BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kota Surakarta adalah salah satu kota yang menarik untuk dikunjungi para wisatawan. Hal ini terbukti dari jumlah kunjungan wisatawan yang selalu meningkat setiap tahunnya. Menurut data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta (2015) jumlah wisatawan pada tahun 2010 adalah 1.014.894, 2011 adalah 1.734.151, 2012 adalah 2.156.822, 2013 adalah 2.484.688, dan 2014 adalah 3.265.117. Data tersebut menunjukan bahwa Kota Surakarta adalah salah satu wilayah yang berpotensi dalam bidang kepariwisataan. Salah satu hal yang membuat Kota Surakarta menjadi menarik untuk di kunjungi karena kota ini menjadi salah satu pusat kebudayaan jawa di Jawa Tengah. Hal ini diperkuat dengan slogan Kota Surakarta sebagai “Spirit of Java”, dan diperkuat dengan adanya dua pusat kebudayaan yang masih aktif di Surakarta yaitu Kraton Kasunanan dan Istana Mangkunegaran. Hal tersebut dijelaskan dalam arsip-arsip Kraton Surakarta dan arsip-arsip Mangkunegaran Surakarta yang ditulis oleh S. Margana (2004). Buku tersebut menjelaskan peraturan tata cara adat dan upacara-upacara kebudayaan yang dilakukan oleh Kraton Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran Surakarta sebagai pusat budaya di Surakarta. Keberagaman budaya dan kesenian di suatu tempat sangat mempengaruhi jumlah wisatwan yang datang. Cultural motivation atau keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi, dan kesenian daerah lain tersebut termasuk
ketertarikan kepada berbagai objek tinggalan budaya memiliki daya tarik tersendiri untuk mendatangkan wisatawan (Pitana, 2005). Dewasa ini, di Surakarta masih sering diadakan upacara-upacara adat untuk mempertahankan warisan budaya dan memperkaya atraksi wisata yang ditawarkan oleh kota ini. Hal tersebut adalah salah satu potensi wisata yang dimiliki kota Surakarta. Selain upacara adat, ada juga acara-acara yang bertemakan budaya yang dikemas secara menarik untuk mendatangkan wisatawan. Hal ini dapat dilihat dalam Calender of Cultural and Tourism Solo 2014, terdapat banyak seni pertunjukan yang bertemakan budaya yang diselenggarakan di Surakarta. Acara-acara tersebut antara lain adalah Festival Ketoprak, Mangkunegaran Art Festival, Malam Selikuran, Maleman Sriwedari & Expo, Grebeg Mulud, Vestenburg Carnival, dan masih banyak lagi. Dari
berbagai seni pertunjukan yang diselenggarakan di Surakarta,
sebagian besar dari pertunjukan itu diselenggarakan di berbagai bangunan dan tempat-tempat bersejarah di Surakarta. Sebagai contoh
adalah pertunjukan-
pertunjukan yang sudah disebutkan di atas. Pertunjukan Festival Ketoprak diselenggarakan
di
Taman
Balekambang,
diselenggarakan
di
Pura
Mangkunegaran
Mangkunegaran Surakarta,
Art
Malam
Festival Selikuran
diselenggarakan di tiga tempat yang berbeda yaitu di Keraton Kasunanan Surakarta, Taman Sriwedari, dan di Masjid Agung, Maleman Sriwedari & Expo diselenggarakan di Taman Sriwedari, Grebeg Mulud diselenggarakan di Kraton Kasunanan Surakarta, dan Vastenburg Carnival diselenggarakan di Benteng Vastenburg.
Dari berbagai bangunan-bangunan bersejarah di Surakarta yang digunakan untuk tempat pertunjukan, terdapat satu bangunan bernama Taman Sriwedari. Pencetus pembuatan Taman Sriwedari adalah Sri Susuhunan Pakubuwono X yang bertahta pada tahun 1893 – 1939, dan taman ini dibangun pada tahun 1899. Taman ini sering disebut dengan nama Bon Rojo (Kebon Rojo yang berarti Taman Raja). Hal ini dikarenakan taman ini dulunya adalah tempat rekreasi bagi keluarga keraton. Taman Sriwedari diresmikan untuk menjadi tempat rekreasi bagi keluarga keraton pada tahun 1901.1 Sejarah perkembangan fungsi Taman Sriwedari dibagi dalam tiga era. Era pertama adalah era kejayaan dari taman tersebut, yaitu pada tahun 1901-1979. Era kedua adalah pada tahun 1979 – 1984. Pada era ini tidak terlalu banyak perubahan yang dirasakan pada taman ini. Perubahan yang terlihat adalah dibangunnya kantor dinas di area Taman Sriwedari. Kemudian yang terakhir adalah era ketiga yaitu pada tahun 1984-2004. Pada era inilah perubahan fungsi taman ini sangat terlihat. Terdapat bangunan-bangunan yang awalnya digunakan untuk kepentingan pelestarian budaya dihilangkan dan diganti dengan bangunan yang difungsikan untuk kepentingan komersil. 2 Pada saat ini kondisi Taman Sriwedari terkesan kurang terawat dengan banyaknya kerusakan pada beberapa bagian seperti Gedung Kesenian Surakarta yang dulunya adalah bekas gedung Solo Theatre, dan banyaknya bangunan liar
1
www.kerajaannusantara.com/id/surakarta-hadiningrat/taman, 26 Agustus 2015 pukul 21.07 Dewi Suci Srilestari, 2010, Hubungan Antara Perubahan Fungsi dan Fisik Arsitektur Ruang Terbuka Bersesarah Kota dengan Kebijakan Penguasa pada Era 1901-2004, UTP Fakultas Teknik,Vol 7, No 11, http://ejournal.utp.ac.id/index.php/JTSA/article/view/102, 27 Agustus 2015 pukul 22.36 2
yang merusak keasrian taman ini. Hal ini disebabkan oleh kepemilikan dan pengelolaan lahan yang belum jelas antara Pemerintah Kota Surakarta dengan pewaris hak milik Taman Sriwedari, sehingga pengelolaan dan pengembangan kedepan untuk taman ini kurang jelas. Penelitian tentang studi kelayakan pada Taman Sriwedari untuk dijadikan suatu tempat pergelaran seni pertunjukan diharapkan mampu menjadi solusi dari ketidak jelasan pengembangan taman ini. Subagyo (2008) menjelaskan bahwa penelitian tentang studi kelayakan dapat memberi pengetahuan secara sistematik (runtut) untuk menghadapi suatu masalah dan mencari jalan keluar (solusi) kepada pihak yang berkepentingan pada studi kelayakan tersebut. Hasil dari studi kelayakan ini bisa menjadi pertimbangan para pengelola untuk pengembangan Taman Sriwedari kedepannya. Potensi yang dimiliki Taman Sriwedari cukup beragam. Letak taman yang strategis, yaitu di tengah jantung kota dan dekat dengan jalan raya yang selalu ramai oleh lalu lalang pengendara membuat tempat ini mudah dikunjungi oleh wisatawan. Sayangnya potensi yang dimiliki taman ini tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh para pengelolanya.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat kita tarik rumusan permasalahan penelitian yaitu seberapa layakkah Taman Sriwedari sebagai tempat pagelaran seni pertunjukan dalam kerangka pariwisata?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang sudah di paparkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui seberapa layakah Taman Sriwedari sebagai tempat pagelaran seni pertunjukan dalam kerangka pariwisata.
1.4 Manfaat Penelitian Dilihat dari tujuan penelitian yang dijelaskan, maka penelitian ini nantinya akan bermanfaat sebagai berikut: -
Manfaat Teoretis Di bidang akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
secara langsung terhadap studi pariwisata khususnya tentang studi kelayakan suatu objek pariwisata. -
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah acuan bagi pemerintah dan
lembaga-lembaga yang melakukan kegiatan pariwisata dalam mengambil kebijakan-kebijakan di bidang pengembangan dan pengelolaan suatu destinasi pariwisata khususnya di area objek daya tarik wisata Taman Sriwedari.
1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang Taman Sriwedari, seni pertunjukan dan penelitian tentang studi kelayakan sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Penelitian-penelitian terdahalu tersebut sangatlah membantu penelitian ini guna untuk mempermudah penulis untuk membuat kerangka tulisan dan pendekatan
dalam penulisan. Penulis mencoba membagi tinjauan pustaka menjadi dua kategori. Kategori pertama penulis meninjau penelitian yang mempunyai lokus yang sama, yaitu Taman Sriwedari. Kategori yang kedua penulis meninjau penelitian yang mempunyai fokus yang sama, yaitu tentang studi kelayakan dan seni pertunjukan. Untuk pendekatan pertama penelitian yang mempunyai lokus sama tentang Taman Sriwedari. Salah satunya oleh Lestari (2010) yang berjudul “Hubungan Antara Perubahan Fungsi dan Fisik Arsitektur Ruang Terbuka Bersejarah Kota dengan Kebijakan Penguasa Pada Era 1901-2004, Studi Kasus: Taman Sriwedari Surakarta”. Penelitian ini menggunakan pendekatan naturalistik kualitatif, analisis isi, dan performance management system. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan fisik dan non fisik pada Taman Sriwedari. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi pada Taman Sriwedari dibagi menjadi tiga era, yaitu era pertama (1901-1979), era kedua (1979-1984), dan era ketiga (1984-2004). Pada era pertama perubahan fisik dari bangunan Taman Sriwedari tidak ada perubahan yang signifikan,untuk fungsi dari taman ini dijadikan sebagai tempat rekreasi dan pertunjukan budaya, sedangkan perubahan non fisik taman ini adalah pengelolaan sebelum terjadi kemerdekaan dipegang oleh Pakubuwono X dan setelah kemerdekaan pengelolaan taman ini diambil oleh Pemerintah Provinsi dikarenakan terjadi kebingungan tentang pihak yang berhak mengelola taman ini. Pada era kedua perubahan fisik bangunan yang terjadi adalah dibangunnya kantor Dinas Pariwisata dan menghilangkan bangunan lapangan tenis dan Guwa Swara, sedangkan perubahan non fisik yang terjadi pada era tersebut adalah membuat program K5 (kebersihan, keindahan, kesehatan, ketertiban, dan
ketetapan) yang dicetuskan oleh Walikota Soekatno Prawirohadisoebroto. Pada era ketiga perubahan fisik yang dirasakan adalah pembangunan dari gedung GRHA Wisata, Taman Hiburan Rakyat (THR), dan gedung Solo Theatre, untuk perubahan non fisik dibuatnya RIP pengembangan kawasan Taman Sriwedari, namun RIP tersebut belum diimplementasikan. Penelitian kedua yang menyangkut tentang Taman Sriwedari adalah penelitian oleh Putri (2013) yang berjudul “Pusat Konvensi dan Ekshibisi di Kawasan Sriwedari Surakarta”, penelitian ini difokuskan pada desain ekologi. Penelitian ini bertujuan umum untuk mengetahui landasan konseptual perencanaan dan perancangan pusat konvensi dan ekshibisi di kawasan Taman Sriwedari yang mewadai berbagai macam kegiatan konvensi maupun ekshibisi dalam lingkup regional, nasional, maupun internasional. Tinjuan khusus dari penelitian ini untuk mendapatkan konsep perancangan pusat konvensi dan ekshibisi di kawasan Sriwedari dengan penekanan pada desain ekologis. Hasil dari penelitian ini adalah membuat desain bangunan yang digunakan untuk kegiatan kovensi dengan suasana kenyamanan, ketenangan, dan kepariwisataan serta kegiatan ekshibisi dengan suasanan ramai dan santai. Kemudian penelitian dengan judul “Pengembangan Taman Sriwedari sebagai Wisata Budaya di Solo” oleh Yulianto (2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran yang jelas mengenai potensi Taman Sriwedari sebagai wisata budaya. Penelitian dilakukan untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh pihak pengelola untuk mengembangkan obyek daya tarik wisata Taman Sriwedari. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui apa saja kendala yang dihadapi
oleh Taman Sriwedari dalam mengembangkan Taman Budaya Sriwedari sebagai salah satu tujuan wisata di Surakarta. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengembangan Taman Sriwedari sebagai wisata budaya dapat ditunjukan apabila ada penambahan kegiatan wisata rekreasi, rehabilitasi, pemeliharaan dan pembinaan atas kawasan taman ini beserta dampak positif yang bisa dirasakan kepada wisatawan, sedangkan usaha yang dilakukan oleh pengelolan masih belum maksimal dikarenakan masih adanya sengketa hak kepemilikan Taman Sriwedari. Untuk pendekatan yang kedua yang mempunyai fokus yang sama tentang seni pertunjukan. Salah satu penelitian yang berfokus di seni pertunjukan adalah penelitian yang berjudul “Seni Pertunjukan Tradisional Nilai, Fungsi, dan Tantangannya” yang ditulis oleh Sujarno, Ariani, Munawaroh, dan Suyami (2003). Hasil penelitian ini berisi tentang aspek-aspek budaya yang dijadikan sebagai bahan pengembangan pelestarian dan pemanfaatan budaya. Setelah mengetahui aspek-aspek
budaya
tersebut,
kemudian
menginventarisasi
dan
mendokumentasikan seni pertunjukan yang masih ada di kalangan masyarakat pendukungnya, serta nilai-nilai dan fungsi dari seni pertunjukan tradisional itu sendiri. Penelitian tentang seni pertunjukan yang kedua oleh Apriani (2000) yang berjudul “Seni Pertunjukan di Taman Mini Indonesia Indah Suatu Kajian Tentang Pelestarian dan Kepariwisataan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran TMII sebagai wadah untuk melestarikan seni dan budaya Indonesia. Dilanjutkan dengan mengkaji bagaimana TMII memanfaatkan sumber daya seni pertunjukan Indonesia sebagai daya tarik pariwisata Indonesia. Setelah mengetahui kedua hal
tersebut peneliti memaparkan tentang cara mengemas dan menyajkan seni pertunjukan di TMII untuk dikonsumsi para wisatawan yang datang ke sana. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa TMII berhasil menjadi salah satu wadah untuk melestarikan budaya. Seni pertunjukan yang diadakan oleh TMII sudah memenuhi lima syarat seni pertunjukan yang meliputi 1) tiruan dari asli, 2) Singkat/padat atau bentuk mini dari aslinya, 3) Dikesampingkan nilai sakral, magis, dan simbolnya, 4) Penuh variasi, 5) Murah harganya, sayangnya TMII kurang maksimal dalam memanfaatkan sumber daya kebudayaan yang sangat beragam di Indonesia. Penelitian seni pertunjukan yang ketiga oleh Widianingrum (2013) yang berjudul “Analisis Komponen Daya Tarik Wisata Seni Pertunjukan Tari di Dalem Kaneman”. Dalam penelitian ini menjelaskan tentang profil Dalem Kaneman, sejarah Dalem Kaneman sebagai objek wisata, peran pemilik serta warga magersari yang berada di kawasan Dalem Kaneman, dan fasilitas penunjang untuk wisatawan yang datang ke tempat tersebut. Hasil dari penelitian ini memaparkan analisis mengenai komponen daya tarik seni pertunjukan yang diadakan di Dalem Kaneman tersebut dengan mengembangkan nilai fungsi pariwisata yang ada dalamnya. Kemudian penelitian yang berfokus dengan studi kelayakan adalah penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Pariwisata UGM (2009) yang berjudul “Studi Kelayakan Dempo Park”. Penelitian ini membahas tentang kondisi kawasan dalam pengembangan dan perwujudan sebagai sebuah obyek wisata Dempo Park. Untuk mengetahui kondisi pengembangan dan perwujudan suatu obyek wisata, peneliti melakukan 5 (lima) analisis kelayakan, yaitu analisis kelayakan pasar dan
pemasaran, analisis kelayakan teknis, analisis kelayakan organisasi dan manajemen, analisis kelayakan ekonomi dan keuangan, dan analisis kelayakan eksternal. Peneliti menggunakan lima analisis kelayakan untuk memberikan rekomendasi pengembangan suatu kawasan tersebut. Hasil dari lima analisis kelayakan tersebut menyatakan bahwa pelaksanaan pengambangan di kawasan Dempo Park layak untuk direalisasikan. Penelitian studi kelayakan yang kedua adalah penelitian yang berjudul “Analisis Kelayakan Pengembangan Wisata Budaya di Dusun Tutup Ngisor dalam Prespektif Pariwisata Berkelanjutan” oleh Karimah (2014). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari dusun Tutup Ngisor dan untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan di dusun tersebut. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep kelayakan yang terdiri atas aspek fisik, aspek pasar dan pemasaran, aspek organisasi dan manajemen, aspek ekonomi, dan aspek eksternal. Untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan, harus sesuai dengan tiga parameter pariwisata berkelanjutan yang terdiri atas dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan fisik. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa Dusun Tutup Ngisor layak untuk dikembangkan sebagai wisata budaya dan dapat mewujudkan pariwisata berkelanjutan di dusun tersebut. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada fokus penelitan dan lokasi penelitian. Pada penelitian yang akan dilaksanakan ini, pembahasan terfokus pada analisis kelayakan suatu obyek wisata (Taman Sriwedari) untuk dijadikan suatu tempat diselenggarakannya seni pertunjukan.
1.6 Landasan Teori Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menjelaskan bahwa daya tarik wisata adalah keberagaman yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan wisatawan. Dengan kata lain, penjelasan dalam Undang-Undang menyebutkan bahwa seni pertunjukan adalah salah satu daya tarik wisata. Hal ini dikarenakan seni pertunjukan mempunyai aspek-aspek sebagai daya tarik wisata seperti keunikan, keindahan, keanekaragaman budaya, dan keanekaragaman hasil buatan manusia. Menurut Soedarsono (1998) banyak sekali definisi tentang wisatawan, secara garis besar wisatawan dapat diartikan orang yang meninggalkan tempat tinggalnya sementara untuk pergi ke suatu tempat lain untuk mendapatkan hiburan yang di tempatnya sendiri tidak ditemukan atau sulit didapatkan. Selebihnya, Soedarsono menjelaskan bahwa salah satu sasaran yang dicari oleh wisatawan adalah warisan budaya setempat, di antaranya adalah seni pertunjukan. Dalam Sujarno dan tim penulis (2003) menguraikan bahwa suatu yang dapat dipertontonkan kepada pihak lain dapat dikatakan sebagai pertunjukan. Akan tetapi, di dalam dunia seni yang dapat dimaksud pertunjukan adalah seni yang dipertunjukan dan dapat dinikmati oleh berbagai kalangan masyarakat atau orang banyak. Dengan kata lain, seni pertunjukan adalah suatu seni yang dipertunjukan dan dapat dilihat oleh orang banyak. Seni pertunjukan dapat dibagi menjadi dua kelompok seni pertunjukan, yaitu seni pertunjukan modern dan seni pertunjukan
tradisional. Seni pertunjukan modern adalah seni pertunjukan yang dianggap lebih maju dan serat dengan unsur asing di dalamnya, misalnya musik band. Sedangkan seni pertunjukan tradisional adalah seni pertunjukan yang mempunyai unsur tradisional yang masih sangat kental di dalamnya. Istilah seni pertunjukan bagi pariwisata kemudian dijelaskan oleh J. Marquet dalam Soedarsono (2003) bahwa seni pertunjukan yang diguakan untuk atraksi wisata disebut sebagai art by metamorphosis (seni yang telah mengalami perubahan bentuk), atau art of acculturation (seni akulturasi), atau pseudotraditional (seni pseudo-tradisional), atau populer dengan istilah tourist art (seni wisata). Soedarsono (1998) menjabarkan tentang seni pertunjukan untuk pariwisata dalam pembuatannya mengalami proses akulturasi. Akulturasi ini terjadi karena penggabungan selera estetis dari seniman setempat dengan para wisatawan yang menikmati pertunjukan tersebut. Seni akulturasi semacam ini juga disebut sebagai seni pseudo-tradisional karena bentuknya masih mengacu kepada bentuk serta kaidah-kaidah tradisional, akan tetapi nilai tradisional yang biasanya sakral, magis, dan simbolis ditiadakan atau dibuat semu saja untuk kepentingan wisatawan. Perkembangan seni pertunjukan untuk kepentingan kegiatan wisata di Indonesia dijelaskan oleh Soedarsono (2003) bahwa pada tahun 1986 Indonesia sedang merasakan menurunnya harga minyak bumi dan gas di pasaran dunia, serta terjadi nilai tukar rupiah yang rendah terhadab mata uang Amerika. Hal ini mengakibatkan menyusutnya penghasilan rakyat Indonesia karena nilai tukar rupiah yang lemah, di sisi lain pemerintah hanya mengandalkan minyak dan gas untuk mengisi devisa negara, dari kejadian tersebut pemerintah harus mencari
peluang lain untuk menjaga kestabilan kehidupan ekonomi di Indonesia. Salah satu peluang yang bisa dipilih adalah menggiatkan bisnis pariwisata. Bisnis pariwisata dipilih karena bisnis ini tidak begitu menuntut modal yang terlalu besar dan bisa berdampak ke banyak sektor seperti transportasi, hotel, bank, dan juga seni. Hanya saja seni yang seharusnya ditawarkan kepada wisatawan adalah seni kemasan yang memiliki ciri 1) tiruan dari asli, 2) Singkat/padat atau bentuk mini dari aslinya, 3) Dikesampingkan nilai sakral, magis, dan simbolnya, 4) Penuh variasi, 5) Murah harganya. Dalam suatu pembangunan suatu proyek diperlukan suatu studi kelayakan. Menurut Suwarno dan Husnan (1994) studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang menilai suatu proyek investasi dapat atau tidaknya suatu proyek tersebut dilaksanakan dengan menguntungkan. Pengertian dari keberhasilan dapat ditafsirkan secara berbeda-beda. Beberapa pihak menafsirkan keberdalam artian yang lebih sempit, ada juga yang mengartikan dalam artian yang lebih luas. Artian yang lebih terbatas, biasa digunakan oleh pihak swasta yang lebih mementingkan tentang manfaat ekonomis suatu proyek investasi, seedangkan dari pihak pemerintah atau lembaga nonprofit, pengertian menguntungkan bisa diartikan secara lebih luas. Artian yang lebih luas tersebut dipertimbangkan dari banyak faktor seperti dampak positif bagi masyarakat luas yang bisa berwujud peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar proyek investasi tersebut, selain itu dapat artian yang lebih luas dapat diartikan pula dengan penghematan devisa ataupun penambahan devisa yang diperlukan oleh pemerintah.
Menurut Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada (2009),studi kelayakan adalah usulan kegiatan dari suatu pihak tertentu untuk mengetahui suatu manfaat dan resiko dari suatu pelaksanaan kegiatan tertentu. Studi kelayakan dibuat dengan beberapa rangkaian penelitian yang memiliki kriteria dan metode tertentu untuk menentukan manfaat dan resiko tersebut. Studi kelayakan merupakan penilaian dari suatu kegiatan yang direncanakan sesuai dengan aspek kondisi yang telah ada serta peluang yang terdapat pada objek penelitian tersebut. Penentuan manfaat dan resiko yang kemungkinan terjadi, serta langkah-langkah untuk mengantisipasinya dilakukan dengan mengidentifikasi secara kualitatif dan kuantitatif dalam penelitian studi kelayakan tersebut. Lebih lanjut dijelaskan bahwa studi kelayakan setidaknya meliputi sekurang-kurangnnya lima aspek kelayakan yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis, aspek organisasi dan manajemen, aspek ekonomi dan keuangan, dan aspek eksternal. Dalam melakukan analisis studi kelayakan, komponen produk memperoleh bobot sebesar 50%, komponen pasar 30%, dan kelembagaan atau pengelolaan 20%. Total skor nilai akan menentukan destinasi ke dalam empat kategori yaitu sangat layak dikembangkan, layak dikembangkan, cukup layak dikembangkan dengan syarat tertentu, kurang layak dikembangkan. Hasil akhir dari penelitian ini tidak disimpulkan dari 3 komponen tersebut, melainkan dari seluruh aspek kelayakan yang telah dijelaskan sebelumnya . Hal ini bertujuan untuk menjaga objektifitas penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan enam aspek kelayakan yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek organisasi dan manajemen, aspek ekonomi dan
keuangan, aspek eksternal, dan aspek seni pertunjukan. Aspek seni pertunjukan ditambahkan ke dalam aspek kelayakan dikarenakan penelitian ini berfokus kepada kelayakan Taman Sriwedari sebagai tampat pagelaran seni pertunjukan di Kota Surakarta, yang akan menilai apakah seni pertunjukan di Taman Sriwedari saat ini sudah memenuhi syarat dari aspek seni pertunjukan tersebut.
1.7 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Jenis penelitian kualitatif akan menghasilkan data deskriptif dari berbagai sumber tertulis maupun lisan dari orang maupun perilaku obyek yang diamati. Secara garis besar model penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: a.
Studi Pustaka Pada tahap ini penulis mencari sumber data yang menyangkut tentang
penelitian ini. Sumber-sumber data itu diperoleh dari buku, internet dan jurnaljurnal ilmiah. Sumber-sumber data ini berfungsi sebagai acuan dalam proses penelitian. b.
Observasi dan Dokumentasi Dalam tahap ini peneliti langsung terjun ke obyek yang menjadi lokus
penelitian yaitu Taman Sriwedari. Penelitian dengan terjun langsung ke lapangan dengan tujuan untuk mengetahui dan mengamati kenampakan obyek wisata Taman Sriwedari pada saat ini. Kemudian melakukan dokumentasi terhadap keadaan lapangan untuk dijadikan data primer.
c.
Wawancara Pada langkah ini, peneliti turun langsung ke masyarakat untuk melakukan
wawancara kepada masyarakat sekitar Taman Sriwedari dan kepada pemangku kebijakan yang mengelola Taman Sriwedari. Wawancara ini dilakukan menggunakan dua metode wawancara, yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak tersruktur. Wawancara tersruktur bertujuan untuk mendapatkan informasi dari masyarakat yang tinggal di sekitar Taman Sriwedari dan dari wisatawan yang berkunjung ke Taman Sriwedari. Wawancara tidak terstruktur dilakukan dengan cara menggali informasi dari narasumber yang berkaitan dengan seni pertunjukan di Surakarta dan Taman Sriwedari.
1.8 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah mentransformasi data mentah ke dalam bentuk data yang mudah dimengerti dan ditafsirkan, serta menyusun, menjabarkan dan menyajikan supaya menjadi suatu informasi (Kusmayadi dan Sugiarto, 2000). Berdasarkan metode tersebut, data yang diperoleh dari Taman Sriwedari akan diolah dan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan enam aspek kelayakan yang meliputi aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis, aspek organisasi dan manajemen, aspek ekonomi dan keuangan, aspek eksternal, dan aspek seni pertunjukan. Studi kelayakan dibuat untuk mengidentifikasi manfaat dan risiko yang akan dan mungkin terjadi akibat pelaksanaan, termasuk langkah-langkah antisipasi mengatasi risiko tersebut.
1.9 Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun ke dalam empat bab dengan pembahasan fokus yang berbeda. Diharapkan setiap bab dapat menjadi satu kesatuan yang saling berkesinambungan antara bab satu dengan yang lainnya agar tidak melenceng dari tema yang telah ditetapkan. Sehingga penulisan ini dapat menjelaskan secara menyeluruh tentang objek yang diteliti. Bab satu penulis mencoba menjelaskan tentang keadaan sekarang yang sedang terjadi di dunia pariwisata dan menjelaskan mengapa penulis memilih fokus studi kelayakan dan lokus penelitian di Taman Sriwedari. Bab dua merupakan penjelasan tentang gambaran umum kawasan Taman Sriwedari di kota Surakarta. Dalam bab ini penulis menjelaskan tentang Surakarta, kepariwisataan Kota Surakarta, dan Taman Sriwedari. Bab tiga adalah tentang pembahasan. Pada bab ini penulis akan membahas analisis kelayakan pariwisata dan pengaplikasiannya pada Taman Sriwedari untuk dijadikan salah satu tempat pagelaran seni pertunjukan di Surakarta. Analisis studi kelayakan pada penelitian ini menggunakan enam aspek kelayakan untuk menentukan Taman Sriwedari layak atau tidak untuk dijadikan tempat pagelaran seni pertunjukan di Surakarta. Enam aspek kelayakan tersebut adalah aspek teknis, aspek pasar, aspek organisasi dan manajemen, aspek ekonomi, aspek eksternal, dan aspek seni pertunjukan. Bab empat adalah penutup yang berisi simpulan dan saran dari keseluruhan penelitian yang sudah dilakukan oleh penulis, sehingga penelitian yang dilakukan
dapat memberikan kontibusi dalam pengembangan pariwisata di daerah Surakarta khususnya di kawasan Taman Sriwedari.