BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penelitian Tingginya kemajuan teknologi informasi serta semakin meningkatnya
persaingan bisnis global yang ditandai dengan berlakunya perjanjian kerjasama perdagangan bebas antara Indonesia dan China atau yang dikenal dengan CAFTA. Langkah
ini
dilakukan
setelah
pada
tingkat
regional,
ASEAN
telah
menandatangani kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-China yang akan dilaksanakan pada tahun 2010. Dengan adanya perdagangan bebas tersebut, industri-industri di Indonesia dituntut untuk mampu bersaing dengan negara lain dengan berproduksi lebih efektif dan efisien. Hal tersebut juga menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan sistem akuntansi biaya yang up to date pula. Sehingga setiap perusahaan akan mencari cara agar dapat menjamin kelangsungan hidup
perusahaannya
(suvive),
pertumbuhan
(growth)
dan
keuntungan
(profitability) guna menghadapi persaingan yang ketat. Laba atau profit merupakan salah satu tujuan utama berdirinya setiap badan usaha. Tanpa diperoleh laba, perusahaan tidak dapat memenuhi tujuan lainnya yaitu pertumbuhan yang terus-menerus (going concern) dan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility). Untuk menjamin agar perusahaan mampu menghasilkan laba, maka manajemen perusahaan harus merencanakan
1
2
dan mengendalikan laba dengan menggunakan biaya yang efektif dan seefisien mungkin, sehingga biaya produksi dapat terkendalikan. Proses produksi merupakan bagian biaya terbesar yang dikeluarkan. Besarnya biaya produksi tersebut merupakan gabungan dari ketiga komponen pembentuknya yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead. Dengan adanya biaya produksi maka besar pengaruhnya biaya produksi tersebut dalam menentukan laba yang akan dicapai oleh perusahaan pada saat penjualan produk nantinya, laba tersebut merupakan sisa dari pendapatan penjualan. Perusahaan yang bergerak dibidang industri harus memperhitungkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Selain untuk mengendalikan perubahan biaya produksi yang terlalu tinggi juga untuk menentukan besarnya keuntungan yang akan diperoleh perusahaan. Untuk itu diperlukan suatu sistem biaya yang terperinci untuk mengidentifikasikan aktivitasaktivitas yang menimbulkan biaya dan menentukan besar biayanya. Perhitungan harga pokok produksi dalam perusahaan industri menjadi sangatlah penting bagi manajemen yaitu sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Selain mempermudah manajemen dalam penentuan harga jual, harga pokok produksi juga merupakan salah satu dasar dalam menentukan laba perusahaan. Tujuan perusahaan walaupun yang satu dengan yang lainnya belum tentu sama, tetapi pada umumnya tujuan perusahaan yang terutama adalah memperoleh laba yang sebesar-besarnya untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan.
3
Dalam menentukan harga pokok produksi terkadang sebagian perusahaan masih menggunakan akuntansi biaya tradisional. Dimana sistem ini tidak sesuai dengan lingkungan pemanufakturan yang maju. Biaya produksi yang dihasilkan oleh sistem akuntansi biaya tradisional memberikan informasi biaya yang terdistorsi. Distorsi timbul karena adanya ketidakakuratan dalam pembebanan biaya, sehingga mengakibatkan kesalahan penentuan biaya, pembuatan keputusan, perencanaan,
dan
undercost/overcost
pengendalian.
Distorsi
tersebut
terhadap produk. Keadaan ini
juga
mengakibatkan
memaksa manajemen
perusahaan untuk tidak sekedar mengalokasikan biaya tersebut ke produk, namun mendorong manajemen perusahaan untuk mencari cara agar mereka mampu mengelola biaya tersebut dengan baik. Sejalan dengan perkembangan perekonomian internasional saat ini, maka akan menyebabkan perubahan pula pada kondisi bisnis yang awalnya dari pemakaian tenaga kerja yang besar menjadi penggunaan teknologi yang canggih sehingga menggunakan tenaga kerja dalam jumlah yang lebih kecil. Hal ini menyebabkan perubahan komposisi struktur industri dari industri padat karya menjadi industri padat modal. Dengan industri yang padat modal, maka perusahaan akan menggunakan mesin-mesin yang canggih untuk menggantikan industri padat karya yang menggunakan tenaga kerja dalam jumlah besar. Penggunaan mesin-mesin dalam kegiatan operasional perusahaan menyebabkan penurunan biaya tenaga kerja langsung (Direct Labor Cost) dan akan meningkatkan jumlah biaya produksi tidak langsung (Overhead Cost) yang secara tidak langsung juga akan menyebabkan
4
perubahan dalam harga pokok produksi. Hal ini akan menyebabkan jumlah biaya overhead pabrik dalam elemen harga pokok produksi mengalami peningkatan yang lebih besar sehingga diperlukan kalkulasi dan pembebanannya kepada harga pokok produk sesuai dengan jumlah aktivitas yang dikonsumsi. Perusahaan-perusahaan yang menghasilkan berbagai macam produk dengan proporsi yang berbeda memerlukan metode pembebanan biaya overhead pabrik yang lebih cermat dan efektif. Oleh karena itu, manajemen perlu metode pengelolaan biaya yang tepat agar dapat memantau konsumsi sumber daya dalam setiap aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk. Dengan demikian, manajemen perusahaan memerlukan informasi yang mengungkapkan secara jelas dan tepat fakta yang berkaitan dengan aktivitas perusahaan agar dapat melakukan perhitungan biaya produksi yang lebih akurat. Sistem activity based costing muncul sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah-masalah yang dihadapi perusahaan modern yang masih menggunakan sistem akuntansi biaya tradisional (traditional costing). Pada sistem ini pemahaman terhadap aktivitas-aktivitas proses produksi merupakan dasar dalam pengalokasian biaya overhead. Activity based costing menggunakan dasar alokasi yang lebih menekankan pada aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya, bukan produknya. Penerapan activity based costing dalam perhitungan biaya produksi diharapkan akan memberikan beberapa kelebihan dibandingkan traditional costing seperti pengalokasian biaya produksi overhead yang lebih akurat serta tersedianya informasi yang lebih baik dalam pengambilan keputusan manajemen
5
perusahaan. Informasi biaya ini diperlukan untuk meningkatkan pengendalian terhadap biaya, melihat apakah kegiatan usahanya menghasilkan laba atau sisa hasil usaha yang sangat diperlukan untuk mengembangkan dan mempertahankan eksistensi perusahaannya. Berikut adalah contoh kasus yang menunjukkan hasil perbandingan antara traditional costing dan activity based costing dalam perhitungan biaya produksi per unit yang mengalami overcost dan undercost pada Sona High-Tech, Inc. Hasil perbandingan antara traditional costing dan activity based costing dalam perhitungan biaya produksi dapat ditunjukkan pada Tabel 1.1 dibawah ini :
Tabel 1.1 Perbandingan Traditional Costing dan Activity Based Costing Dalam Perhitungan Biaya Produksi Keterangan
Deluxe
Reguler
HPP Sistem Tradisional
300.000
155.000
HPP Sistem ABC
355.000
141.250
Selisih HPP
(55.000)
13.750
Undercost
Overcost
Gross Profit Sistem Tradisional
100.000
45.000
Gross Profit Sistem ABC
45.000
58.750
(Sumber : http://www.scribd.com/doc/76488561/Activity-Based-Costing) Tabel 1.1 di atas menunjukkan bahwa terjadi overcost pada produk Reguler sebesar Rp. 13.750 dimana biaya per unit yang ditetapkan lebih tinggi daripada sumber daya yang digunakan. Hal ini memang akan menguntungkan
6
perusahaan selama konsumen dapat menerimanya. Namun, jika perusahaan menggunakan sistem activity based costing, perusahaan dapat menentukan harga jual lebih rendah dari sebelumnya yang menggunakan sistem tradisional sehingga perusahaan dapat meningkatkan penjualan untuk produk Reguler. Kemudian terjadi undercost pada produk Deluxe, dimana seharusnya biaya yang dikeluarkan adalah Rp. 355.000 namun perusahaan menghitung biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi produk deluxe hanya Rp. 300.000, maka perusahaan akan mengalami kerugian sebesar Rp. 55.000. Dalam jangka pendek mungkin hal ini tidak akan terlalu berpengaruh terhadap profit perusahaan. Namun, dalam jangka panjang, kerugian yang dirasakan akan terasa cukup besar. Dalam hal ini, jika perusahaan menggunakan sistem activity based costing, perusahaan dapat meningkatkan harga jual dari sebelumnya, agar perusahaan tidak menderita kerugian pada produk Deluxe tetapi konsumen masih mau membeli karena masih dalam daya beli konsumen. Berdasarkan kasus di atas, dapat dilihat bahwa perhitungan biaya produksi pada Sona High-Tech Inc. dengan traditional costing menghasilkan distorsi biaya. Namun, metode activity based costing dapat mengatasi kelemahan dari traditional costing dengan memperhatikan biaya aktivitas yang terjadi untuk melakukan proses produksi. Kemudian dari analisis profit margin, kedua produk tersebut memiliki gross profit yang positif, sehingga kedua produk tersebut menghasilkan keuntungan. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sugeng Santoso (2008) dengan judul Perbandingan Traditional
7
Costing dan Activity Based Costing Dalam Penentuan Biaya Produksi pada CV. Wisnu Jaya yang menunjukkan hasil bahwa metode activity based costing lebih akurat dalam penentuan biaya produk dibandingkan dengan traditional costing. Perbedaan penelitian yang diambil penulis terletak pada variabel penelitian dan objek penelitian. Variabel penelitian yang diteliti oleh Sugeng Santoso adalah biaya produksi, sedangkan dalam penelitian ini variabel penelitian yang akan diteliti penulis adalah laba kotor. Objek penelitian yang diteliti oleh Sugeng Santoso adalah CV. Wisnu Jaya yang bergerak dalam bidang industri tekstil, sedangkan objek penelitian yang akan diteliti penulis adalah PT. PINDAD (Persero) yang merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang produk militer dan produk komersial. Penelitian Dina Khairuna (2007) dengan judul Analisis Penerapan Activity Based Costing Dalam Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Pada PT. Tirtasibayakindo-Berastagi menyimpulkan bahwa cara pembebanan biaya overhead dengan sistem activity based costing lebih akurat dibandingkan dengan sistem tradisional. Rina Agustina (2011) dengan judul Analisis Harga Pokok Produk Menggunakan Sistem Konvensional dan Sistem Activity Based Costing Pada PT. SIMNU menunjukkan hasil bahwa selisih yang didapat dari perbandingan harga pokok produk pada sistem konvensional dan activity based costing tidaklah terlalu berpengaruh. Berdasarkan latar belakang dan fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan analisis penelitian untuk membahas hal tersebut dalam skripsi
8
yang berjudul “Analisis Perbandingan Traditional Costing dan Activity Based Costing Dalam Perhitungan Laba Kotor Pada PT. PINDAD (Persero) Bandung”.
1.2.
Identifikasi Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang akan diteliti pada PT. Pindad (Persero) Bandung, adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana perhitungan biaya produksi dengan menggunakan metode traditional costing pada PT. PINDAD (Persero) Bandung ?
2.
Bagaimana perhitungan biaya produksi dengan menggunakan metode activity based costing pada PT. PINDAD (Persero) Bandung ?
3.
Bagaimana perbandingan perhitungan biaya produksi dengan metode traditional costing dan activity based costing dalam perhitungan laba kotor pada PT. PINDAD (Persero) Bandung ?
1.3.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1.
Untuk mengetahui perhitungan biaya produksi dengan menggunakan metode traditional costing pada PT. PINDAD (Persero) Bandung.
2.
Untuk mengetahui perhitungan biaya produksi dengan menggunakan metode activity based costing pada PT. PINDAD (Persero) Bandung.
9
3.
Untuk mengetahui perbandingan
biaya produksi antara metode
traditional costing dan activity based costing dalam perhitungan laba kotor pada PT. PINDAD (Persero) Bandung.
1.4.
Kegunaan Penelitian
1.4.1.
Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan terutama yang berhubungan dengan dengan ilmu ekonomi akuntansi yang berkaitan dengan Analisis Perbandingan Traditional Costing dan Activity Based Costing Dalam Perhitungan Laba Kotor.
1.4.2.
Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan gambaran
yang dapat bermanfaat secara langsung maupun tidak langsung bagi berbagai pihak, antara lain: 1.
Bagi Penulis Penelitian ini merupakan pengalaman berharga yang dapat menambah wawasan pengetahuan tentang aplikasi ilmu teori yang diperoleh dibangku kuliah dengan penerapan yang sebenarnya di lapangan mengenai pemahaman tentang analisis perbandingan traditional costing dan activity based costing.
10
2.
Bagi Perusahaan Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan-masukan yang bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan metode harga pokok produksi dimasa yang akan datang.
3.
Bagi Institusi Pendidikan Memperoleh masukan tentang informasi mengenai kualifikasi sarjana yang dibutuhkan dunia kerja dalam rangka peningkatan mutu lulusannya, serta sebagai alat evaluasi terhadap kurikulum yang digunakan.
4.
Bagi Pihak Lain Diharapkan penelitian ini dapat memperluas wawasan pengetahuan dan dapat digunakan sebagai salah satu bahan referensi bagi penulis maupun pembaca untuk dijadikan sebagai bahan acuan bagi pihak-pihak yang tertarik untuk melakukan studi lanjutan.
1.5.
Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini penulis akan melakukan penelitian pada PT.
PINDAD (Persero) yang berlokasi di Jl. Jend. Gatot Subroto No. 517 Bandung. Untuk memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan objek yang akan diteliti, maka penulis melaksanakan penelitian pada waktu yang telah ditentukan.