BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah. Setiap Bangsa memiliki arsitektur bangunan yang berbeda-beda, baik itu pada bangunan kuno maupun bangunan modern. Dimana hal tersebut dapat mencerminkan dan menjadi sebuah ciri khas dari suatu Negara. Sebuah karya arsitektur dapat dibentuk oleh unsur-unsur, sistem, dan tatanan dasar yang saling berkaitan untuk membentuk sebuah kesatuan terintegrasi yang memiliki suatu struktur yang menyatu. Arsitektur adalah bagian dari kebudayaan, yang berkaitan dengan berbagai segi kehidupan antara lain: seni, teknik, ruang/tata ruang, geografi, dan sejarah. Oleh karena itu, ada beberapa pengertian tentang arsitektur berdasarkan batasan-batasannya, tergantung dari segi mana memandangnya. Dipandang dari segi seni, arsitektur adalah segi bangunan, termasuk bentuk dan ragam hiasnya. Dari segi teknik, arsitektur adalah sistem mendirikan bangunan, termasuk proses perancangan konstruksi, struktur, dan dalam hal ini juga menyangkut aspek dekorasi dan keindahan. Dari segi ruang, arsitektur adalah pemenuhan kebutuhan ruang oleh manusia atau kelompok manusia untuk melaksanakan aktivitas tertentu. Sedangkan dari segi sejarah, kebudayaan dan geografi, arsitetur dipandang sebagai ungkapan fisik dan peninggalan budaya dari suatu masyarakat dalam batasan waktu dan tempat tertentu (Sumalyo Yulianto, 1997:1). Sehubungan dengan hal tersebut, bangsa Barat pada umumnya memandang bahwa untuk mendapatkan suatu teori, maka arsitektur adalah merupakan ilmu yang sangat penting dikaji dan
Universitas Sumatera Utara
dipelajari lebih dalam lagi. Dengan perubahannya yang sangat cepat berkembang dan mendasar pada budaya masyarakat Barat yang diakibatkan oleh Revolusi Industri, maka terjadi pula perubahan besar dalam pandangan teori arsitektur. Arsitektur pada Pasca Renaisanse terjadi percampuran antara gaya klasik yang sudah ada seperti Yunani, Romawi, Abad Pertengahan, Romanesque dan Ghotik. Dengan demikian, hal ini menandai adanya perubahan mendasar dalam arsitektur. Percampuran terjadi, selain karena perubahan kebudayaan kebudayaan, pola pikir, namun karena telah lebih banyak pilihan bentuk Selanjutnya di dalam arsitektur modern terdapat konsep tentang ruang yang di sebut dengan “Open Plan” yaitu membagi bangunan dalam elemen-elemen struktur primer dan skunder, kesemuanya itu bertujuan untuk mendapatkan fleksibilitas dan variasi di dalam bangunan. Pada arsitektur bangunan, biasanya perancang mempunyai
beberapa pilihan dalam
membentukan proporsi suatu hal, diantaranya berdasarkan sifat materialnya, berdasarkan bagaimana elemen-elemen bangunan bereaksi terhadap gaya dan bagaimana sesuatu itu dibuat (Frank D.K. Ching, 2000: 126). Sejak Restorasi Meiji pada tahun 1868, Jepang memasuki masa modernisasi dan Westernisasi, serta masa pengenalan teknik bangunan batu dan batubata. Bangunan gaya baru pada saat itu tersebar di seluruh negeri dan dipakai pada banyak pabrik yang dikelola pemerintah dan kantor-kantor pemerintah. Gedung kantor dan perumahan yang menggunakan disain Barat semakin umum. Namun, pada tahun 1923 bangunan batu dan batu-bata yang dibangun secara konvensional gagal bertahan ketika terjadi gempa besar yang menghancurkan Tokyo.
Universitas Sumatera Utara
Di Jepang, sejak tahun 1930 gerakan modernisasi arsitektur melonjak semakin cepat perkembangan dan kemajuan yang mengakibatkan munculnya berbagai karya-karya arsitektur penting. Oleh karena itu, bila dilihat dari ciri-ciri bangunan arsitektur modern Jepang yang sculptural dan monumental dengan ciri-ciri penonjolan elemen-elemen kontruksi, meskipun dari bahan modern seperti beton bertulang, namun diperlukan juga tampilan ekspresif lainnya dalam bentuk kayu. Keanekaragaman ekspresi arsitektur Jepang juga mendapat perhatian sebagai hasil keyakinan masyarakat Jepang bahwa arsitektur merupakan bagian dari budaya dan tidak sepenuhnya digerakkan oleh ekonomi. Sejak Negara yang berpenduduk kurang lebih 123 juta jiwa ini menggelar Japan EXPO, arsitektur Jepang bergerak progresif dan memberi pengaruh pada arsitektur dunia. Dan dengan segala kemajuan yang dicapainya, Jepang tetap menghormati tradisi, yaitu penghormatan bangsa Jepang terhadap leluhurnya. Hal ini tercermin dari beberapa arsitektur yang bias selaras serta berdampingan dengan kemajuan yang dicapai. Seorang arsitek besar Jepang pada abad ke-20, yaitu Sutemi Horiguchi yang tergabung dalam asosiasi masyarakat modern pertama Jepang, berpendapat bahwa arsitektur seharusnya merupakan ekspresi yang jujur dari struktur. Arsitektur Jepang pada saat itu mendapat pengaruh besar dari Eropa, demikin juga Horiguchi yang menaruh perhatian besar terhadap gagasangagasan arsitektur Eropa. Dan ia membandingkan arsitektur Yunani Kuno untuk mendapatkan dasar-dasar dari arsitektur tradisional negaranya. Sebelum Perang Dunia I, Horiguchi menjadi pelopor arsitektur konterporer dengan proyek-proyek yang cendrung tradisonal dengan kontruksi balok dan kolom. Pelopor arsitektur
Universitas Sumatera Utara
modern lainnya adalah Bonchi Yamaguchi dan generasi berikutnya dalam modernisme arsitektur Jepang yang paling terkenal adalah Kenzo Tange. Kenjo Tange lahir di Imabari Prefektur Ehime pada tanggal 4 September 1913. Ia memasuki dunia pendidikan di Departemen Arsitektur Universitas Tokyo pada tahun 1935 – 1938 dan Graduate School di Universitas Tokyo dari tahun 1942 – 1945. Sehingga pada tahun 1965 ia meraih gelar Ph. D. dari universitas Tokyo. Sejumlah Doktoral lainnya ia terima dari perguruan tinggi di Eropa, Amerika dan Asia. Setelah mempunyai gelar Profesor, maka ia menjadi pengajar di Universitas Tokyo pada tahun 1946 dan memasuki masa Purna Bhakti pada tahun 1974, disamping menjadi Profesor tamu pada Masschussets Institute of Technology (1959 – 1960), dan Harvard University (1972). Tange memulai karirnya yang gemilang setelah memenangkan sayembara terbuka yaitu perancangan Hiroshima Peace Center (HPC) pada tahun 1945-1955. Bukan hanya itu saja, Tange juga pernah mendapatkan penghargaan Pickcer pada tahun 1987. Karya arsitektur Kenzo Tange merefleksikan dan mengkristalkan perubahan politik dan iklim Jepang, disamping peduli pada perkembangan kearah yang lebih baik, Kenzo Tange memiliki minat utama pada arsitektur modern yang memiliki nilai tradisi Jepang. Kenzo Tange mengekspresikan ketidak-pedulian terhadap isu tradisional kuno. Namun, bangunanbangunannya yang berhasil, seluruhnya mengakar pada tradisi Jepang baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh hasil karya Kenzo Tange yaitu Hiroshima Peace Center (HPC), yaitu monument untuk memperingati jatuhnya bom di Hiroshima. Pada bangunannya tersebut terdapat tiga elemen utama, yaitu sebuah pelengkung sederhana beton bertulang exposed berpenampang hiperbola mengatapi titik dimana bom atom jatuh. Dua elemen lainnya adalah Museum dan
Universitas Sumatera Utara
Community Center, keduanya berdenah segi empat panjang, disusun dalam tata-letak satu dengan yang lainya terpisah membentuk sudut siku, sisi yang terpanjang disusun menghadap kearah titik dimana elemen pertama tersebut berada. Aspek tradisional lainnya yang cukup menonjol dari HPC yaitu bangunan yang sederhana, baik dari bentuk unit, tata unit, penonjolan bangunan (kolom, balok,balustrade, dan lain-lain), juga disusun dalam komposisi garis dan bidang-bidang horizontal searah, seimbang, dan serasi, seperti pada rumah , istana, dan kuil di Jepang. Disamping itu, banyak karya-karyanya yang tetap berpegang teguh pada pola perpaduan antara gaya tradisional dan modern. Kenzo Tange tidak setuju pada pandangan yang menganggap arsitektur sebagai mode, sehingga ia memiliki semacam siklus dan mengabaikan fungsi. Menurutnya juga, walaupun ada kemiripan, namun perbedaannya sungguh banyak. Ini dapat dilihat dari kurun waktu untuk adanya perubahan trend, bila untuk mode apalagi fashion cukup dalam waktu setahun sudah mengalami suatu perubahan, tetapi untuk arsitektur mungkin butuh waktu 50-100 tahunan untuk mengalami perubahan. Lalu dalam perkembangannya, pandangan Kenzo Tange mengenai Changing Sosiety (perubahan masyrakat) patut disimak, karena ia sendiri juga mengalami suatu proses perubahan, baik dalam pola pikir maupun karya-karyanya yang menggabungkan pola-pola tradisonal yang dipengaruhi oleh gaya-gaya bangunan suci Shinto (ajaran agama asli Jepang
yang
mengedepankan kedekatan terhadap alam) dan Budha, yang mengacu pada bangunan sederhana dengan gaya-gaya modern yang didominasi oleh para arsitek Eropa Barat yang pada akhirnya menjadikan Kenzo Tange sangat populer di kalangan dunia arsitektur. Dari keterangan diatas kita dapat mengetahui bahwa arsitektur Jepang mengalami suatu perubahan dari zaman ke zaman dengan proses waktu yang cukup lama.Walaupun demikian,
Universitas Sumatera Utara
perubahannya tersebut tidak terlepas dari nilai-nilai budaya, yaitu masih adanya mengandung nilai agam Shinto dan Budha yang mengedepankan kedekatan terhadap alam dan mengacu pada kesederhanaan. Adanya arsitek Jepang, yaitu Kenzo Tange yang menciptakan
sebuah seni
arsitektur dengan konsep perpaduan antara gaya modern yang menggunakan bahan seperti beton dengan gaya tradisonal yaitu menggunakan bahan dari kayu yng memiliki nuansa nilai-nlai Shinto dan Budha, yang hasilnya tak kalah dengan yang lainnya, membuat penulis berminat untuk menjadikannya suatu obyek penelitian, melalui skripsi yang berjudul “Analisis Konsep Seni Arsitektur Pada Karya Kenzo Tange”
1.2. Perumusan Masalah Perkembangan arsitektur Jepang adalah berdasarkan kebudayaan sendiri, namun tidak terlepas dari penggunaan dasar-dasar arsitektur China kuno. Pada awalnya bangunan-bangunan di Jepang didirikan seluruhnya dari kayu. Hingga sekarang bangunan dari kayu masih ada betahan di Jepang, walaupun di antaranya sudah berusia lebih 1200 tahun. Alasan kayu digunakan sebagai bahan kontruksi, yaitu karena kayu memiliki kelenturan yang lebih tinggi sehingga bangunan dapat menahan guncangan gempa yang sering melanda Jepang dibanding bangunan yang terbuat dari batu atau batu bata. Dalam perkembangan selanjutnya arsitektur Jepang yang sangat dipengaruhi Shintoisme (ajaran agama asli Jepang yang mengedepankan kedekatan terhadap alam) dan Budhisme, yang mengacu pada kesederhanaan serta mengalami modernisasi (pem-Barat-an) sejak tahun 1858, dimana pada saat itu Jepang mulai menjalankan diplomasi dengan Negara-negara Eropa Barat. Dengan demikian arsitektur di Jepang berkembang seiring dengan situasi politik dan ekonominya. Meskipun Modernisme arsitektur Jepang tersebut belum seperti perkembangan
Universitas Sumatera Utara
yang ada di Barat yang sudah dimulai sejak renaisanse, namun pada pasca Perang Dunia ke-II modernisme Jepang telah terlihat jelas. Pelopor arsitektur Jepang yang paling terkenal hingga sekarang adalah Kenzo Tange. Ia merupakan arsitektur ke-6 yang terkenal di dunia. Kenzo yang memiliki konsep kesederhanaan, sehingga semakin memperindah bangunannya. Salah satu sebagai contoh, Hiroshima Peace Center, yang dirancang oleh Kenzo Tange (1949-1955). HPC terdiri dari tiga elemen utama, yang mencerminkan kesederhanaan. Aspek tradisional lainnya yang cukup menonjol dari HPC adalah kesederhanaan, baik dari bentuk unit, tata unit , penojolan bangunan (kolom, balok, balustrade,dan lain-lain) juga disusun dalam komposisi garis dan bidang-bidang horizontal searah, seimbang, dan serasi, seperti pada rumah, istana, dan kuil di Jepang. Disamping itu juga, banyak karya-karyanya yang tetap berpegang teguh pada pola perpaduan antara gaya arsitektur tradisional,yaitu memiliki nilai agama Shinto dan Budha yang selalu mengedepankan kedekatan terhadap alam
dan mengacu pada kesederhanan yang
dipadukan dengan arsitektur gaya modern,yaitu penggunaan bahan dan kontrruksi yang modern. Dalam aersitektur bangunan terdapat konsep tentang ruang yang disebut dengan Open Plan, yaitu membagi bangunan dalam eleme-elemen primer dan skunder, semua itu bertujuan untuk mendapatkan fleksibilitas dan fariasi di dalam bangunan. Pada arsitektur bangunan, biasanya perancang mempunyai beberapa pilihan dalam pembentukan suatu hal, diantaranya berdasarkan materialnya, berdasarkan bagaimana elemenelemen bangunan bereaksi terhadap gaya dan bagaimana sesuatu itu dibuat. Dalam perancangannya, Kenzo Tange sangat piawai dalam permainan bangunan geometri sederhana, yang tidak di jumpai pada bangunan lain. Dan kejituannya mendapatkan massanya dalam ruang berskala kota, sehingga tampil lebih megah.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian diatas, untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji, maka permasalahan yang ingin penulis ajukan dalam bentuk pertnyaan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana elemen struktur dan kontruksi pada desain-desain Kenzo Tange? 2. Apa yang menjadi falsafah dan konsep perancangan pada karya-karya arsitek Kenzo Tange? 3. Bagaimana perancangan arsitektur pada bangunan-bangunan yang di buat oleh Kenzo Tange? 1.3. Ruang Lingkup Pembahasan. Dalam penelitian ini, maka penulis membatasi pembahasannya pada analisa arsitektur Kenzo Tange, yang dilihat dari falsafah suatu budaya yang memiliki nilai-nilai Shinto dan Budha. Dimana agama Shinto selelu mangedepankan kedekatan terhadap alam dan suatu kemurnian. Begitu juga sama halnya dengan Budha yang mengacu pada bangunan yang sederhana, selarah, dan seimbang. Agar penulisan ini lebih akurat, maka penulis akan mendeskripsikan tentang Arsitek dan perancangan dalam arsitektur modern, yakni: timbulnya
arsitektur modern, perkembangan,
teori-teori, serta karakter dan ciri arsitektur. Khususnya penulis akan menguraikan tentang arsitektur jepang, yaitu: arsitektur modern Jepang, arsitektur tradisional Jepang, serta menjelaskan bagaimana perancangan arsitektur Kenjo Tange, kosep/ falsafah tentang seni.
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1. Tinjauan Pustaka Kebudayaan menurut Ienage Saburo dalam bukunya yang berjudul “Nihon Bungkashi” adalah segala usaha manusia dalam rangka menyelenggarakan hidupnya yang meliputi bidang-
Universitas Sumatera Utara
bidang, seperti ilmu pengetahuan, kesenian, agama, pemikiran moral, dan lain-lain, (Saburo Ienage, 1988:1). Setiap kebudayaan memiliki ekspresi-ekspresi artistik. Oleh karena itu, melalui karya seni seperti karya seni bangunan, manusia dapat mengespresikan ide-ide, nilai-nilai, cita-cita, serta perasaan-perasaannya. Karya-karya seni merupakan media komunikasi, sehingga seorang seniman dapat mengkomunikasikan suatu permasalahan maupun suatu pengalaman batin kepada orang lain, (Maran Rafael Raga, 2000: 46). Oleh karena itu, arsitektur adalah seni yang merupakan bagian dari kebudayaan, yang memiliki kaitan dengan usaha manusia dalam menyelenggarakan hidupnya. Arsitektur sudah ada sejak adanya manusia pertama hidup di bumi ini, untuk melindungi dirinya dari alam, (hujan, terik matahari, dan lain-lain), ataupun dari gangguan dari mahluk lainnya, baik binatang maupun manusia dari kelompok lain. Sejak itu hingga sekarang dan masa yang akan datang, arsitektur akan selalu berkembang dalam bentuk yang semakin kompleks sejalan dengan perkembangan peradaban dan budaya, termasuk pada ilmu pengetahuan, tehnologi, dan tuntutan kebutuhan manusia baik secara kuantitatif maupun kualitatif, (Sumalyo yulianto, 1997: 1). Begitu juga dengan arsitektur Jepang yang mengalami perubahan, yaitu hingga pada zaman Restorashi Meiji 1868, dimana pada saat itu jepang mengalami kemajuan pada gaya arsitekturnya. Walaupun demikian bukan berarti arsitektur Jepang terlepas dari gaya arsitektur tradisionalnya. Begitu juga dengan arsitek terkenal Kenzo Tange sejak abad ke-20. Ia seorang perancang yang memiliki konsep tersendiri pada karya-karya seninya. Dengan demikian, semua karya-karya seni bangunannya memilki nilai-nilai, keindahan, kenyamanan, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
2. Kerangka Teori Dalam penelitian suatu karya seni, diperlukan satu atau lebik teori pendekatan yang sesuai dengan objek dan tujuan dari penelitian ini. Dipandang dari segi seni, arsitektur adalah segi bangunan, termasuk bentuk dan ragam hiasnya (Sumalyo Yulianto, 1997:1) Dalam Ensiklopedia Umum (1990:1274), arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang keseluruhan lingkungan binaan, mulai level makro, yaitu perencanaan kota/ perkotaan, lansekap, hingga level mikro, yaitu desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga menunjukkan hasil-hasil proses perancangan tersebut. Sementara itu menurut Joyce M.Laurens (2004:26), arsiutektur adalah keseluruhan proses mulai dari pemikiran, ide, gagasan, kemudian menjadi karya/ rancangan, dan diwujudkan menjadi hasil karya nyata yang dilakukan secara sadar (bukan berdasarkan naluri) dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan akan ruang guna mewadahi aktivitas dan kegiatan yang diinginkan serta menemukan aksistensi dirinya. Dalam penelitian ini, ada juga menggunakan konsep nilai Shinto dan Budha. Menurut Alen (1969:195) hubungan yang kuat antara struktur-struktur bangunan dengan keselarasan alam, terlebih dahulu telah diterapkan dalam arsitektur kuil-kuil Shinto di Jepang, dan hubungan ini merupakan karakteristik orang Jepang sejak dahulu. Alen juga mengatakan bahwa kuil-kuil Budha juga didasarkan atas kedekatannya dengan alam ataupun merupakan bagian dari alam. Menurut Sumalyo Yulianto (1997:2), arsitektur modern adalah perkembangan dari klasik berubah secara revolusioner sejalan dengan Revolusi Industri mulai awal abad XIX, dengan terjadinya perubahan besar-besaran dalam pola hidup dan pola pikir. Sedangkan arsitektur tradisional menurut Plato dalam Sutrisno (1993:26) dikatakan yang indah dan sumber segala
Universitas Sumatera Utara
keindahan adalah yang paling sederhana, umpamanya nada yang sederhana dan warna yang sederhana. Yang dimaksud “sederhana” disini adalah bentuk dan ukuran yang tidak dapat diberi batasan , lebih lanjut berdasarkan sesuatu yang diberi batasan “lebih sederhana” lagi. Pendekatan selanjutnya yang digunakan penulis adalah pendekatan semiotic. Berasal dari bahasa Yunani smeion, yang berarti tanda. Dalam arti yang lebih luas, semiotika berarti ilmu tentang proyeksi tanda-tanda, cara kerjanya, dan fungsinya terhadap kehidupan manusia (Sachari, 2005:62) Seperti halnya, Kenzo Tange yang memiliki konsep perancangan yang menarik, yaitu penggabungan antara struktur modern yaitu menggunakan beton bertulang exposed dengan tradisional yang juga masih menggunakan bahan dari kayu, yang kemudian hasilnya menjadi lebih berkesan mewah dan elegan. Kenzo Tange juga menggunkan aspek tradisionalnya yang cukup menonjol, diantaranya: bentuk unit, tata unit, penonjolan elemen bangunan, dan sebagainya, (Sumalyo Yulianto, 1996: 416). Dalam konsep perancangannya, Tange juga memberikan sentuhan dekoratif pada bangunannya. Hal ini terjadi karena tidak terlepas dari pengaruh perubahan masyarakat, dan ia melihat bahwa pasar menghendaki hal tersebut. Selain itu, Tange juga memperlihatkan bagimana menuangkan karakter arsitektur Jepang yang kemudian dikenal luas sebagai “sentuhan khas” Jepang. Oleh karena itu, yang merupakan garis dasar arsitektur Kenzo Tange serta konsep perancangannya yaitu kepiawaian permainan bangunan geometri sederhana, yang tidak dijumpai pada bangunan lain dan kejituan menempatkan massanya dalam ruang berskala kota, sehingga tampak megah, dan ia selalu ingin menampilkan gedungnya terlihat menonjol. Dengan demikian, karyanya tersebut
mendapat
keberhasilan.
Universitas Sumatera Utara
1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian. 1. Tujuan Penelitian. Setiap kegiatan yang dilakukan seseorang tentu saja mempunyai maksud dan tujuan yang hendak diperoleh, dan jika tidak demikian maka kegiatan yang dikerjakan tersebut adalah hal yang sia-sia. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan oleh penulis terhadap “Analisis Konsep Seni Arsitektur Pada Karya Kenzo Tange”, juga memiliki tujuan. Sesuai dengan pokok-pokok permasalahan, sebagaimana telah dikemukakan diatas, maka adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. untuk mengetahui bagaimana arsitektur di Jepang, baik modern maupun tradisional 2. untuk mengetahui konsep-konsep arsitektur yang digunakan oleh Kenzo Tange terhadap karya-karyanya.
2. Manfaat Penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan agar nantinya bermamfaat bagi pihak-pihak tertentu, seperti: 1. Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai perkembangan arsitektur di Jepang. Dan untuk mengetahui bagaimana Kenzo Tange dalam melakukan perancangan serta filosofi dari Kenzo Tange. 2. Bagi masyarakat luas pada umumnya dan para pelajar/mahasiswa bahasa
maupun sastra
Jepang khususnya, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan terhahadap dunia arsitektur Jepang, seperti penjelasan diatas.
Universitas Sumatera Utara
1.6. Metode Penelitian. Metode adalah alat untuk mencapai tujuan suatu kegiatan. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif. Menurut Koentjaraningrat (1976: 30), penelitian yang bersifat deskriftif yaitu memberi gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Studi kepustakaan adalah pengumpulan data dengan membaca buku-buku atau refrensi yang berkaitan dengan tema penulisan ini. Hal ini bertujuan untuk menemukan masalah yang ada, teori-teori, dan penarikan kesimpulan serta saran-saran. Untuk mengumpulkan data-data dan bahan-bahan yang berhubungan dengan tema tersebut, maka penulis menggunakan penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu mengumpulkan data-data yang menggunakan bahan-bahan pustaka. Bahan-bahan pustaka tersebut diperoleh dari perpustakaan Universitas Sumatera Utara, perpustakaan jurusan sastra Jepang USU, Universitas Medan (UNIMED), perpustakaan Konsulat Jendral Jepang di medan, serta koleksi pribadi penulis.
Universitas Sumatera Utara