BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang Masalah
Marketing Politik adalah seperangkat metode yang dapat memfasilitasi kontestan (individu atau partai politik) dalam memasarkan inisiatif politik, gagasan politik, isu politik, ideologi politik, karakteristik pemimipim partai dan program kerja partai
kepada masyarakat, Firmanzah (2007). Ilmu marketing
mengalami perkembangan dari jaman ke jaman untuk menemukan bentuknya. Defenisi dari Hughess dan Dann (20006), marketing adalah segala bentuk funsi organisasi dan berbagai bentuk proses untuk menciptakan dan menyampaikan nilai kepada konsumen sehingga dapat menguntungkan organisasi.
Iklim demokrasi yang berkembang di Indonesia semenjak era reformasi telah membuka kesempatan bagi berbagai partai politik untuk berkembang. Praktek politik di Indonesia sendiri telah berkembang sedemikian pesat dengan memanfaatkan aplikasi berbagai disiplin ilmu manajemen seperti marketing. Hal ini didorong oleh heterogennya masyarakat Indonesia serta meningkatnya taraf ekonomi dan pendidikan masyarakat yang membuat partai politik harus mengaplikasikan berbagai praktek marketing untuk dapat bersentuhan dengan masyarakat.
Semakin banyaknya pilihan media komunikasi juga mendorong kebutuhan aplikasi konsep marketing dalam berpolitik di Indonesia. Political Marketing
Universitas Sumatera Utara
sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai suatu disiplin ilmu, karena aplikasinya di lapangan memerlukan metodologi yang kuat untuk dapat memberikan hasil yang efektif. Sekedar ikut-ikutan saja tidak akan memberikan hasil selain membuang biaya percuma. Dalam hal ini institusi kampus harus mampu mengembangkan dan menawarkan ilmu ini sebagai suatu bidang studi. Ahli-ahli political marketing akan semakin dibutuhkan di Indonesia.
Contoh penerapan marketing yang paling nyata di Indonesia adalah positioning dalam kampanye politik. Mengingat keberagaman masyarakat Indonesia, maka positioning seorang kandidat ataupun parpol harus dilakukan secara berbeda untuk setiap segmen masyarakat yang berbeda. Pemahaman profil pemilih atau calon pemilih di suatu wilayah menjadi sebuah keharusan bagi parpol untuk bisa sukses. Pesan-pesan politik yang diangkat di satu wilayah harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi wilayah tersebut yang bisa jadi berbeda dengan pesan yang diangkat di wilayah yang lain. Banyak hal yang dapat mendukung kesuksesan kampanye politik di Indonesia, diantaranya adalah popularitas dari seorang kandidat seperti artis yang terbukti cukup efektif sebagai pendongkrak suara.
Umumnya parpol besar di Indonesia sudah memanfaatkan pula jasa konsultan political marketing untuk membantu dalam meramu pesan yang akan diangkat untuk setiap segmen pemilih yang dibidik serta memilih media komunikasi yang sesuai. Bahkan pilihan warna yang digunakan dalam kampanye juga menentukan kesuksesan.
Universitas Sumatera Utara
Advertising melalui media televisi dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk meningkatkan popularitas kandidat maupun parpol walaupun diragukan apakah dapat efektif pula mendongkrak tingkat elektabilitas seorang kandidat atau parpol tersebut. Tingkat pendidikan masyarakat harus diperhatikan, karena masyarakat berpendidikan tinggi mungkin cenderung merasa muak jika dibombardir dengan pesanpesan yang sifatnya menonjolkan kandidat atau parpol. Black campaign juga dinilai kurang efektif untuk Indonesia.
Salah satu cara yang sering dipakai adalah soft campaign melalui aksiaksi sosial seperti perbaikan sekolah, layanan kesehatan, pembangunan tempat ibadah maupun infrastruktur masyarakat. Menurut pengalaman selama ini, cara soft campaign tersebut terbukti paling ampuh dan efektif. Memang diakui banyak parpol yang sifatnya jor-joran untuk meraih suara dalam waktu singkat, namun untuk keberlangsungan sebuah parpol dalam jangka panjang, kontinuitas dalam pemasaran menjadi sebuah keharusan.
Memang semua aktivitas ini memerlukan biaya yang tidak sedikit, untuk itu bagi parpol yang keuangannya tidak terlalu kuat akan memilih jalan pemasaran secara gradual dengan cara mempertahankan basis pemilih yang sudah diperoleh melalui aksi-aksi nyata mewujudkan program-program yang diangkat saat kampanye sebelumnya dengan harapan pemilih atau simpatisan baru akan dapat direkrut seiring semakin kuatnya track record parpol dalam mewujudkan program-programnya.
Universitas Sumatera Utara
Pemilu Legislatif 2009 ini akan diwarnai dengan momen yang penting bagi segenap bangsa Indonesia, yaitu pemilu legislatif dan presiden. Partai-partai politik (parpol) saling bersaing mengusung calon anggota legislatif (caleg) Pemilu Legislatif Tahun 2009 ini akan diwarnai dengan momen yang penting bagi segenap bangsa Indonesia, yaitu pemilu legislatif. Partai-partai politik (parpol) saling bersaing mengusung calon anggota legislatif (caleg)
masing-masing agar
bisa menembus kursi DPR . Tak ayal, fungsi pemasaran sangat mereka butuhkan, dalam hal ini pemasaran politik (political marketing).
Saat ini pemasaran politik bisa dilakukan oleh siapa pun, termasuk parpol. Parpol menjanjikan pengharapan kepada para konstituennya, dengan pamrih untuk meraup apresiasi dan dukungan dari mereka. Tiga hal utama yang mereka tawarkan adalah organisasi parpol itu sendiri, sosok tokoh partainya, dan acaraacara (events) yang mereka selenggarakan. Tujuan aktivitas pemasaran mereka ada dua, yaitu untuk meraih pendukung baru dan mempertahankan pendukung, baik yang lama maupun baru, setidak-tidaknya sampai pemilu berikutnya.
Untuk mendukung strateginya, parpol harus melakukan serangkaian langkah yang lazim dalam pemasaran bisnis dan tidak terpisahkan, yaitu segmentation, targeting, dan positioning. Sebagai fokus, positioning merupakan upaya untuk membangun citra produk sehingga tampak sangat jelas (distinct) di benak konsumen. Positioning yang sukses dibangun dengan menawarkan manfaat (benefit) produk, alih-alih fiturnya, dan mengomunikasikan unique selling proposition
(USP)
dari produk.
Tugas bagi parpol kemudian
adalah
Universitas Sumatera Utara
mengidentifikasi manfaat dan USP-nya. Permasalahannya, kehadiran begitu banyak jumlah parpol, caleg, membuat banyak calon pemilih kebingungan dalam memutuskan sosok-sosok yang akan dipilih dalam pemilu kelak. Bagaimanapun juga, calon pemilih memiliki persepsinya sendiri-sendiri terhadap barangan dagangan yang dijajakan oleh para parpol, caleg, dan capres. Dalam hal citra partai dan pemimpin partainya,
Kalau dipikir-pikir, yang lebih parah lagi adalah parpol dengan pemimpin partai yang citranya sama-sama rendah. Sepertinya tiada harapan bagi mereka nanti. Oleh karena itu, parpol harus terus bekerja keras dalam melakukan pemasaran politik demi meraih dukungan calon pemilih. Para calon pemilih butuh diyakinkan bahwa janji-janji parpol yang serba manis itu bisa benar-benar terwujud seandainya mereka terpilih nanti terlebih karena para calon pemilih masa kini cenderung kian rasional
Diperkirakan, sampai beberapa kali pemilu, di Indonesia Pemilu akan senantiasa akan diikuti banyak partai. Dalam kondis seperti itu, para pemilih tak akan mampu mengingat begitu banyak nama partai, proses awal yang penting sebelum pemilih menetapkan pilihannya. Konon lagi untuk mengetahui programprogram utama dan nama-nama para kandidat yang ditawarkan partai. Dengan demikian mayoritas partai-partai yang ikut pemilu itu akan sulit dikenal pemilih, apalagi membedakannya dengan partai lain.
Cukup beralasan untuk mengatakan bahwa partai-partai politik itu tidak gampang mencapai sasaran obyektif (target suara atau kursi) dengan cara-cara
Universitas Sumatera Utara
kampanye dan kegiatan kehumasan konvensional. Tantangan besar khususnya akan dihadapi partai-partai baru. Tanpa langkah-langkah terobosan, partai-partai baru akan sulit meraih suara, bahkan hanya sekedar dikenal baik oleh para pemilih. Langkah-langkah terobosan itu hanya bisa dilakukan dengan strategi yang jitu, termasuk menerapkan polical marketing.
Partai-partai besar sangat diuntungkan oleh publikasi yang luas dan gratis sehingga dikenal para calon pemilih. Bahkan sebagian pemilih sudah “mengidentifikasikan” dan “menyimpatikan” diri mereka kepada partai tertentu. Ini antara lain disebabkan oleh kebijakan suatu partai “mencatelkan” diri dengan organisasi massa di tingkat akar rumput. Dan juga citra besar tokoh-tokoh partai yang terbentuk oleh perilaku masa silam, semisal perjuangan mencetuskan reformasi atau tindakan-tindakan lainnya yang diakui oleh masyarakat.
Sungguhpun partai-partai besar itu memperoleh posisi strategis yang menguntungkan, mereka juga menghadapi tantangan besar. Selain bersaing dengan pendatang baru, mereka juga akan bersaing dengan partai-partai besar lainnya untuk meraih kekuasaan. Karena itu pula, tidak bisa tidak, setiap partai harus melaksanakan strategi yang jitu, termasuk menerapkan political marketing.
Dengan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk meneliti PERANAN MARKETING
POLITIK DALAM PEMERNANGAN PEMILU (Studi
Kasus: Strategi Politik Oloan Simbolon, ST dalam Pemenangan Pemilu Legislatif 2009 dari Daerah Pemilihan VIII Sumatera Utara)
Universitas Sumatera Utara
2. Perumusan Masalah
Yang menjadi masalah penelitian ini adalah: Bagaimanakah Marketing Politik berperan untuk memenangkan Oloan Simbolon dalam Pemilu Legislatif 2009 dari Daerah Pemiihan VIII Sumatera Utara.
3. Tujuan masalah
Atas dasar perumusan masalah, maka yang menjadi
tujuan dalam
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis peran Marketing Politik
dalam
Pemenangan Pemilu Oloan Simbolon dalam Pemilu Legislatif 2009 dari Daerah Pemilihan VIII Sumatera Utara. 2. Untuk mengetahui pengaruh Marketing Politik dalam Pemenangan Pemilu Oloan Simbolon dalam Pemilu Legislatif 2009 dari Daerah Pemilihan VIII Sumatera Utara.
4. Mamfaat Penelitian Mamfaat dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis, penelitian ini sebagai salah satu kajian ilmu politik dan sangat erat dengan partai politik dan diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran konsep-konsep dalam pengembangan marketing politik.
Universitas Sumatera Utara
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi para individu yang berkeinginan sebagai kontestan atau tim sukses kontestan. 3. bagi penulis, penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan berpikir penulis melalui karya ilmiah dalam penelitian ini, serta melihat penerapan konsep-konsep ilmu politik dalam kehidupan praktis masyarakat.
5. Kerangka Teori 5. 1. Marketing Politik Sejak Konsep marketing diutarakan Kotler ditahun 1972 mengemukakan bahwa marketing berlaku baik pada sektor publik dan non-komersial. Cakupan dari marketing ini sangatlah luas. Diungkapakan oleh Firmanzah (2004) bahwa pertukaran yang terjadi tidak saja pertukaran ekonomi, pertukaran ini juga dapat terjadi dalam konteks sosial secara luas, tidak hanya terbatas pada perusahaan swasta, tetapi juga pada organisasi sosial non frofit, museum, rumah sakit pemerintah, dalam bentuk pertukaran ide, norma dan symbol. Dalam hal ini, konteks politik pun dalam mengaplikasikan konsep dan teori marketing. Firmanzah meyakini bahwa marketing politik merupakan metode dan konsep aplikasimarketing dalam konteks politik, marketing dilihat sebagai seperangkat metode yang dapat memfasilitasi kontestan (individu atau partai politik) dalam memasarkan insiatif politik, gagasan politik, isu politik, ideologi partai, karakteristik pemimpin partai dan program kerja partai kepada masyarakat atau kontestan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penggunaan metode marketing dalam bidang politk dikenal sebagai marketing politik (marketing politik). Levi dan Kotler, (1997) menganggap bahwa marketing berperan dalam memebangun tatana sosial, dan berargumen bahwa penggunaan konsep marketing tidak hanya terbatas pada bisins saja. Kenyatan ini lebih menarik perhatian banyak pihak untuk menerapkan ilmu marketing diluar konteks organisaasi bisnis. Marketing dapat diaplikasikan kedalam bentuk organisasi, yang tidak hanya berorientasi kepada keuntungan ekonomi semata dan lebih menitik beratkan aktifitasnya kepada hubungan jangka panjang dengan konsumen dan stakeholder. Adnan Nursal memiliki konsep seperti konsep marketing politiknya Firmanzah. Adnan Nursal memandang political marketing adalah strategi kampaye politik untuk membentuk serangkaian makna politis tertentu didalam pikiran para pemilih. Maka polits ini inilah yang menjadi output penting marketing politk yang menentukan, pihak mana yang akan dicoblos dalam pemilih. Produk poltik yang dimaksud oleh Adnan dapat diartikan sebagai figure, gagasan politik dan visi misi. Yang terangkum dalam identitas khas dan konsisten berupa nama, logo. Push marketing pada dasarnya adalah usaha agar produk politik dapat menyentuh para pemilih secara langsung atau dengan cara yang lebih costumized (personal). Pull marketing adalah penggunaan media dengan dua cara yaitu dengan membayar atau tidak membayar. Pas marketing ialah pihak-pihak, baik perorangan maupun kelompok yang bepengaruh besar terhadap pemilih yang dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu infulencer aktif dan infulencer pasif.
Universitas Sumatera Utara
Paid marketing adalah penggunaan media yang lazim digunakan untuk memasang iklan adalah televisi, radio, media cetak, website dan media luar ruang. Dalam tujuannya untuk mempengaaruhi kosnstituen agar dapat berpihak kepaa seseorang kontestan diperlukanlah seperangkat instrument fasilitas yang dapat mendekatkan seseorang kontestan kepada konstituen tersebit dipilih oleh konstituen, pemahaman markrting politik oleh Firmanzah maupun Adnan Nursal adalah merupakan dua konsep yang sama, yang berbicara tentang perjuangan untuk menjadikan seseorang kontestang dapat dipilih melalui pemilihan umum kepada konstituen. Tapi ini bukanlah sebuah garansi yang menghasilkan sebuah kemenangan akan tetapi apabila konsep marketing politik yang dibentuk serta diaplikasikan secara trampil akan dapat menghasilkan hasil yang memuaskan. Pemaksimalan kemenangan pada pemilihan umum bergantung pada efektifitas dan efisiensi pengaplikasian marketing politik tersebut sehingga sampai pada tujuannya. Pada konteksnya pemilihan umum legislatif bapak Oloan Simbolon, ST mengaplikasikan marketing politik tersebut menjadi sebuah bentuk kelompok-kelompok tim yang nota benenya berfungsi sebagai tim pemenangan di daerah pemilihan VIII Sumatera Utara, penggunaan seperti posko pendukung, posko simpatisan Oloan Simbolon, ST mulai bertebaran disaan pra pemilihan calon legislatif, kelompok
yang seperti inilah yang
menjembatani dan
memfasilitasi bertemunya bapak Oloan Simbolon, ST dengan masyarakat guna bertatap muka serta berinteraksi dengan masyarakat, yang akhirnya secara politis juga memberikan sinyal yang mengisyaratkan bahwa bapak Oloan Simbolon, ST
Universitas Sumatera Utara
bersedia untuk maju pada pemilihan umum legislative daerah pemilihan VIII Sumatera Utara 2009. Wring (1996) menunjukkan bahwa aktifitas marketing politik telah lama dilakukan oleh partai politik di Inggris, dinyatakan bahwa semasa periode pemilu di Inggris tahun 1929, partai konservatif menjadi partai pertama menggunakan biro iklan (Halford-Bottomley Advertising Service) dalam membantu mendesain dan mendistribusikan poster dan pamphlet. Sementara Partai Buruh memulai penggunaan marketing dalam dunia politik ketika diresmikannya publiksai di tahun 1917, dibantu oleh agen publikasi Egerton Wake yang kemudian berperan aktif dalam kampanye buruh.
5. 2. Komunikasi Politik Istilah komunikasi politik merupakn perpaduan antar setidaknya dan disiplin ilmu yang saling terkait diantara keduanya yaitu komunikasi da politik. “Dale S. Beach” mengartikan komunikasi sebagai sebuah penyampaian informasi dan pengertian dari orang yang lain. (Dale S. Beach, 1975:581).1 Sementara “Carl Hovland”
mendefinisikan komunikasi sebagai upaya yang sistematis untuk
merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. 2 “Harold D. Laswell dan A. Kaplan” dalam “Power and Society” mengarikan Ilmu Politik adalah mempelajari pembentukan dan pembagian
1
Penjelasan Dale S. Beach dikutip dari buku Drs. Moekijat, 1993, berjudul Teori Komunikasi , Mandar Maju : Hal. 4 2 Dikutip dari buku Prof. Drs. Onong Uchjana Efendy. MA. 1990. berjudul Ilmu Komunikasi teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya : Bandung, Hal. 10
Universitas Sumatera Utara
kekuasaan. 3 Kegiatan komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasrkan konsekuensi-konsekuensinya (actual maupun potensila) yang mengatur perbuatan manusia di dalam kondisi-kondisi konflik. 4 Secara sederhana komuniksai politik adalah sebuah proses komuniksai yang memiliki dampak ataupun muatan politis. Dalam system politik di Indonesia, komuniksai politik merupakan salah satu fungsi dalam sistem politik itu. Melalui komuniksai politik rakyat memberikan dukungan, meyampaikan aspirasi, dan melakukan pengawasan terhadap sistem politik. Melalui itu pula rakyat mengtahui apakh dukungan, aspirasi, dan pengawasn itu tersalur atau tidak sebagaimana dapat mereka simpulkan dari berbagai kebijakan politik yang diambil. Pengertian komunikasi politik dalam kerangka konsep “Marketing Politik” dimaksud disini adalah berpusat pada komunikasi politik yang berproses antara kontestan idividu atau partai politik terhadap kostituen dan juga sebaliknya. Jalur yang kerap ditempuh dalam menyampaikan sebuah ide politik, program kerja, visi-misi, dan lain sebagainya dikembangkan melalui beberapa jalur diantaranya media massa, kekuatan sosial politik dan lain sebagainya.
Komunikator politik utama memainkan peran sosial yang utama, teristimewa dalam proses opini publik. Karl Popper mengemukakan “teori pelopor
3
Penjelasan tentang ilmu politik ini dikutip dari buku Prof. Miriam Budiarjo, 1977, Dasar-dasar Ilmu Politik , Gramedia : Jakarta, Hal, 10 4 Dikutip dari buku Dan Nimo, 2005 berjudul Komunikasi Politik : Komunikator , Pesan, dan Media, Remaja Rosdakarya, Hal. 9
Universitas Sumatera Utara
mengenai opini publik”, yakni opini publik seluruhnya dibangun di sekitar komunikator politik. 5
Komunikator Politik terdiri dari tiga kategori: Politisi, Profesional, dan Aktivis.
1. Politisi adalah orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah, seperti aktivis parpol, anggota parlemen, menteri, dsb. 2. Profesional adalah orang yang menjadikan komunikasi sebagai nafkah pencahariannya, baik di dalam maupun di luar politik, yang uncul akibat revolusi komunikasi:
munculnya media
massa lintas batas dan
perkembangan sporadis media khusus (majalah internal, radio siaran, dsb.) yang menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan. Terdiri dari jurnalis (wartawan, penulis) dan promotor (humas, jurubicara, jurukampanye, dsb.). 3. Aktivis – (a) Jurubicara (spokesman) bagi kepentingan terorganisasi, tidak memegang atau mencita-citakan jabatan pemerintahan, juga bukan profesional dalam komunikasi. Perannya mirip jurnalis. (b) Pemuka pendapat (opinion leader) –orang yang sering dimintai petunjuk dan informasi oleh masyarakat; meneruskan informasi politik dari media massa kepada
masyarakat.
Misalnya tokoh
informal
masyarakat
kharismatis, atau siapa pun yang dipercaya publik.
5. 3. Konsep Positioning 5
Dikutip dari buku Onong Uchjana Efendy, 2003 berjudul Ilmu, Teori dan Filsafat Komuniasi , Citra Aditya,
Universitas Sumatera Utara
Dalam disiplin Marketing, “menempatkan” seorang kandidat atau sebuah partai dalam pikiran para pemilih disebut positioning. Bagi orang-orang marketing, positioning sangat menentukan keberhasilan pemasaran. Positioning adalah sebuah mantra yang penting bagi orang-orang pemasaran di akhir abad ke20. 6 Menurut definisi, untuk political marketing, positioning adalah tindakan untuk menancapkan citra tertentu ke dalam benak para pemilih agar tawaran produk politik dari suatu kontestan memiliki posisi khas, jelas, dan meaningful. Positioning yang efektif akan menunjukkan perbedaan nyata dan keunggulan sebuah kontestan dibandingkan dengan kontestan pesaing. Positioning secara tidak langsung juga mendefenisikan pesaing: bahwa pesaing tidak dapat mewujudkan tawaran-tawaran tertentu sebaik pihak yang mencanangkan ppositioning tersebut Posisi yang khas, jelas, dan meaningful dari sebuah kontestan bersumber dari faktor-faktor pembeda yang dimiliki oleh kontestan tersebut dibandingkan dengan kontestan lain. Tetapi tidak semua faktor pembeda yang dimiliki oleh sebuah kontestan itu akan menghasilkan positioning yang egektif. Setidaknya diperlukan enam syarat agar sebuah perbedaan itu menjadi berharga: 1. Penting (Important) Perbedaan itu harus bernilai penting bagi para pemilih. Sebagai contoh, sebuah partai politik bisa saja membedakan dirinya dengan partai lain
6
Kasali, 1997, Strategi dan Kampanye Pemasaran Partai Politik,”, Makalah Seminar dan Pemasaran Politik
Universitas Sumatera Utara
dengan cara memberi warna merah jambu kepada seluruh atribut partai seperti bendera, seragam pengurus, posko, dan sebaginya. 2. Istimewa (Distinctive) Sebagai pembeda, faktor tersebut tidak dimiliki oleh pihak lain seperti Bill Clinton berusia muda dan tidak dimiliki oleh Bob Dole. Akan tetapi, satu atau beberapa faktor yang juga dimiliki oleh pihak pesaing, masih bisa dijadikan sumber pembeda asalkan faktor tersebut diwujudkan dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan pihak pesaing. 3. Superior Perbedaan yang dimunculkan harus memberikan suatu manfaat yang lebih baik ketimbang cara-cara lain untuk menghasilkan manfaat yang sama. 4. Dapat dikomunikasikan (Communicable) Positioning itu mudah dipahami pemilih dan dikomunikasikan dengan berbagai media komunikasi. 5. Preemptive Perbedaan tersebut tidak mudah ditiru oleh pihak lain. 6. Jumlah Pemilih signifikan Yang terpenting adalah bahwa positioning tersebut pada akhirnya dapat meraih suara sesuai dengan sasaran obyektif kontestan. Jadi, positioning harus memiliki peran sentral dalam political marketing. Produk-produk politik seperti partai, kandidat, platform program dan sebagainya haruslah sebangun dengan positioning. Pengatur strategi harus berusaha melalui
Universitas Sumatera Utara
strategi branding bahwa kebijakan, ide-ide, isu-isu, gaya, dan nuansa yang diluncurkan merupakan hal otentik milik sendiri. Mengacu pada Butler dan Collins 7, positioning dimulai dengan mendefenisikan nilai-nilai inti (core value defining). Nilai-nilai inti dapat dikembangkan dari identitas kelas, agama, etnis, atau kelompok-kelompok sosial lainnya. Nilai-nilai inti juga bisa bersumber dari perpecahan fundamental sosial yang menimbulkan diskontinuitas historis seperti perang, formasi negara baru, krisis ekonomi, dan berbagai bentuk krisis lainnya.
5. 4. Jenis dan Strategi Positioning Sebuah partai harus mempunyai sebuah postioning agar dapat meraih massa. Berikut dijelaskan bagaimana mem-positioning-kan sebuah kontestan politik, yaitu: 1. Partai dapat diposisikan berdasarkan kategori partai tersebut. Sebuah contoh, sebuah partai dapat memposisikan diri sebagai partai nasionalisreligious. Akan tetapi positioning ini tidak efektif karena generik dan tidak menawarkan perbedaan khas dibandingkan partai lain yang nasionalisreligious. Positioning itu perlu dipertajam 2. Positioning berdasarkan atribut tertentu. Misalnya sebuah organisasi politik bisa saja memposisikan dirinya sebagai partai terbesar. Dengan positioning ini terkandung makna tidak langsung bahwa partai tersebut
7
Butler & Colins, 1996, “A Conceptual Framework of Political Marketing,” dalam I.B.Newman (ed), Handbook of Political Marketing, California: Sage Publication
Universitas Sumatera Utara
memiliki sumber daya yang besar sehingga mampu mewujudkan programnya dengan efektif dan efisien. 3. Positioning berdasarkan benefit, di mana partai akan memberi manfaat tertentu kepada para pemilih. Misalnya sebuah partai akan memposisikan dirinya sebagai partai yang akan menghapuskan sumbangan biaya pendidikan. 4. Positioning
berdasarkan
kategori
pemilih.
Sebuah
partai
dapat
memposiskan dirina sebagai partai wong cilik. Partai lainnya dapat memposisikan dirinya dengan kelompok sosial tertentu. 5. Positioning berdasarkan pesaing alias competitor positioning. Untuk
menciptakan
positioning
yang
efektif,
politisi
dapat
mengkombinasikan berbagai jenis positioning di atas. Tujuannya untuk menarik minat para pemilih dari satu atau beberapa segmen yang dibidik. Hanya saja, kombinasi itu harus dilakukan dengan cermat agar tidak menyulitkan para pemilih untuk menangkap makna positioning tersebut. Dalam berbagai buku teks pemasaran selalu disebutkan empat kesalahan yang harus dihindari dalam menetapkan positioning yakni,: 1. Underpositioning. Greget sebuah kontestan tidak dirasakan para pemilih karena tidak memiliki posisi yang jelas dan khas. Kontestan tersebut dianggap sama saja dengan kerumunan partai-partai lainnya sehingga para pemilih tidak bisa membedakan dengan partai-partai lainnya. 2. Overpositioning. Pemasar terlalu sempit memposisikan kontestannya sehingga mengurangi minat para pemilih di segmen yang dibidik.
Universitas Sumatera Utara
3. Confuse positioning. para pemilih rag-ragu karena positioning kontestan terlalu banyak atribut. 4. Doubtful positioning. Para pemilih meragukan kebenaran positioning yang disampaikan karena tidak didukung bukti yang memadai antara lain karena produk yang ditawarkan tidak sesuai dengan positioning. Terlihat terdapat empat pilihan strategi sebagai berikut: 8 1. Reinforcement strategy (strategi Penguatan) Strategi ini dapat digunakan oleh sebuah kontestan yang telah dipilih karena mempunyai citra tertentu dan citra tersebut dibuktikan oleh kinerja politik
selama
mengemban
jabatan
publik
tertentu.
Komunikasi
difokuskan kepada orang-orang yang dulu memilih kontestan ini dengan pesan bahwa pilihan Anda dulu itu sudah tepat dan tetaplah membuat pilihan yang sama untuk pemilihan saat ini. 2. Rationalization strategy (strategi rasionalisasi) Strategi ini dilakukan kepada kelompok pemilih yang sebelumnya telah memilih
kontestan
tertentu
karena
kontestan
tersebut
berhasil
mengembangkan citra tertentu yang disukai pemilih akan tetapi kinerjanya kemudian tidak sesuai dengan citra tersebut. Strategi rasionalisasi ini dilakukan untuk mengubah sikap para pemilih dan harus dilakukan dengan hati-hati. 3. Inducement strategy (strategi bujukan)
8
Newman &Shet. 1985. “A model of primary voter behavior,” dalam Jurnal of Consumer Research, 12, 178-187
Universitas Sumatera Utara
Strategi ini dapat diterapkan oleh kandidat yang dipersepsikan memiliki citra tertentu tapi juga memiliki kinerja atau atribut-atribut yang cocok dengan citra lainnya. 4. Confrontasi strategy (strategi konfrontasi) Stregi ini diterapkan kepada para pemilih yang telah memilih kontestan dengan citra tertentu yang dianggap tidak cocok dengan citra tertentu yang dianggap tidak cocok oleh pemilih dan kemudian kontestan tersebut tidak menghasilkan kinerja yang memuaskan pemilih.
5. 5. Political Branding Kebijakan dan isu politik adalah produk yang tidak bertujuan meskipun dipelopori oleh pihak tertentu. Pihak lain bias saja meniru atau mengambil alih kebijakan dan isu tersebut seolah-olah temuannya sendiri. Akan tetapi, sebuah kontestan politik dapat membangun halangan bagi pihak-pihak lain yang ingin mengusung policy atau isu tertentu yang dipelopori oleh partai tertentu. Caranya, kata Butler dan Collins, pengatur strategi harus mem-brand-kan kebijakan dan gagasan untuk membangun hambatan masuk. Dengan demikian, policy atau isu tertentu seolah-olah milik sendiri. Dalam branding produk politik yang ditawarkan harus sama dan sebangun dengan positioning. Bagian-bagian yang terdapat dalam bauran produk politik merupakan pilar-pilar yang mendukung positioning. Akan tetapi tidak semua bagian harus disampaikan dalam kampanye. Analisi kekuatan dan kelemahan dapat menjadi acuan untuk menetapkan focus kampanye. Sebuah kontestan dapat
Universitas Sumatera Utara
memilih beberapa bagian dari satu atau dua atau ketiga substansi produk poltik sebagai fokus yang akan ditawarkan dalam kampanye.
5. 6. Segmentasi Pemilih Segmentasi pada dasarnya bertujuan untuk mengenal lebih jauh kelompokkelompok pasar. Hal ini berguna untuk mencari peluang., menggerogoti segmen pemimpin pasar, merumuskan pesan-pesan komunikasi, melayani lebih baik, menganalisis perilaku konsumen, mendesain produk, dan lain sebagainya. Bainess
juga
mencatat,
ada
empat
factor
yang
mempengaruhi
perkembangan penerapan konsep segmentasi dan positioning dalam dunia politik 9: 1. Hanya terdapat sedikit informasi dari para pemilih dibandingkan para konsumen produk bisnis karena kuatnya ikatan stigma social terhadap politik dibandingkan dengan produk konsumsi 2. Dana yang tersedia untuk riset politik umumnya sangat terbatas dibandingkan dana untuk riset pemasaran dalam dunia batas. 3. Positioning produk dan positioning untuk kontestan politik adalah dua hal dengan proses berbeda. Sebuah merek produk politik bisa sukses dengan mem-positioning-kan citra dengan jelas, konsisten, kredibel, dan kompetitif. Political branding lebih sulit karena para politisi berhadapan dengan tingkat ketidakpastian yang lebih tinggi. 9
Bainess, P.R. et al. 1999. Operationalising Political Marketing: A Comparison of US and Western European Consultans and Managers. Middlesex University Discussion Paper Series
Universitas Sumatera Utara
4. Proses political marketing bisa bersifat intangible (tidak dapat diraba) dan pilihan politik para pemilih sangat bersifat emosional. Hal ini menyebabkan besarnya masalah yang harus diatasi untuk menciptakan citra baru dari seorang kandidat atau partai politik. Segmentasi pada pemasaran politik mempunyai lima tujuan yang identik dengan pemasaran produk komersial sebagaimana yang dikemukakan Rhenald Kasali 10: 1. Mendesain substansi tawaran partai terhadap partai atau kandidat secara lebih responsive terhadap segmen yang berbeda. Ini tak lain karena melakukan segmentasi berarti juga mendalami kepentingan, apresiasi, dan persoalan-persoalan politik yang menjadi perhatian setiap segmen. 2. Menganalisis preferensi pemilih karena dengan pemahaman karakter setiap
segmen
pemilih
memungkinkan
pemasar
mengetahui
kecenderungan pilihan politik setiap segmen. 3. Menemukan peluang perolehan suara. Mengetahui preferensi pilihan setiap segmen dan kekuatan pesaing akan menghantarkan pemasar untuk menemukan suatu peluang yang dapat diaraih secara lebih efektif dan efisien. 4. menentukan strategi komunikasi yang efektif dan efisien. Agar efektif dan efisien, perlu diterapkan pendekatan komunikasi yang berbeda untuk setiap segmen. Berikut disajikan beberapa pendekatan untuk memasarkan partai politik: 10
Kasali, R. 1998. Membidik Pasar Indonesia Segmentasi Targeting Positioning. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Universitas Sumatera Utara
a. Segmentasi Demografis Segementasi demiografis ialah pemilahan para pemilih berdasarkan karakteristik demografis seperti usia, gender, agama, pendidikan, pekerjaan, kelas social-ekonomi, dan sebagainya. Untuk pemasaran partai politik, pemahaman memdalam tentang segmentasi demografis dapat memberi kontribusi berharga untuk kesuksesan pemasaran, walaupun tetap dianjurkan untuk menggunakan pendekatan lainnya. b. Segmentasi Agama Hingga saat ini, segmentasi berdasarkan agama meruapakan salah satau pendekatan segmentasi yang penting untuk memahami karakter pemilih Indonesia. Beberapa studi menunjukkan, umumnya para pemilih nonIslam
tidak
memilih
partaipartai
Islam
atau
partai-partai
yang
dipersepsikan sebagai partai Islam. Dengan demikian, segmen pemilih yang tidak beragama Islam akan melirik partai yang memiliki landas imklusif dan pluralis atau partai ekslusif sesuai dengan agama-agama masing-masing segmen. c. Segmentasi Gender Hingga saat ini, segmentasi berdasarkan agama meruapakan salah satau pendekatan segmentasi yang penting untuk memahami karakter pemilih Indonesia. Beberapa studi menunjukkan, umumnya para pemilih nonIslam
tidak
memilih
partaipartai
Islam
atau
partai-partai
yang
dipersepsikan sebagai partai Islam. Dengan demikian, segmen pemilih yang tidak beragama Islam akan melirik partai yang memiliki landas
Universitas Sumatera Utara
imklusif dan pluralis atau partai ekslusif sesuai dengan agama-agama masing-masing segmen. d. Segmentasi Usia e. Segmentasi Kelas Sosial f. Segmentasi Geografis Segmentasi geografis membagi-membagi para pemilih berdasarkan wilayah tempat tinggal g. Segmentasi Psikografis Segmentasi psikografis adalah segmentasi berdasarkan gaya hidup, yakni bagaimana sesorang menghabiskan waktu dan uangnya. Dalam pemasaran politik, segmentasi psikografis berguna untuk mensosialisasikan atau mengomunikasikan tawaran partai kepada khalayak pemilih.
5. 7.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Partisipasi Politik
Masyarakat 1. Faktor Sosial Ekonomi Kondisi sosial ekonomi meliputi tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah keluarga. 2. Faktor Politik Peran serta politik masyarakat didasarkan kepada politik untuk menentukan suatu produk akhir. Faktor politik meliputi : a. Komunikasi Politik.
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi politik adalah suatu komunikasi yang mempunyai konsekuensi politik baik secara aktual maupun potensial, yang mengatur kelakuan manusia dalam keberadaan suatu konflik. 11 Komunikasi politik antara pemerintah dan rakyat sebagai interaksi antara dua pihak yang menerapkan etika. b. Kesadaran Politik. Kesadaran politik menyangkut pengetahuan, minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik. Tingkat kesadaran politik diartikan sebagai tanda bahwa warga masyarakat menaruh
perhatian
terhadap
masalah
kenegaraan
dan
atau
pembangunan c. Pengetahuan Masyarakat terhadap Proses Pengambilan Keputusan. Pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan menentukan corak dan arah suatu keputusan yang akan diambil d. Kontrol Masyarakat terhadap Kebijakan Publik. Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik yakni masyarakat menguasai kebijakan publik dan memiliki kewenangan untuk mengelola suatu obyek kebijakan. Kontrol untuk mencegah
11
Nimmo, Dan. Polical Communication and Public Opinion in America , Goodyear Publishing Co, 1993
Universitas Sumatera Utara
dan mengeliminir penyalahgunaan kewenangan dalam keputusan politik kontrol masyarakat dalam kebijakan publik adalah the power of directing. Juga mengemukakan ekspresi politik, memberikan aspirasi atau masukan (ide, gagasan) tanpa intimidasi yang merupakan problem dan harapan rakyat, untuk meningkatkan kesadaran kritis dan keterampilan masyarakat melakukan analisis dan pemetaan terhadap persoalan aktual dan merumuskan agenda tuntutan mengenai pembangunan 3. Faktor Fisik Individu dan Lingkungan Faktor fisik individu sebagai sumber kehidupan termasuk fasilitas serta ketersediaan pelayanan umum. Faktor lingkungan adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan, kondisi dan makhluk hidup, yang berlangsungnya berbagai kegiatan interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta lembaga dan pranatanya. 4. Faktor Nilai Budaya Nilai budaya politik atau civic culture merupakan basis yang membentuk demokrasi, hakekatnya adalah politik baik etika politik maupun teknik (Soemitro 1999:27) atau peradapan masyarakat. Faktor nilai budaya menyangkut persepsi, pengetahuan, sikap, dan kepercayaan politik.
6. Metode Penelitian 6. 1. Jenis Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Menurut Hadari Nawawi, 12 metode penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Penelitian deskriptif melakukan analisis dan menyajikan data-data dan fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat dipahami dan disimpulkan.
Tujuan penelitian deskriptif analisis adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Disamping itu penelitian ini juga menggunakan teori-teori, data-data dan konsep-konsep sebagai kerangka acuan untuk menjelaskan hasil penelitian, menganalisis dan sekaligus menjawab persoalan yang diteliti. Oleh karena itu jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
6. 2. Lokasi penelitian Penelitian bertempat di kantor Tim Pemenangan Oloan Simbolon, ST berada di Jln. Pekan Inpres Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumateara Utara.
7. Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan maka penulis melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 12
Nawawi, Hadari. 1987. Metodologi Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal. 63
Universitas Sumatera Utara
a. Data primer diperoleh dari wawancara bersama: i.
Calon Legislatif bersangkutan: Oloan Simbolon, ST
ii.
Ketua Tim Pemenangan : Hotdiman Manik, SP
iii.
Sekretaris DPC PPD Kabupaten Samosir: Sabar Sitorus, SPd
iv.
Sekretaris Pemuda Katolik Sumatera Utara: Johanes Naibaho, SPd
v.
DPD Generasi Muda Kosgoro: Maniur Rumapea, SPd
vi.
Ketua PMKRI cabang Medan: Nadiasi Sihotang
b. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui sumber data dan informasi dan melalui buku-buku, jurnal, internet, majalah, surat kabar dan lain sebagainya yang relevan denga topik penelitian.
8. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis kualitatif, dilakukan pada data yang tidak dapat dihitung bersifat nongrafis atau berwujud kasus-kasus (sehingga tidak dapat disusun kedalam struktur klasifikatoris). Data yang dikumpulkan bersifat deskriptif dalam bentuk kata-kata atau gambar. Artinya pada penelitian ini dibutuhkan pengutamaan penghayatan dan brusaha memahami factor peristiwa dalam situasi tertentu menurut pandangan peneliti. Lalu kemudian setelah data
Universitas Sumatera Utara
tersusun teratur dan sistematis, akan melakukan analisis data yang selanjutnya menghasilkan suatu kesimpulan terhadap data yang diteliti sesuai dengan apa yang dihasilkan oleh peneliti.
BAB II PROFIL DAN DESKRIPSI PENENLITIAN
2. 1. Profil Calon Legislatif
Universitas Sumatera Utara