BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pembangunan adalah proses perubahan kearah kualitas hidup (Daldjoeni, 1986), dengan suatu usaha untuk melakukan perubahan terhadap keadaan untuk menjadi lebih baik, dimana usaha tersebut dilakukan secara terus-menerus. Kegiatan pembangunan, baik itu ekonomi maupun sosial budaya, merupakan hubungan atau interaksi antara manusia dengan lingkungan sekitarnya (Bintarto, 1983; Colby, 1990). Percepatan laju aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam didorong oleh meningkatnya kebutuhan untuk pangan, sandang dan papan. Kebutuhan dan pemanfaatan sumberdaya alam meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan dorongan mencapai kemajuan, di sisi lain terjadi kemerosotan sumberdaya dan lingkungan sebagai akibat penggunaan secara berlebihan (Sutikno, 1982). penduduk Indonesia kurang lebih 80 persen berdiam di perdesaan, dan sekitar 49 persen dari angkatan kerja yang bekerja disektor pertanian (Saputro, 2004). Ini menunjukan bahwa pembangunan pertanian di Indonesia masih dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, yang mempunyai peranan strategis terutama dalam penyediaan pangan, penyediaan bahan baku industri, peningkatan ekspor dan devisa negara, penyediaan kesempatan kerja dan kesempatan
berusaha,
peningkatan pendapatan rumahtangga petani dan
kesejahteraan masyarakat. Selain beberapa alasan yang lain diantaranya : 1) potensinya yang besar dan beragam, 2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar, 3) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, dan 4) menjadi basis pertumbuhan di perdesaan.
1
Peranan strategis pembangunan pertanian di indonesia belum diringi oleh pencapaian hasil yang maksimal karena sebagian besar rumahtangga petani masih termasuk golongan miskin, ini dapat dilihat dari rata-rata tingkat pendapatan rumahtangga petani yang masih tetap rendah. Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti semakin sempitnya lahan terutama lahan sawah yang dikuasai oleh rumahtangga petani, sedangkan ketergantungan petani terhadap lahan yang luas untuk bercocok tanam sangat tinggi karena pengetahuan terhadap metode penanaman dengan teknik modern belum sepenuhnya dikuasai dan kebanyakan rumahtangga petani menggantungkan usahataninya pada usahatani lahan sawah sehingga banyak diantaranya yang kemudian tidak dapat menjalankan usaha bertani karena faktor keterbatasan lahan dan pola konvensional yang masih banyak digunakan. Lahan bagi daerah dan penduduk perdesaan pada hakekatnya merupakan faktor dominan, baik lahan sawah, tegal, pekarangan ataupun lahan untuk tempat tinggal. Dalam satuan sosial, lahan merupakan status sosial yang menentukan; dalam satuan rumahtangga lahan merupakan harta warisan yang paling berharga; dan dalam satuan ekonomi lahan sebagai sumber utama dari pendapatan (Ihalaw dkk., 1984). Selain itu tekanan penduduk terhadap lahan pertanian makin lama makin meningkat karena luas lahan pertanian di berbagai wilayah tidak mungkin lagi diperluas. Salah satu fenomena yang cukup intens terjadi dalam pemanfaatan lahan adalah adanya alih fungsi (konversi) lahan. Fenomena ini muncul seiring makin tinggi dan bertambahnya tekanan kebutuhan dan permintaan terhadap lahan, banyak lahan pertanian yang sudah ada telah dirombak untuk keperluan non pertanian. Ada beberapa alternatif pengelolaan sumberdaya pertanian yang dapat memberikan manfaat dan sumbangan pendapatan bagi rumahtangga petani dari sempitnya lahan garapan sawah yaitu dengan memaksimalkan pengelolaan lahan tegalan dan lahan pekarangan. Selain pemanfaatannya yang berwawasan lingkungan juga sesuai dengan kemampuan rumahtangga petani di perdesaan yang
2
masih terbatas pemahaman pengeloalaan sumberdaya yaitu dengan memanfaatkan lahan untuk proses pertanian. Pengembangan usahatani pekarangan merupakan salah satu usaha yang dapat memberikan sumbangan pendapatan bagi rumahtangga petani. Walaupun pada awalnya usahatani pekarangan tidak didesain untuk kebutuhan komersil tetapi untuk keperluan sendiri. Pada umumnya, pengembangan usahatani pekarangan hanya sebagai pendukung usaha pertanian. Akibatnya, pengembangan usahatani pekarangan belum menjadi perhatian utama sebagai salah satu sumber pendapatan keluarga. Selama ini pengembangan usahatani pekarangan sebagai salah satu sarana untuk penghijauan dan upaya konservasi tanah saja yang umumnya pengembangan usahatani pekarangan tidak memperhatikan nilai ekonomis. Padahal usahatani pekarangan berpotensi memiliki nilai yang tinggi baik secara ekonomis, estetis, konservasi, dan sebagainya yang sering kali dilupakan. Potensi tersebut ditambah dengan luas lahan pekarangan yang masih tinggi terutama di wilayah Jawa jika dibandingkan dengan luas lahan tegalan maupun lahan sawah. Pada wilayah penelitian yaitu di Kabupaten Bantul dari luas lahan sebesar 508,85 km2, Penggunaan lahan untuk pekarangan seluas 18.327,15 Ha (41,26 persen), untuk sawah seluas 16.837,84 Ha (37,91 persen), untuk tegalan sebesar 7.554,45 Ha (17,01 persen), dan untuk tanah hutan seluas 1.697,80 Ha (3,82 persen) (BPS Kabupaten Bantul 2006). 1.2. Perumusan Masalah Pemanfaatan
pekarangan,
merupakan
strategi
untuk
menambah
penghasilan. Beberapa diantaranya, memelihara ternak sebagai pekerjaan sampingan, tetapi tidak dianggap sebagai pekerjaan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh (Sulistyastuti dan Faturochman, 2000) pemanfaatan lahan dengan menanam pohon pisang dan pohon kelapa, secara periodik, hasil tanaman pekarangan dapat diambil untuk dikonsumsi sendiri dan dijual. Dengan memiliki lahan, maka dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian untuk membudidayakan tanaman tertentu demi menambah penghasilan dan secara otomatis bertambahnya
3
income dan memperkuat suatu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhannya (Yunus, 2005). Rumahtangga petani di Desa Srigading Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul dalam upaya meningkatkan pendapatannya meliputi berbagai aspek, yang diantaranya lebih terfokus pada peningkatan taraf hidup terutama pendapatan dari mata pencaharian yang umum dilakukan masyarakatnya, terutama pada sektor pertanian, yaitu dengan menggarap sawah, tegalan dan pekarangan. Dan pada intinya adalah pada usahatani pekarangan yang memberikan kontribusi pendapatan terhadap rumahtangga petani. Beberapa permasalahan yang paling banyak dihadapi petani pemilik lahan pekarangan terutama pada faktor-faktor pendukungnya diantaranya adalah 1) harga yang rendah pada waktu komoditas melimpah , 2) besarnya biaya usahatani seperti pupuk, serta benih, 3) Pemilihan jenis komoditas
dan variasi tanaman (keanekaragaman), 4) kurangnya
pengetahuan dan manajemen pertanian, 5) lahan pekarangan yang semakin lama semakin sempit. Selain itu posisi wilayah Desa Srigading Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul yang berbatasan dengan samudera Hindia, menjadikan tanah yang berada di daerah tersebut kebanyakan mengalami kekeringan akibat dari kurangnya pasokan air, baik itu air permukaan atau air tanah. Sehingga strategi pemilihan waktu tanaman dan komoditas yang cocok untuk diusahakan semaksimal mungkin harus menjadi prioritas agar produksi yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan ongkos produksi yang dikeluarkan. Berdasarkan uraian-uraian yang melatarbelakangi permasalahan, maka timbul beberapa pertanyaan yang perlu dijawab melalui penelitian tentang sumbangan aktivitas usahatani pekarangan terhadap pendapatan rumah tangga petani. Pertanyaan-pertanyaan penuntun penelitian tersebut yaitu : 1. Apakah jenis kegiatan produksi usahatani yang dilakukan rumahtangga petani di lahan pekarangan? 2. Berapa besarnya produksi pertanian pada lahan pekarangan?
4
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi pertanian lahan pekarangan? 4. Berapa sumbangan pendapatan
usahatani lahan pekarangan terhadap
pendapatan rumahtangga petani Dengan berdasar kepada permasalahan dan pertanyaan-pertanyaan penuntun penelitian, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Sumbangan Aktivitas Usahatani Pekarangan Terhadap Pendapatan Rumahtangga Petani di Desa Srigading Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul” 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui sumbangan aktivitas usahatani pekarangan terhadap pendapatan rumah tangga petani. Yang secara khusus dapat diperinci sebagai berikut : 1.
Mengetahui jenis usahatani yang dilakukan rumatangga petani di lahan pekarangan
2.
Mengetahui besarnya produksi usahatani pada lahan pekarangan
3.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani pekarangan
4.
Mengetahui
sumbangan
pendapatan
usahatani
pekarangan
terhadap
pendapatan rumahtangga 1.4. Kegunaan Penelitian 1. Secara teoritis akademis, penelitian ini berguna sebagai syarat administrasi dalam menyelesaikan program sarjana pada Program Studi Geografi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. 2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi petani yang mengusahakan lahan pekarangan pada khususnya dan arah pengembangan pertanian lahan pekarangan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat.
5
1.5. Tinjauan Pustaka dan Penelitian Sebelumnya 1.5.1. Tinjauan Pustaka Dalam sub bab ini, landasan teori yang berhubungan dengan tema penelitian diatur secara sistematis sebagai berikut : 1.5.1.1. Konsep Geografi Studi geografi memandang permukaan bumi sebagai lingkungan hidup manusia, dimana manusia dapat mengubah dan membangunnya berdasarkan akal dan fikirannya atau menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut. Menurut Bintarto (1976), geografi sebagai ilmu pengetahuan yang mencitrakan (to describe) menerangkan sifat-sifat bumi, serta menganalisa gejala-gejala alam dan penduduk, serta mempelajari cara yang khas mengenai kehidupan dan berusaha mencari fungsi dari unsur-unsur bumi dalam ruang dan waktu. Obyek kajian geografi adalah wilayah (region) dengan segala isinya serta proses yang terjadi dan dampak yang ditimbulkannya (alam maupun binaan). Menurut Bintarto (1984) bahwa manusia baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok, hidup didalam dan dengan lingkungan Geografi masa kini merupakan salah satu ciri geografi terpadu yang pada masa ini sangat diperlukan dalam pembangunan yang selalu berusaha menggunakan metode koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi. Adapun menurut Bintarto (1984), ciri-ciri geografi masa kini adalah sebagai berikut : 1. Geografi erat kaitannya dengan lingkungan 2. Geografi memperhatikan penyebaran manusia dalam ruang dan kaitannya dengan lingkungan serta cara bagaimana ruang dan sumberdaya dapat dimanfaatkan melalui pengelolaan wilayah yang tepat. 3. Dalam ilmu geografi terdapat sistem ekologi dan keruangan 4. Dalam ilmu geografi terdapat unsur jarak, unsur interaksi, unsur gerakan dan unsur penyebaran.
6
5. Ilmu geografi merupakan suatu disiplin ilmu yang berorientasi pada masalah dalam rangka interaksi antara manusia desa dan kota dengan lingkungannya. 6. Geografi terpadu mempunyai berbagai pendekatan yaitu keruangan, ekologi dan kompleks wilayah. 7. Pendekatan yang diadakan geografi terpadu tidak membedakan antara unsur fisis dan unsur manusia. Ackerman (1963) mengungkap salah satu tujuan analisis geografi memahami secara cepat tentang interaksi semua system budaya manusia dengan lingkungannya di permukaan bumi. Ad Hoc Committee on Geography (1965) menyimpulkan bahwa geografi mengkaji secara deskriptif berbagai cara keterkaitan sub system lingkungan fisik, dan cara persebaran manusia dalam kaitannya dengan faktor lingkungan fisik, maupun dengan manusia lainnya. Lingkungan diartikan sebagai lingkungan alam (natural environment) saja, yaitu bentang lahan sebelum ada campur tangan manusia. Pada sisi lain lingkungan geografi diartikan sebagai kesatuan lingkungan dari unsur manusia dan lingkungan (Goodall, 1978). Semple (1999) dalam artikelnya mengemukakan bahwa sejarah peradaban manusia serta perkembangan kehidupannya tidak terlepas dari lingkungan geografi yang melatarbelakanginya. Pengertian lingkungan dalam studi geografi tidak hanya memperhitungkan kondisi geografi setempat yang terdiri atas aspek-aspek lingkungan fisik dan aspek-aspek lingkungan kemanusiaan (human environment), tetapi masih ditambah aspek penting yang berhubungan dengan kondisi-kondisi diluar batas-batas suatu wilayah komunitas. 1.5.1.2. Karakteristik Rumahtangga Petani Rumah tangga merupakan seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan rumah dan makan dari satu dapur yang sama. Yang dimaksud satu dapur adalah jika kebutuhan sehari-hari dikelola bersama-sama menjadi satu. Aktivitas pokok rumah tangga di daerah perdesaan adalah usaha tani. Usahatani sendiri merupakan terjemahan dari “farm” yaitu suatu tempat di permukaan bumi dimana pertanian dilaksanakan. Usahatani
7
meliputi kegiatan bercocok tanam, memelihara ternak serta ikan (Mubyarto, 1989). Rustiani (1997) mengungkap bahwa posisi rumahtangga petani merupakan: (1) pekerja di sekitar pertanian dengan pengusahaan lahan sangat marginal, sehingga dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga; (2) rumah tangga yang sebagian besar pengeluarannya untuk konsumen pangan, (3) buruh tani atau pekerja kasar di luar sektor pertanian, dan non pertanian (4) pekerja yang kurang terjamin kesinambungannya, karena bekerja sebagai buruh musiman dengan upah rendah. 1.5.1.3. Usahatani Pekarangan Usahatani adalah suatu kegiatan mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan, tenaga kerja, dan modal sehingga memberikan manfaat sebaik-baiknya. Usahatani merupakan cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan, penggunaan faktorfaktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2006). Usaha tani dapat dikembangkan dengan baik untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi rumah tangga yang memiliki lahan luas, namun sebaliknya rumah tangga yang memiliki lahan sempit akan sulit meningkatkan kesejahteraannya. Menurut Scoot (1981) masyarakat pertanian dibagi menjadi tiga bagian : (1) petani pemilik lahan pertanian dan pekarangan rumah, (2) petani yang memiliki lahan pekarangan beserta lahan pertanian, (3) petani yang tidak memiliki lahan pertanian dan rumah untuk pekarangan. Kondisi tersebut mendorong petani untuk melakukan aktivitas non pertanian baik sebagai mata pencaharian pokok maupun sebagai mata pencaharian tambahan. Kegiatan non pertanian di daerah menurut Sawit (1985) dan kawan-kawan merupakan kombinasi usaha mencari nafkah di bidang pertanian tidaklah sulit ditemukan bila dilihat berbagai faktor pendukungnya antara lain: 1. Luas usahatani yang sempit, rata-rata kurang dari 0,5 ha per rumah tangga petani. Akibatnya hasil dariusaha tani tidak dapat mencukupi kebutuhan pokok rumah tangga dan tidak mampu menyerap kelebihan tenaga kerja 8
sehingga perlu mencurahkan sebagian tenaga kerja ke pekerjaan non pertanian. 2. Sifat pendapatan usahatani sangat musiman. Mereka memerlukan waktu menunggu yang cukup lama sebelum hasil dapat dipetik, sedang kebutuhan dan pengeluaran rumah tangga berlangsung terus. Dengan demikian diperlukan usaha sambilan yang dapat memberikan penghasilan kepada mereka. Pendapatan
dari
usahatani
banyak
mengandung
resiko
dan
ketidakpastian, karena selalu terancam kegagalan panen, disebabkan oleh hama, kekeringan, hal ini memerlukan penghasilan cadangan walaupun kecil tapi terjamin Usaha memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga adalah bagian dari penerapan strategi kelangsungan hidup. Strategi kelangsungan kehidupan ekonomi rumahtangga dapat berhasil, jika rumahtangga menerapkan strategi minimasi dalam wujud mengatur pengeluaran rumahtangga sedikit mungkin, dan strategi maksimasi dalam wujud meningkatkan pendapatan rumahtangga sebesar mungkin. Beberapa hasil penelitian tentang strategi penduduk perdesaan menunjukan kemampuan kreatifitas petani mempertahankan kelangsungan ekonomi rumahtangga bersikap adaptif dan responsif terhadap perubahan dengan menggunakan teknologi sederhana (traditional) justru bersifat ramah lingkungan (Brotokusumo, 1980) 1.5.1.4. Produksi Usaha Tani Soekartawi (2001), mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan faktor produksi adalah segala sesuatu yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan output produksi. Faktor produksi memang sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Faktor produksi lahan, harga komoditas, keanekaragaman jenis tanaman, biaya untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja dan aspek manajemen seperti tingkat pendidikan, umur petani, dan jumlah anggota rumahtangga baik yang menjadikan beban 9
tanggungan atau masukan produksi adalah faktor produksi yang terpenting. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi atau faktor relationship. Dalam kegiatan proses produksi pertanian, maka modal dibedakan menjadi dua macam yaitu modal tetap dan tidak tetap. Perbedaan tersebut disebabkan karena ciri yang dimiliki oleh model tersebut. Faktor produksi seperti tanah, bangunan, dan mesin-mesin sering dimasukkan dalam kategori modal tetap. Dengan demikian modal tetap didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi tersebut. Peristiwa ini terjadi dalam waktu yang relatif pendek dan tidak berlaku untuk jangka panjang (Soekartawi, 2003). Sebaliknya dengan modal tidak tetap atau modal variabel adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali dalam proses produksi tersebut, misalnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan, atau yang dibayarkan untuk pembayaran tenaga kerja. 1.5.1.5. Pendapatan Rumahtangga Petani Pendapatan adalah penerimaan anggota rumah tangga yang dapat dirinci berupa uang, barang dan penerimaan lain dapat berupa uang atau barang termasuk jasa yang diberikan anggota rumah tangga yang dapat dinilai dengan uang. Mintoro (1984) mengemukakan bahwa tingkat dan sumber pendapatan petani meliputi penggunaan lahan pertanian, penggunaan lahan non pertanian, dan non pertanian. Bidang pertanian biasanya bergantung pada tingkat penguasaan lahan (luas, sedang, sempit dan tidak memiliki lahan). Perbedaan penguasaan lahan akan menyebabkan perbedaan pendapatan, artinya semakin besar tingkat penguasaan lahan akan semakin besar pendapatannya. Sawit (1985) dan kawan-kawan menyatakan bahwa pendapatan rumah tangga petani dapat bersumber dari berbagai kegiatan. Besarnya pendapatan rumah tangga tersebut tentunya tergantung dari sumber-sumber yang dikuasai. Berdasarkan sumber pendapatan petani dapat digolongkan :
10
1. Rumah tangga petani murni, yaitu rumah tangga petani yang pendapatannya hanya bersumber dari usaha tani yang dimilikinya sendiri (petani on farm). 2. Rumah tangga petani yang mempunyai sumber pendapatan ganda. Selain pendapatan yang diperoleh dari usaha tani yang dimilikinya juga mempunyai sumber pendapatan lainnya seperti pendapatan dari kegiatan non pertanian ataupun pendapatan dari kegiatan pada usaha tani milik orang lain (buruh tani). Pendapatan dari kegiatan non pertanian didalam perekonomian pertanian secara teoritis mempunyai hubungan positif, negatif atau netral terhadap pemerataan penyebaran pendapatan. Pendapatan dari kegiatan non pertanian untuk semua golongan masyarakat sangat penting sebagai tambahan pendapatan. Rumah tangga yang menggarap lahan pertanian sempit, hampir separuh pendapatannya berasal dari kegiatan luar usaha tani. Kegiatan tambahan yang dilakukan diluar usaha tani adalah buruh tani, golongan penggarap dengan kegiatan upahan seperti buruh bangunan, sopir, berdagang dilakukan pada non pertanian. 1.5.1.6. Lahan Pekarangan Soemarwoto (2001) mendefinisikan pekarangan sebagai sebidang lahan dengan batas-batas tertentu dan umumnya ditanami berbagai macam tanaman dan di pekarangan dipelihara unggas, ternak dan juga ikan. Sejalan dengan pernyataan Soemarwoto, Danoesastro (1978), bahwa pekarangan adalah sebidang tanah darurat/sulit ditanami (bersifat sementara) yang terletak langsung di sekitar rumah tinggal dan batasnya jelas, ditanami berbagai jenis tanaman dan masih mempunyai hubungan dengan pemiliknya. Ditinjau dari segi sosial budaya, dewasa ini nampak ada kecenderungan bawa pekarangan dipandang tidak lebih jauh dari fungsi estetikanya saja. Pandangan seperti ini nampak pada beberapa anggota masyarakat pedesaan yang telah maju, terlebih pada masyarakat perkotaan. Yaitu, dengan memenuhi pekarangannya dengan tanaman hias dengan dikelilingi tembok atau pagar besi dengan gaya arsitektur modern. Namun, bagi masyarakat pedesaan yang masih murni, justru masih banyak didapati pekarangan yang tidak berpagar sama sekali. 11
Kalaupun berpagar, selalu ada bagian yang masih terbuka atau diberi pintu yang mudah dibuka oleh siapapun dengan maksud untuk tetap memberi keleluasaan bagi masyarakat umum untuk keluar masuk pekarangannya. Keberadaan pekarangan di desa sangat penting, terutama dilihat dari aspek ekonomi dan ekologi karena keanekaragaman jenis tanamannya. Hal ini senada dengan pendapat Fandeli (1985, dalam Awang, 2001), yang menyatakan semakin tinggi keanekaragaman jenis suatu ekosistem akan semakin mantap pula ekosistem tersebut. Sedangkan fungsi ekonomi dari pekarangan menurut Terra yang dikutip Danoesastro (1977, dalam Awang, 2001) adalah; (1) menghasilkan bahan makanan tambahan, (2) dapat menghasilkan setiap hari, (3) menghasilkan bahan bangunan, (4) menghasilkan bumbu-bumbu, rempah-rempah dan bungabungaan, (5) menghasilkan kayu bakar dan, (6) menghasilkan pakan ternak. Pekarangan memang memiliki potensi yang cukup tinggi terutama dalam turut mencukupi kebutuhan sehari-hari, terutama jika dikembangkan secara intensif. Ditinjau dari fungsi ekonomi menurut Danoesastro (1977), pekarangan memiliki arti bagi masyarakat diantaranya sebagai sumber bahan makanan, sebagai penghasil tanaman perdagangan, sebagai penghasil tanaman rempah-rempah atau obat-obatan, dan juga sumber bebagai macam kayu-kayuan (untuk kayu nakar, bahan bangunan, maupun bahan kerajinan). Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebutlah, maka Danoesastro (1977) sampai pada kesimpulan bahwa bagi masyarakat pedesaan, pekarangan dapat dipandang sebagai “lumbung hidup” yang tiap tahun diperlukan untuk mengatasi paceklik, dan sekaligus juga merupakan pangkalan induk yang sewaktu-waktu dapat diambil manfaatnya apabila usahatani di sawah atau tegalan mengalami bencana atau kegagalan akibat serangan hama/penyakit, banjir, kekeringan dan bencana alam yang lain. 1.5.2. Penelitian sebelumnya Penelitian tentang studi sosial ekonomi rumah tangga petani banyak dilakukan sebelumnya. penelitian-penelitian tersebut dilakukan dengan penekanan terhadap unsur, metode dan daerah yang berbeda. Sebagian penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat sebagai berikut :
12
- Penelitian yang dilakukan oleh Andri Kurniawan tentang Pengaruh Kegiatan Agroindustri Terhadap Perluasan Kesempatan Kerja dan Distribusi Pendapatan rumah Tangga (Studi Kasus di Desa Sisoharjo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul) Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui kemampuan kegiatan agroindustri dalam menyerap tenaga kerja dan menentukan besarnya multiplier effect terhadap tenaga kerja yang terjadi akibat adanya hubungan fungsional antara kegiatan agroindustri dengan kegiatan sektor lain yang terkait serta mengetahui kemampuan kegiatan agroindustri dalam merangsang munculnya kegiatan ekonomi lain dalam rumahtangga. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh kegiatan agroindustri terhadap distribusi pendapatan rumahtangga dan menentukan klas ekonomi rumahtangga manakah yang paling diuntungkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, sedangkan teknik pengambilan sampel adalah systematik random sampling dengan sampel: 36 Agroindustri, 70 orang pengusaha dan pekerja agroindustri, 60 unit rumahtangga agroindustri. Sebagai pembanding juga digunakan sampel 60 rumahtangga non agroindustri melalui teknik pengambilan sampel propotional random sampling. Teknik analisis yang digunakan meliputi analisis tabel frekuensi dan tabel silang, uji beda t-test, indeks gini, analisis distribusi persentase pendapatan total berdasarkan persentil, dan juga menggunakan pendekatan keterkaitan pertumbuhan (growth linkages analysis). Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1). kegiatan agroindustri didesa sidoharjo ternyata mampu memperluas kesempatan kerja dan peningkatan variasi sektor kegiatan dalam rumahtangga tersebut tidak hanya disebabkan oleh adanya kegiatan agroindustri saja tetapi juga disebabkan oleh munculnya kegiatan sektor lain yang terkait, seperti sektor pertanian, perdagangan dan jasa angkutan. Hal itu karena kegiatan agroindustri mempunyai keterkaitan fungsional yang cukup luas dengan kegiatan sektor lain. keterkaitan fungsional yang cukup luas tersebut mengakibatkan adanya multiplier
13
effect terhadap tenaga kerja yang cukup tinggi. 2). berkembangnya agroindustri di desa sidoharjo ternyata berpengaruh terhadap distribusi pendapatan rumahtangga menjadi berkurang. Ketimpangan distribusi pendapatan rumahtangga tersebut menjadi lebih berkurang lagi dengan adanya tambahan pendapatan dari kegiatan sektor lain yang terkait. Penurunan ketimpangan distribusi pendapatan rumahtangga ini juga ditandai dengan meningkatnya status ekonomi banyak rumahtangga miskin. 3). Kegiatan agroindustri yang dilakukan oleh masyarakat desa sidoharjo mampu memberikan sumbangan pendapatan dan kesempatan kerja rumahtangga yang cukup besar namun produktivitas tenaga kerjanya masih relatif rendah. - Penelitian yang dilakukan oleh Rika Harini tentang Efisiensi Perubahan Usahatani Padi di Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman. Penelitian ini dilatarbelakangi permasalahan pertanian yang merupakan sektor andalan dalam menopang kehidupan masyarakat indonesia, dimana sektor pertanian tidak terlepas dari konsumsi masyarakat yang masih umum mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok utama bagi masyarakat indonesia. Kondisi tersebut menyebabkan produksi padi tetap terus dipertahankan, bahkan mempunyai kecenderungan untuk terus ditingkatkan jumlahnya seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada kenyataannya tanaman padi tidak selalu merupakan jenis tanaman pangan yang dapat diandalkan jika ditinjau dari penghasilan petan. harga dasar gabah yang cenderung rendah dibandingkan dengan biaya produksi menyebabkan banyak petani beralih ke usahatani lainnya. Penelitian ini berusaha untuk mengetahui seberapa besar perubahan usahatani padi yang telah dilakukan petani, jenis usahatani baru yang diusahakan, tingkat efisiensi dari perubahan usahatani tersebut serta beberapa besar tingkat keuntungan diperoleh petani dengan adanya perubahan usahatani dan faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan usahatani. Lokasi peneitian dipilih secara purposive yaitu dikecamatan Seyegan kabupaten Sleman, dengan 100 orang responden yang diwawancarai dengan alat bantu kuesioner. Hasil penelitian
14
dianalisis secara deskriptif dan uji statistik untuk mengetahui tingkat efisiensi, tingkat keuntungan dan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan usahatani. Hasil penelitian menunjukan terjadi perubahan usahatani padi ke non padi meliputi usahatani tembakau, jagung, lombok, kacang tanah, kacang panjang, kedelai, dan semangka. Secara alokatif usahatani non padi lebih efisien dibandingkan usahatani padi. Keuntungan usahatani non padi lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi. Tingkat pendidikan dan luas lahan berpengaruh positif terhadap perubahan usahatani padi keusahatani non padi. -
Penelitian yang dilakukan oleh Su Ritohardoyo tentang Strategi Peningkatan Pendapatan Penduduk Perdesaan: Kasus Penduduk Perdesaan Sekitar Hutan Negara di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini dilatarbelakangi permasalahan Keterbatasan luas lahan
pertanian, sempitnya kesempatan kerja, dan krisis ekonomi yang terjadi berdampak pada pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat desa sekitar hutan. Bagaimana strategi mengatasi permasalahan tersebut. Penelitian dilaksanakan di perdesaan sekitar hutan negara DI Yogyakarta, bertujuan mengungkap keragaman, dan keberhasilan strategi yang diterapkan rumahtangga dalam meningkatkan pendapatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan mengambil daerah penelitian desa-desa yang berbatasan langsung dengan hutan negara DI Yogyakarta. Sampel responden sebanyak 200 rumahtangga (RT), dipilih secara acak sederhana dari empat sampel desa, yang ditentukan menurut perbedaan wilayah fisiografis. Pengumpulan data primer menggunakan teknik wawancara, dan analisis data menggunakan teknik analisis statistik varians dan koefisien korelasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah ragam strategi rumahtangga berkaitan erat dengan kondisi fisiografis wilayah (Fratio= 13,98; Ffrob=<0,00). Jumlah penerapan strategi rumahtangga di wilayah fisiografis lereng gunungapi merapi (7 jenis) dan di wilayah pegunungan menoreh (6 jenis), lebih banyak daripada jumlah dan ragam strategi yang diterapkan rumahtangga di ledok Wonosari maupun Baturagung (5 jenis). Besarnya jumlah dan ragam strategi yang 15
diterapkan rumahtangga pada setiap wilayah fisiografis sangat dipengaruhi oleh status sosial ekonomi rumahtangga (rxix8 beragam antar wilayah dari -0,63 hingga -0,93; signifikansi 0,001). Artinya, semakin rendah status sosial ekonomi rumahtangga perdesaan sekitar hutan, semakin besar jumlah dan ragam strategi yang diterapkan untuk peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan per bulan rumahtangga desa sekitar hutan sangat beragam (Fratio =12,12; pada Fprobability = <0,001), paling tinggi terjadi di wilayah fisiografis lereng gunungapi Merapi. Besarnya rata-rata peningkatan pendapatan tersebut di wilayah fisiografis lereng gunungapi merapi (Rp.213.509,), lebih tinggi daripada wilayah fisiografis baturagung (Rp.117.350,-), pegunungan Menoreh (Rp.143.086), dan di wilayah fisiografis ledok Wonosari (Rp.127.511). Peningkatan pendapatan rumahtangga sangat dipengaruhi oleh status sosial ekonomi (rx1,y beragam antar wilayah dari -0,36 hingga -0,89: signifikasi 0,001) dan jumlah strategi yang diterapkan (rx8,y beragam antar wilayah dari 0,57 hingga 0,95; signifikasi 0,001). Semakin rendah status sosial ekonomi, dan semakin besar jumlah strategi yang diterapkan, maka semakin besar peningkatan pendapatan rumahtangga per bulan. Walaupun strategi rumahtangga mampu meningkatkan pendapatan, tetapi rata-rata pendapatan rumahtangga per bulan di wilayah fisiografis pegunungan Menoreh
(Rp.222.124),
Baturagung
(Rp.185.153),
dan
ledok
Wonosari
(Rp.207.124) masih belum mencukupi kebutuhan hidup minimum (KHM) rumahtangga desa sekitar hutan negara D.I Yogyakarta (Rp.246.870/bulan); kecuali di lereng gunungapi Merapi (Rp.314.759). hal ini berarti strategi peningkatan pendapatan rumahtangga desa sekitar hutan negara cukup berhasil, namun belum mampu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangga secara layak.
16
Tabel 1.1 Beberapa Penelitian yang Telah Dilakukan Sebelumnya No 01
Nama Peneliti Judul Su Ritohardoyo Strategi Peningkatan Pendapatan Penduduk (Artikel) Perdesaan: Kasus Penduduk 2000 Perdesaan Sekitar Hutan Negara di Daerah Istimewa Yogyakarta
02
Andri Kurniawan, (Artikel) 2003
03
Rika Harini (Artikel) 2003
Pengaruh Kegiatan Agroindustri Terhadap Perluasan Kesempatan Kerja dan Distribusi Pendapatan rumah Tangga (Studi Kasus di Desa Sisoharjo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul) Efisiensi Perubahan Usahatani Padi di Kecamatan seyegan Kabupaten Sleman
Metode Metode Penelitian Survey Teknik Analisis Tabulasi dan Uji Statistik Analisis Variance OneWay Classification Uji Koefisien Korelasi Regresi
Metode Penelitian Survey, Analisis Tabel Frekuensi dan Tabel Silang, Uji Beda T-Test, Indeks Gini, Analisis Distribusi
Metode Penelitian Survai, Tabel Frekuensi, Uji Statistik, Uji Hipotesis (B/C Ratio)
17
Pendekatan Keruangan, komplek wilayah
Hasil dan Kesimpulan 1. Jumlah ragam startegi rumah tangga berkaitan erat dengan kondisi fisiografis wilayah. 2. Besarnya jumlah dan ragam strategi yang diterapkan rumah tangga pada setiap wilayah fisiografis sangat dipengaruhi oleh status sosial ekonomi rumahtangga. 3. Semakin rendah status sosial ekonomi, dan semakin besar jumlah strategi yang diterapkan, maka semakin besar peningkatan pendapatan rumah tangga Keruangan, ekologi 1. Berkembangnya kegiatan Agroindustri dan regional berbanding lurus terhadap distribusi pendapatan rumah tangga 2. Tambahan pendapatan solusi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan rumah tangga 3. Kegiatan agroindustri memberikan sumbangan pendapatan dan kesempatan kerja rumah tangga Ekologi, keruangan 1. Terjadinya perubahan usahatani padi ke non padi 2. Secara alokatif usahatani non padi lebih efisien dibandingkan usahatani padi 3. Keuntungan usahatani non padi lebih tinggi dibandingkan usahatani padi. 4. Tingkat pendidikan dan luas lahan berpengaruh posistif terhadap perubahan usahatani padi ke usahatani non padi.
Lanjutan Tabel I.1 No 04.
Nama Peneliti Hasymi Nasrudin (Skripsi, 2009)
Judul Sumbangan Aktivitas Usahatani Pekarangan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani di Desa Srigading Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul
Metode Metode Penelitian Survey Analisis Tabel Frekuensi, analisis statistik ordinal multivariate regresi, R/C.
18
Pendekatan ekologi
Hasil dan Kesimpulan
1.7. Kerangka Pemikiran Dalam studi geografi yang bersifat human oriented maka manusia dan kegiatan manusia selalu menjadi fokus analisis dalam keterkaitannya dengan lingkungan biotik, abiotik maupun lingkungan sosial, ekonomi dan kulturalnya baik yang bersifat fisik maupun yang menyangkut makhluk hidup beserta permasalahannya dengan melalui suatu pendekatan. Pada rumahtangga petani mencakup usahatani yang dengan bantuan peralatan sederhana dan tenaga kerja dari kalangan keluarga, selalu berusaha dan memproduksi hasil-hasil pertanian untuk mencukupi kebutuhan konsumsi sendiri, karena kelompok petani tersebut hanya mengusahakan lahan yang semakin sempit dan ada juga yang bekerja sebagai petani penggarap. Lahan
yang
semakin
sempit
mempunyai
pengaruh
yang
memperihatinkan bagi perekonomian rumahtangga petani, dimana tidak akan tersedia pekerjaan bagi seluruh anggota keluarga. Untuk menjaga sustainabilitas perekonomian keluarga, petani melakukan aktivitas yang mendukung produksi lahan pertanian selain dari menggarap lahan sawah dan tegalan yaitu dengan aktivitas usahatani memanfaatkan lahan pekarangan, Untuk lebih mengoptimalkan pendapatan, para petani mengusahakannya dengan bekerja di luar usahatani, diantaranya menjadi buruh bangunan, sopir, berdagang dan lain-lain. Dalam kegiatan produksi pertaniannya para petani memiliki strategi pola usahatani dengan menanam aneka macam komoditas tanaman di lahan pekarangan yang didasari oleh pertimbangan bahwa tanaman tersebut dapat digunakan untuk kepentingan nilai ekonomis dan nilai estetik serta memberikan manfaat kesehatan bagi masyarakat sekitar yang membutuhkannya seperti tanaman obat-obtan, bercampur dengan tanaman sumber makanan seperti buahbuahan. Ada juga yang menanam pohon-pohon seperti mangga, rambutan dengan pertimbangan tidak memerlukan perawatan intensif, dan tidak membutuhkan tenaga kerja yang besar untuk pemeliharaan tanaman, tetapi
memiliki nilai
ekonomis, dan sesuai dengan kondisi lahan yang kurang subur, Sehingga biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pupuk dan lainnya bisa diminimalisir, selain
19
itu para petani pemilik lahan pekarangan memelihara ternak seperti sapi, kambing, ayam, bebek untuk keperluan mendesak yang kapan saja bisa dijual serta memiliki peran sebaga sumber makanan tambahan yang bernilai gizi. Kegiatan-kegiatan tersebut akan berjalan secara efektif apabila mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, sehingga kontribusi terhadap pendapatan petani akan meningkat, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, diantaranya : 1) umur petani, 2) tingkat Pendidikan, 3) luas Lahan Pekarangan, 4) biaya usahatani, 5) harga komoditas, dan 6) jumlah Anggota rumahtangga. Tujuan
akhir
dari
pengelolaan
usahatani
adalah
mendapatkan
pendapatan. Pendapatan dalam usahatani merupakan selisih antara biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh dalam suatu kegiatan untuk mendapaatkan produksi. Karena dalam kegiatan sehari-hari seorang petani bertindak sebagai pengelola, pekerja, dan sebagai penanam modalnya pada usahanya, maka pendapatan ini dapat digambarkan sebagai balas jasa dari faktorfaktor produksi yang biasanya dihitung dalam jangka waktu tertentu. Namun demikian tidak semua rumahtangga petani merasa tercukupi dengan aktivitas di sektor pertanian, selain mengusahakan pertanian seperti di lahan sawah, tegalan dan pekarangan, petani juga sering berusaha di luar non pertanian dengan tetap melakukan pekerjaan di sektor pertanian. Sumber-sumber pendapatan lain dapat memberikan sumbangan pendapatan yang yang diakumulasikan dengan sumber pendapatan pertanian, nantinya dapat memberikan sumbangan pendapatan yang mengangkat taraf hidup petani. Berikut disajikan Gambar I.2 tentang skema kerangka pemikiran dalam penelitian ini.
20
Petani
. Usaha Pertanian
Jenis Usahatani Lahan Pekarangan : - Tanaman - Ternak Faktor‐faktor yang mempengaruhi produksi: ‐ Umur petani ‐ Tingkat Pendidikan ‐ Jumlah Anggota RT ‐ Luas Lahan Pekarangan ‐ Biaya usahatani ‐ Harga komoditas
Usaha Non Pertanian
Jenis Usahatani Lahan Non Pekarangan
Produksi
Pendapatan Lahan Pekarangan Pendapatan Rumah Tangga Gambar 1.2 Skema Kerangka Pemikiran
21