BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan suatu bidang kajian yang sangat menarik, karena kompleksitas permasalahan yang dimilikinya. Kota terbentuk dari kawasan permukiman yang kemudian berkembang menjadi fungsi lain yaitu sebagai pusat kegiatan, pelayanan, dan penunjang aktivitas yang ada di wilayah sekitarnya. 1 Bertambahnya kegiatan penduduk di kota yang dipicu meningkatnya jumlah penduduk maupun tuntutan kehidupan masyarakat. Meningkatnya pertambahan penduduk perkotaan yang disebabkan urbanisasi mempunyai dampak pada perubahan demografis perkotaan, perubahan sosial ekonomi kota, perubahan sosial budaya kota dan perubahan fisiografis kota. 2 Dan perubahan yang terjadi, berimplikasi terhadap perubahan pada struktur ruang yang mewadahi kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat sehingga menyebabkan perubahan spasial dan tuntutan
permintaan akan ruang untuk
mewadahinya. Untuk mengakomodasikan sarana atau struktur fisik yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut. 3 Kota menjadi wadah aktivitas perdagangan jasa,permukiman, serta pergerakan yang dilakukan masyarakat. Kawasan di sekitar pusat kota berkembang sebagai kawasan penunjang aktivitas pusat kota. Hal ini ditandai dengan bergesernya fungsi permukiman disekitarnya
menjadi
kawasan
perdagangan dan jasa (komersial) sebagai suatu akibat dari pertumbuhan aktivitas di pusat kota. Pola pemukiman Secara umum terbagi dua yaitu segregasi 1
Soefaat.1997. Kamus Tata Ruang hal 52 Yunus.H.S.2005.Manajemen Kota Persfektif Spasial.Yogyakarta: Pustaka Pelajar hal 55-57 3 Rukmana.Deden.2005. urbanisasidan perubahan perilaku penduduk. Jurna Info URDI Volume 19. Mei-September 2005 2
1 Universitas Sumatera Utara
dan konsentris. Dimana pola segregasi merupakan pola yang pemukimannya berpusat pada satu kondisi. Misalnya agama, suku, pekerjaan, status sosial dan lain
sebagainya.
Sedangkan
pola
konsentrasi
merupakan
pola
yang
pemukimannya berpola lingkaran mengelilingi pusat kota. Terjadinya aglomerasi (pengelompokan atau pemusatan fasilitas pada daerah
tengah)
perdagangan
dan
jasa
dapat
menyebabkan
persebaran
kawasan perdagangan dan jasa tidak merata. Ketika kawasan perdagangan dan jasa tidak merata, maka perkembangan tiap bagian wilayah kota akan berbeda satu dengan yang lain sehingga kemudian menimbulkan disparitas pembangunan. Disparitas pembangunan yang dimaksud adalah kesenjangan antara daerah yang telah dilakukan pembangunan (kawasan perdagangan dan jasa) dengan daerah yang belum. Perubahan pemanfaatan lahan dari fungsi permukiman ke fungsi lain yang berorientasi ekonomi berlangsung dibeberapa bagian kota besar di Indonesia. Seperti yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia, antara lain kawasan Kemang dan di sepanjang jalan Condet Jakarta Selatan, jalan Ir. H. Juanda Bandung, kawasan Tlogosari Kulon,Semarang Timur , dan beberapa tempat lain di kotakota besar Indonesia. Seperti kota Medan merupakan kota besar dan memiliki daya tarik yang kuat.
Hal
ini
mendorong
masyarakat
untuk
bertransmigrasi
sehingga
menyebabkan Kota Medan sebagai salah satu kota yang berjumlah penduduk besar di Indonesia. Tentunya Kota Medan mengalami ketidakseimbangan wilayah dan jumlah penduduk. Banyaknya pemukiman yang beralih fungsi menjadi lahan ekonomis dan rumah menjadi toko yang sering disebut dengan ruko, sebagai suatu
2 Universitas Sumatera Utara
pertanda begitu ganasnya kelompok bisnis dan elite kota memanfaatkan bagian bagian kota yang sebenarnya tidak pantas dijadikan kegiatan bisnis. Medan sebagai kota besar mengatur keberadaan kawasan atau zona perdagangan dan jasa yang diatur dalam peraturan daerah nomor 13 tahun 2011 tentang tata ruang. Sebagai bentuk implementasi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992. Dengan adanya Undang-Undang ini telah memberikan kewenangan sekaligus kewajiban bagi pemerintah pada berbagai tingkatan untuk melakukan penataan ruang. Tata ruang kota yang merupakan suatu rencana yang mengikat semua pihak (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) dalam melakukan pengalokasian ruang yang tepat guna dan berdaya guna. Tanpa ada diskriminasi terhadap kepentingan masyarakat atau publik baik tentang kenyamanan, keindahan, kemudahan daan lain sebagainya. Sesuai dengan Peraturan daerah yang dikatakan kawasan perdagangan dan jasa adalah kawasan yang diperuntukkan untuk kegiatan perdagangan dan jasa, termasuk pergudangan, yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah bagi satu kawasan perdagangan. Kawasan perdagangan jasa terdiri dari pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Pasar tradisional tersebar disetiap kecamatan, pusat perbelanjaan ditetapkan di jalan Gatot Subroto, jalan Iskandar Muda, jalan Zainul Arifin, Jalan Kapten Maulana Lubis, Jalan M.H Thamrin dan Jalan M.T Haryono serta untuk toko modern menyebar disetiap kecamatan. 4
4
Peraturan Daerah nomor 13 tahun 2011 tentang Tata Ruang dan Tata wilayah Kota Medan
3 Universitas Sumatera Utara
Untuk sektor informal disediakan ruang khusus untuk menampung pedagang kaki lima berupa pelataran dan ruang-ruang dipinggir jalan di pusatpusat perdagangan (pasar) yang pengelolaannya diatur oleh pemerintah kota. Beberapa daerah yang tidak ditujukan untuk pusat kegiatan perdagangan dan jasa adalah kelurahan Petisah Tengah, Sekip, Kelurahan Darat, Petisah Hulu, seluruh Kelurahan Medan Selayang, Kecamatan Johor , Kelurahan Kesawan dan Silalas. Tapi pada pelaksanaannya keberadaan kawasan ini masih banyak dan belum sesuai dengan yang ditetapkan oleh perda kota Medan tentang RTRW. Dilihat masih banyak kepentingan publik yang diambil alih fungsinya oleh para pelaku ekonomi untuk menjalankan usahanya. Pengalihan fungsi lahan ini terjadi akibat adanya kepentingan sekelompok pedagang atau badan usaha untuk mendapatkan untung dengan melihat peluang yang ada tanpa memperhatikan dampak yang ditimbulkan terhadap sektor publik lainnya. Sebagai bentuk kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap pengalihan fungsi lahan yang terjadi. Dikutip dari Medan (SIB)-Di Kota Medan sendiri semakin banyak masyarakat yang menjadikan fasilitas umum (Fasum) seperti trotoar untuk kepentingan usaha maupun pribadinya sehingga hak pejalan kaki menjadi terabaikan. Kondisi ini kian marak dari ke hari karena instansi di Pemko Medan terkesan melakukan pembiaran dan minim dalam pengawasan. “Trotoar di Kota Medan yang seharusnya diperuntukkan bagi para pejalan kaki kini banyak yang disalahgunakan oknum-oknum warga dengan dalih kegiatan usahanya. Akibatnya warga kota lainnya seringkali harus menggunakan ruas jalan yang diperuntukkan untuk kendaraan, sehingga bisa membahayakan keselamatan mereka karena bisa tersenggol kendaraan,” kata salah satu tokoh pemuda di kawasan Amplas, Lamhot Togatorop kepada SIB, Senin (21/9) di Medan. Lamhot yang juga aktif di LSM Tri Reformasi Indonesia sebagai sekretaris itu lebih lanjut menjelaskan, belakangan ini banyak trotoar di Medan yang fungsinya malah diokupasi jadi areal parkir, dijadikan warga sebagai tempat jualan, hingga dijadikan tempat pendirian papan reklame dan tiang listrik.Di berbagai kawasan di Kota Medan seperti Jalan Pelangi, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Letda Sujono, kawasan Glugur hingga Pulo Brayan dan kawasan inti kota, banyak trotoar yang fungsinya sudah tidak bisa digunakan masyarakat untuk berjalan kaki. Pasalnya, sepanjang trotoar ditutupi kedai atau warung, tempat jualan
4 Universitas Sumatera Utara
bahan bangunan bekas,bahkan digunakan sebagai tempat menyusun pot bunga milik warga. “Di Jalan Brigjen Katamso dekat Simpang Pelangi banyak yang tahu bahwa hampir sepanjang trotoar menjadi tempat tumpukan kayu-kayu dan kusen jendela dan pintu bekas. Ada juga trotoar yang dijadikan tempat parkir truk-truk ekspedisi perusahaan kargo di dekat Simpang Jalan Pelangi,” jelas Pardede, salah satu warga Jalan Pelangi kepada SIB secara terpisah. Menurut Lamhot, arus lalulintas di Kota Medan juga menjadi sering macet karena ruas jalan menyempit akibat badan jalan pun sering diambil warga setempat untuk dijadikan bangunan permanen dan ada disemen untuk parkir kendaraannya. Hal itu juga terlihat saat melintas di Jalan Pelangi Kecamatan Medan Kota dimana ada tempat usaha mendirikan teralis hingga memakan sebagian ruas jalan.“Di negara-negara maju, keberadaan trotoar sangat jelas dirawat pemerintah kotanya dan pejalan kaki pun bisa bebas menikmati amannya berjalan di trotoar. Di Kota Medan warganya sudah paham betul Dinas Perhubungan dan Dinas Tata Ruang Tata Bangunan kurang peduli terhadap masalah trotoar dan penggunaan median jalan yang berdampak pada kemacetan dan kesemrautan kota. Pemko Medan harus tegas dan menginstruksikan Satpol PP Kota Medan untuk merazia aktivitas di seluruh trotoar dan mengembalikan fungsinya sebagai tempat untuk pejalan kaki,” jelasnya.Dari pengamatan Tri Reformasi Sumut lanjut Lamhot dari panjang trotoar yang ada di Kota Medan, 80 persen trotoar itu sudah beralih fungsi. Sementara sisanya yang masih dapat digunakan pejalan kaki, namun kualitas pun seadanya karena tidak ada perawatan khusus. 5
Salah satu yang menjadi kelemahan Kota Medan dalam hal pembangunan infrastruktur adalah pembangunan sepenuhnya kepada pihak swasta. Sedangkan pihak Pemerintah hanya terlibat mengurus masalah perizinan. Selain itu, masalah pemberian izin untuk mendirikan bangunan Dinas tata ruang dan tata bangunan dinilai masih diskriminasi. Ini terbukti masih ada kita jumpai di beberapa kawasan Kota Medan yang seharusnya tak layak untuk dapat izin, namun dalam kenyataanya bangunan tersebut tetap kokoh berdiri tanpa ada sanksi lebih lanjut. Medan (SIB)- Sejumlah warga yang bermukim di kawasan Jalan Karim MS dan Jalan Linggar Jati Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun,menyurati Plt Walikota Medan yang intinya protes dan memohon penutupan dan atau pembongkaran Cafe Rusia Jalan MS Karim No 15 Medan yang baru beroperasi pada 4 Februari 2014 lalu.Selain diduga tidak memiliki izin peruntukan khususnya izin keramaian, cafe tersebut juga mengganggu kenyamanan atau ketenangan warga selama ini karena ramainya pengunjung, suara suara musik dan parkir kendaraan. Selain itu dikhawatirkan dapat mengganggu ketertiban dengan kehadiran manusia-manusia malam seperti mabukmabukan,prostitusi atau Narkoba. Dalam permohonan ke Plt Walikota lewat surat tertanggal 10 Februari 2014 itu disebutkan,sebelumnya warga setempat telah membuat pengaduan kepada Lurah Jati akan tetapi pengusaha Russia Cafe yang disebut sebut berinitial R, mantan pejabat penting di Kota Medan (mantan Camat Belawan) tidak 5
http://hariansib.co/view/Medan-Sekitarnya/78123/Banyak-Trotoar-di-Medan-Dijadikan-TempatBerjualan--Hak- Pejalan-Kaki--Dicuri diakses pada tanggal 12 Oktober 2015 jam 18.30
5 Universitas Sumatera Utara
mematuhi panggilan Lurah untuk hadir membicarakan perihal pengaduan warga, sehingga sikap pengusaha itu dinilai seolah-olah kebal hukum. “Sampai saat ini masyarakat tidak ada memberikan persetujuan tentang pendirian Russia Cafe yang menyalahi lokasi usaha mengingat lokasi itu berada di kawasan pemukiman masyarakat, serta belum ada perubahan ijin peruntukan”.Dari awal pembangunannya kami sudah protes ke Kelurahan Jati dan ke Kecamatan Medan Maimun bahkan protes penutupan sudah kita layangkan ke Pemerintah Kota Medan agar Plt Walikota mengambil sikap untuk segera menutup cafe dimaksud,” terang Tobing,, salah seorang warga setempat, Lurah Kelurahan Jati, Abdullah Siregar membenarkan adanya protes warganya terkait pendirian Cafe Rusia yang berada di Jalan MS Karim. Pihak kelurahan pun telah menyurati pemilik cafe dan telah memanggil untuk mengklarifikasi soal perizinannya.“Pemilik cafe mangkir dari pertemuan yang sebelumnya sudah kita jadwalkan. Kita pun lantas telah melaporkan protes warga ini ke pimpinan. Dan kita telah buat rekomendasi agar cafe itu ditutup. Pasalnya tanpa izin,” jawab Lurah jati Abdullah Siregar. ” 6
Berbagai
permasalahan
diatas
seharusnya
pengawasan
terhadap
pelaksanaan dari peraturan daerah tentang tata ruang perlu dipahami dan dilaksanakan sesuai pada jalurnya. Perdagangan dan jasa yang merupakan salah satu sektor yang sangat penting untuk meningkatkan perekonomian masyarakat tetapi masih banyak mengganggu dan mengambil hak publik. Kesinambungan antara program yang dijalankan oleh pemerintah dengan kepentingan masyarakat harus berjalan seutuhnya terutama yang bekaitan dengan perdagangan dan jasa. Karena pada dasarnya penataan ruang wilayah bertujuan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan serta mempunyai daya saing dan daya tarik sebagai daerah tujuan investasi dan memanfaatkan ruang daratan, lautan dan udara untuk aktifitas pembangunan kota berbasis ekonomi disektor perdagangan dan jasa, pariwisata serta industri yang berwawasan lingkungan. Dari latar belakang masalah diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Proses Implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Tata Ruang Dalam Penetapan Zona Perdagangan dan
6
http://www.larispa.or.id/component/content/article/36-berita-terbaru/1143-disperidag.html diakses pada tanggal 12 Oktober 2015 jam 19.40
6 Universitas Sumatera Utara
Jasa dikota Medan (Studi Pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan).” 1.2. Perumusan Masalah Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting karena langkah ini akan menentukan kemana suatu penelitian diarahkan. Perumusan masalah pada hakikatnya merupakan perumusan pertanyaan yang jawabannya akan dicari melalui penelitian. 7 Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan, maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimana Proses Implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Tata Ruang Dalam Penetapan Zona Perdagangan dan Jasa dikota Medan ? 1.3.Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang diajukan mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian. Suatu riset khusus dalam pengetahuan empiris pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran ilmu pengetahuan itu sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Proses Implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Tata Ruang Dalam Penetapan Zona Perdagangan dan Jasa dikota Medan.
7
Suhartono.2008.Metode Penelitian Deskriptif.Yogyakarta:Mandiri Prima hal 23
7 Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan dan menambah khazanah keilmuan dalam bidang Administrasi negara khususnya yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah. 2. Secara akademik, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan secara akademik dan menjadi referensi tambahan dalam kajian keilmuan khususnya dalam bidang administrasi negara. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan beberapa masukan dan saran dalam hal memahami dan solusi terhadap persoalan yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah saat ini. 1.5. Kerangka Teori Teori merupakan serangkaian asumsi, konsepsi, konstruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara hubungan antar konsep. 8 Dengan adanya teori, peneliti dapat memahami secara jelas masalah yang akan diteliti. Adapun kerangka teori dalam penelitan ini adalah sebagai berikut: 1.5.1. Kebijakan Publik Kebijakan berasal dari kata policy dari bahasa Inggris. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kebijakan dapat diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Sedangkan publik bisa diartikan sebagai umum, masyarakat, ataupun Negara.
8
Singarimbun, Masri. 2006.Metode Penelitian Survay.LP3ES: Jakarta hal 37
8 Universitas Sumatera Utara
Menurut Dye, kebijakan publik adalah whatever governments choose to do or not to do yang menyatakan apapun kegiatan pemerintah baik yang eksplisit maupun implisit merupakan kebijakan. Interpretasi dari kebijakan menurut Dye dimaknai dengan 2 hal penting yaitu pertama, bahwa kebijakan haruslah dilakukan oleh badan pemerintah, dan kedua kebijakan tersebut mengandung pilihan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah 9. Sedangkan menurut Anderson, kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini dianggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan atau bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. 10 Menurut Easton (1969), kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Berdasarkan pengertian para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah untuk memecahkan masalah publik yang dihadapi. Kebijakan publik diarahkan untuk memecahkan masalah publik untuk memenuhi kepentinganan dan penyelenggaraan urusan-urusan publik yang berpusat pada penyelesaian masalah yang sudah nyata.
9
Tangkilisan, Hesel N. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi (Yogyakarta: YPAPI) hal. 2. Budi Winarno. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta: CAPS. hal. 21 10
9 Universitas Sumatera Utara
Dalam memecahkan masalah yang dihadapi kebijakan publik, Dunn (1994) mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis yang harus dilakukan yaitu 11: a. Penetapan Agenda Kebijakan (Agenda Setting) Yang pertama kali harus dilakukan adalah penentuan masalah publik yang harus dipecahkan. Pada hakekatnya permasalahan ditemukan
melalui
proses
Problem structuring.
Woll
(1966)
mengemukakan bahwa suatu isu kebijakan dapat berkembaang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat berikut: 1.
Memiliki
efek
yang
besar
terhadap
kepentingan
masyarakat. 2.
Membuat analog dengan cara memancing dengan kebijakan publik yang pernah dilakukan.
3.
Isu tersebut mampu dikaitkan dengan simbol-simbol nasional atau politik yang ada.
4.
Terjadinya kegagalan pasar (market failure)
5.
Tersedianya teknologi dan dana untuk menyelesaikan masalah publik.
Menurut Dunn (1994) problem structuring memiliki 4 fase yaitu: pencarian masalah (problem search), pendefinisian masalah (problem definition),
spesifikasi
masalah
(problem
specification),
dan
pengenalan masalah (problem setting). Sedangkan teknik yang dapat dilakukan untuk merumuskan masalah adalah analisis batasan
11
Ib.id. hal. 28.
10 Universitas Sumatera Utara
masalah, analisis klarifikasi, analisis hirarki brainsroming, analisis multi persfektif, analisis asumsional serta pemetaan argumentasi. b. Formulasi Kebijakan ( Policy Formulation) Menurut Woll (1966), formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk penyelesaian masalah publik, dimana pada tahap para analisis kebijakan publik mulai menerapkan beberapa teknik untuk menjustifikasikan bahwa sebuah pilihan yang terbaik dari kebijakan yang lain. Dalam menentukan pilihan kebijakan pada tahap ini dapat menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis keputusan, dimana keputusan yang harus diambil pada posisi tidak menentu dengan informasi yang serba terbatas.Pada tahap formulasi kebijakan ini, para analis harus mengidentifikasikan kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui prosedur forcasting untuk memecahkan masalah yang didalamnya terkandung konsekuensi dari setiap kebijakan yang dipilih. c. Adopsi Kebijakan (Policy Adoption) Tahap adopsi kebijakan merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan melalui dukungan para stakeholder atau pelaku yang terlibat. Tahap ini dilakukan setelah melalui proses rekomendasi dengan langkah-langkah sebagai berikut (Dunn,1994): 1. Mengidentifikasi alternatif kebijakan (policy alternative) yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan
11 Universitas Sumatera Utara
masa depan yang diinginkan dan merupakan langkah terbaik dalam upaya mencapai tujuan tertentu bagi kemajuan masyarakat luas. 2. Pengidentifikasian kriteria-kriteria tertentu dan terpilih untuk menilai alternatif yang akan direkomendasi. 3. Mengevaluasi
alternative-alternatif
tersebut
dengan
menggunakan kriteria-kriteria yang relevan (tertentu) agar efek positif alternatif kebijakan tersebut lebih besar daripada efek negative yang akan terjadi. d. Implementasi kebijakan (policy implementation) Pada tahap ini suatu kebijakan telah dilaksanakan oleh unit-unit eksekutor (birokrasi pemerintah) tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan sumber daya lainnya (teknologi dan manajemen), dan pada tahap ini monitoring dapat dilakukan. Menurut Patton dan Sawicki (1993) bahwa implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi
ini
eksekutif
mengatur
cara
untuk
mengorganisir,
menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Sehingga dengan mengorganisir, seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program, serta melakukan interpretasi terhadap perencanaan yang dibuat, dan petunjuk yang dapat diikuti dengan mudah bagi realisasi program yang dilaksanakan.
12 Universitas Sumatera Utara
Jadi, tahapan implementasi kebijakan merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu perundangundangan ditetapkan dengan memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur. Dengan demikian tugas implementasi kebijakan sebagai suatu penghubung yang memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil melalui aktifitas atau kegiatan program pemerintah. e. Evaluasi Kebijakan (Policy Asassment) Tahap akhir dari proses pembuatan kebijakan adalah penilaian terhadap kebijakan yang telah diambil dan dilakukan. Dalam penilaian ini semua proses implementasi dinilai apakah telah sesuai dengan yang telah ditentukan atau yang direncanakan dalam program kebijakan tersebut sesuai dengan ukuran-ukuran (Kriteria-kriteria) yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan oleh lembaga independen maupun pihak birokrasi pemerintah sendiri (sebagai eksekutif) untuk mengetahui apakah program yang dibuat oleh pemerintah telah mencapai tujuannya atau tidak. Apabila ternyata tujuan program tidak tercapai atau memiliki kelemahan mak pemerintah harus mengetahui apa penyebab kegagalan (kelemahan) tersebut sehingga kesalahan yang sama tidak terulang dimasa depan. Secara Singkat tahapan dari proses kebijakan publik adalah :
13 Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.5.1.1 Tahapan Kebijakan Publik, William Dunn,1994. Penyusunan kebijakan ( Agenda Setting)
Formulasi kebijakan (Policy Formulation)
Adopsi kebijakan (Policy Adoption)
Implemantasi kebijakan (Policy Implementation)
Evaluasi kebijakan (Policy Assassment) 1.5.2. Implementasi Kebijakan Implementasi dapat didefenisikan sebagai proses administrasi dari hukum (statuta) yang didalamnya tercakup keterlibatan berbagai macam aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang dilakukan agar kebijakan yang telah ditetapkan mempunyai akibat, yaitu tercapainya tujuan kebijakan. Implementasi kebijakan dipahami juga sebai suatu proses, output, dan outcome. Implementasi dapat dikonseptualisasikan sebagai proses karena didalamnya terjadi beberapa rangkaian aktifitas yang berkelanjutan. Menurut Dunn, implementasi kebijakan adalah pelaksanaan pengendalian aksiaksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan Van Meter dan Horn menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta baik secara individu maupun secara kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan. 12 12
Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, ed. 2 (Yogyakarta: Gajah Mada Unversity Press) hal. 132.
14 Universitas Sumatera Utara
Jadi, implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa implementasi maka suatu kebijakan yang sudah dirumuskan akan sia-sia. Oleh karena itulah implementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang penting dalam kebijakan publik. Dalam implementasi kebijakan, terdapat beberapa model kebijakan, sebagai berikut 13: a. Teori George C. Edwards III (1980) Menurut George C. Edwards III ada empat variabel dalam kebijakan publik yaitu: 1. Komunikasi Menunjukkan bahwa setiap kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antara pelaksana program (Kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target group). Tujuan dan sasaran dari program atau kebijakan dapat disosialisasikan secara baik sehingga dapat menghindari adanya distorsi atas kebijakan dan program. Ini menjadi penting karena semakin tinggi pengetahuan kelompok sasaran atas program maka akan mengurangi tingkat penolakan dan kekeliruan dalam mengaplikasikan program dan kebijakan dalam lingkungan yang sesungguhnya. 2. Sumber Daya Kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas implementor 13
Subarsono.2005. analisis kebijakan publik konsep,teori dan aplikasi. Yogyakarta. Pustaka pelajar hal 90-92
15 Universitas Sumatera Utara
yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya finansial adalah kecukupan modal investasi atas sebuah program atau kebijakan. Keduanya harus diperhatikan dalam implementasi kebijakan pemerintah agar berjalan efektif. 3. Disposisi Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Implementor yang memiliki komitmen tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan diantara hambatan yang ditemui dalam program atau kebijakan. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam arus program yang telah digariskan dalam guideline program. Komitmen dan kejujurannya membawanya semakin antusias dalam melaksanakan tahap-tahap program secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik implementor dan kebijakan di hadapan anggota kelompok sasaran. Sikap ini menurunkan resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok sasaran terhadap implementor dan program atau kebijakan. 4. Struktur Birokrasi Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah
16 Universitas Sumatera Utara
adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktifitas organisasi tidak fleksibel. Gambar 1.5.2.1 Model Implementasi George C. Edwards III
Sumber : George C. Edwards III, 1980 b. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn Model implementasi kebijakan dari Meter dan Horn menetapkan beberapa variabel yang diyakini dapat mempengaruhi implementasi dan suatu model kinerja kebijakan. Beberapa variabel yang terdapat dalam Model Meter dan Horn adalah sebagai berikut 14: 1.
Standar kebijakan dan sasaran Standar dan sasaran kebijakan padadasarnya adalah apa yang hendak
dicapai oleh program atau kebijakan, baik yang terwujud maupun tidak, 14
Ib.id hal. 38-40.
17 Universitas Sumatera Utara
jangka pendek, menengah atau panjang. Kejelasan dan sasaran kebijakan harus dapat dilihat secara spesifik sehingga diakhir program dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan atau program yang dijalankan. 2. Kinerja kebijakan Kinerja kebijakan merupakan penilaian terhadap pencapaian standar dan sasaran kebijakan yang telah ditetapkan di awal. 3.
Sumber daya Sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan finansial
dan sumber daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan. Hal sulit yang terjadi adalah berapa nilai sumber daya (baik finansial maupun manusia) untuk menghasilkan implementasi kebijakan dengan kinerja baik. Evaluasi program/kebijakan seharusnya dapat menjelaskan nilai yang efisien. 4.
Komunikasi Komunikasi antar badan pelaksana, menunjuk kepada mekanisme
prosedur yang dicanangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan program. Komunikasi ini harus ditetapkan sebagai acuan, misalnya: seberapa sering rapat rutin akan diadakan, tempat dan waktu. Komunikasi antar organisasi juga menunjuk adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan program atau kebijakan. 5. Karakteristik
18 Universitas Sumatera Utara
Karakteristik badan pelaksana, menunjuk seberapa besar daya dukung struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang terjadi diinternal birokrasi. 6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik Lingkungan sosial, ekonomi dan politik, menunjuk bahwa lingkungan dalam ranah implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan itu sendiri. 7. Sikap pelaksana Sikap pelaksana, menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variabel penting dalam implementasi kebijakan. Seberapa demokratis, antusias dan responsif terhadap kelompok sasaran dan lingkungan beberapa yang dapat ditunjuk sebagai bagian darisikap pelaksana ini. Gambar 1.5.2.2 Model Implementasi Van Meter dan Van Horn, 1975 SumberSumber Standar dan
Kebijakan Publik
t j a n
Kinerja
Karakteristik
Sikap
Badan-Badan
para
Standar dan
kebijakan Publik
t j a n Kondisi-Kondisi Ekonomi
c. Model Implementasi Kebijakan Grindle 15
Implementasi menurut Grindle (1980), ditentukan oleh isi kebijakan dan
konteks implementasinya. Ide dasar Grindle adalah bahwa setelah 15
Wibawa, Samodra, dkk.1994. Evaluasi kebijakan Publik (Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa) hal. 22-25.
19 Universitas Sumatera Utara
kebijakan ditransformasikan menjadi program aksi maupun proyek individual biaya telah disediakan, maka implementasi kebijakan dilakukan, tetapi ini tidak berjalan mulus, tergantung pada implementabilitydari program itu, yang dapat dilihat pada isi dan konteks kebijakannya. Isi kebijakan mencakup: 1. kepentingan yang dipengaruhi oleh kebijakan 2. tipe atau jenis manfaat yang akan dihasilkan 3. derajat perubahan yang diinginkan 4. kedudukan pembuat kebijakan 5. siapa pelaksana program. 6. sumber daya yang dilibatkan. Demikian dengan konteks kebijakan juga memengaruhi proses implementasi. Yang dimaksud Grindle dengan konteks kebijakan adalah: (1) kekuasaan kepentingan dan strategi aktor yang terlibat, (2) karakteristik lembaga dan penguasa, dan (3)Tingkat kepatuhan serta daya tanggap pelaksana. Intensitas keterlibatan para perencana, politisi, pengusaha, kelompok sasaran, dan para pelaksana program akan
bercampur baur memengaruhi efektivitas
implementasi. Hal ini searah dengan variabel kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang dikemukakan oleh van meter dan Van Horn, dimana juga berpengaruh terhadap proses implementasi kebijakan.
20 Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.5.3 Model Implementasi Kebijakan Grindle
Sumber : Grindle, 1980 1.5.3. Model Implementasi Yang Digunakan Dalam penelitian ini penulis memilih beberapa variabel yang dianggap mempengaruhi, antara lain : 1. Komunikasi Komunikasi merupakan salah satu urat nadi dari sebuah organisasi agar program-programnya tersebut dapat direalisasikan dengan tujuan serta sasarannya.Komunikasi ialah sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik dari atas kebawah maupun sebaliknya. Komunikasi dilakukan untuk menghindari distorsi implementasi. Sementara itu koordinasi menyangkut persoalan bagaimana praktik pelaksanaan kekuasaan. Koordinasi berarti adanya kerjasama yang saling terkait
21 Universitas Sumatera Utara
dan saling mendukung antar pelaksana kebijakan dalam guna pencapaian tujuan implementasi kebijakan. 2. Sumber Daya Sumber daya Manusia (SDM) yang tidak memadai (Jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bias melakukan pengawasan dengan baik. Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Sumber daya menunjukkan setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia, fasilitas, dan financial. Ketersediaan sumber daya mempengaruhi efektifitas implementasi suatu program kebijakan. Oleh karena itu, dinas-dinas yang memiliki tugas dalam mempertimbangkan sumber daya yang sudah tersedia sebelumnya. 3. Disposisi Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementator. Jika implementator setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah. Ada tiga bentuk sikap atau respon implementator terhadap kebijakan, yaitu: a. Kesadaran pelaksana.
22 Universitas Sumatera Utara
b. petunjuk atau arahan pelaksana untuk merespon program kearah penerimaan atau penolakan. c. Intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam pelaksanaan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada didalamnya
sehinggasecara
sembunyi
mengalihkan
dan
menghindari implementasi program. 4. Struktur Birokrasi Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap implementasi
kebijakan. Salah satu aspek struktur yang penting dari organisasi adalah adanya Standard Operating Procedure (SOP). Standard Operating Procedure (SOP) menjadi pedoman bagi implementator untuk bertindak struktur organisasi yang prosedur birokrasi cukup rumit dan kompleks. 1.5.4. Studi Literatur Perdagangan merupakan salah satu pendukung perekonomian kota. Apabila suatu kota perdagangannya berkembang dengan baik maka dapat mendukung pertumbuhan kota. Pengembangan di wilayah perdagangan dan jas selain dikembangkan di pusat kota juga dikembangkan di daerah-daerah yang padat penduduknya atau daerah perumahan pemukiman baru. 16
16
Jurnal Perencanaan Pembangunan Di Kabupaten Bojonegoro oleh Lukman Arief. 2006
23 Universitas Sumatera Utara
Dalam proses implementasi pemanfaatan ruang telah terjadi beberapa penyimpangan RTRWP yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain 17 : a. Dinamika dan tuntutan pembangunan sehingga RTRWP tidak bisa lagi dipertahankan. Hal ini biasanya didukung oleh peraturan perundangan yang baru. b.
RTRWP tidak dipahami, yang salah satunya disebabkan oleh
tidak
ada
atau kurang
tuntasnya
program
sosialisasi. Akhirnya daerah menggunakan dokumen lain sebagai acuan perencanaan seperti Renstra Daerah, Renstra Dinas, RTRW daerah, Perwilayahan Komoditas dan lainlain. c. RTRWP yang ada dinilai tidak aplikatif, seperti kurang jelasnya arahan pemanfaatan lahan lokasi,waktu, pelaksanaan
atau
kegiatan pada
indikasi pemantapan
pembangunan tidak terurai secara jelas. d. Daerah memiliki program dan rencana lain yang tidak sesuai dengan arahan RTRWP. Seringkali terjadi benturan kepentingan antar sektor yang ada akhirnya memicu terjadi perubahan program yang tertuang dalam RTRWP. e. Lebih cenderung mengacu ke dokumen rencana tata ruang yang dimiliki, karena lebih aplikatif dan spesifik.
17
Identifikasi Penyimpangan Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan oleh Abdul Wahid
24 Universitas Sumatera Utara
f. Kegiatan pembangunan cenderung lebih mengarah ke proses Bottom-Up sehingga lebih cenderung melihat kegiatannya sendiri ketimbang RTRWP. Melalui jurnal Kajian Kesesuaian Pembangunan Ruko terhadap Kebutuhan Pasar di Kota Mataram oleh Husnul Khatimah dikemukakan bahwa Kebijakan tata ruang yang diterapkan dalam pembangunan ruko di Kota Mataram masih ditemui adanya ketidaksesuaian kebijakan dengan implementasi di lapangan. Hal ini terbukti dengan adanya penyimpangan dalam penerapan fungsi kawasan yang tertuang didalam RTRW dengan kondisi eksisting. Dari segi perkembangan kota, masing-masing kecamatan memiliki laju perkembangan yang berbedabeda. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan fungsi kawasan dan ketersediaan lahan. Apabila kebijakan tata ruang dalam mengatur lokasi kawasan perdagangan dan jasa yang diperbolehkan untuk pembangunan ruko dianggap sebagai supply sedangkan ruko dengan tingkat efektivitasnya sebagai demand yang keduanya merupakan bagian dalam perkembangan kota maka kesesuaian antara supply dan demand terpenuhi. Luas penggunaan lahan untuk bangunan ruko telah melampaui perencanaan dan tidak sesuai antara lokasi peruntukan dan persebarannya di lapangan. Akibat adanya kelebihan jumlah bangunan ruko yang terjadi di tiap kecamatan di Kota Mataram, menyebabkan fungsi masing-masing kawasan menjadi kurang jelas. Contohnya di Kecamatan Selaparang yang diperuntukan untuk kawasan perkantoran dan pariwisata, justru diramaikan oleh bangunan ruko di kawasan yang bukan peruntukannya. Pada ruas-ruas jalan kolektor di kecamatan ini banyak ditemukan adanya bangunan ruko, bahkan dengan jumlah
25 Universitas Sumatera Utara
titik ruko tertinggi dibandingkan dengan dijalan-jalan kolektor pada kecamatan lainnya. Akibatnya, penilaian kesesuaian pembangunan ruko terhadap kebutuhan pasar di kecamatan ini menunjukan hasil yang tidak sesuai. 18 Melalui Jurnal Konsep Perancangan Dalam Meningkatkan Kualitas Lingkungan Fisik Kawasan Perdagangan dan Jasa Jalan Jenderal Sudirman Kota Salatiga oleh Nurgianto,kehadiran pasar modern dan hotel berbintang disamping pasar tradisional, kawasan ini
merupakan pemain di pasar regional. Namun
demikian, peningkatan intensitas kegiatan yang terjadi tidak diimbangi perbaikan daya dukung kawasan sehingga muncul kerusakan sarana‐prasarana publik, permasalahan lalu lintas dan aktivitas sektor informal yang kurang tertata sehingga berpotensi mengarah pada penurunan kualitas lingkungan fisik. Permasalahan‐permasalahan tersebut dapat terakumulasi dan menurunkan daya
saing
kota.
Aksesibilitas
kawasan
terganggu
dengan
adanya
ketidakkonsistenan pola arah lalu lintas pada sistem satu arah, penggunaan jalur lambat untuk parkir kendaraan bermotor dan PKL, belum mencukupinya parkir off
street,
pedestrian
yang
belum
mempertimbangkan
bagi
kaum
berkebutuhan khusus (difable) seperti penyandang cacat, anak‐anak dan manula, serta kapasitas terminal yang kecil menyebabkan angkota ngetem di sekitar bundaran tugu membuat lalu lintas semrawut dan menganggu visual kota. Sehingga Konsep yang digunakan untuk meningkatkan kualitas lingkungan fisik berdasar aspek aksesibilitas adalah rehabilitasi dan renovasi. 19
18
Khatimah.Husnul.2013. Kajian Kesesuaian Pembangunan Ruko terhadap Kebutuhan Pasar di Kota Mataram.Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota. Juli-Agustus 2013 19 Jurnal Konsep Perancangan Dalam Meningkatkan Kualitas Lingkungan Fisik Kawasan Perdagangan dan Jasa Jalan Jenderal Sudirman Kota Salatiga oleh Nurgianto.2013
26 Universitas Sumatera Utara
20
Menurut Anggita S. E. P dalam jurnalnya Evaluasi Penggunaan lahan di
kota Kediri tahun 2003-2013 Terjadinya ketidaksesuaian penggunaan lahan di Kota Kediri
memiliki pola persebaran teratur. Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya alih fungsi lahan permukiman menjadi daerah perdagangan dan jasa yang memiliki pola linier di sepanjang jalan Dhoho pada Kecamatan Kota, Kota Kediri. Pengelompokan atau aglomerasi kawasan perdagangan dan jasa tersebut dapat terjadi salah satunya karena faktor lokasi strategis.
Lokasi
strategis
yang
merupakan
daerah
aglomerasi
perdagangan dan jasa berada di pusat kota tepatnya terdapat di Jalan Dhoho, Kecamatan Kota, Kota Kediri pada BWK (Bagian Wilayah Kota). Terjadinya pengelompokan
perdagangan
dan
jasa
dapat
menyebabkan
persebaran
kawasan perdagangan dan jasa tidak merata. Ketika kawasan perdagangan dan jasa tidak merata, maka perkembangannya akan berbeda satu dengan yang
lain.
Adanya kesenjangan
antara
daerah
yang
telah dilakukan
pembangunan (kawasan perdagangan dan jasa) dengan daerah yang belum. Hal itu menyebabkan kesulitan pemenuhan kebutuhan masyarakat karena faktor keterjangkauan.Secara
umum,perkembangan
daerah
dan
ekonomi
masing-masing bagian wilayah kota akan berbeda. Adanya ketidaksesuaian disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya adalah sebagai berikut: a) kurang optimalnya koordinasi antar dinas terkait penataan ruang maupun antara pemerintah dengan masyarakat terkait penggunaan lahan.
20
jurnal Evaluasi Penggunaan lahan di kota Kediri tahun 2003-2013 oleh Anggita S. E. P
27 Universitas Sumatera Utara
b) kepentingan pihak ketiga/ swasta (investor/developer) atau pengguna lahan yang bertentangan dengan peruntukan lahan. c) penegakan hukum yang kurang tegas dan konsisten serta lemahnya pengawasan terhadap penyelenggaraan RDTRK, d) kurangnya
sosialisasi,
informasi,
dan
pengetahuan
terkait
penggunaan lahan dari pemerintah kepada masyarakat. e) tidak adanya konsistensi dalam pelaksanaan RDTRK. Dalam jurnal studi penentuan lokasi potensial pengembangan pusat perbelanjaan di kota Tangerang oleh Muhammad Hidayat dikatakan bahawa Potensi pengembangan dan lokasi potensialnya dalam pengembangan pusat perbelanjaan di Kota Tangerang khususnya yaitu 21: 1. Dalam
menentukan
lokasi
potensial
pengembangan
pusat
perbelanjaan, ada 4 (empat) aspek, yaitu potensi pengembangannya, arah
kebijakan
pengembangan
kesatuan
fungsional
wilayah
kecamatan, penyeleksian kecamatan potensial, dan penentuan lokasi potensial dikecamatan terpilih. 2. Kota Tangerang tidak terlepas dari arahan kebijakan kota tentang fungsi-fungsi dan kegiatan kota yang diprioritaskan, kondisi sektor perdagangan,
ketersediaan
lahan
bagi
peruntukan
sektor
perdagangan dan pertumbuhan penduduk. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecamatan agar menjadi potensial antara lain:
21
jurnal studi penentuan lokasi potensial pengembangan pusat perbelanjaan di kota Tangerang oleh Muhammad Hidayat.2011
28 Universitas Sumatera Utara
a.
Arah kebijakan pengembangan kesatuan fungsional wilayah kecamatan.
b.
Alokasi
lahan
sektor
perdagangan
di
akhir
tahun
perencanaan. c.
Kependudukan yang dilihat dari jumlah, kepadatan, tingkat pertumbuhan, dan trend di masa yang akan datang serta jumlah angkatan kerja dan jenis pekerjaan beserta tingkat pendapatan penduduk menurut sektor pekerjaannya. Pola pengeluaran penduduk bekerja yang di konsumsikan untuk pusat perbelanjaan.
d.
Supply, tingkat penyebaran pusat perbelanjaan eksisting dan perbandingan jumlah luas pusat perbelanjaan dengan jumlah penduduk.
e.
Kondisi lingkungan sekitar yang dilihat dari jumlah kawasan perumahannya.
Saat melakukan penentuan lokasi potensial yang harus diperhatikan antara lain: Harus disesuaikan dengan arahan yang telah ditetapkan berdasarkan RTRW dan RDTR. Kependudukan (dilihat berdasarkan jumlah dan kepadatan penduduk). Mempertimbangkan rencana penggunaan lahan yang dialokasikan untuk kegiatan sektor perdagangan dan jasa.
Memperhatikan
keadaan
lingkungan sekitar (dilihat dari jumlah perumahan dan pusat perbelanjaan yang sudah ada). Melihat kemudahan akses baik dari jaringan jalan maupun transportasi umum. Menentukan besaran area perdagangan yang disesuaikan dengan skala pelayanannya.
29 Universitas Sumatera Utara
22
Melalui jurnal Penerapan Program Linier untuk pemanfaatan lahan
dikawasan pesisir kota Cirebon Oleh Neng Ikeu, Yulia Asyiawati Dalam upaya meningkatkan pemanfaatan lahan pelabuhan dan perdagangan jasa maka dilakukan
upaya
pengembangan pemanfaatan
lahan
pelabuhan
dan
perdagangan jasa yang berdasarkan hasil analisis kedua pemanfaatan lahan ini dapat
menjadi salah satu sektor yang progresif dan dapat menjadi sektor
unggulan. Upaya untuk pengembangan kedua pemanfaatan lahan tersebut dilakukan untuk meningkatkan indeks daya beli (IPM) kawasan studi masih rendah dibandingkan dengan indeks lainnya. Salah satu upaya untuk meningkatkan indeks daya beli adalah dengan meningkatkan pertumbuhan perekonomian. Untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian maka perlunya membuka peluang usaha baru agar terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja sehingga pengangguran dapat teratasi. Dengan maksimalisasi pemanfaatan lahan
yang terpilih
adalah pemanfaatan
lahan kawasan pelabuhan dan pemanfaatan lahan kawasan perdagangan dan jasa. Penggunaan sumberdaya yang dipakai untuk mencapai hasil maksimal pada masing-masing pemanfaatan lahan. Pemanfaatan lahan tersebut mampu menyerap tenaga kerja karena sektor tersebut merupakan sektor
yang
unggulan dan juga sektor progresif,tenaga kerja yang diprediksi akan semakin besar diserap jika upaya pengembangan pemanfaatan lahan pelabuhan dan perdagangan jasa dapat terjadi. Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan perubahan penggunaan lahan, jenis perubahan tersebut antara lain, perubahan fisik kota 22
Penerapan Program Linier untuk pemanfaatan lahan dikawasan pesisir kkota Cirebon Oleh Neng Ikeu, Yulia Asyiawati
30 Universitas Sumatera Utara
dimana terjadi perluasan fisik kota, indikasi adanya perubahan struktur kota dan
terjadinya perubahan fungsi permukiman menjadi komersial. Sehingga
faktor-faktor yang menjadi sisi permintaan aktivitas komersial adalah 23 : - Dekat dengan pusat kota atau sub pusatnya - Dekat dengan arus transportasi - Dekat dengan aktivitas lain yang menjadi daya tarik konsumen - Jenis penggunaan lahan terkait - Memiliki aksesibilitas yang baik - Lahan mencukupi - Dan lain-lain Merosotnya kualitas suatu ruang kota biasanya disebabkan karena beberapa penurunan keadaan kualitas, seperti: 24 1. Tata letak lingkungan fisik secara keseluruhan tidak memungkinkan lagi untuk menampung jenis kegiatan baru. 2. Tingkat pencapaian yang buruk serta tidak menguntungkan, ruang parkir yang kurang dan tidak dapat diperluas lagi, organisasi ruang serta hubungan fungsional yang buruk, dan sebagainya. 3. Peruntukan lahan tidak lagi sesuai dengan status kawasan tersebut di dalam konteks tata kota. Pada dasarnya tujuan dari penataan kembali mencakup tiga hal pokok, yaitu: 1. Meningkatkan taraf hidup kehidupan pada area yang ditata kembali. 2. Memberikan vitalitas baru 23
Jurnal Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Pemanfaatan Perumahan Untuk Tujuan Komersial Dikawasan Tlogonsari Kulon, Semarang oleh Tangguh Wicaksono.Prof. Dr. FX. Sugiyanto, MS 24 Pengembangan Konsep Ruang Komersial Rekreatif pada Penataan kawasan Bubakan Kota Semarang oleh Indriastjario.2003
31 Universitas Sumatera Utara
3. Menghidupkan kembali vitalitas yang lama telah pudar. Jadi, dari beberapa jurnal terkait dengan permasalahan tata ruang dibeberapa daerah diIndonesia tentang zona perdagangan terletak pada adanyan ketidakjelasan dari arahan tentang pemanfaatan lahan, kurangnya sosialisasi, ketidaksinambungan kepentingan antar sektor, tidak memadai fasilitas yang diberikan oleh pemerintah, adanya kepentingan pihak ketiga, penegakan hukum yang kurang tegas, kurangnya koordinasi antara stakeholder. 1.5.5. Dasar Kebijakan Tentang Tata Ruang Jenis jenis Peraturan Perundang-undangan di Negara Republik Indonesia (dengan penyesuaian penyebutan berdasarkan Undang-Undang No.10 tahun 2004) adalah sebagai berikut: 25 A. Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Pusat: (1). Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang; (2). Peraturan Pemerintah; (3). Peraturan Presiden; (4). Peraturan Menteri (5). Peraturan Kepala Lemabaga Pemerintah Non Departemen; (6). Peraturan Direktur Jendral Departemen; dan (7). Peraturan Badan Hukum Negara B. Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Daerah (1). Peraturan Daerah Provinsi; (2). Peraturan/Keputusan Gubernur Kepala Daerah Provinsi; (3). Peraturan Daerah Kabupaten Kota; 25
Indrarti,Maria Farida. 2011. Ilmu Perundang-undangan ( Jenis,Fungsi dan Materi Muatan). Penerbit Kanisius: Yogyakarta. Hal 184-185
32 Universitas Sumatera Utara
(4). Peraturan/Keputusan Bupati/Walikota Kepala Daerah Kabupaten/Kota 26
Pada dasarnya Peraturan Tata Ruang diatur dalam UU nomor 26 tahun
2007 tentang Penataan ruang. Sesuai dengan landasan konstitusional UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang tata ruang mengamanatkan bahwa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas: a). keterpaduan; b). keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; c). keberlanjutan; d). keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; e). keterbukaan ; f). kebersamaan dan kemitraan; g).pelindungan kepentingan umum; h). kepastian hukum dan keadilan; dan akuntabilitas.
26
Peraturan Tata Ruang diatur dalam UU nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan ruang
33 Universitas Sumatera Utara
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan 27
Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional adalah sebagai petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang. Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan pasal 20 ayat (6) Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang yakni Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah ini disebutkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang selanjutnya disebut RTRWN adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara. Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan: a). ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan; b). keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; c). keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional,provinsi, dan kabupaten/kota; d). keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka NegaraKesatuan Republik Indonesia; e).
27
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
34 Universitas Sumatera Utara
keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang; f). pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat; g). keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah; h). keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan i). pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) menjadi pedoman untuk: a).penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional; b). penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional; c). pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional; d). pewujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor;e). penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi f). penataan ruang kawasan strategis nasional; dan g). penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Pedoman Persetujuan substansi dalam penetapan rancangan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten dan kota beserta rencana rincinya diatur dalam Peraturan Menteri pekerjaan
umum
nomor
11/PRT/M/2009.
Persetujuan
substansi
adalah
persetujuan yang diberikan oleh menteri untuk menyatakan bahwa materi muatan teknis
rancanganperaturan
daerah
tentang
rencana
tata
ruang
wilayah
mengacupadaundang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Rencana tata ruang dengan tujuan untuk menjamin kesesuaian muatan perda baik
35 Universitas Sumatera Utara
dengan ketentuan peraturan perundangan maupun dengan pedoman bidang penataan ruang. 28 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 13 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan 29. Peraturan Daerah ini merupakan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan dari Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dengan berlakunya Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang maka strategi dan arahan kebijakan struktur dan pola ruang wilayah nasional perlu dijabarkan kedalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan dan untuk melaksanakan ketentuan pasal 78 ayat (4) huruf c Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang maka perlu dibentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan disusun sebagai alat operasionalisasi pelaksanaan pembangunan di Wilayah Kota Medan. Penataan ruang wilayah Kota Medan bertujuan untuk: a). mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan serta mempunyai daya saing dan daya tarik sebagai daerah tujuan investasi; dan b). memanfaatkan ruang daratan, lautan dan udara untuk aktifitas pembangunan kota berbasis ekonomi di sektor perdagangan dan jasa, pariwisata serta industri yang berwawasan lingkungan.
28
Peraturan Menteri pekerjaan umum nomor 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan substansi dalam penetapan rancangan peraturan daerah 29 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 13 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan
36 Universitas Sumatera Utara
1.5.6. Kawasan Perdagangan dan Jasa Perdagangan merupakan suatu hal yang penting dalam kegiatan perekonomian suatu negara. Perdagangan adalah semua tindakan yang tujuannya menyampaikan barang untuk tujuan hidup sehari-hari, prosesnya berlangsung dari produsen kepada konsumen. Orang yang pekerjaannya memperjual-belikan barang atas prakarsa dan resiko, dinamakan pedagang. Perdagangan di bedakan atas perdagangan besar dan perdagangan kecil. Dalam perdagangan besar jual beli berlangsung secara besar-besaran. Dalam perdagangan besar, barang tidak dijual atau di sampaikan langsung kepada konsumen atau pengguna, sedangkan dalam perdagangan kecil, jual beli berlangsung secara kecil-kecilan dan barang di jual langsung kepada konsumen. Sementara itu, pedagang sendiri jenisnya bermacam-macam. Ada pedagang keliling, pedagang asongan, pedagang dari pintu ke pintu (door to door), pedangang kios, pedangang kaki lima, grosir (pedagang besar), pedagang supermarket dan sebagainya. Jenis-jenis pedagang ini lazim dibedakan berdasarkan pada cara menawarkan barang dagangannya masing-masing. Dalam perdagangan tidak hanya menawarkan barang tetapi juga menawarkan tenaga atau jasa, saat ini kita lihat banyaknya para pelaku usaha menawarkan berbagai jasa baik itu dari segi kesehatan, kecantikan dan lain sebagainya. Hal ini tentunya menjadi indicator para pelaku usaha untuk melebarkan sayapnya dibidang ini karena dilihat dari gaya hidup masyarakat saat sekarang ini yang menyukai segala sesuatu yang praktis. Kawasan perdagangan secara umum di definisikan sebagai kawasan yang mayoritas kegiatannya adalah perdagangan atau jual beli. Kawasan perdagangan
37 Universitas Sumatera Utara
memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Suatu wilayah layak dikatakan sebagai kawasan perdagangan jika memiliki beberapa ketentuan, seperti akses jalan yang baik, sistem transportasi yang memadai, lingkungan yang strategis, dan lain sebagainya. Menurut Peraturan daerah nomor 13 tahun 2011 tentang Tata ruang, kawasan perdagangan yang dimaksud antara lain pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan perdagangan dan jasa untuk meningkatkan perekonomian daerah serta memperluas kesempatan kerja diantaranya: a. Menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung fungsi perdagangan dan jasa. b. Memisahkan antara perdagangan dan jasa yang bersifat umum dengan yang bersifat pelayanan permukiman. c. Mengembangkan kawasan perdagangan dan jasa bersifat umum pada kawasan
pusat
pelayanan
kota
serta
perdagangan
jasa
bersifat
permukiman. d. Mendorong pembangunan kawasan perdagangan dan jasa secara vertikal. 1.6. Definisi Konsep Definisi
konsep
merupakan
abstraksi
mengenai
fenomena
yang
dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik, kejadian keadaan kelompok, atau individu tertentu. 30 Dalam hal ini konsep penelitian bertujuan untuk merumuskan dan mengidentifikasikan istilah-istilah yang digunakan
30
Singarimbun, Masri. 2006.Metode Penelitian Survay.LP3ES: Jakarta . Hal 32
38 Universitas Sumatera Utara
secara mendasar agar tidak terjadi kesalahpahaman pengertian dan perbedaan persepsi yang dapat mengaburkan penelitian ini. Adapun definisi konsep dalam penelitian ini adalah: 1. Menurut Anderson, kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini dianggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan atau bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan 2. Implementasi kebijakan menurut George C. Edwards III adalah tindakantindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Implementasi kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Implementasi Peraturan Daerah Kota Tentang Rencana Tata Ruang dalam Menetapkan Zona Perdagangan dan jasa dikota Medan dengan melihat variabel berikut: 1. Komunikasi 2. Disposisi 3. Sumber daya 4. Struktur Birokrasi
1.7. Definisi Operasional Definisi operasional sering disebut sebagai suatu proses operasionalisasi konsep. Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang semula
39 Universitas Sumatera Utara
bersifat statis menjadi dinamis. Perumusan definisi operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep kedunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi. 31 Dalam penelitian ini defnisi operasional diambil dari penjabaran teori yang dikemukan oleh George. C. Edwards III yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. Yang terdiri dari : 1. Komunikasi Komunikasi
diperlukan
supaya
tercipta
konsistensi
atau
keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan sehingga implementor mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi antar organisasi juga menunjuk adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan program atau kebijakan. Komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah: a. Kerjasama para implementor b. Metode sosialisasi kebijakan atau program yang digunakan c. Intensitas komunikasi
2. Disposisi atau Sikap Sikap para implementor sangat dibutuhkan dalam menjalankan sebuah kebijakan atau program. Ada pun yang dimaksud dengan sikap implementor yang ditujukan dalam penelitian ini adalah:
31
Siagian,Matias.2010.Metode Penelitian Sosial,Pedoman Praktis Penelitian Bidang Ilmu-Ilmu Sosial dan Kesehatan. PT.Grasindo Monoratama:Medan hal 141
40 Universitas Sumatera Utara
a. Gambaran komitmen dan kejujuran yang dapat dilihat dari konsistensi antara pelaksanaan kegiatan dengan guideline yang telah ditetapkan. b. Sikap demokratis yang dapat dilihat dari proses kerjasama antar implementor. 3. Sumber Daya Sumber daya yang memadai baik sumber daya manusia maupun finansial sangat penting dalam menjalankan kebijakan atau program. a. Kemampuan
implementor,
dengan
melihat
jenjang
pendidikan, pemahaman terhadap tujuan dan sasaran serta aplikasi detail program,kemampuan menyampaikan program dan mengarahkan. b. Ketersedian finansial, dengan melihat kebutuhan dana, prediksi kekuatan dana dan besaran biaya. 4. Struktur Birokrasi Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal penting pertama adalah standard operating procedure (SOP) dan struktur organisasi pelaksana sendiri. a. Ketersediaan SOP yang mudah dipahami. b. Struktur organisasi pelaksana yangmelihat rentang kendali antara pimpinan dan bawahan. 1.8. Sistematika Penulisan
41 Universitas Sumatera Utara
Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika penulisan skripsi ini meliputi : BAB I
: Pendahuluan Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, studi literatur, defenisi
konsep,
defenisi
operasional
serta
sistematika
penulisan. BAB II
: Metode Penelitian Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.
BAB III
: Deskripsi Lokasi Penelitian Bab ini berisikan sejarah singkat gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.
BAB IV
: Penyajian Data Bab ini berisikan hasil data yang diperoleh dari lapangan dan atau berupa dokumen.
BAB V
: Analisis Data Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya.
BAB VI
: Penutup Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.
42 Universitas Sumatera Utara