BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Matematika merupakan kajian ilmu yang memiliki peranan penting bagi kehidupan.
Gujjar,
Bajwa,
dan
Shaheen
(2011)
menyampaikan
bahwa
matematika merupakan cara untuk melihat dan merasakan banyak hal di sekitar, mengkomunikasikan informasi dan menganalisis situasi, juga digunakan untuk mengatasi berbagai macam masalah kehidupan. Menurut Chomand (yang dikutip oleh Pongpullponsak & Khunprom, 2007) matematika adalah bidang kajian yang membantu manusia dalam mengembangkan proses berpikir, sehingga secara otomatis, sedikit demi sedikit mendukung kemampuan penting yang diperlukan untuk hidup, misalnya berpikir d engan teliti, bijaksana, penuh kehati-hatian, jeli, dan tajam. Siswono (20 08) menyebutkan bahwa matematika dapat mengarahkan individu memiliki kemampuan berpikir kreatif baik secara eksplisit maupun implisit. Oleh karena peranan matematika begitu penting , maka matematika diajarkan di sekolah mulai dari tingkat yang paling dasar hingga tingkat yang paling atas, baik sekolah umum maupun kejuruan dan menjadi dasar dalam mempelajari pelajaran yang lain, bahkan m atematika adalah pelajaran inti yang diajarkan sekolah di seluruh dunia. Menurut Siskandar (2013), matematika perlu dikuasai siswa mulai dari tingkat sekolah dasar untuk mencerna ilmu di tingkat kelas berikutnya atau pendidikan yang lebih tinggi, karena k eterampilan matematika sangat dibutuhkan secara kognitif untuk membantu siswa mampu berpikir secara logika. Menurut Anne (dalam Gujjar, dkk, 2011), matematika 1
2
adalah pelajaran yang menggunakan pola logika dan prediksi. Oleh karena itu, mengajarkan matematika kepada siswa bera rti mengajarkan keterampilan logika dan prediksi. Matematika adalah pelajaran yang menjadikan anak-anak memiliki keterampilan dengan angka, uang, waktu, bentuk dan pengukuran. Setiap siswa pasti menginginkan dirinya berprestasi pada pel ajaran matematika. Siswa dikatakan berprestasi pada pelajaran matematika apabila dapat memenuhi standar belajar yang sudah ditentukan. Standar belajar yang harus dikuasai siswa seperti dibuat oleh pemerintah dalam peraturan Undang undang Pendidikan nomor 2 3 tahun 2013. Peraturan tersebut mengenai Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang berisi standar kompetensi lulusan, standar isi, standar
proses,
standar
kurikulum
dan
penilaian.
Perwujudan
standar
kompetensi lulusan, standar isi, standar proses dan kurikul um direalisasikan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah . Standar penilaian seperti dalam Pasal 64 ayat (1) UU nomor 23 tahun 2013 dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar siswa secara berkesinambungan. Teknik penilaiannya
berupa
tes tertulis, observasi, tes praktek dan
penugasan
perorangan atau kelompok. Salah satu penilaian atau evaluasi untuk mengukur prestasi belajar siswa yang diselenggarakan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) seperti dalam Pa sal 67 ayat (1) adalah Ujian Nasional. Pemerintah mensyaratkan kepada Satuan Pendidikan agar siswa harus memenuhi standar kelulusan yang sudah ditentukan pada pelajaran matematika dan pelajaran lain yang disyaratkan sebagai Ujian Nasional (Himpunan Peraturan Perundangundangan Republik Indonesia, 2013). Pada kenyataannya yang terjadi di lapangan, masih banyak siswa yang memiliki prestasi rendah pada pelajaran ma tematika. Hal tersebut dapat dilihat
3
dari hasil Ujian Nasional tingkat Sekolah Menengah Pertama D aerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014. Survey awal yang dilakukan oleh penulis sekitar awal bulan Oktober 2014 melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan bahwa rata -rata nilai matematika menempati posisi paling rendah dibandingkan pelajaran yang lain. Rata -rata nilai tersebut yaitu Bahasa Indonesia sebesar 8,01; Bahasa Ingris sebesar 7,19; Matematika sebesar 6,97; dan IPA sebesar 7,22 (Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta [Disdikpora DIY], 2014). Menurut beberapa siswa yang mengikuti Ujian Nasional menganggap bahwa matematika sebagai pelajaran yang paling sulit da n menjadi momok yang menakutkan
(Kurniawan,
2011).
Pandangan
terhadap
matematika
juga
ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Akin dan Kurbanoglu (2011) pada mahasiswa yang terdaftar di Universitas Sakarya, Turki. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa siswa yang cemas terhadap
matematika menampilkan sikap negatif dan menunjukkan efikasi di ri yang rendah pada mahasiswa. Di sisi lain, sikap yang positif pada matematika berhubungan dengan efikasi diri yang tinggi. Berdasarkan analisis ja lur yang digunakan dalam penelitian tersebut, sikap positif pada matematika memprediksi secara positif dan sikap negatif memprediksi secara negatif terhadap efikasi diri. Selain itu, efikasi diri dan sikap positif memprediksi kecemasan pada matematika menjadi rendah dan begitu juga sebaliknya. Penelitian lain yang dikutip oleh Okigbo dan Osuafer (2008) menunjukk an bahwa banyak siswa tidak tertarik dan menunjukkan kinerja yang kurang pada pelajaran matematika. Matematika dianggap sebagai salah satu pelajaran yang paling
buruk,
sangat
dibenci
dan
memberikan
pemahaman
yang
4
membingungkan. Siswa cenderung menunjukkan penurunan prestasi dalam pelajaran matematika. Rendahnya prestasi matematika juga ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan oleh Gujjar, dkk (2011) pada siswa perempuan sekolah menengah di Islamabad. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa awal siswa masuk sekolah di kelas 8 menunjukkan nilai matematika yang cukup baik, namun seiring berjalannya waktu terjadi penurunan nilai ketika siswa naik ke kelas 9 dan 10, sehingga prestasi belajar matematika mereka menjadi semakin rendah. Berbagai penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa prestasi belajar
matematika dipengaruhi oleh berbagai faktor. Keklik, D dan Keklik (2013) melakukan penelitian pada siswa sekolah menengah atas di Kabupaten Altindag, Ankara, Turki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor -faktor seperti nilai tugas, lingkungan dan waktu belajar, efikasi diri, orientasi tujuan ekstrinsik, kecemasan pada tes, teman belajar sebaya, dan organisasi yang diikuti secara signifikan memprediksi tingkat prestasi matematika siswa. Selain itu, beberapa faktor motivasi dan strategi belajar juga secara signifikan memprediksi tingkat prestasi siswa di setiap tingkat kelas. Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Teoh,
Singh,
dan
Koo
(2010)
mengidentifikasi faktor tingkat motivasi dan keyakinan pribadi dalam belajar dan pencapaian
prestasi
matematika.
Penelitian
dilakukan
pada
mahasiswa
universitas di Ma laysia yang sedang belajar matematika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tujuh faktor motivasi pada pelajaran matematika, faktor faktor tersebut antara lain (1) pentingnya p embelajaran, (2) percaya diri, (3) ketertarikan, (4) usaha, (5) dukungan keluarga, (6) kebebasan atau arahan diri sendiri, dan
(7) perhatian guru. Faktor-faktor ini juga
digunakan dalam
menjelaskan keyakinan mereka saat belajar matematika yang di kategorik an
5
menjadi (1) makna belajar bagi diri sendiri, (2) faktor eksternal berkaitan dengan intervensi keluarga dan guru, dan (3) faktor personal atau internal dari siswa sendiri. Singh,
Granville,
dan
Dika
(2002)
mengatakan
bahwa
prestasi
matematika dan ilmu pe ngetahuan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kemampuan siswa, sikap dan persepsi, status sosioekonomi, pengaruh orangtua dan teman sebaya, dan variabel yang berhubungan dengan sekolah. Namun demikian, variabel-variabel yang berhubungan dengan keadaan rumah dan kondisi keluarga sulit diubah karena diluar kontrol para pendidik. Oleh karena itu, Singh, dkk (2002) melakukan penelitian berkaitan dengan keterlibatan akademik, persepsi dan sikap, pengetahuan tentang peran prestasi matematika dan ilmu pengetahuan sebagai peluang karir di masa depan. Penelitian dilakukan pada siswa kelas 8 yang diambil dari data NELS:88 yang merupakan studi utama National Center for Education Statistics untuk departemen pendidikan di Amerika Serikat. Hasil penelitian
menunjukka n bahwa motivasi, sikap
positif dan
keterlibatan akademik siswa berdampak positif terhadap prestasi matematika dan ilmu pengetahuan. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu inteligensi, bakat, minat, sikap , efikasi diri dan motivasi, sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan kondisi lingkungan, status sosioekonomi keluarga dan orang -orang disekitar seperti orangtua, guru dan teman seba ya. Seperti yang disampaikan Singh, dkk (2002) bahwa faktor -faktor eksternal seperti keadaan rumah, kondisi keluarga dan status sosioekonomi sulit diubah karena diluar kontrol para pendidik, sehingga siswa harus menunjukkan faktor internal
6
yang
mendukung
p restasi belajar matematika. W alaupun
siswa
memiliki
inteligensi yang tinggi, namun jika kenyataan bahwa siswa memiliki pandangan terhadap matematika adalah pelajaran yang dianggap sulit dan menakutkan (Kurniawan, 2014), serta menunjukkan kecemasan juga kin erja yang rendah terhadap pelajaran matematika (Akin & Kurbanoglu, 2011), maka prestasi belajar matematika
siswa
pun
menjadi
rendah.
Oleh
karena
itu,
siswa
harus
menunjukkan keyakinan bahwa dirinya mampu menyelesaikan tugas matematika dan didorong oleh usa ha serta ketekunan dalam melakukan tugas matematika tersebut dengan baik, maka prestasi belajar matematika dapat tercapai. Dengan kata lain siswa harus memiliki efikasi diri matematika dan motivasi berprestasi dalam usaha mencapai prestasi belajar matematika mereka. Berdasarkan pemaparan tersebut dan beberapa hasil penelitian di atas, para peneliti menyebutkan efikasi diri dan motivasi berprestasi sebagai dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika. Hal tersebut yang membuat peneliti tertarik untuk melihat lebih lanjut mengenai kaitan efikasi diri matematika dan motivasi berprestasi dengan prestasi belajar matematika. Selanjutnya peneliti akan menjelaskan lebih rinci alasan variabel efikasi diri matematika dan motivasi berprestasi dirasa pentin g dalam penelitian ini. Stevens, Olivarez, Lan, dan Runnels (2004) mengevaluasi prestasi matematika siswa etnis Hispanik dan Kaukasia dihubungkan dengan variabel efikasi diri dan motivasi. Penelitian dilakukan pada siswa sekolah tingkat 9 dan 10 di Texas Barat dengan sampel dikelompokkan berdasarkan etnis Hispanik dan Kaukasia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara efikasi diri dan prestasi ma tematika dan hubungan tersebut lebih kuat pada siswa Hispanik daripada siswa Kaukasia. Sistem motivasional juga memprediksi
7
prestasi matematika pada semua etnis, meskipun pengalaman penguasaan siswa Kaukasia tidak memiliki penekanan yang terlalu banyak dibandingkan siswa Hispanik. Menurut pandangan kognitif sosial yang disampaikan Bandura (dalam Schunk, 2012), belajar dapat terjadi dengan cara praktik melalui tindakan sebenarnya atau mengalaminya melalui o rang lain yaitu mengamati model yang melakukannya. Pembelajaran melalui praktik adalah belajar d ari akibat atas tindakan sendiri. Pembelajaran melalui pengamatan m odel adalah belajar dari akibat atas tindakan orang lain yang diamati. Perilaku yang menghasilkan akibat yang berhasil akan dipertahankan, sementara yang menghasilkan kegagalan akan diperbaiki atau disingkirkan. Keberhasilan yang diperoleh siswa dari pengalamannya
sendiri
atau
melalui
pengamatan
orang
lain
ini
akan
memunculkan efikasi diri dan motivasi berprestasi. Efikasi diri dimisalkan ketika siswa
mengamati teman -temannya
dengan
baik
akan
memberikan
dapat mengerjakan
ke yakinan
bahwa
tugas matematika
dirinya
juga
mampu
melakukannya dengan baik, sedangkan motivasi dimisalkan dari pengalaman yang terjadi pada temannya tersebut membuat siswa juga terdorong untuk mencapai prestasi belajar matematika. Menurut Possel, Baldus, Horn, Groen, dan Hautzingger (2005), efikasi diri merupakan elemen penting bagi kesehatan fisik dan perasaan subjektif individu. Individu yang memiliki efikasi diri mampu menghadapi tugas yang mungkin timbul dan mampu mengatasinya . Siswa yang lebih yakin atau percaya diri p ada kemampuan akademik mereka cenderung menunjukkan kinerja yang lebih baik dan semakin banyak terlibat di sekolah (Caraway , Tucker, Reinke, & Hall, 2003).
8
Salkind (2008) berpendapat bahwa efikasi diri merupakan prediktor yang cukup kuat terhadap prestasi belajar. Siswa dengan efikasi diri yang tinggi cenderung ingin mencapai lebih prestasinya ditunjukkan dari ketekunan yang lebih pada tugas sekolah , efikasi diri juga merefleksikan prestasi sebelumnya. Dalam penelitian lain dikatakan bahwa efikasi diri merupakan prediksi kinerja di masa depan, bahkan ketika kinerja di masa lalu telah dikendalikan. Dengan kata lain bahwa efikasi diri menyediakan informasi tentang prestasi siswa pada saat ini melalui prestasi siswa di masa lalu. Schunk (2012) juga menyatakan bahwa efikasi diri sangat relevan dengan pembelajaran dan situasi-situasi berprestasi siswa di sekolah. Efikasi diri ini berpengaruh terhadap pilihan -pilihan, usaha, keuletan, dan prestasi yang awalnya sudah mereka prediksikan. Siswa dengan efikasi diri yang tinggi cenderung mengeluarkan usaha lebih banyak ketika menghadapi kesulitan . Siswa juga bertahan dalam suatu tugas ketika mereka memiliki keterampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Selain itu keterlibatan dan pengolahan kognitif yang lebih mendalam juga sangat berhubungan dengan efikasi diri. Efikasi diri merupakan prediktor yang signifikan dalam proses pembelajaran
dan
mencapai
prestasi,
bahkan
setelah
pencapaian
dan
penguasaan keterampilan -keterampilan kognitif sebelumnya diperhitungkan. Penelitian yang dilakukan pada siswa kelas 6 sekolah dasar di Ankara, Turki menunjukkan bahwa tingkat tertinggi keyakinan siswa terhadap sumber dan perkembangan pengetahuan berkorelasi dengan tujuan berprestasi, tujuan belajar dan efikasi diri (K izilgunes, Tekkaya, & Sungur, 2009). Menurut penelitian lain yang dilakukan pada siswa yang tergabung dalam Capacity Building Mileage Programme (CBMP) di Hong Kong, China, ditemukan bahwa pelajar dewasa
9
yang aktif dan memiliki efikasi diri yang baik dalam pendidikan cenderung mencapai kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan mereka yang tidak aktif dan memiliki efikasi diri rendah (Leung, 2011). Penelitian
yang
dilakukan
pada
remaja
di
Hong
Kong,
China
menunjukkan bahwa kekhawatiran utama sisw a berpusat pada hal yang berkaitan dengan sekolah seperti ujian, dorongan naik kelas, dan mendapatkan pekerjaan setelah lulus. Siswa juga khawatir pada status kesehatan dan keuangan keluarga. Ketika kekhawatiran ini menjadi dorongan positif bagi siswa terhadap situasinya, maka perhatian ini akan berub ah menjadi sebuah efikasi diri. Perubahan ini disaat siswa menjadi lebih positif dalam menanggapi permasalahannya, menjadi pribadi yang dapat dipercaya, memiliki kompetensi sosial yang baik dan asertif (Tang & W estwood, 2007). Selain efikasi diri, m otivasi juga merupakan konstrak yang sangat penting bagi hasil kognitif dan afeksi siswa serta pilihan akademik mereka, yaitu tujuan motivasi siswa (Lerdpomkulrat, Koul, & Sujivorakul, 2012). Tujuan individu tersebut berdasarkan teori tentang diri diyakini mempengaruhi motivasi untuk belajar. Entitas keyakinan berkaitan dengan bermacam -macam hasil kognitif dan afeksi, termasuk prestasi belajar. Motivasi berprestasi penting dalam mengarahkan performansi akademik siswa di masa depan (Bandura, 1997). Motivasi merupakan kajian permasalahan yang
kompleks.
Motivasi
tidak
hanya
mempengaruhi
cara
orang
menginvestasikan waktu untuk melakukan banyak hal, tetapi juga berkaitan dengan banyaknya energi yang dikeluarkan untuk sebuah tugas spesifik. Motivasi juga diartikan sebagai cara merasa dan berpikir tentang tugas dan ketekunan yang ditunjukkan dalam menghadapi kesulitan selama melakukan
10
tugas tersebut (Urdan & Schoenfelder, 2006). Menurut W ade dan Tavris (2007), motivasi berprestasi diartikan sebagai kebutuhan seseorang untuk berprestasi yang didorong oleh keinginan mencapai suatu standar keberhasilan dan keunggulan pribadi di suatu bidang tertentu. Hashmi dan Shaikh (2011) dalam ulasan penelitiannya menunjukkan pentingnya motivasi dalam mencapai prestasi siswa. Penelitian dilakukan pada mahasiswa keguruan dari Institute of Education and Reseach, University of the Punjab Lahore, Pakistan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mengambil program keguruan merupakan motivasi awal untuk mengajar. Oleh karena itu , pengukuran motivasi dapat dijadikan sebagai penilaian mahasiswa masuk universitas tersebut. Dengan adanya motivasi maka mahasiswa keguruan akan berkomitmen kuat untuk berprestasi menjadi guru dan mampu mengajar dengan baik. Penelitian mengenai motivasi berprestasi juga pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian dilakukan pada siswa sekolah dasar di tiga kecamatan di Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi memiliki hubungan yang positif
terhadap
prestasi belajar. Dari beberapa
variabel penelitian
yang
digunakan, variabel motivasional memberikan kontribusi efektif sebesar 8,29% (Siskandar, 2013 ). Hal tersebut menunjukkan bahwa motivasi berperan terhadap prestasi. Berdasarkan penjelasan dan pemaparan beberapa penelitian tersebut menunjukkan bahwa penting meneliti peran efikasi diri matematika dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar matematika, karena kedua variabel tersebut dapat menjadi prediktor terhada p prestasi belajar matematika. Hal ini mengingat bahwa pada kenyataannya masih banyak siswa yang memiliki prestasi belajar
11
matematika yang rendah. Berdasarkan data nilai matematika Ujian Nasional tahun 2014 tingkat Sekolah Menengah Pertama yang didapat dari Disdikpora DIY (2014), seperti pada tabel. 1 menunjukkan bahwa pencapaian nilai matematika terendah berada di Kabupaten Gunung Kidul dengan klasifikasi C dan perolehan rata-rata nilai 6,48. Berdasarkan analisa lebih lanjut, rata -rata nilai matematika terendah diperoleh sekolah -sekolah khususnya yang berada di Kecamatan Saptosari, Gunung Kidul, Yogyakarta , dengan perolehan nilai 5,92. Tabel 1 Data Nilai Matem atika Ujian Nasional SMP Tahun Pelajaran 2013/2014 Kota/Kabupaten Daerah Istim ewa Yogyakarta
Kabupaten
Klasifikasi
Mean
SD
Rentang Nilai 4,00-5,49 Jum lah
%
Jum lah Peserta
Kota Yogyakarta
B
7,5
1,44
641
8,48
7574
Kab. Bantul
B
7,03
1,34
1181
1095
10789
Kab. Kulon Progo
B
6,83
1,32
902
15,57
5793
Kab. Sleman
B
7,03
1,39
1757
13,58
12942
Kab. Gunung Kidul
C
6,48
1,22
1897
20,28
9354
Sumber : Disdikpora DIY (2014) Berdasarkan pemaparan permasalahan tersebut yang menjadi latar belakang penelitian ini. Penulis bermaksud m enegaskan kembali secara empirik apakah efikasi diri matematika dan motivasi berprestasi berperan terhadap prestasi belajar matematika siswa SMP di Kecamatan Saptosari, Gunung Kidul, Yogyakarta.
B. Rum usan Masalah Data nilai matematika pada Ujian Nasional di Kabupaten Gunung Kidul mendapat nilai yang paling rendah dibandingkan Kabupaten -kabupaten yang
12
lainnya, yaitu 6,48 dengan klasifikasi C. Berdasarkan analisa lebih lanjut rata -rata nilai matematika terendah berada di sekolah -sekolah khususnya di Kecamatan Saptosari, Gunung Kidul, dengan perolehan nilai 5,92. Faktor yang dimungkinkan mempengaruhi prestasi belajar matematika adalah efikasi diri matematika dan motivasi berprestasi siswa yang rendah. Berdasarkan paparan latar belakang masalah, maka perumusan masalah penelitian ini ada lah apakah efikasi diri matematika
dan
motivasi
berprestasi
berperan
terhadap
prestasi belajar
matematika siswa.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan pemetaan permasalahan penelitian, tujuan penelitian ini adalah
untuk
mengetahui peranan
efikasi
diri
matematika
dan
motivasi
berprestasi terhadap prestasi belajar matematika siswa. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat baik dari segi teoritis maupun praktis. Adapun manfaat tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan menambah
referensi ilmiah bagi ilmu psikologi pendidikan mengenai peranan efikasi diri matematika dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar matematika siswa. 2.
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tambahan bagi
pihak sekolah
terutama
guru
matematika
mengenai peranan
efikasi diri
matematika, motivasi berprestasi dan prestasi belajar matematika siswa .
13
D. Perbedaan Dengan Penelitian Sebelum nya Penelitian mengenai efikasi diri akademik dan motivasi berprestasi dengan prestasi belajar matematika pernah diteliti, namun demikian penulis tetap menemukan beberapa perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tersebut antara lain : Penelitian yang dilakukan oleh Adeyemi (2012) mengenai dampak teman sebaya dan penilaian diri terhadap efikasi diri dan kemandirian siswa belajar matematika, dan sikap siswa laki-laki dan perempuan terhadap penggunaan teman sebaya dan penilaian diri pada pelajaran matematika. Penel itian dilakukan pada siswa sekolah menengah atas di negara Osun. Hasil penelitian ditemukan bahwa teman sebaya dan penilaian diri terhadap pelajaran matematika dapat meningkatkan efikasi diri dan menunjukkan kemandirian belajar siswa pada pelajaran matematika. Hasil penelitian ditemukan
juga
bahwa
tidak ada
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan peningkatan efikasi diri siswa yang menggunakan teman sebaya atau menggunakan penilaian diri, namun
jenis
kelamin
berpengaruh
secara
signifikan
pada
p eningkatan
kemandirian belajar siswa. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa memiliki sikap yang positif terhadap penggunaan teman sebaya dan penilaian diri, namun sikap mereka terhadap penggunaan strategi penilaian tidak tergantung pada jen is kelamin. Penelitian dilakukan oleh Yurt dan Sunbul (2014) mengenai hubungan antara pemecahan masalah matematika dan keterampilan penalaran, sumber efikasi diri matematika, kemampuan spasial dan prestasi matematika. Penelitian dilakukan pada siswa tingka t 8 di Konya, Turki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber efikasi diri matematika, penalaran dan keterampilan matematika,
14
dan kemampuan spasial memiliki dampak positif terhadap prestasi matematika. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sumber efikas i diri matematika memiliki dampak
positif
pada
penalaran
dan
keterampilan
pemecahan
masalah,
kemampuan spasial, dan prestasi matematika. Penelitian dilakukan oleh Nasiriyan, Azar, Noruzy, dan Dalvand (2011) untuk melihat pengaruh efikasi diri, tujuan berprestasi, nilai tugas dan usaha terhadap prestasi matematika siswa dengan menggunakan model analisis jalur. Penelitian dilakukan pada siswa sekolah menengah atas di Mahabad Iran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efikasi diri memberikan dampak langsung pada penguasaan tugas, tujuan pendekatan dan penghindaran kinerja, dan prestasi matematika. Nilai tugas memberikan dampak langsung pada tujuan penguasaan dan usaha. Tidak ada hubungan langsung pa da tujuan pendekatan kinerja dengan prestasi matematika. Tujuan penguasaan memberikan dampak positif pada usaha tetapi tidak berpengaruh langsung pada tujuan pendekatan kinerja dan tujuan penghindaran kinerja dengan usaha. Penelitian dilakukan oleh Stevens, dkk (2004) untuk mengevaluasi prestasi matematika siswa Hispanik dan Kaukasia yang dihubungkan dengan variabel efikasi diri dan motivasi. Penelitian dilakukan pada siswa sekolah tingkat 9 dan 10 di Texas Barat dengan sampel dikelompokkan berdasarkan etnis Hispanik dan Kaukasia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara efikasi diri dan prestasi matematika dan hubungan tersebut
lebih kuat
pada siswa Hispanik daripada siswa Kaukasia. Sistem motivasional juga memprediksi
prestasi
matematika
pada
semua
etnis,
meskipun
pada
pengalaman penguasaan siswa Kaukasia tidak memiliki penekanan yang terlalu banyak dibandingkan pada siswa Hispanik.
15
Penelitian dilakukan oleh Akin dan Kurbanoglu (2011) untuk menjelaskan hubungan antara kecemasan matematika, sikap terhadap matematika, dan efikasi diri. Penelitian dilakukan pada mahasiswa yang terdaftar di Universitas Sakarya,
Turki.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
kecemasan
pada
matematika menampilkan sikap negatif dan efikasi diri yang rendah p ada mahasiswa. Di sisi lain, sikap yang positif berhubungan dengan efikasi diri yang tinggi. Berdasarkan analisis jalur, sikap positif memprediksi secara positif dan sikap negatif memprediksi secara negatif dengan efikasi diri. Efikasi diri dan sikap positif memprediksi kecemasan pada matematika menjadi rendah dan begitu juga sebaliknya. Penelitian dilakukan oleh Teoh, dkk (2010) untuk mengidentifikasi faktor yang menjelaskan variasi dan pengukuran tingkat motivasi pada pelajaran matematika di universitas. Selain itu, penelitian ini juga menjelaskan penggunaan analisis faktor yang menggali keyakinan pribadi dan faktor motivasional. Penelitian dilakukan pada mahasiswa universitas di Malaysia yang sedang belajar matematika. Hasil penelitian menunjukkan ada tujuh faktor yang mempengaruhi motivasi mahasiswa pada pelajaran matematika, faktor -faktor tersebut
antara
lain
(1) pentingnya
pembelajaran,
(2)
percaya
diri,
(3)
ketertarikan, (4) usaha, (5) dukungan keluarga, (6) kebebasan atau arahan diri sendiri, dan
(7) perhatian guru. Faktor-faktor ini digunakan
juga dalam
menjelaskan keyakinan mereka saat belajar matematika yang dikategorikan menjadi (1) makna belajar bagi diri sendiri, (2) faktor eksternal berkaitan dengan intervensi keluarga dan guru, dan (3) faktor p ersonal atau internal dari siswa sendiri.
16
Penelitian dilakukan oleh Keklik, D dan Keklik (2013) mengenai motivasi dan strategi belajar siswa. Penelitian dilakukan pada siswa sekolah menengah atas di Kabupaten Altindag, Ankara, Turki. Hasil penelitian menun jukkan bahwa faktor-faktor seperti nilai tugas, lingkungan dan waktu belajar, efikasi diri, orientasi tujuan ekstrinsik, kecemasan pada tes, teman belajar sebaya, dan organisasi secara signifikan memprediksi tingkat prestasi matematika siswa. Selain itu, b eberapa faktor motivasi dan strategi belajar juga secara signifikan memprediksi tingkat prestasi siswa di setiap tingkat kelas. Penelitian dilakukan oleh Bjornebekk, Diseth, dan Ulriksen (2013). Penelitian longitudinal dilakukan pada mahasiswa program ilmu pendidikan di universitas Norwegia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan
antara
variabel
motivasional
dengan
prestasi
akademik
mahasiswa. Variabel motivasional memiliki sumbangan efektif sebesar 10% dalam memprediksi presta si belajar. Berdasarkan telaah beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian sebelumnya meneliti mengenai efikasi diri matematika dan dikaitkan dengan prediktor lain, juga mengenai motivasi d ikaitkan dengan prediktor lain pada pelajaran matematika. Penekanan dalam penelitian ini adalah efikasi diri matematika dan motivasi berprestasi sebagai prediktor prestasi belajar matematika . Hasil penelitian ini ingin melihat juga seberapa besar peran efikasi diri matematika dan motivasi berprestasi
terhadap
prestasi
belajar
matematika.
Selanjutnya,
beberapa
penelitian tersebut ditujukan pada siswa sekolah menengah atas dan mahasiswa di universitas, sedangkan penelitian in i ditujukan pada siswa kelas 8 yang berada di Kecamatan Saptosari, Gunung Kidul.