk memperkaya diri sendiri secara melawan hukum, juga bertujuan untuk menghancurkan perekonomian negara. Hal ini terjadi karena seiring dengan kemajuan teknologi dan kecanggihan teknologi sehingga timbulnya keinginan dari masyarakat menyalahgunakan teknologi untuk memperoleh kekayaan dengan cara cepat. Terdapat dua motif mengenai pemalsuan uang, yaitu sebagai berikut :43 1. Motif Ekonomi Motif ini merupakan yang paling umum untuk dijadikan alasan oleh para pelaku kejahatan peredaran uang palsu, yaitu dengan beralibi bahwa pelaku melakukan pemalsuan uang rupiah dengan maksud semata-mata untuk kepentingan pribadinya. Karakteristik dari motif ini adalah : a. Berorientasi pada keuntungan materiil untuk memenuhi kebutuhan hidup
43
Ibid. hlm 2.
64
Pada umumnya pelaku mengaku melakukan kejahatan ini karena terdesak untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti makan, berobat, atau hanya untuk bersenang-senang. b. Kuantitas jumlah uang palsu yang terbatas Karena peralatan yang dipergunakan juga cukup terbatas dengan kapasitas produksi yang terbatas, maka jumlah uang palsu yang dihasilkan umumnya terbatas. Dilakukan oleh orang dengan status sosial yang cukup mampu dengan motif yang sekedar iseng untuk mengaplikasikan kemampuan teknologinya. c. Modus operandi yang sederhana Umumnya modus operandi yang dilakukan dalam mengedarkan uang palsu ini adalah sederhana. Misal digunakan untuk berbelanja di warung kelontongan maupun di supermarket. Sehingga yang menjadi sasaran pelaku adalah justru langsung pada masyarakat konsumen yang umumnya minim pengetahuan akan keaslian uang rupiah. 2. Motif Politik Motif politik ini merupakan motif yang cukup berbahaya terutama bagi kelangsungan perekonomian negara. Karakteristik dari motif ini adalah : a. Berorientasi pada kekuasaan Pada umumnya dilakukan dengan orientasi untuk mendapatkan kekuasaan maupun jabatan dalam pemerintahan. Contoh yang paling
65
sering terjadi adalah meningkatnya jumlah uang palsu pada saat pemilihan umum. Uang-uang palsu tersebut digunakan sebagai uang suap baik untuk keuntungan salah satu calon ataupun untuk menjatuhkan kandidat yang lain. Sehingga pada masa-masa tersebut, kewaspadaan perlu ditingkatkan. b. Kuantitas jumlah uang palsu yang dihasilkan cukup besar Dengan kemampuan keuangan dan finansial yang dimiliki, pelaku mampu menghasilkan uang palsu yang dibutuhkan sehingga jumlah uang palsu yang dihasilkan akan sangat besar. c. Modus operandi yang sangat terorganisir, sistematis, dan bersifat trans-nasional Dalam motif ini, pelaku memiliki kemampuan penguasaan teknologi serta ditunjang dengan status dan kekuasaan yang dimiliki sehingga dengan mudah mampu menggerakkan jaringan sampai ke tingkat terendah. Bahkan juga tidak jarang motif politik ini mendasari adanya kejahatan peredaran uang palsu yang bersifat trans-nasional melintasi batas negara. Mayoritas yang terjadi di Kabupaten Banyumas merupakan bermotif ekonomi. Masyarakat dengan kemampuan ekonomi rendah menjadi sasaran utama para pengedar dan pembuat uang palsu dimana uang palsu tersebut diedarkan di pasar-pasar tradisional karena seringkali para pedagang kurang teliti dalam menerima
66
uang hasil pembayaran dari pembelinya. Akibatnya bukan hanya menimbulkan kerugian sebesar jumlah uang palsu tersebut, namun juga dapat mengancam kelangsungan usahanya. Dalam melakukan kejahatannya, uang yang dipalsu tidak hanya yang bernominal besar, namun juga yang bernominal kecil. Hal ini bertujuan untuk mengecoh dan mengelabuhi petugas Kepolisian dan masyarakat dengan beranggapan yang lebih sering dipalsu adalah pecahan dengan nominal besar seperti pecahan Rp 100.000,- dan Rp 50.000,-. Perkembangan IPTEK mengenai kemajuan grafik mesin-mesin digital yang ada, sangat berpengaruh besar terhadap teknik-teknik pemalsuan uang mulai dari teknik-teknik pemalsuan yang sederhana hingga yang menggunakan teknologi canggih, dapat dimanfaatkan dalam upaya-upaya pemalsuan jenis peniruan uang kertas. Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa arti dari pemalsuan uang berbeda tipis dengan peniruan uang, yang definisinya terdapat pada Pasal 1 angka 8 dan 9 UndangUndang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang, yaitu : Pasal 1 angka 8 :
Rupiah Tiruan adalah suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar, dan/atau desainnya menyerupai Rupiah yang dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan, atau diedarkan, tidak digunakan sebagai alat pembayaran dengan merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara.
Pasal 1 angka 9 :
Rupiah Palsu adalah suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar, dan/atau desainnya menyerupai Rupiah yang dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan, diedarkan, atau digunakan sebagai alat pembayaran secara melawan hukum.
67
Pemalsuan jenis peniruan dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut :44 1. Kurang berbahaya Yaitu jenis pemalsuan uang dengan kualitas relatif kurang baik, masyarakat mudah membedakannya dengan yang asli, pembuatannya dilakukan satu-persatu (kuantitas produksinya rendah). a. Lukisan tangan Peniruan dilakukan dengan cara melukis dengan bahan antara lain cat air, hasil lukisan tampak buruk, tidak sempurna, tidak rapi, dan mudah dideteksi. b. Fotocopy hitam putih Pemalsuan dengan alat fotokopi hitam putih memberikan penampakan pada hasil cetakan antara lain garis-garis relief dan garis halus hilang terputus-putus atau tidak jelas. Penyempurnaan warna gambar dilakukan dengan menggunakan cat air. c. Cetakan kasa / sablon Proses ini memerlukan alat fotografi untuk memisahkan warna-warna yang ada pada gambar aslinya. Sebagai acuan cetak digunakan kasa (screen) misal nilon, sebanyak jumlah warna yang diperlukan. 2. Berbahaya 44
Eddi Wibowo, 2004, Hukum dan Kebijakan Publik, Yogyakarta : Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI). hlm 132-135.
68
Yaitu jenis pemalsuan dengan kualitas baik, mendekati sempurna, dan sulit dibedakan dengan yang asli jika dideteksi tanpa menggunakan alat deteksi serta kuantitas produksinya tinggi. a. Proses photo mechanic (fotografi) Reproduksi dengan cara pemisahan setiap komponen warna. Komponen-komponen warna tersebut kemudian dikombinasikan sesuai dengan urutan pencetakannya. b. Proses colour separation Pemisahan warna dilakukan dengan filter pada kamera bagi masingmasing warna proses (cyan, magenta, yellow dan black). Penomoran dilakukan dengan menggunakan teknik cetak offset yang banyak digunakan percetakan non-sekuritas. c. Proses multi-colour Pemisahan warna secara selektif dan pencetakannya sesuai dengan jumlah warna secara berurutan. Unsur pengaman yang ada pada uang kertas antara lain warna kertas, tanda air, benang pengaman, dan seratserat berwarna dapat juga ditiru dengan proses ini. Reproduksi dengan proses multi-colour relatif memerlukan keahlian dan ketelitian dengan waktu persiapan yang lebih lama dibandingkan dengan colour separation. Uang kertas rupiah palsu hasil reproduksi dengan proses
69
multi-colour secara teknis merupakan ancaman potensial menuju kualitas sangat berbahaya. d. Fotocopy berwarna Kemajuan teknologi fotocopy berwarna berkembang pesat. Dewasa ini mesin fotokopi berwarna mampu mereproduksi semua warna yang tampak. Yaitu empat warna dasar yang dikenal sebagai warna cyan, magenta, yellow, dan black. Meskipun teknik ini memberikan hasil satu-satu, kapasitas rendah dan biaya mahal, namun mesin fotokopi berwarna mempunyai tingkat berbahaya yang sangat tinggi karena dapat dioperasikan dengan mudah oleh siapa saja secara diam-diam. Hal ini dapat dianggap lebih berbahaya dalam pengedarannya karena dilakukan bukan oleh sindikat yang dianggap lebih mudah dilacak oleh pihak yang berwajib. Dengan teknik percetakan yang semakin maju, memudahkan orang untuk membuat uang palsu. Bank Indonesia selaku bank sentral sebagai pemegang hak monopoli penerbitan uang kertas secara berkala harus segera memperbarui desain dan sistem pengaman uang kertasnya, agar para pemalsu uang kertas kesulitan meniru tren uang kertas terbaru. Hal ini memerlukan biaya yang cukup besar di setiap emisi penerbitan uang kertas baru sehingga menyebabkan rentannya intervensi kebijakan bank sentral penerbit uang kertas dan rentannya aksi spekulasi pedagang mata uang asing (valas), dan mudah terkena dampak inflasi penurunan daya beli uang kertas.
70
Uang palsu dengan kapasitas yang besar akan dapat mempengaruhi perekonomian negara karena dapat menimbulkan inflasi. Inflasi adalah kondisi perekonomian dimana jumlah uang yang beredar terlalu besar sehingga melebihi kebutuhan dari masyarakat. Akibat utamanya adalah bahwa karena jumlah uang yang beredar terlalu besar, maka harga-barang-barang akan naik sedangkan daya beli masyarakat tetap. Perkembangan teknologi dan globalisasi diduga menjadi faktor pendorong yang cukup efektif terhadap perkembangan kejahatan ini. Media-media seperti komputer, printer, scanner maupun offset bukanlah sesuatu yang asing dan baru. Akibatnya setiap orang dapat menghasilkan uang palsu mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling canggih dengan tingkat kemiripan yang tinggi. Hal ini membuktikan bahwa kejahatan pemalsuan uang telah menggunakan peralatan yang cukup canggih sehingga dapat menghasilkan kualitas uang palsu kategori jenis kurang berbahaya maupun jenis berbahaya. 2. Tindakan Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Pidana Pemalsuan dan Peredaran Uang Palsu Yang Dilakukan oleh Polres Banyumas Peredaran uang palsu pada saat ini harus lebih ditanggapi secara serius. Hal ini mengingat dampak yang ditimbulkan dari adanya peredaran uang palsu sangatlah besar. Dampak tersebut tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga dapat merusak tatanan perekonomian bangsa. Di dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
71
2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), mengenai tugas pokok Kepolisian yaitu : a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan masyarakat.
pelayanan
kepada
Selanjutnya Pasal 14, dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) bertugas : a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan; c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Mengenai ketentuan-ketentuan penyelidikan dan penyidikan ini, lebih jelasnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang diantaranya menguraikan pengertian penyidikan, penyelidikan, penyidik dan penyelidik serta tugas dan wewenangnya; h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
72
k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam menjalankan tugas sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang POLRI, maka aparat Kepolisian memiliki wewenang yang secara umum terdapat dalam Pasal 15, yaitu sebagai berikut : a. Menerima laporan dan atau pengaduan; b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum; c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; e. Mengeluarkan peraturan Kepolisian dalam lingkup kewenangan administrative kepolisian; f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian; h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. Mencari keterangan dan barang bukti; j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional; k. Mengeluarkan surat izin dan atausurat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat; l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. Dari penguraian Pasal tersebut, poin (a) secara atributif telah diatur wewenang Kepolisian untuk menerima laporan ataupun pengaduan mengenai suatu peristiwa yang patut diduga sebagai tindak pidana.
73
Dalam menjalankan tugasnya, Kepolisian melaksanakan berbagai tindakan demi mendukung kelancaran dari tugas tersebut. Secara umum ada dua tindakan yang dilakukan Kepolisian, yaitu tindakan secara preventif dan secara represif. Tugas di bidang preventif dilaksanakan dengan konsep dan pola pembinaan dalam wujud pemberian pengayoman, perlindungan, dan pelayanan kepada masyarakat, agar masyarakat merasa aman, tertib, dan tentram tidak terganggu segala aktivitasnya. Tugas di bidang represif adalah mengadakan penyidikan atas kejahatan dan pelanggaran menurut ketentuan Undang-Undang. Tugas represif ini sebagai tugas Kepolisian dalam bidang peradilan atau penegakan hukum.45 Menurut R. Soesilo, pada hakekatnya tugas Kepolisian dapat dibedakan menjadi dua golongan sebagai berikut :46 1. Tugas preventif adalah golongan tugas yang bersifat menjaga jangan sampai terjadi perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum (mencegah sebelum terjadinya tindak pidana) 2. Tugas represif adalah golongan tugas yang mengusahakan agar supaya sesudah terjadinya perbuatan yang melanggar hukum akan dapat diketemukan tindak pidana mana yang telah dilanggar dan siapakah pembuatnya. Sifat dan maksud tugas ini adalah pada suatu tindak pidana yang telah terjadi dan diperiksa untuk diserahkan kepada hakim. 45
Sadjijono, 2006, Mengenal Hukum Kepolisian, Jakarta: Laksbang Mediatama, hlm 119. R. Soesilo, 1982, Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Menurut KUHAP Bagi Penegak Hukum), Bogor : Politeia. hlm 23. 46
74
Sedangkan menurut Soedarto, dalam masalah penegakan hukum dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :47 1. Tindakan pencegahan Tindakan pencegahan
dimaksudkan untuk
menjaga kemungkinan
terjadinya kejahatan. Dapat pula dikatakan sebagai upaya untuk menjaga agar orang yang bersangkutan serta masyarakat pada umumnya tidak melakukan tindak pidana. Kalau prevensi diartikan secara luas maka banyak badan atau pihak yang terlibat di dalamnya, ialah pembentuk Undang-Undang, Polisi, Kejaksaan, Pengadilan, Pamong Praja, dan Aparatur Eksekusi serta orang-orang biasa. Namun badan yang langsung mempunyai wewenang dan kewajiban dalam pencegahan ini adalah Kepolisian. 2. Tindakan represif Yang dimaksud dengan tindakan represif adalah tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadinya kejahatan atau tindak pidana. Termasuk tindakan represif adalah penyelidikan, penyidikan, penyidikan lanjutan, penuntutan dan seterusnya sampai dilaksanakannya pidana. Ini semua juga merupakan politik kriminil sehingga harus dipandang sebagai satu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh badanbadan yang bersangkutan dalam menanggulangi kejahatan.
47
Soedarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung : Alumni. hlm 113-118.
75
Dalam pencegahan dan penanggulangan tindak pidana sebagaimana yang telah diuraikan di atas merupakan tindakan yang secara umum dilakukan oeh Kepolisian, namun dalam pelaksanaannya tidak semuanya sama. Oleh karena itu, aparat Kepolisian khususnya Polres Banyumas perlu menerapkan langkah-langkah konkrit sebagai tindakan pencegahan dan penanggulangan tindak pidana peredaran uang palsu. Tindakan pencegahan dan penanggulangan oleh Sat Reskrim menerapkan dua tindakan, yaitu : 1. Tindakan pencegahan dengan sarana non penal (Preventif); dan 2. Tindakan penanggulangan dengan sarana penal (Represif) 2.1. Tindakan pencegahan dengan sarana non penal (Preventif) Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan penulis, tindakan preventif yang dilakukan Kepolisian terutama oleh Sat Reskrim Polres Banyumas yang bekerja sama dengan Sat Binmas dan Bank Indonesia, yaitu dengan melaksanakan sosialisasi, pembinaan, dan penyuluhan kepada masyarakat. Tindakan tersebut dapat berupa menyebarkan informasi melalui pembuatan poster dan stiker ataupun brosur dan leaflet yang berupa himbauan kepada masyarakat untuk lebih waspada terhadap peredaran uang palsu dan lebih memahami ciri-ciri uang asli. Poster dan stiker ini biasanya disebarkan di pusat-pusat aktivitas masyarakat seperti pasar, SPBU, dan bank-bank umum. Orang-orang yang bekerja di bidang keuangan seperti kasir dan bendahara serta para pedagang pasar tradisional
76
lebih diprioritaskan karena mereka yang lebih intens berhadapan dengan uang palsu. Penyuluhan tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu dari pihak Kepolisian melalui Sat Binmas dan Sat Reskrim untuk penyuluhan mengenai penanggulangan uang palsu, dan pihak Bank Indonesia untuk sosialisasi ciri-ciri keaslian uang. Dari kedua penyuluhan tersebut, selalu ditekankan kepada masyarakat mengenai pendeteksian awal uang palsu dengan cara 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). Dalam satu kota tertentu, biasanya dilakukan setengah hari dengan diisi dua sesi acara yaitu penjelasan dan tanya-jawab. Penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan Sat Binmas dan Sat Reskrim tidak dijadwalkan secara rutin karena harus menunggu hasil evaluasi dari banyaknya kasus penemuan uang palsu yang beredar di suatu daerah di wilayah Banyumas dan pelaksanaannya tidak hanya diselenggarakan atas kerjasama dengan pihak Bank Indonesia saja tetapi Sat Binmas dan Sat Reskrim juga bisa mengisi acara-acara yang diadakan oleh masyarakat di wilayah Banyumas. Masyarakat umumnya mengetahui ciri-ciri uang palsu dari poster-poster yang ditempel di bank-bank umum dan pasar-pasar. Pusat perbelanjaan pun telah dilengkapi dengan alat pendeteksi uang asli dan pegawainya sudah dididik mengenai cara-cara untuk memeriksa keaslian uang, sehingga akan lebih teliti dalam memeriksa uang yang didapat dari konsumen. Jadi tindakan preventif yang dilakukan Polres Banyumas perihal penyuluhan-penyuluhan maupun sosialisasi mengenai uang palsu bisa diterima oleh masyarakat dan hasilnya berjalan cukup efektif.
77
2.2. Tindakan penanggulangan dengan sarana penal (Represif) Mengingat pemalsuan uang merupakan tindak pidana yang merugikan masyarakat dan negara, maka dalam upaya menanggulanginya diperlukan prinsip dasar sebagai berikut : 1. Menciptakan uang rupiah baik kertas maupun logam dengan kualitas fitur pengamanan yang sempurna sehingga tidak dapat ditiru; 2. Melakukan upaya pencegahan terhadap beredarnya uang palsu dengan cara memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas mengenai keaslian uang rupiah melalui sosialisasi/ penyuluhan dan penyebaran brosur serta leaflet; 3. Seluruh masyarakat harus mengetahui ciri-ciri keaslian uang rupiah; 4. Masyarakat
maupun
bank-bank
umum
yang
mendapatkan
atau
menemukan uang palsu wajib melaporkannya kepada aparat Kepolisian atau Bank Indonesia dalam upaya untuk menghentikan peredaran uang palsu tersebut, karena merupakan kewajiban seluruh bangsa Indonesia untuk mengamankan uang rupiah dari tindak pidana pemalsuan dan peniruan. Yang dimaksud dengan tindakan represif adalah setiap tindakan dan pekerjaan untuk melakukan penanggulangan dan pengungkapan kejahatan oleh penegak hukum,
78
seperti yang dilakukan oleh Sat Reskrim Polres Banyumas dalam menanggulangi peredaran uang palsu, yaitu dengan langkah-langkah : 1. Penyelidikan Yaitu melakukan penyelidikan sesuai dengan kronologis yang terjadi dalam kasus peredaran uang palsu yang dilakukan oleh orang ataupun kelompok dalam masyarakat. Sat Reskrim bekerjasama dengan anggota Sat Intelkam untuk mengumpulkan informasi-informasi dari masyarakat mengenai aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh pelaku yang berkaitan dengan peredaran uang palsu. 2. Penindakan Setelah didapatkannya bukti-bukti yang cukup, maka selanjutnya dilakukan penangkapan terhadap pelaku. Pada kenyataannya di lapangan, untuk prosedur penangkapan pelaku, bisa saja tidak menggunakan Surat Perintah Penangkapan, bahwa bila pelaku tertangkap tangan dengan barang buktinya, maka setelah itu pihak Kepolisian harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang buktinya kepada penyidik atau penyidik pembantu terdekat untuk dibuatkan berita acara. Menurut Sadjijono, Kepolisian memiliki wewenang diskresi. Artinya suatu wewenang yang melekat pada Kepolisian untuk bertindak atas dasar kebijaksanaan dan penilaiannya sendiri dalam menjalankan fungsi Kepolisian, namun tetap berdasarkan atas pertimbangan hukum dan moral
79
serta tujuan diberikannya wewenang bagi setiap anggota Kepolisian selaku pengambil keputusan untuk bertindak.48 3. Penyidikan Yaitu melakukan penahanan terhadap tersangka untuk kepentingan penyidikan dan memeriksa para saksi yang berkaitan dengan tindak pidana peredaran uang palsu. Diperlukan saksi ahli yang didatangkan dari Bank Indonesia untuk memberikan keterangan mengenai kebenaran ciriciri uang palsu yang dibuat ataupun diedarkan pelaku. 4. Pemberkasan Setiap penyelidikan dan penyidikan harus dibuatkan berita acaranya karena tindakan represif yang dilakukan Kepolisian harus dapat dipertanggungjawabkan oleh hukum, dan tindakan tersebut dapat dikatakan berhasil bila sukses menyusun laporan di lapangan. Mengenai larangan pemalsuan dan peredaran uang palsu, diatur dalam Pasal 26 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang, yang dirumuskan sebagai berikut: Pasal 26 ayat (1) :
Setiap orang dilarang memalsu Rupiah.
Pasal 26 ayat (2) :
Setiap orang dilarang menyimpan secara fisik dengan cara apa pun yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu.
Pasal 26 ayat (3) :
Setiap orang dilarang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu.
48
Sadjijono, Lock. Cit. hlm 154.
80
Tindak pidana pemalsuan uang merupakan delik formil yaitu delik yang dianggap telah terlaksana apabila telah dilakukan suatu tindakan yang terlarang. Dalam delik formil, hubungan kausal mungkin diperlukan pula tetapi berbeda dengan yang diperlukan dalam delik materiil, dengan demikian dikatakan bahwa delik materiil tidak dirumuskan secara jelas, lain dengan formil yang dilarang dengan tegas adalah perbuatannya. Dalam delik formil yaitu apabila perbuatan dan akibatnya terpisah menurut waktu, jadi timbulnya akibat yang tertentu itu baru kemudian terjadi. Bentuk dari kegiatan peredaran uang palsu terbagi menjadi beberapa tahap yaitu : 1. Perencanaan dan persiapan Dalam perencanaan dan persiapan, diperlukan penyandang dana dan penyediaan bahan baku yang akan digunakan untuk membuat uang palsu. 2. Pembuatan Untuk membuat uang palsu, paling tidak diperlukannya ahli komputer dan alat cetak dalam proses pembuatan uang palsu. 3. Penyimpanan dan pengangkutan Dalam menyimpan dan pengangkutan uang palsu, dibutuhkannya orangorang yang dapat dipercaya dan orang-orang itu ditentukan oleh penyandang dana. 4. Pengedaran
81
Kelompok pengedar terpisah dengan kelompok pembuat karena kelompok pengedar membeli uang palsu dari kelompok pembuat dengan perbandingan 1 : 3 yaitu satu uang asli ditukar dengan tiga uang palsu yang nominalnya sama. Dan pengedar uang palsu terdiri dari agen pengedar dan pembagian biasa. Mengenai ketentuan pidana pemalsuan dan peredaran uang palsu, secara spesifik diatur dalam Pasal 36 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang, yang dirumuskan sebagai berikut : Pasal 36 ayat (1) :
Setiap orang yang memalsu Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
Pasal 36 ayat (2) :
Setiap orang yang menyimpan secara fisik dengan cara apa pun yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
Pasal 36 ayat (3) :
Setiap orang yang mengedarkan dan/ atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliarrupiah)
Pengaturan ancaman pidana perlu ditetapkan lebih berat. Oleh karena itu, dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang, pengaturan sanksi pidananya lebih sesuai dan lebih wajar (meliputi pidana penjara dan denda dengan batas minimum dan maksimum) dibandingkan dengan pengaturan
82
sanksi pidana sebelumnya dalam KUHP yang ancaman pidananya relatif ringan (ancaman pidana penjara tanpa batas minimum dan tidak ada ancaman pidana denda). Dengan demikian, jika ancaman pidana ditetapkan lebih berat, maka akan bersifat detterent / memberikan efek jera terhadap pelaku sehingga dapat mencegah terjadinya pemalsuan dan peredaran uang palsu. 3. Faktor Pendorong Polres Banyumas Dalam Mencegah dan Menanggulangi Peredaran Uang Palsu Pasal 29 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang merumuskan sebagai berikut : Pasal 29 ayat (1) :
Kewenangan untuk menentukan keaslian Rupiah berada pada Bank Indonesia.
Pasal 29 ayat (2) :
Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia memberikan informasi dan pengetahuan mengenai tanda keaslian Rupiah kepada masyarakat.
Pasal 29 ayat (3) :
Masyarakat dapat meminta klarifikasi dari Bank Indonesia tentang Rupiah yang diragukan keasliannya.
Peran aktif dari bank-bank umum dan masyarakat untuk segera melaporkan kepada Kepolisian maupun kepada Bank Indonesia terkait temuan uang yang diragukan keasliannya merupakan dorongan tersendiri bagi aparat Kepolisian dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut untuk mencegah dan menganggulangi peredaran uang palsu di Kabupaten Banyumas. Perlu diketahui
83
bahwa uang palsu berkembang dan menyebar melalui kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat. Penyebaran uang palsu umumnya tidak disadari oleh masyarakat hingga pada akhirnya akan ada pihak-pihak yang menolak untuk menerima uang tersebut sebagai alat pembayaran yang sah. Dalam periode tersebut, masyarakat akan merasa sangat dirugikan oleh keberadaan uang palsu tersebut. Bank umum yang terdiri dari bank pemerintah, bank swasta nasional devisa, bank swasta nasional nondevisa, bank campuran, dan bank asing ini mempunyai peran penting dalam koordinasi perihal peredaran uang palsu yang semakin marak terjadi di dalam lalu lintas pembayaran. Berikut sekilas penjelasan mengenai bankbank umum yang ada : a. Bank Pemerintah Bank pemerintah adalah bank yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Contohnya : -
Bank Negara Indonesia 46 (BNI) Bank Rakyat Indonesia (BRI) Bank Tabungan Negara (BTN) Bank Mandiri
b. Bank Swasta Bank swasta adalah bank dimana sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, pembagian keuntungannya juga untuk swasta nasional. Bank swasta dibedakan menjadi 2 yaitu :
84
b.1. Bank swasta nasional devisa, Contohnya : -
Bank Bukopin Bank Central Asia (BCA) Bank CIMB Niaga Bank Danamon
b.2. Bank swasta nasional nondevisa, Contohnya : -
Bank Andara Bank Dipo Internasional Bank Mitraniaga Bank Royal Indonesia
c. Bank Campuran Bank campuran adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih Bank Umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh WNI (dan/atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh WNI), dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri. Contohnya : -
Bank BNP Paribas Indonesia Bank Capital Indonesia Bank Chinatrust Indonesia Bank DBS Indonesia
d. Bank Asing, Contohnya : -
Bank of America Bangkok Bank Bank of China CityBank
85
Bank-bank umum jika menemukan uang yang diragukan keasliannya yang didapat dari setoran masyarakat/ nasabah, harus melakukan hal-hal sebagai berikut : -
Menahan uang palsu tersebut dan tidak menggantinya;
-
Menghindari perusakan fisik terhadap uang tersebut;
-
Mencatat identitas penyetor;
-
Melaporkan ke Bank Indonesia untuk meminta klarifikasi.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) yaitu dalam Pasal 14 PBI No. 6/14/PBI/2004 yang merumuskan : “Bank umum wajib menyampaikan laporan mengenai penemuan uang palsu kepada Bank Indonesia” Adapun hal-hal yang perlu diketahui oleh masyarakat mengenai temuan uang yang diragukan keasliannya, yaitu : 1. Dalam setiap transaksi ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat, harus diwaspadai adanya peredaran uang palsu. Masyarakat harus mengenal dan memahami tentang ciri-ciri keaslian uang yang hanya ada pada uang rupiah yang asli. 2. Masyarakat harus melaporkan penemuan uang yang diduga palsu tersebut kepada Bank Indonesia untuk meminta klarifikasi. Bank Indonesia yang menerima pelaporan temuan uang yang diragukan keasliannya tersebut dapat melakukan pengidentifikasian dan pemeriksaan mengenai
86
ciri-ciri keaslian uang dan melakukan klarifikasi untuk membuktikan apakah uang yang dilaporkan tersebut memenuhi ciri-ciri keaslian uang rupiah atau tidak. Jawaban atas permintaan klarifikasi diberikan minimal 1 x 24 jam sejak adanya permintaan dan paling lambat 14 hari sejak diterimanya permintaan klarifikasi. Bank Indonesia akan menindaklanjuti hasil identifikasi, untuk memberikan pernyataan asli atau palsunya uang tersebut kepada pihak Kepolisian guna kepentingan penyelidikan dan penyidikan untuk mengungkap jaringan pembuat maupun pengedar uang palsu. 4. Faktor Penghambat Polres Banyumas Dalam Mencegah dan Menanggulangi Peredaran Uang Palsu 4.1. Hambatan Tindakan Pencegahan (Preventif) Dalam
menjalankan
tugasnya
untuk
meningkatkan
kemampuan
profesionalisme Kepolisian dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, Kepolisian selalu menemui beberapa hambatan yang dapat menghalangi kinerja mereka. Berdasarkan hasil penelitian, kegiatan pembinaan dan penyuluhan yang dilakukan Sat Reskrim yang bekerjasama dengan Sat Binmas dan Bank Indonesia, disulitkan oleh kurangnya sarana dan prasarana, yang ditunjukan dengan kurangnya dana operasional dan kurangnya jumlah personel anggota Kepolisian. Dana terkuras lebih awal dengan membuat spanduk, banner, dan lainnya mengenai
87
informasi uang palsu sehingga membutuhkan waktu untuk kembali menstabilkannya. Jumlah personel Kepolisian pun tidak seimbang dengan jumlah penduduk di wilayah Kabupaten Banyumas yang semakin berkembang dan semakin bertambah banyak. Selain itu, kurangnya antusias dan partisipasi dari masyarakat dalam kegiatan pembinaan dan penyuluhan dapat menghambat pelaksanaan tugas. Hal tersebut dikarenakan masyarakat lebih peka terhadap penyuluhan-penyuluhan yang lain seperti penyuluhan mengenai narkoba. Dan juga karena kesibukan masyarakat dalam mereka bekerja sehingga kurangnya pertisipasi dalam kegiatan pembinaan dan penyuluhan. 4.2. Hambatan Tindakan Penanggulangan (Represif) Para pelaku tindak pidana peredaran uang palsu yang terkumpul dalam jaringan sindikat yang terorganisir, bersifat tertutup, memiliki mobilitas yang tinggi, dan biasanya pembuatan uang palsu dilakukan di rumah-rumah kontrakan serta berpindah-pindah tempat untuk menghilangkan jejak sehingga akan sangat menyulitkan aparat Kepolisian memberantasnya.
88
BAB V HASIL ANALISIS
A. Simpulan 1. Peranan Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi pemalsuan dan peredaran uang palsu, jika tindakan Preventif yaitu dengan cara memberikan pembinaan dan penyuluhan terkhusus kepada masyarakat umum dan instansiinstansi yang bergerak di bidang keuangan yang bekerjasama dengan Sat Binmas dan Bank Indonesia; sedangkan tindakan Represif yaitu segera memberikan tindakan sesuai prosedur Kepolisian yang ada bilamana adanya laporan/ informasi yang masuk dari masyarakat maupun Bank Indonesia perihal adanya peredaran uang palsu guna kepentingan tindak lanjut penyelidikan dan penyidikan Kepolisian untuk mengungkap sumber pengedar dan pembuat uang palsu. Prosedur yang dimaksud yaitu dimulai dari tahapan penyelidikan, penindakan, penyidikan, sampai ke pemberkasan untuk selanjutnya diserahkan kepada penuntut umum serta menjerat para pelaku tersebut dengan Pasal 26 jo. Pasal 36 UndangUndang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang, karena semua pelaku adalah pembuat dan pengedar uang palsu. 2. Faktor pendorong dan penghambat Polres Banyumas dalam mencegah dan menanggulangi pemalsuan dan peredaran uang palsu, yang pertama mengenai
89
faktor pendorong yaitu peran serta aktif dan koordinasi antara Perbankan dan masyarakat dengan cara segera melaporkan setiap temuan uang yang diragukan keasliannya ataupun uang palsu kepada Kepolisian terdekat atau kepada Bank Indonesia setempat untuk selanjutnya diklarifikasi keasliannya. Sedangkan hambatannya, hambatan Preventif dari Internal yaitu kurangnya sarana dan prasarana mengenai biaya operasional dan jumlah personel anggota Kepolisian. Biaya operasional cepat terkuras karena dipergunakan untuk membuat spanduk, baliho, dan sebagainya serta jumlah personel Kepolisian yang tidak seimbang dengan jumlah penduduk di wilayah Kabupaten Banyumas menjadi penghambat pelaksanaan tugas, dan hambatan dari Eksternal yaitu kurangnya antusias dan partisipasi dari masyarakat mengenai kegiatan pembinaan dan penyuluhan yang dilakukan oleh Kepolisian mengenai informasi uang palsu. Hambatan Represifnya yaitu jaringan sindikat pelaku yang terorganisir, bersifat tertutup, dan memiliki mobilitas yang tinggi. B. Saran Polres Banyumas seharusnya memperkuat kerjasama antar kesatuan Kepolisian lainnya dengan melakukan penyuluhan atau sosialisasi mengenai peredaran uang palsu terutama terhadap pemahaman mengenai 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang) sampai ke seluruh wilayah Banyumas sehingga masyarakat dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap peredaran uang palsu dan dapat segera melaporkan bila menemukan uang palsu.
90
DAFTAR PUSTAKA Literatur Chazawi, Adami. 2002. Kejahatan Mengenai Pemalsuan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Darmawan, Amir. 1980. Perbankan. Jakarta: Pustaka University. Kasmir. 2005. Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kelana, Momo. 1994. Hukum Kepolisian. Jakarta: PT Grafindo. Koentjoroningrat. 1986. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Maleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Poerwodarminta. 1986. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. Rahardjo, Satjipto. 2009. Penegakan Hukum (Suatu Tinjauan Sosiologis). Yogyakarta: Genta Publishing. Sadjijono. 2006. Mengenal Hukum Kepolisian. Jakarta: Laksbang Mediatama. Soedarto. 1981. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung : Alumni. Soekanto, Soerjono. 2007. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta:Raja Grafindo Persada. Soekanto, Soerjono. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Soemitro, Ronny Hanitiyo. 1986. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: UIPress.
91
Soesilo, R. 1982. Hukum Acara Pidana. Bogor : Politeia. Sugiono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Waluyo, Bambang. 2002. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika. Wibowo, Eddi. 2004. Hukum dan Kebijakan Publik. Yogyakarta : YPAPI.
Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Sumber Lainnya Alim Sumarno. “Penelitian Survei” http://blog.elearning.unesa.ac.id
Bank Indonesia. 2011. Buku Materi Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah. Jakarta : Direktorat Pengedaran Uang. Dunia Anggara. “Carut Marut Dunia Hukum di Indonesia" http://anggara.org/ Ikhsanudin. “Tentang Penelitian” http://ikhsanudin/blogspot.com Jimly Asshiddiqie. “Penegakan Hukum” http://statushukum.com/penegakanhukum.html Kholis‟90. “Makalah Uang Bank dan Percetakan Uang” http://kholiscollection.blogspot.com/2011/02/makalah-uang-bank-dan-percetakanuang.html