BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kependudukan adalah hal ikhwal yang berkaitan dengan jumlah persebaran, mobilitas, kualitas, kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, agama serta lingkungan penduduk. Masalah kependudukan di Indonesia anatara lain jumlah dan pertumbuhan penduduk serta persebaran dan kepadatan penduduk. Dapat dikemukakan bahwa untuk dapat menyelamatkan nasib manusia di muka bumi tercinta ini, masih terbuka peluang untuk meningkatkan kesehatan reproduksi melalui gerakan yang lebih intensif pada pelaksanaan keluarga berencana (Handayani,2010). Kondisi kependudukan di Indonesia saat ini baik yang menyangkut jumlah, kualitas, maupun persebarannya merupakan tantangan yang harus diatasi bagi tercapainya keberhasilan pembangunan bangsa Indonesia. Tingginya laju pertumbuhan yang tidak diiringi peningkatan kualitas penduduk ini akan berpengaruh kepada tingkat kehidupan dan kesejahteraan penduduk (Handayani, 2010). Program Keluarga Berencana (KB) Nasional merupakan bagian integral dari pembangunan nasional di mana disebutkan dalam GBHN (19992004), adalah meningkatkan kualitas penduduk. Sejalan dengan arah kebijaksanaan tersebut, tujuan pembangunan program KB nasional dalam 1
2
kurun waktu 2001-2005 adalah meningkatkan kualitas program KB untuk memenuhi hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi agar terwujud keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera yang pada akhirnya menurunkan pertumbuhan penduduk Indonesia. Landasan untuk mewujudkan keberhasilan program KB nasional di era baru adalah ditekankan pada peningkatan pemberdayaan keluarga kecil dengan tetap menjunjung hak-hak reproduksi, kesetaraan gender, hak-hak asasi manusia, peningkatan kualitas penduduk dan pemberdayaan perempuan untuk membangun kemandirian dan ketahanan keluarga (Sudarti, 2003). Tujuan program KB secara filosofis adalah : Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk di Indonesia. Terciptanya penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia yang bernutu dan meningkatkan kesejahteraan keluarga (Handayani, 2010). Pelayanan keluarga berencana bertujuan untuk mewujudkan keluarga berkualitas melalui pengaturan jumlah keluarga secara terencana. Pelayanan keluarga berencana diarahkan kepada upaya mewujudkan keluarga kecil (Marimbi, 2009). Sejak pertama kali dicanangkan tahun 1970, program KB telah menunjukkan hasil dengan terjadinya penurunan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) dan Total Fertility Rate (TFR), sedangkan tingkat pemakaian kontrasepsi atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR) mengalami peningkatan. (Handayani, 2010 ).
3
Keluarga Berencana ( KB ) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi atau anti kontrasepsi ( conception control ) adalah cara untuk mencegah terjadinya konsepsi dengan menggunakan alat atau obat-obatan. ( dinkes Demak, 2010). Keberhasilan program KB di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sosial ekonomi, budaya, pendidikan agama dan status wanita. Kemajuan program KB tidak bisa lepas dari tingkat ekonomi masyarakat karena berkaitan erat dengan kemampuan untuk membeli alat kontrasepsi yang digunakan. Sejumlah faktor budaya dapat memengaruhi klien dalam memilih metode kontrasepsi. (Handayani, 2010). Metode kontrasepsi pria yang ada dalam program KB di Indonesia antara lain metode kontrasepsi sederhana dengan alat seperti kondom dan kontrasepsi mantap pria/vasektomi. (Handayani, 2010). Dengan penerangan, motivasi diharapkan meningkat sehingga terjadi peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam berKB, melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga sehingga tercapai Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). (Handayani, 2010). Salah satu program pemerintah untuk mengikutsertakan pria dalam program KB yaitu dengan program MOP. Program Keluarga Berencana (KB) yang digalakkan oleh pemerintah menjadi sangat penting sebagai pengendalian peledakan penduduk.
4
Selama ini akseptor KB pria lebih sedikit dibandingkan akseptor KB wanita. Itu terbukti dengan rendahnya jumlah akseptor KB pria dalam propenas tahun 2000 – 2004. Target adalah 8% tetapi hanya tercapai 1,3%. Rinciannya, pemakaian kondom 0,9% dan vasektomi 0,4%. Maka dari itu, tahun 2005, peran serta pria ditargetkan kembali menjadi 2,5%. Tidak hanya itu, dalam rancangan sasaran program KB pada 2010 dan 2015 telah ditetapkan pencapaian peran serta pria dalam ber KB sekitar 4,5% hingga 7,5% (Fandizal, 2008). Di tingkat nasional, keikutsertaan KB Pria baru 1,5% dengan rincian kondom 1,3% dan MOP hanya 0,2 % (Arianti, 2006). Artinya, tidak berbeda secara signifikan dengan hasil SDKI 2002 yang berada dalam kisaran 1,3% dengan rincian pengguna Kondom 0,9 % dan MOP 0,4%.Sedangkan tingkat dunia pengguna kondom mencapai 4,8% dan MOP 3,4 %. (Mardiyo, 2009). Berdasarkan data yang diperoleh dari BKKBN di Indonesia tahun 2010 akseptor MOP sebanyak 0,27% sedangkan akseptor kondom sebanyak 7,98%. Pada tahun 2011 akseptor MOP sebanyak 0,27% sedangkan akseptor kondom sebanyak 7,81%. Di Jawa Tengah pada tahun 2010 akseptor MOP sebanyak 0,39% sedangkan akseptor kondom sebanyak 5,24%. Pada tahun 2011 akseptor MOP sebanyak 0,30% sedangkan akseptor kondom sebanyak 6,17%. (BKKBN, 2012). Dari data BKKBN Demak di Kabupaten Demak Pada tahun 2011 akseptor MOP sebanyak 0,03% menurun menjadi 0,02% pada tahun 2012 sedangkan akseptor kondom pada tahun 2011 sebanyak 2,03% menigkaat pada
5
tahun 2012 menjadi 4,21% dan sampai dengan bulan maret 2013 akseptor MOP sebanyak 0%, kondom 6,66%. Sedangkan di Kecamatan karangawen akseptor MOP sejak tahun 2011 0% meningkat menjadi 0,1% pada tahun 2012 sedangkan akseptor kondom sejak tahun 2011 sampai maret 2013 sebanyak 0,02%. Di Kelurahan Karangawen sendiri sejak tahun 2011 akseptor kondom 0% meningkat pada tahun 2012 sebanyak 0,01%, sedangkan akseptor kondom sejak 2011 sampai dengan maret 2013 sebanyak 0,03% akseptor. (BKKBN, 2013). Sesuai dengan target yang telah ditetapkan dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) untuk angka kesertaan keluarga berencana pria sebesar 5% pada tahun 2009, maka usaha peningkatan partisipasi pria dalam keluarga berencana perlu diidentifikasikan kembali (BKKBN, 2010). Pemahaman tentang keluarga berencana sebagian besar masih berkonotasi hanya kaum wanita saja yang dianjurkan memakai kontrasepsi. Kaum suami yang berstatus sebagai kontributor kehamilan nyaris tak punya peran signifikan dalam upaya mengatur jumlah kelahiran anak. Sesungguhnya partisipasi pria memiliki nilai strategis dalam meningkatkan cakupan program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, yakni partisipasi pria dalam praktik keluarga berencana, pemeliharaan kesehatan ibu dan anak, serta pencegahan kematian maternal (BKKBN, 2005). Partisipasi pria (bapak) untuk menjadi peserta KB aktif dengan mempergunakan kontrasepsi MOP (hanya 0,4%) dan kondom (hanya 5,8%),
6
karena terbatasnya pilihan kontrasepsi yang disediakan bagi pria, dan sebagian pria masih beranggapan bahwa KB merupakan urusan ibu (istri), sehingga ibu (istri) yang menjadi sasaran. (dinkes Jateng. 2011) Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik mengambil judul “Gambaran Pengetahuan dan Pemilihan Kontrasepsi Pria Pada Pasangan Usia Subur“.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah
gambaran pengetahuan dan pemilihan kontrasepsi pria pada pasangan usia subur di Desa Karangawen Kabupaten Demak ?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui gambaran pengetahuan dan pemilihan kontrasepsi pria pada pasangan usia subur. 2. Tujuan khusus a. Mendiskripsikan karakteristik pria usia subur meliputi usia dan pendidikan. b. Mendiskripsikan tingkat pengetahuan pria tentang kontrasepsi pria pada pria pasangan usia subur c. Mendiskripsikan pemilihan kontrasepsi pria pada pria pasangan usia subur
7
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Untuk menambah pengetahuan, wawasan, pengalaman serta penerapan ilmu dan teori yang diperoleh selama pendidikan di perkuliahan terutama tentang kontrasepsi MOP. 2. Bagi tenaga kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan informasi kepada tenaga kesehatan sehingga bisa digunakan dalam membuat kebijakan atau program yang berhubungan dengan sosialisasi kontrasepsi MOP, tapi perlu diingat bahwa MOP bukan menjadi pilihan utama. 3. Institusi kesehatan Penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai literatur dan masukan untuk penelitian selanjutnya. 4. Bagi klien/masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau masukan khususnya pada pria usia subur agar lebih meningkatkan pengetahuan dan peran serta dalam program KB
8
E. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No 1.
Judul, Nama, Tahun
Gambaran karakteristik dan Tingkat pengetahuan suami usia reproduktif tetang alat kontrasepsi mantap pria(MOP) di Desa Wonolopo RW VI kecamatan mijen, semarang Wulan Maulida 2011 2. Studi deskriptif persepsi suami pasangan usia subur (PUS) terhadap kontrasepsi metode operasi pria (MOP) di kelurahan Desa Wonorejo Karanganyar Demak Miftakhul khoiroh, 2011 3. Hubungan Persepsi Suami dengan Penggunaan Kontrasepsi Pria Vasektomi di RW I Sendangmulyo kecamatan Tembalang Kota Semarang Sri Asniati 2011 4. Hubungan Upaya tindak lanjut Pasca Vasektomi dengan Timbulnya Keluhan Pada Akseptor Vasektomi di Kecamatan Pedurungan Semarang Nur Handayani 2004
Sasaran Suami usia reproduktif
Variable
Metode Hasil penelitian Karakteristik Jenis Responden yang dan tingkat penelitian mempunyai pengetahuan deskriptif pengetahuan suami usia cukup(59,9%), reproduktif mempunyai tentang alat pengetahuan baik kontrasepsi (27,7%), mempunyai mamtap pria pengetahuan kurang (MOP) (15,4%)
Suami pasangan usia subur
Persepsi suami pasangan usia subur Kontrasepsi metode pria(MOP)
Jenis penelitian deskriptif
Responden sebagian besar tidak setuju sebanyak (53,8%)
Suami
Persepsi Suami dengan Penggunaan Kontrasepsi Pria Vasektomi
Jenis penelitian deskriptif korelasi
Ada hubungan bermakna antara persepsi kerentanan dengan lamanya penggunaan kontap
Pasangan Usia Subur
Upaya Jenis tindak lanjut penelitian pasca experimen vasektomi
Terdapat hubungan perawatan luka operasi dengan timbulnya keluhan (p=0,001), tidak terdapat hubungan pencegahan kehamilan dengan timbulnya keluhan (p=0,343), terdapat hubungan kunjungan ulang dengan timbulnya keluhan (p=0,000).
9
(Lanjutan) 5.
Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Pria Tentang Vasektomi di RW 02 Desa Klayusiwalan Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. Miftahul Huda, 2012
Suami Pasangan Usia Subur
pengetahuan dan sikap pria tentang vasektomi
6.
Hubungan Pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan Sikap dan Tindakan Penggunaan Kondom Pria pada Wanita Pekerja Seks di Kota Manado. Juliastika, 2011
Wanita pekerja seks
Pengetahuan tentang HIV/AIDS
7.
Dukungan Wanita Pekerja Seks dan Teman Pelanggan terhadap Penggunaan Kondom, di Semampir Kediri, Shinta Kristianti. 2010
Wanita pekerja seks
Dukungan teman pelanggan
penelitian diskriptif dengan metode Survey
Tingkat pengetahuan responden tentang vasektomi sebagian besar adalah kurang yaitu sebanyak 36 orang (46,2%), yang cukup sebanyak 22 orang (28,2%), dan yang baik sebanyak 20 orang (25,6%). Sikap responden tentang vasektomi sebagian besar adalah negatif yaitu sebanyak 43 orang (55,1%), sedangkan yang positif sebanyak 35 orang (44,9%). Jenis Hasil penelitian penelitian menunjukkan bahwa analitik pengetahuan sebagian besar responden mempunyai pengetahuan kurang tentang HIV/AIDS (53,52%), sikap baik terhadap penggunaan kondom (64,79%), dan mempunyai tindakan tidak selalu menggunakan kondom (66,19%). Jenis Hasil menunjukkan penelitian sebagian besar kuantitatif responden (71,2%) berperilaku konsisten dalam menggunakan kondom