1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Berkembangnya suatu negara dapat diukur dari perkembangan banyak
aspek. Baik dari kondisi penduduk yang meliputi pertumbuhan penduduk dan kualitas penduduk, tingkat pengangguran, keadaan sosial budaya, kemajuan tekonologi, dan tentunya kondisi ekonomi suatu negara yang meliputi pendapatan per kapita ekonomi dan pertumbuhan ekonomi.1 Dalam era globalisasi ini, dibutuhkan dua aspek yang mendukung perkembangan ekonomi tersebut. Secara internal, dibutuhkan dukungan dari masyarakat negara tersebut, pemerintah sebagai penyelenggara negara, dan secara eksternal tentu dibutuhkannya dukungan dari masyarakat asing. Masyarakat
asing
dapat
membantu
menunjang
perkembangan
perekonomian suatu negara dengan cara pembinaan kerjasama bilateral maupun multilateral, serta adanya dukungan suntikan dana berupa investasi atau penanaman modal asing. Penanaman modal berdasarkan hukum positif Indonesia, yakni pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang selanjutnya disebut “UUPM” didefinisikan sebagai “Segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.” 1
Eni A. dan Tri H. Indikator Negara Maju dan Berkembang. http://ssbelajar.blogspot.com/2012/12/indikator-negara-maju-dan-berkembang.html. Diakses pada 13 Desember 2014 pukul 20.00
2
Dalam pengertian tersebut, secara jelas diklasifikasikan dua jenis penanaman modal yakni penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing, secara khusus dalam penulisan ini penulis akan membahas mengenai penanaman modal asing yang mana didefinisikan berdasar pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagai “Kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.” Penanaman modal asing sendiri dapat memberikan keuntungan yang cukup besar, misalnya dengan menciptakan lowongan pekerjaan bagi penduduk host country
sehingga dapat meningkatkan penghasilan dan standar hidup,
menciptakan kesempatan bekerjasama dengan perusahaan lokal sehingga dapat berbagi manfaat, meningkatkan ekspor, sehingga meningkatkan cadangan devisa negara dan menghasilkan teknologi. 2 Pada dasarnya, di era globalisasi ini, penanaman modal dapat membantu menjaga stabilitas ekonomi nasional demi menyelamatkan sektor usaha yang ditengarai lemah dalam masalah permodalan. Untuk dapat menarik investor asing, ada beberapa hal yang mempengaruhi investor asing untuk menanamkan modalnya ke suatu negara, syarat tersebut dapat berupa kesempatan ekonomi (economic opportunity) yang berkaitan dengan sumber daya alam, persediaan bahan baku, serta tenaga kerja yang lebih murah dibanding negara asalnya; stabilitas politik (political stability) berkaitan dengan kondisi investasi; dan tentunya kepastian hukum (legal certainty) yang berkaitan
2
Suparji, 2008, Penanaman Modal Asing di Indonesia Insentif Versus Pembatasan, Universitas Al-Azhar, Jakarta, hlm 1
3
dengan perlindungan hukum terhadap investor.3 Di Indonesia, salah satu hal yang dapat dilakukan dalam menerapkan faktor kepastian hukum ialah dengan cara dikeluarkannya aturan seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 mengenai Penanaman Modal dan aturan-aturan lain yang menyertai dalam penerapan faktor kepastian hukum bagi penanam modal asing. Dalam faktor yang dapat menarik investor asing, prosedur dalam penanaman modal juga cukup berpengaruh melihat semakin kompleksnya prosedur yang harus ditempuh, maka akan mengurangi minat penanam modal. Di Indonesia, dapat dilihat nilai penanaman modal pada triwulan III (Juli – September) 2014 mencapai 7,4 milyar US Dollar, angka ini cukup fantastis mengingat 2/3 dari nilai investasi di Indonesia datang dari asing.4 Sebuah penelitian menunjukkan bahwa adanya liberalisasi hukum penanaman modal asing baik di negara maju maupun negara berkembang menjadi faktor penyebab utama meningkatnya angka penanaman modal asing tersebut. 5 Liberalisasi dalam sektor investasi ini pun membawa dampak positif maupun negatif dalam pembangunan ekonomi nasional. Fakta lain membuktikan bahwa tingkat penanaman modal asing semakin meningkat pasca orde baru, yang mana terbuka pintu selebar-lebarnya bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia sehingga pada akhirnya perekonomian Indonesia berangsur-angsur meningkat. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia pada jaman Orde Baru 3
Erman Radjagukguk, 1995, Hukum Investasi (Bahan Kuliah), UI Press, Jakarta, hlm 200 Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia. Realisasi Penanaman Modal PMDNPMA Triwulan III dan Januari – September Tahun 2014. http://www.bkpm.go.id/file_uploaded/public/Bahan%20Paparan%20TW%20III%202014-IND.pdf. Diakses pada 10 Desember 2014 Pukul 12.35 5 Renato Ruggiero, ‘Whither The Trade System Next?’ dalam Jagdish Bhagwati & Mathias Hirsch, (eds), The Uruguay Round and Beyond. Berlin, New York: Springer. 1998, hlm 126 4
4
meningkat sekitar 7% per-tahun sejak tahun 1980-an. 6 Namun, gencarnya penanaman modal oleh investor asing di Indonesia mengakibatkan sektor-sektor vital negara ini banyak dikuasai oleh pihak asing. Misalnya pada sumber daya migas, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia merilis, 90% perusahaan migas di Indonesia dikuasai asing. Total perusahaan asing yang terdaftar berjumlah 105 dan 71 diantaranya bergerak dalam produksi minyak. Perusahaan asing menguasai sumber daya migas di Indonesia dan ratarata memegang peranan penting, sehingga sangat sulit untuk disaingi oleh perusahaan lokal, bahkan perusahaan lokal mengalami krisis keberlangsungan.7 Bantuan asing ini sangatlah berarti, namun tujuan utama dari penanaman modal asing, tetaplah demi menyelamatkan perekonomian Indonesia dan demi kemakmuran rakyat Indonesia, sehingga kepemilikan modal asing tetap harus dibatasi demi kepemilikan sektor usaha Indonesia terutama sektor usaha vital di Indonesia tidak beralih ke tangan asing, yang mana hal ini telah dimandatkan dalam pasal 33 ayat 3 dan 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang mana menyatakan bahwa “(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” Tanpa melupakan perlunya bantuan dari asing untuk melakukan penanaman modal, hal lain yang harus disadari ialah pentingnya penerapan asas6
Tulus Tambunan. Daya Saing Indonesia dalam Menarik Investasi Asing. Jakarta: Pusat Studi Industri & UMKM Universitas Trisakti & Kadin Indonesia. 2007 7 http://medanbisnisdaily.com/news/read/2014/03/31/87510/mau_dibawa_ke_mana_sumber_daya_ alam_kita/#.VFHD5FeLSSo diakses pada 5 November 2014 pukul 14.37 WIB
5
asas dasar dalam melakukan pola penanaman modal, salah satunya ialah asas keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional yang tidak hanya termaktub dalam pasal 33 ayat 4 UUD RI 1945, namun juga termaktub dalam pasal 3 ayat 1 UUPM. Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional merupakan asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional. Asas ini pada dasarnya mengamanatkan agar apa pun kebijakan yang diberlakukan, peraturan apa pun yang mengatur, serta bagaimana pun pelaksanaan perekonomian Indonesia, tetap ditujukan untuk keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Dalam mengatasi masalah yang dilematis antara perlunya penanaman modal asing dan penyelamatan sektor usaha vital di Indonesia, Pemerintah Indonesia memiliki beberapa restriksi dalam hal penanaman modal asing, salah satunya termaktub dalam pasal 5 ayat 2 dan 3 UUPM yang menyatakan bahwa : “(2) Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. (3) Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas dilakukan dengan: a. mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas; b. membeli saham; dan c. melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.” Hal lain yang dapat dilakukan pemerintah Indonesia dalam mengamankan sektor perekonomian ialah dengan membuat peraturan yang mengklasifikasikan daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal seperti dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014. Daftar inilah yang biasanya disebut dengan negative list
6
atau daftar negatif investasi yang selanjutnya disebut “DNI”. Adanya DNI ini merupakan perwujudan mandat dari pasal 12 UUPM yang menyatakan bahwa : “Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan” DNI sendiri bersifat dinamis, dapat dievaluasi atau revisi berkala mengikuti perkembangan ekonomi dan kepentingan nasional berdasarkan kajian, temuan, dan usulan penanaman modal. Tentunya, dengan adanya perubahan DNI diharapkan penanaman modal yang ada di Indonesia dapat sejalan dengan perkembangan di Indonesia dan sektor-sektor vital di Indonesia dapat terlindungi tanpa mengabaikan pentingnya penanaman modal asing di Indonesia. Selama ini DNI mengalami beberapa kali perubahan, yakni pertama berupa Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang tertutup dan Bidang Usaha yang terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal juncto Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang tertutup dan Bidang Usaha yang terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, kedua berupa Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, hingga akhirnya pada dewasa ini menggunakan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang
7
Penanaman Modal. Pada awalnya besar harapan dengan adanya perubahan daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka ini dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi sektor nasional untuk berkembang, seperti dengan adanya harapan untuk alih teknologi, pengembangan kemampuan serta terlindunginya sektor-sektor vital tertentu di Indonesia. Banyak hal yang dapat melatarbelakangi perubahan daftar negatif investasinya, seperti adanya pertimbangan filosofis, pertimbangan politik, pertimbangan ekonomi, maupun pertimbangan yuridis. Sebagai salah satu pertimbangan politik adanya DNI terbaru yang berdasar pada Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, yakni adanya alasan untuk lebih meningkatkan kegiatan penanaman modal di Indonesia dan dalam rangka pelaksanaan komitmen Indonesia dalam kaitannya dengan Association of Southeast Asian Nations/ASEAN Economic Community (AEC), dipandang perlu mengganti ketentuan mengenai daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal. ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN yang selanjutnya disebut “AEC” yang berawal dari deklarasi kesepakatan ASEAN II (Bali Concord II) dengan adanya pembentukan visi Masyarakat ASEAN 2020 (ASEAN Community). Dalam perwujudan masyarakat ASEAN 2020 ini terdapat Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) sebagai salah satu pilar utama untuk mengimplementasikan Masyarakat ASEAN. Pada KTT XII
8
ASEAN, disepakati bahwa diadakan percepatan impelentasi AEC dari tahun 2020 menjadi tahun 2015 ditandai dengan adanya “Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015”.8 Pada intinya, dengan adanya AEC ini, para anggota sepakat untuk mentransformasikan ASEAN menjadi suatu kawasan yang ditandai oleh aliran bebas barang (free flow of goods), jasa (free flow of service), investasi (free flow of investment), tenaga kerja terampil (free flow of skilled labour), dan arus modal yang lebih bebas (free flow of capital).9 Dalam perwujudan AEC, terdapat empat pilar utama yang diharapkan terwujud yakni adanya pasar tunggal dan basis produksi regional, kawasan ekonomi berdaya-saing tinggi, pertumbuhan ekonomi yang merata, dan integrasi dengan perekonomian global. Gagasan utama dari adanya AEC ialah adanya liberalisasi perdagangan, tidak terkecuali dalam hal investasi, gagasan utama AEC ialah perwujudan rezim kebebasan dan keterbukaan yang mana dapat meningkatkan iklim persaingan (perwujudan daya saing tinggi) dalam menarik investasi asing secara langsung (foreign direct investment) di kawasan ASEAN maupun investasi intra-ASEAN. Gagasan AEC ini sendiri dapat terlihat sebagai perpanjangan tujuan utama dari WTO yakni mewujudkan sebuah liberalisasi perdagangan.10 Secara umum, berdasarkan kesepakatan para anggota, AEC memiliki 12 sektor prioritas, yakni: produk-produk berbasis pertanian, otomotif, elektronik, 8
Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 2014. Menuju ASEAN Economic Community 2015. Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Jakarta. 9 Hartadi A. Sarwono, 2012, Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 : Proses Harmonisasi di Tengah Persaingan, Bank Indonesia, Jakarta, hlm 3. 10 Ibid. hlm 6.
9
perikanan, poduk berbasis karet, tekstil dan pakaian, produk berbasis kayu, perjalanan udara, e-ASEAN, kesehatan, pariwisata, dan logistik.11 Pencanangan AEC ini tentu saja menimbulkan perbedaan pandangan yang cukup signifikan dan cenderung bertolak belakang. Pandangan pertama menganggap undang-undang ini sangat berpihak kepada investor asing dengan adanya jaminan perlakuan yang sama antara investor asing dan domestik. Pandangan ini mengarah kepada suatu pendapat yang menganggap bahwa hal tersebut tidak berpihak kepada kepentingan rakyat karena pada dasarnya masih merasa bahwa sektor usaha domestik belum cukup mampu untuk bersaing secara bebas. Pandangan kedua, menganggap hal ini merupakan salah satu solusi yang tepat mengatasi problema penanaman modal di Indonesia. Dengan adanya pencanangan hal ini dapat membawa perubahan perekonomian global yang semakin terbuka dan tanpa batas serta telah memenuhi kewajiban internasional Indonesia dalam berbagai kerjasama internasional.12 Jika dihubungkan dengan perubahan DNI 2014 Indonesia, terdapat beberapa sektor usaha yang berubah dan cenderung lebih terbuka dan bebas, misalnya dalam hal angkutan multimoda yang semula tidak dicanangkan presentasenya menjadi maksimal 60 % untuk kepemilikan modal investor ASEAN, atau sebagai contoh lainnya ialah pengaturan mengenai transmisi tenaga listrik yang merupakan sektor vital yang awalnya persentase maksimal kepemilikannya sejumlah maksimal 95 % menjadi 100%, sehingga memungkinkan sektor ini
11
Ibid. hlm 7. Mahmul Siregar, 2007, “UUPM dan Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional dalam Kegiatan Penanaman Modal”. Jurnal Hukum Bisnis. Volume 26/No. 4/Tahun 2007. 12
10
sepenuhnya dikuasai oleh asing.13 Perubahan DNI sejalan pencanangan AEC ini merupakan hal yang perlu dikaji pemberlakuannya, terlebih tujuan dari AEC yang menginginkan liberalisasi investasi dan mewujudkan sistem investasi yang bebas terbuka dapat menjadi hal yang bertolak belakang dan mengancam asas yang harus dipertahankan Indonesia yakni asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional yang mana menuntut untuk mempertahankan sektor usaha yang vital milik Indonesia agar tidak jatuh pada tangan asing. Dari uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan terkait dengan investasi asing, khususnya mengenai Daftar Negatif Investasi Indonesia dan meneliti lebih jauh dengan melalui sebuah penelitian hukum yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Adapun judul yang penulis angkat adalah “Tinjauan Yuridis Terhadap Daftar Negatif Investasi Indonesia Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 2015”
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana latar belakang dan pokok-pokok pengaturan investasi asing dalam Daftar Negatif Investasi di Indonesia yang didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 ? 1.2.2 Bagaimana keterkaitan Daftar Negatif Investasi Indonesia Berdasarkan
13
Ibid.
11
Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 dengan ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 2015 ? 1.2.3 Bagaimana kelemahan sistem penyusunan dan pengawasan Daftar Negatif Investasi di Indonesia yang didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 ? 1.2.4 Bagaimana perlindungan hukum terhadap sektor ekonomi nasional yang didasarkan dari Daftar Negatif Investasi di Indonesia berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 2015?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
beberapa hal yang menjadi tujuan dari penelitian ini, yaitu: 1.3.1
Tujuan Objektif Tujuan Objektif dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji masalah yang berhubungan dengan hukum dagang khususnya dalam bidang hukum pasar modal dan investasi, yang pada intinya membahas mengenai: 1. Latar belakang dan pokok-pokok pengaturan investasi asing dalam Daftar Negatif Investasi di Indonesia yang didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014
12
2. Keterkaitan Daftar Negatif Investasi Indonesia Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 dengan ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 2015 3. Kelemahan sistem penyusunan dan pengawasan Daftar Negatif Investasi di Indonesia yang didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 4. Perlindungan hukum terhadap sektor ekonomi nasional yang didasarkan dari Daftar Negatif Investasi di Indonesia berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 2015 1.3.2
Tujuan Subyektif Dengan dibuatnya penelitian ini diharapkan Penulis dapat menguasai regulasi dan sistematika dari proses investasi di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga berguna sebagai pemenuhan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.).
1.4
Keaslian Penelitian Untuk
mengetahui
keaslian
penelitian,
maka
penulis
melakukan
penelusuran kepustakaan terhadap hasil penelitian, penulisan hukum, tesis, disertasi, laporan dan/atau pemikiran dari gagasan-gagasan para penulis lainnya yang mempunyai relevansi dan berkorelasi dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam penulisan hukum ini.
13
Penulisan hukum dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Daftar Negatif Investasi Indonesia Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 2015”, sepanjang penelusuran penulis belum pernah dilakukan. Namun sejauh penelusuran tersebut, Penulis menemukan beberapa karya ilmiah yang memiliki relevansi dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan hukum ini. Namun demikian dari karya-karya ilmiah tersebut, terdapat perbedaan mendasar dengan apa yang Penulis teliti dan bahas dalam penelitian ini, baik dari segi judul, rumusan masalah, objek kajian maupun waktu. Penelitian yang memiliki relevansi dimaksud adalah antara lain adalah sebagai berikut: 1. 1 (satu) buah tesis dengan judul “Implikasi ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) Terhadap Hukum Investasi di Indonesia” yang disusun oleh Rizky Ferdian 2. 1 (satu) buah penulisan hukum dengan judul “Perkembangan Hukum dalam Institusi-Institusi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015” yang disusun oleh Aloysius Jemi Hutaruk Soleman 3. 1 (satu) buah tesis
dengan judul “Analisis Yuridis Konsistensi Asas
Manfaat dalam Hukum Investasi di Indonesia” yang disusun oleh Jajang Muhammad Apabila diperbandingkan, penulisan hukum yang dilakukan oleh Penulis berbeda dengan ketiga penelitian tersebut diatas. Setidaknya ada empat aspek yang berbeda, yaitu objek kajian, rumusan masalah yang diangkat, waktu penelitian, dan pendekatan penelitiannya.
14
Pada penelitian pertama, hal yang menjadi objek kajian ialah Implikasi ASEAN- China Free Trade Area (ACFTA) kaitannya dengan hukum investasi di Indonesia. Rumusan masalah yang diangkat adalah bagaimana bentuk perjanjian ASEAN- China Free Trade Area (ACFTA) serta pola pengaruh perjanjian tersebut terhadap hukum investasi di Indonesia dan bagaimana ASEAN- China Free Trade Area (ACFTA) dapat mempengaruhi perkembangan hukum investasi di Indonesia. Sementara itu, pada penelitian kedua yang dilakukan oleh Aloysius Jemi Hutaruk Soleman, yang menjadi objeknya ialah Perkembangan Hukum dalam institusiinstitusi yang dikaitkan dengan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Pada penelitian ketiga sendiri, yakni penelitian yang dilakukan oleh Jajang Muhammad, objek yang diteliti ialah Konsistensi Asas Manfaat dalam kaitannya dengan Hukum Investasi di Indonesia. Setelah dibandingkan dengan ketiga penelitian tersebut, dapat dilihat bahwa dalam penulisan hukum ini, objek yang diteliti oleh penulis ialah Daftar Negatif Investasi berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014. Selain itu, penulis juga mengkaitkan secara spesifik dengan asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 2015. Bahwa berdasarkan uraian dari ketiga penelitian tersebut di atas dapat ditemukan secara jelas letak perbedaan antara penulisan hukum ini dengan penelitian yang telah ada sebelumnya sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa penelitian dan penulisan ini asli dan layak untuk diteliti. Namun demikian, sebagai seorang akademisi yang mencoba tetap menjunjung tinggi etika akademis
15
dalam penulisan karya ilmiah dan menghindari plagiasi, maka dalam penelitian ini penulis mencantumkan setiap pemikiran atau gagasan orang lain dengan mencantumkannya dalam bentuk kutipan dan/atau catatan kaki dengan menyebutkan sumbernya secara jelas. Dan jika nantinya terdapat penelitian serupa di luar pengetahuan penulis, diharapkan keduanya dapat saling melengkapi.
1.5
Manfaat Penelitian Penelitian yang penulis lakukan memiliki manfaat untuk beberapa pihak,
baik dari segi teoritis maupun praktis. 1.5.1
Kegunaan teoritis Hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, berupa konsep pemikiran dan pemahaman yang bermanfaat dalam kaitannya dengan investasi di Indonesia, baik secara sistematika maupun regulasinya, terlebih dalam menghadapi masa Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 2015, sehingga dikemudian hari apabila ditemukan permasalahan-permasalahan pada praktis hukumnya yang berkaitan dengan penelitian ini, maka hasil penelitian hukum yang akan dilakukan oleh Penulis ini dapat menjadi salah satu acuan kepustakaan untuk menyelesaikan permasalahanpermasalahan tersebut. Selain itu, hasil penulisan ini diharapkan juga dapat memperkaya dan menjadi sarana untuk mengembangkan keilmuan dibidang hukum investasi. 1.5.2
Kegunaan praktis Hasil penelitian dan penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan
16
sumbangan pemikiran sebagai bahan untuk mengembangkan hukum investasi di Indonesia demi tercapainya iklim investasi yang sehat yang beriringan dengan asas keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional. Penulisan dan penelitian hukum ini juga diharapkan dapat menjadi masukan positif bagi para pembentuk undang-undang dan bagi kementerian terkait bidang penanaman modal untuk menghasilkan produk hukum dan penyelenggaraan praktik investasi yang lebih baik dan berkeadilan. Penulis berharap dengan hasil penelitian ini juga dapat mengedukasi masyarakat mengenai sistematika investasi di Indonesia sehingga masyarakat dapat mengerti regulasi dan tata cara investasi di Indonesia pada saat ini.