BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan bidang kajian yang sangat diminati. Pada penelitian di Barat, Wigfield dan Meece (1998) melakukan penelitian tentang kecerdasan matematika di sekolah dasar dan menengah. Selanjutnya, Ma dan Cartwright (2003) melakukan penelitian untuk menganalisis perbedaan gender pada pelajaran matematika selama sekolah menengah dan sekolah tinggi. Lebih lanjut, Ainley, Kos dan Nicholas (2008) melakukan penelitian tentang partisipasi pendidikan sains dan matematika di Australia. Matematika juga menjadi bidang kajian yang menarik di Indonesia. Alsa (2005) juga melakukan penelitian tentang prestasi belajar matematika pada pelajar SMA negeri di Yogyakarta. Selanjutnya, Nurdin (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh variabel-variabel kognitif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI-IPA SMA Negeri 3 Makasar. Penelitian terbaru oleh Nurhayati (2012) tentang hubungan kemampuan spasial dan gaya belajar dengan kemampuan matematika siswa sekolah dasar. Ketertarikan para peneliti terdahulu pada bidang kajian matematika mengindikasikan matematika sebagai salah satu ilmu yang memegang peranan penting. Oleh sebab itu, para siswa diharapkan menyukai dan berprestasi pada bidang matematika. Cohernour, Noh dan Bustillos (2008) berpendapat bahwa matematika merupakan mata pelajaran umum yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai pada perguruan tinggi, baik pendidikan umum maupun pendidikan kejuruan. Serta merupakan salah satu
diantara mata pelajaran lain yang diajarkan di sekolah dengan persentase jam pelajaran yang lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran lain (Abadi, 2010). Sukses dalam matematika akan mendatangkan banyak manfaat. Salah satunya ditunjukkan oleh hasil penelitian Nurdin (2006) tentang pengaruh variabel-variabel kognitif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA pada SMA Negeri 3 Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa matematika dapat berperan sebagai sarana penalaran siswa. Dengan mempelajari matematika, siswa diharapkan dapat memecahkan segala persoalan yang dihadapi, baik persoalan yang berkaitan dengan mata pelajaran matematika itu sendiri maupun yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Kesuksesan dalam belajar matematika juga ditunjukkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Yenilmez, Nuray dan Ozlem (2008), yaitu mahasiswa yang sukses di kelas matematika, mengalami kesuksesan pula dalam hal akademis umum, terutama yang berhubungan dengan angka. Selain itu, kesuksesan dalam pencapaian prestasi matematika juga mampu membawa kebanggaan tersendiri. Harian kompas tanggal 5 Agustus 2011 melaporkan bahwa
mahasiswa
internasional
dalam
Indonesia bidang
berhasil
meraih
matematika
“18th
medali
pada
International
kompetisi
Mathematics
Competition (IMC) for University Students 2011”, yang digelar American University, kota Blagoevgrad, Bulgaria, 28 Juli - 3 Agustus 2011 (Priyatna, 2011). Kenyataannya, prestasi matematika yang disebutkan di atas belum mampu dicapai oleh sebagian besar siswa-siswi Indonesia. Data UNESCO menunjukan bahwa prestasi matematika indonesia berada di deretan 34 dari 38 Negara. Hasil penelitian yang dipublikasikan di Jakarta pada 21 Desember 2006
menyebutkan bahwa prestasi matematika siswa Indonesia hanya menembus skor rata-rata 411. Sementara Malaysia mencapai 508 dan Singapura 605 (400 = rendah, 475= menengah, 550= tinggi dan 625= tingkat lanjut. Data lain yang menunjukkan rendahnya prestasi matematika siswa Indonesia dapat dilihat dari hasil survei Pusat Statistik Internasional untuk Pendidikan terhadap 41 negara dalam pembelajaran matematika; Indonesia mendapatkan peringkat ke 39 di bawah Thailand dan Uruguay (Satria, 2012). Data secara umum yang dikeluarkan oleh Jardiknas melalui analisa mendalam terhadap UN 2011 menunjukan bahwa matematika menjadi mata pelajaran tersulit dibanding mata pelajaran yang lain, yaitu: Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Sebanyak 2.391 siswa atau 51, 44 % dinyatakan tidak lulus matematika. Sementara 1.780 siswa atau 38,43 % tidak lulus Bahasa Indonesia, dan sebanyak 152 siswa atau sebanyak 3, 27 % tidak lulus Bahasa Inggris (Lian & Gress, 2011). Hasil penelitian terdahulu yang mengungkap tentang rendahnya prestasi matematika siswa SMA disebabkan oleh beberapa alasan. Hurlock (1981) dan Jacobs, Lanza, Osgood, Eccles dan Wigfield (2002) menemukan adanya pandangan siswa bahwa mata pelajaran yang dipelajari tidak bermanfaat, mata pelajaran tidak bermakna bagi dirinya, adanya sikap negatif siswa terhadap guru, prestasinya pada masa lalu, orientasi teman-teman yang menganggap bahwa belajar tidak penting, sikap orangtua yang negatif terhadap pendidikan, dan dukungan sosial yang rendah untuk berprestasi. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Ainley, Kos dan Nicholas (2008) bahwa terdapat perbedaan kompetensi pada mata pelajaran matematika jika dibandingkan dengan mata
pelajaran lain. Keyakinan dan perilaku terhadap matematika cenderung lebih negatif pada anak sekolah tingkat 1-12 (Jacobs dkk, 2002). Hasil penelitian TIMMS (Trends in International Mathematics and Science Study) pada tahun 2006 ditemukan mayoritas soal yang diberikan guru matematika di Indonesia terlalu kaku. Soal yang kaku mengakibatkan siswa sering kali merasa bosan dan menganggap matematika sebagai pelajaran yang tidak menyenangkan dan tidak aplikatif dalam kehidupan hari-hari (Mulis, Martin, Foy, & Arora, 2012). Siwoyo (2011), pencetus metode matematika dahsyat mengatakan bahwa 9 dari 10 anak Indonesia tidak suka pelajaran matematika. Siswa mengganggap bahwa matematika adalah pelajaran tersulit dan rata-rata guru matematika galak dan keras ketika menyampaikan pelajaran. Berbagai riset terdahulu menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika dipengaruhi oleh berbagai faktor. Farooq, Chaundhry, Shafiq dan Berhana (2011) dalam hasil penelitiannya menemukan bahwa prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh inteligensi, minat, sikap dan motivasi untuk belajar; pengaruh pendidikan dan pekerjaan orangtua, pengaruh sekolah dalam kaitan dengan interaksi dengan guru dan teman sebaya. Hasil penelitian Demir, Kılıç, dan Depre (2009) menemukan bahwa terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa yaitu latar belakang siswa (terkait dengan pendidikan orangtua dan hubungan dengan orangtua), iklim sekolah yang di dalamnya termasuk interaksi guru siswa, strategi belajar dan kemampuan kognitif siswa. Retnoningtyas (2007) melakukan penelitian yang berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika. Subjek penelitian adalah 20 siswa SD di Yogyakarta. Subjek terbagi menjadi dua bagian yaitu 10 siswa pada
kelompok kontrol dan 10 siswa pada kelompok eksperimen. Program yang digunakan adalah CD anak juara 2. Prestasi belajar matematika diukur melalui soal matematika pada saat pretest dan posttest. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan peningkatan prestasi belajar matematika antara kelompok yang mendapat perlakuan dengan kelompok yang tidak mendapat perlakuan. Retnoningtyas (2007) menyimpulkan bahwa terdapat faktor internal dan eksternal lain selain penggunaan multimedia yang berpengaruh pada peningkatan prestasi belajar matematika. Faktor-faktor tersebut antara lain: (a) materi belajar; (b) program pendidikan, (c) kuantitas dan kualitas guru; dan (d) Iklim sekolah. Sekolah yang membangun suasana kesatuan, menciptakan proses belajar menyenangkan, guru yang memiliki empati serta mempunyai hubungan baik dengan siswa dalam proses belajar, dapat mewujudkan suasana kondusif bagi proses belajar mengajar, dan pada akhirnya memiliki pengaruh terhadap hasil belajar. Berdasarkan hasil penelitian di atas, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Faktor internal (dalam diri) yaitu inteligensi, minat, sikap, dan motivasi untuk belajar; faktor eksternal (luar diri) yaitu lingkungan keluarga seperti pendidikan dan pekerjaan orangtua, interaksi dengan orang tua, guru dan teman sebaya. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, peneliti tertarik untuk mengaitkan prestasi belajar matematika dengan interaksi guru-siswa dan motivasi belajar. Lebih lanjut akan dijelaskan secara rinci alasan memilih variabel interaksi guru siswa dan motivasi belajar dalam kaitan dengan prestasi belajar matematika. Dobransky dan Frymier (2004) berpendapat bahwa interaksi guru siswa merupakan interaksi antar pribadi yang terjadi di lingkungan sekolah dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Uitto dan Syrjala (2008) mengungkapkan bahwa hubungan guru-siswa merupakan bagian penting dalam dunia pendidikan dan berkaitan dengan perkembangan belajar siswa di sekolah (Dobransky & Frymier, 2004). Ormrod (2008) berpendapat bahwa kualitas hubungan guru-siswa adalah salah satu faktor terpenting. Mungkin satu-satunya faktor yang paling penting, yang mempengaruhi kesehatan emosi dan pembelajaran siswa selama di sekolah. Ketika siswa memilki hubungan yang positif dengan guru, mereka memiliki motivasi intrinsik yang lebih besar untuk belajar. Siswa juga terlibat dalam pembelajaran yang lebih self-regulated, cenderung kurang nakal, dan berprestasi di tingkat yang lebih tinggi. Lebih lanjut, Bergin dan Bergin (2009) mengatakan bahwa hubungan guru-siswa pada tahun pertama sekolah berpengaruh terhadap keterlibatan dan usaha siswa dalam belajar. Pada tahun kedua hubungan guru-siswa juga berpengaruh terhadap capaian nilai siswa. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Hughes dan Kwok (2007) bahwa interaksi guru-siswa memberi kontribusi penting bagi prestasi siswa di sekolah. Selama 15 tahun yang lalu, penelitian telah mendokumentasikan makna dan pentingnya hubungan positif dengan guru untuk semua tingkatan kelas (Davis, 2003). Penelitian dengan menggunakan subjek
siswa kelas 8
menemukan bahwa siswa mempersepsi guru mereka sebagai guru yang penuh perhatian pada mereka. Perhatian guru terhadap siswa tersebut berhubungan dengan motivasi akademis siswa yang bersangkutan. Siswa mencari guru yang respek, penuh kasih, mempercayai siswa, punya telinga yang mampu mendengarkan, sabar, dan humoris ketika berelasi dengan siswa (Murdock & Miller, 2003).
Pendidikan humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama-tama dan yang utama adalah bagaimana menjalin interaksi dalam suatu lingkungan pendidikan atau sekolah (Pintrich & Schunk, 1996). Downer, Sabol dan Hamre (2010) menjelaskan bahwa interaksi guru siswa merupakan kebutuhan dasar siswa di sekolah. Interaksi guru-siswa yang baik memberi peluang bagi siswa untuk terlibat dalam kegiatan akademik, mengembangkan keterampilan sosial serta meningkatkan prestasi belajar siswa. Prestasi belajar selain dipengaruhi oleh interaksi guru siswa, juga dipengaruhi oleh motivasi belajar. Motivasi belajar selalu menjadi hal yang menarik perhatian dalam dunia pendidikan. Hal ini dikarenakan motivasi dipandang sebagai salah satu faktor yang sangat dominan dalam menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan. Tanpa adanya motivasi akan sulit untuk mengharapkan sesuatu yang prestatif dari proses belajar. Kemampuan intelektual yang tinggi hanya akan terbuang sia-sia apabila individu yang memilikinya tidak mempunyai keinginan untuk berbuat dan memanfaatkan keunggulannya (Azwar, 2000). Santrock (2008) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama. Selanjutnya Brophy (Good & Brophy, 2000) menyatakan bahwa motivasi belajar adalah kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat bagi dirinya. Hasil penelitian Nurwati (2009) menyimpulkan bahwa motivasi belajar dapat menjadi mediator untuk meningkatkan prestasi belajar pada mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas V siswa Madrasah Ibtidaiyah se-
kabupaten Gorontalo. Opdenakker, Maulana dan Brok
(2012) berpendapat
bahwa motivasi adalah salah satu prediktor penting yang sangat berpengaruh dalam kesuksesan sekolah. Keberhasilan seorang siswa di sekolah terkait prestasi belajar ditentukan oleh motivasi belajar siswa tersebut. Siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi cenderung mempunyai hubungan yang baik dengan
guru
di
sekolah.
Hubungan
yang
terjalin
baik
dengan
guru
memungkinkan siswa untuk dapat bertanya seputar persoalan belajar yang ditemui, terutama pada mata pelajaran matematika. Berdasarkan data hasil ulangan harian siswa yang didapat dari bagian kurikulum salah satu SMA Negeri Kota Ambon, didapati sebanyak 66,67% siswa tidak lulus nilai standar (6,50) yang ditentukan oleh sekolah. Angka persentasi di atas didasarkan pada hasil tes harian terhadap siswa kelas X pada semester I tahun 2011/2012. Sebanyak 52 siswa dari 78 siswa didapati tidak memenuhi nilai standar tersebut. Data di atas memperlihatkan bahwa sekitar 66,67% mempunyai prestasi matematika di bawah standar kelulusan. Middleton dan Spanias (1999) dan Teoh, Koo dan Singh (2010) dalam ulasan penelitian tentang motivasi belajar matematika berpendapat bahwa keberhasilan untuk mendapatkan prestasi belajar yang optimal berkaitan dengan motivasi mereka. Motivasi belajar memegang peranan yang penting untuk memberikan gairah dalam belajar sehingga siswa yang termotivasi kuat memiliki banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Jika siswa mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar matematika, maka prestasi matematika akan optimal. Siswa yang mempunyai motivasi belajar yang rendah dapat berpengaruh pada rendahnya prestasi matematika siswa. Hasil penelitian Jacobs dkk (2002) menemukan bahwa siswa SMA cenderung mengalami penurunan motivasi
belajar matematika terutama berkaitan dengan masa transisi sekolah dari sekolah menengah pertama ke sekolah menengah umum. Penurunan motivasi belajar
matematika
tersebut
berkaitan
dengan
kompetensi
matematika,
kegunaan matematika serta minat siswa terhadap matematika (Frenzel, Goetz, Pekrun, & Watt, 2010). Selain itu, tingkat kecemasan matematika meningkat selama sekolah menengah (Ma & Cartwright, 2003) terutama selama tahuntahun tengah SMA (Wigfield & Meece, 1998). Hasil penelitian Wentzel (1998) menunjukkan bahwa motivasi belajar dapat terjadi akibat adanya interaksi antara rasa nyaman di sekolah dan adanya tujuan akademik yang ingin dicapai siswa. Kenyamanan yang dirasakan selama siswa beraktifitas di sekolah dapat meningkatkan motivasi belajar siswa untuk mencapai tujuan belajar. Dengan kata lain, diduga motivasi belajar sebagai faktor yang berasal dari dalam diri anak akan dapat memediasi efek dari interaksi gurusiswa sebagai lingkungan yang membentuk prestasi belajar siswa. Psikologi humanis berpandangan bahwa proses belajar dianggap berhasil jika siswa memahami lingkungannya dan dirinya sendiri (Pintrich & Shunck, 1996). Artinya pemahaman terhadap lingkungan yaitu interaksi guru-siswa merupakan faktor ekternal dan pemahaman terhadap diri sendiri yaitu motivasi belajar merupakan faktor internal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Rogers (1962) berpendapat bahwa jika siswa berinteraksi dengan guru yang kongruen, memiliki empati dan menerima siswa tanpa syarat maka diprediksi siswa akan memiliki motivasi yang sehat yang akan membantunya mengaktualisasikan diri. Selanjutnya, guru yang mempunyai hubungan baik dengan siswa diprediksi dapat mengetahui potensi-potensi siswa untuk diaktualisasikan
(Hall
&
Lindzey,
1978)
sehingga
siswa
mampu
mengaktualisasikan diri dengan mempunyai prestasi yang tinggi. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti bermaksud untuk menguji secara empirik apakah motivasi belajar merupakan mediator hubungan antara interaksi guru-siswa dengan prestasi belajar matematika siswa.
B. Rumusan Permasalahan Data nilai ulangan harian matematika siswa kelas X pada salah satu SMA di kota Ambon menunjukkan sebanyak 66,67% mendapat nilai di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu 6,50. Faktor yang dimungkinkan menjadi penyebab rendahnya prestasi belajar matematika adalah kurangnya motivasi siswa untuk belajar matematika. Motivasi sebagai faktor internal dalam diri siswa diperkirakan rendah sehingga siswa tidak mampu berprestasi pada mata pelajaran matematika. Selain itu, interaksi guru-siswa sebagai faktor eksternal diperkirakan mempengaruhi prestasi belajar matematika. Interaksi yang terjalin baik antara guru-siswa dapat meningkatkan prestasi belajar matematika. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara interaksi guru-siswa dengan prestasi belajar matematika siswa secara langsung, dan secara tidak langsung melalui motivasi
belajar?
Hubungan
langsung
terjadi
jika
interaksi
guru-siswa
mempengaruhi prestasi belajar tanpa adanya variabel ketiga yaitu motivasi belajar yang memediasi hubungan kedua variabel tersebut. Hubungan tidak langsung yaitu adanya motivasi belajar sebagai variabel ketiga yang memediasi hubungan interaksi guru-siswa dan prestasi belajar.
C. Tujuan dan Manfaat penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara interaksi gurusiswa dengan prestasi belajar matematika siswa dengan motivasi belajar sebagai mediator. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat baik dari segi teoritis maupun praktis. Adapun manfaat tersebut adalah: 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan menambah referensi ilmiah bagi ilmu Psikologi Pendidikan khususnya yang berkaitan dengan interaksi guru-siswa, motivasi belajar dan prestasi belajar matematika siswa. 2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tambahan bagi pihak sekolah mengenai interaksi guru-siswa, motivasi belajar, terutama bagi guru matematika dalam upayanya meningkatkan prestasi matematika siswa.
D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai prestasi belajar telah banyak diteliti. Namun, penelitian yang lebih mengarah kepada prestasi belajar matematika secara khusus dikaitkan dengan motivasi belajar dan interaksi guru siswa belum banyak diteliti. Berikut peneliti memaparkan beberapa penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang akan diteliti untuk melihat perbedaan penelitian yang akan diteliti dengan penelitian sebelumnya. Alwi (2009) meneliti tentang pengaruh metode tutor teman
sebaya
terhadap motivasi dan prestasi belajar matematika siswa SMA. Subjek adalah siswa SMA Negeri Bondowoso dengan batas usia antara 14-18 tahun.
Perbedaan penelitian Alwi dengan penelitian yang akan diteliti adalah pada salah satu variabel bebas yaitu metode tutor teman sebaya, metode penelitian, dan tempat penelitian. Ratumanan (2003) meneliti tentang pengaruh model pembelajaran dan gaya kognitif terhadap hasil belajar matematika. Subjek penelitian adalah siswa SLTP di kota Ambon. Perbedaan penelitian Ratumanan dengan penelitian yang akan diteliti adalah pada variabel bebas, variabel tergantung dan metode penelitian. Nugent (2009) meneliti mengenai the impact of teacher-student interaction on student motivation and achievement. Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa dari dua sekolah tinggi di Florida. Penelitian ini menggunakan Questionnaire on Teacher Interaction (QTI) yang dibagi menjadi dua, yaitu questionnaire
siswa
untuk
mengukur
perilaku guru
dan
Teacher
Self
Questionnaire untuk guru serta skala MSLQ (motivated strategies for learning survey) untuk mengukur motivasi. Secara keseluruhan judul penelitian ini sama dengan penelitian yang akan diteliti. Namun, berbeda dalam penjabaran variabel. Variabel interaksi guru siswa dalam penelitian Nugent merupakan variabel bebas yang berpengaruh terhadap motivasi siswa dan prestasi siswa sebagai variabel tergantung. Terdapat juga perbedaan metode penelitian, subjek penelitian, tempat penelitian, dan penggunaan skala pada penelitian Nugent dengan peneliti. Juwari (2009) meneliti tentang hubungan antara pendidikan orang tua dan motivasi belajar dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri di Kulon Progo Yogyakarta. Perbedaan penelitian Juwari dengan penelitian yang akan diteliti adalah tempat penelitian dan pada salah satu variabel bebas. Prestasi belajar
yang di gunakan Juwari adalah prestasi belajar untuk semua mata pelajaran yang diajarkan pada kelas 2 semester 2 SMA. Sementara peneliti hanya fokus pada prestasi matematika SMA kelas 1 semester 2. Matana (2004) yang meneliti mengenai prasangka sosial, interaksi gurusiswa dan prestasi belajar (pascakonflik Poso). Subjek penelitian terdiri dari 140 siswa SMA kelas XI dengan karakteristik berusia 16-17 tahun yang pernah mengungsi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif untuk mengungkap peranan prasangka sosial siswa dan peranan interaksi guru siswa pasca konflik Poso terhadap prestasi belajar siswa. Perbedaan penelitian Matana dengan penelitian yang akan peneliti teliti adalah pada tempat penelitian, subjek penelitian dan prestasi belajar. Matana meneliti di Posso pasca konflik, sementara tempat penelitian sekarang di Ambon. Subjek dalam penelitian Matana adalah siswa kelas XI sementara peneliti menggunakan siswa kelas X. Pretasi belajar yang digunakan oleh Matana adalah prestasi belajar secara umum, sementara penelitian sekarang fokus pada prestasi belajar matematika. Terdapat juga perbedaan penelitian pada metode dan variabel penelitian dengan penelitian peneliti. Matana menggunakan metode mix method sementara peneliti menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan analisis jalur. Nurwati (2009) meneliti mengenai hubungan antara interaksi sosial siswa dengan prestasi belajar bahasa indonesia siswa Madrasah Ibtidaiyah sekabupaten Gorontalo. Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian Nurwati adalah pada subjek penelitian, tempat penelitian dan prestasi belajar pada mata pelajaran. Nurwati meneliti prestasi belajar bahasa indonesia pada siswa SD di Gorontalo, sementara penelitian sekarang meneliti prestasi matematika pada siswa SMA di Ambon.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dapat
menyimpulkan
bahwa
penelitian
dengan
menggunakan
variabel
tergantung prestasi belajar matematika pada siswa SMA yang dikorelasikan dengan variabel bebas yaitu hubungan interaksi guru-siswa dan motivasi belajar sebagai variabel mediator belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian mediasi sangat penting dilakukan karena memungkinkan peneliti mengetahui proses hubungan dua variabel tersebut (Ghozali, 2006).