BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Konflik dan kekerasan merupakan topik menarik yang terus dipelajari
sebagai bentuk-bentuk interaksi antar aktor internasional. Perang merupakan tingkat tertinggi dari konflik antara dua belah pihak atau lebih yang selalu berkaitan dengan aturan-aturan yang mengikat. Hukum Perang atau Hukum Humaniter Internasional memiliki sejarah yang sudah sangat lama bahkan sama tuanya dengan peradaban manusia, naluri untuk mempertahankan diri kemudian membawa keinsyafaan bahwa cara berperang yang tidak mengenal batas itu merugikan manusia, sehingga kemudian diadakanlah pembatasan-pembatasan yang menetapkan ketentuan perang antar bangsa.1 Pada awalnya ada beberapa aturan tidak tertulis berdasarkan kebiasaan yang mengatur tentang konflik bersenjata. Kemudian perjanjian-perjanjian bilateral (kartel) yang kerincian aturannya berbeda-beda, perlahan-lahan mulai diberlakukan. pihak-pihak yang berperang kadangkala meratifikasinya setelah pertempuran berakhir. Pada umumnya aturan tentang perang itu termuat dalam aturan tingkah laku, moral, dan agama. Hukum untuk perlindungan bagi kelompok orang tertentu meliputi selama konflik bersenjata dapat ditelusuri kembali melalui sejarah di hampir semua Negara atau peradaban di dunia, kelompok orang tertentu itu meliputi penduduk sipil, anak-anak, perempuan, kombatan yang meletakkan 1
http://dewaarka.wordpress.com/ 2010/ 03/ 08/ hukum humaniter internasional.
1 Universitas Sumatera Utara
2
senjata dan tawanan perang. Istilah hukum humaniter atau lengkapnya disebut International Humanitarial law Applicable in Armed Conflict, pada awalnya dikenal sebagai Hukum Perang (laws of war) yang kemudian berkembang menjadi hukum sengketa bersenjata (laws of arms conflict) dan pada akhirnya dikenal dengan istilah hukum humaniter. Istilah Hukum humaniter sendiri merupakan istilah yang relatif baru yang lahir sekitar tahun 1970-an dengan diadakannya Conference of Government Expert on the Reaffirmation and Development in Armed Conflict pada tahun 1971, sebagai bidang baru dalam hukum internasional, berikut beberapa definisi mengenai Hukum Humaniter : 1) Geza Herzeg : ”Part of the rule of public international law which serve as the protection of individuals in time of armed conflict, its place is beside the norm of warfare it is closely related to them but must be clearly distinguish from these it’s purpose and being different” (Bagian dari aturan-aturan Hukum Internasional publik yang berfungsi sebagai perlindungan individu dalam waktu bersenjata konflik, tempatnya adalah disamping norma peperangan itu terkait dengan mereka tetapi harus jelas membedakan dari ini yang tujuan dan semangat yang berbeda).” 2) Jean Pictet : “International humanitarian law in the wide sense is constitutional legal provision, whether written and customary, ensuring respect for individual and his well being” (Hukum Internasional kemanusiaan dalam arti luas konstitusional hukum promosion, baik tertulis
Universitas Sumatera Utara
3
dan
adat,
menjamin
penghormatan
terhadap
individu
dan
kesejahteraannya). 3) Mochtar Kusumaatmadja : ”Bagian dari Hukum yang mengatur ketentuanketentuan perlindungan korban perang, berlainan dengan hukum perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur perang itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan perang itu sendiri” 4) Esbjorn Rosenbland : “The law of armed conflict berhubungan dengan permulaan
dan
berakhirnya
pertikaian,pendudukan
wilayah
lawan,hubungan pihak yang bertikai dengan Negara netral. Sedangkan Law of Welfare ini antara lain mencakup :Metoda dan sarana berperang, status Kombatan, Perlindungan yang sakit, tawanan perang dan orang sipil” 5) S.R Sianturi : “Hukum yang mengatur mengenai suatu sengketa bersenjata yang timbul antara dua atau lebih pihak-pihak yang bersengketa, walaupun keadaan sengketa tersebut tidak diakui oleh satu pihak” Tujuan Utama Hukum Humaniter adalah memberikan perlindungan dan pertolongan kepada mereka yang menderita/menjadi korban perang, baik mereka yang secara nyata atau aktif turut dalam permusuhan (kombat) maupun mereka yang tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil = civilian population).2 Kehadiran Wartawan yang bertugas di daerah konflik sangalah penting menurut Hukum Humaniter,tanpa mereka maka publik tidak akan tau apakah para
2
Haryomataram, KGPH Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005, Hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
4
pihak yang bersengketa menghormati atau sebaliknya tidak mengindahkan hukum humaniter selama konflik berlangsung. Di era dewasa ini Kemajuan informasi yang sangat pesat memberikan suatu dampak yang cukup besar. Media cetak dan elektronik saling berlomba untuk memberikan kualitas berita yang lebih menarik dan lebih cepat untuk dapat disampaikan kepada masyarakat. Keberadaan media tidak hanya sebagai penyampai informasi yang aktual namun tanggung jawab yang dipikul jauh lebih besar, media harus mampu memberikan fakta-fakta dan harus bertindak objektif dalam setiap pemberitaan yang akan diberitakan. Peran seorang wartawan sangatlah berpengaruh dalam penyampaian berita maupun informasi yang sedang berlangsung, karena masyarakat selalu ingin tau mengenai berita-berita nasional maupun internasional yang sedang terjadi. Maka dari itu hampir semua Negara di dunia mengirimkan wartawan yang mereka miliki untuk meliput langsung ke daerah yang dinilai memiliki pemberitaan yang menarik untuk disampaikan dan pemberitaan tersebut jelas diambil dari sumber yang terpercaya. Wartawan adalah seseorang yang melakukan Jurnalisme atau orang yang secara teratur menuliskan berita (berupa laporan) dan tulisannya dikirimkan atau dimuat di media massa secara teratur. Laporan ini lalu dipublikasikan melalui media massa berupa Koran, televisi, radio, majalah, film dokumentasi maupun internet.3 Tugas Utamanya adalah sebagai peliput berita, penyusun berita, dan menyebarkan berita.salah satu contoh Negara yang sedang diburu beritanya 3
Dikutip dari https://id.m.wikipedia.org. diakses pada Januari 2016.
Universitas Sumatera Utara
5
karena sedang berkonflik yakni Negara Syria. Kekerasan di Negara Syria dimulai pada Maret 2011 dimana Negara timur tengah telah lumpuh oleh perang saudara yang sangat brutal. Sejak saat itu badan PBB memperkirakan lebih dari 100.000 orang telah meninggal akibat konflik antara pemerintahan presiden Bashar alAssad dan Pejuang (pemberontak) yang menginginkan presiden Assad turun, belum lagi ancaman kekerasan yang ditimbulkan oleh ISIS yang mencoba untuk membentuk sebuah Negara merdeka dengan wilayah meliputi Iraq, Syria, dan bagian dari Lebanon. ISIS berusaha untuk melawan Presiden Syria Bashar al-Assad serta kelompok-kelompok militan islam lainnya di Syria untuk mengontrol bagian dari Syria, dengan persenjataan yang dibawa ke medan pertempuran.tentu saja bahaya ini mengancam tidak hanya para penduduk sipil di daerah konflik tersebut namun juga orang-orang yang datang ke Syria untuk meliput berita yang aktual yang dalam hal ini merupakan wartawan. Sebagai bahan berita yang sangat ditunggu informasinya oleh khalayak banyak, sejumlah Negara di dunia mengirimkan wartawan mereka untuk meliput pemberitaan ini termasuk Indonesia yang juga ikut mengirimkan wartawan ke Negara yang dikatakan sebagai Negara paling berbahaya di dunia untuk media pada tahun 2013, diikuti oleh Iraq(13), Pakistan (10), Filipina(10), India(10), Somalia(10), dan Mesir (6) setidaknya 108 wartawan tewas dan 15 lainnya kehilangan nyawa mereka dalam kecelakaan saat bertugas di tahun itu.4
4
Dikutip dari www.bbc.com diakses pada Januari 2016.
Universitas Sumatera Utara
6
Para wartawan itu tewas dalam serangan yang ditargetkan seperti serangan bom dan insiden tembak menembak di seluruh dunia.namun paling tidak enam wartawan dipastikan secara sengaja dibunuh. Contohnya adalah Wartawan lepas Amerika Serikat Steven Sotloff yang sebelumnya bekerja untuk majalah TIME yang ditangkap pada tahun 2013 dan dibunuh dalam sebuah video yang dirilis oleh ISIS, Tak jauh berbeda dengan nasib James Wright Foley jurnalis lepas asal amerika serikat yang berakhir tragis. Dia tewas dengan kepala dipenggal oleh kelompok militan Islamic State of Iraq and al-Sham (ISIS). Adegan menyeramkan itu terekam dalam sebuah video berdurasi lima menit dan diunggah ke dunia maya. BBC edisi Rabu, 20 Agustus 2014 melaporkan nyawanya terpaksa dikorbankan oleh ISIS sebagai bentuk peringatan kepada Presiden Barack Obama agar Berhenti melakukan serangan udara ke wilayah yang dikuasai kelompk pimpinan Abu Bakar Al-Bahgdadi. Kehadiran Wartawan dalam meliput peperangan di Wilayah Konflik memang menjadi hal yang dipertanyakan bagi orang awam, karena besarnya ancaman serta bahaya yang dihadapi seorang wartawan dengan banyaknya wartawan yang terbunuh dalam peperangan di daerah konflik, namun ini merupakan fungsi wartawan dalam meliput suatu kejadian yakni sebagai saksi dan sumber terpercaya untuk mengemukakan apa yang dilihat dan didengar secara langsung. Secara etimologis jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau hal ihwal pemberitaan. Kata dasarnya “jurnal” (journal) artinya laporan atau catatan
Universitas Sumatera Utara
7
atau “jour” dalam bahasa Perancis yang berarti “hari” (day) atau catatan harian” (diary). Dalam Bahasa belanda journalistiek artinya penyiaran catatan harian5 Secara Umum Tugas dan Fungsi Wartawan ada 3 Macam yaitu : 1. Peliput : Seorang Wartawan berfungsi sebagai Peliput setiap peristiwa yang terjadi untuk menjadi bahan berita 2. Penyusun : Peristiwa yang telah diliput, akan disusun menjadi suatu berita yang menarik bagi publik. 3. Penyebar Informasi : Berita yang telah disusun akan disampaikan kepada public, sehingga berita tersebut menjadi informasi bagi mereka. Sedangkan dalam buku Blur: How to Know What’s True in The Age of of Information Overload karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, dikatakan Tugas dan Fungsi wartawan yang yakni: 1. authenticator, yakni konsumen memerlukan wartawan yang bisa memeriksa keautentikan suatu informasi. 2. sense maker yakni menerangkan apakah informasi itu masuk akal atau tidak. 3. investigator yakni wartawan harus terus mengawasi kekuasaan dan membongkar kejahatan. 4. witness bearer yakni kejadian-kejadian tertentu harus diteliti dan dipantau kembali dan dapat bekerja sama dengan reporter warga. 5. empowerer yakni saling melakukan pemberdayaan antara wartawan dan warga untuk menghasilkan dialog yang terus-menerus pada keduanya. 5
Dikutip dari http:// www.radio.baticnews.com diakses pada Januari 2016.
Universitas Sumatera Utara
8
6. smart aggregator yakni wartawan cerdas harus berbagi sumber berita yang bisa diandalkan, laporan-laporan yang mencerahkan, bukan hanya karya wartawan itu sendiri. 7. forum organizer yakni organisasi berita, baik lama dan baru, dapat berfungsi sebagai alun-alun di mana warga bisa memantau suara dari semua pihak, tak hanya kelompok mereka sendiri. 8. kedelapan, role model, yakni tak hanya bagaimana karya dan bagaimana cara wartawan menghasilkan karya tersebut, namun juga tingkah laku wartawan masuk dalam ranah publik untuk dijadikan contoh.6 Tujuan wartawan melakukan kegiatan peliputan adalah agar peristiwa yang sungguh terjadi di dalam peperangan dapat diketahui oleh masyarakat luas yang membutuhkan berita yaitu mereka yang bukan sebagai pelaku maupun penderita peperangan 7. Kehadiran Wartawan didalam daerah konflik sangat penting menurut Hukum Humaniter, tanpa mereka maka publik tidak akan tau apakah para pihak yang bersengketa menghormati atau sebaliknya tidak mengindahkan hukum humaniter selama konflik berlangsung. Wartawan haruslah menjadi saksi yang mengemukakan apa yang dilihat dan apa yang didengarnya bukan seperti mengadili. Wartawan yang sedang bertugas di wilayah konflik atau daerah yang sedang mengalami peperangan
juga dituntut untuk tampil netral dan tidak
menunjukkan sikap keberpihakan pada salah satu pihak yang bertikai, dan sebagai 6 Bill Kovach dan Tom Rosentiel, BLUR: Bagaimana Mengetahui Kebenaran di Era Banjir Informasi, Dewan Pers, 2012. 7 Hendro Subroto, Perjalanan Seorang Wartawan Perang, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1998, Hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
9
pembuktian status mereka maka harus ditunjukkan kartu identitas seperti yang ditentukan dalam Annex II Protokol Tambahan I 1977. Wartawan yang harus menjalankan profesinya bertugas untuk meliput berita di medan pertempuran juga termasuk ke dalam kelompok penduduk sipil yang sudah seharusnya dalam pelaksanaan tugasnya dilindungi seperti halnya waga sipil yang berada di wilayah konflik dilihat berdasarkan Konvensi Jenewa 1949 sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 4A Konvensi Jenewa III dimana : “Prisoners of war in the sense of convention,are persons belonging to one of the following categories,who have fallen into the power of the enemy:…(4) Persoons who accompany the armed forces without actually being members thereof,such as civilian members of military aircraft crews,war correspondents, supply, contractors, members of labour units or of responsible for the welfare of the armed forces,provided that they have received authorization,from the armed forces which they accompany,who shall provide them for that purpose with an identity card similar to the annexed model” Namun pada kenyataannya, perlindungan itu belum dapat dikatakan maksimal. Dikarenakan profesi wartawan tersebut tidaklah luput dari berbagai resiko dan bahaya yang sangat besar yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka sendiri ketika sedang bertugas di wilayah konflik bersenjata, bahkan masih banyak kasus kekerasan, pemerkosaan, serta serangan yang disengaja yang dilakukan atas dasar rasa ketidaksukaan terhadap wartawan yang sering dianggap sebagai mata-mata suatu Negara atau informan khusus yang memberikan berita kebenaran untuk dipublikasikan ke khalayak ramai, yang selama ini ditutup-
Universitas Sumatera Utara
10
tutupi. Hal ini yang sering mengakibatkan luka atau tewasnya Wartawan oleh pihak yang sedang bertikai atau sekolompok orang yang mengatasnamakan kepentingannya untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran tersebut terhadap Wartawan. Maka berdasarkan hal yang telah diuraikan tersebut,maka penulis tertarik untuk membahas mengenai masalah ini dalam bentuk skripsi yang diberi judul “Perlindungan Hukum Bagi Wartawan Yang Bertugas di Wilayah Konflik Ditinjau dari Hukum Humaniter Internasional”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan Judul dan Latar belakang diatas,adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana status dan kedudukan Wartawan yang bertugas di daerah konflik? 2. Bagaimana bentuk perlindungan Hukum Humaniter, serta organisasi internasional terhadap Wartawan perang?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Mengetahui sejauh mana Hukum Humaniter Internasional mengatur perlindungan Wartawan yang bertugas di daerah konflik 2) Untuk mengetahui tugas serta kedudukan Wartawan yang bertugas di daerah konflik
Universitas Sumatera Utara
11
3) Mengetahui peran serta organisasi internasional dan organisasi wartawan internasional dalam hal memberikan perlindungan terhadap wartawan di wilayah konflik. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Secara praktis dapat memberikan pengertian dan pemahaman bagaimana kedudukan wartawan yang sedang bertugas di wilayah konflik menurut Hukum Humaniter nternasional.dimana kita ketahui apabila daerah yang sedang berkonflik pastilah akan ada kemungkinan pelanggaran hak-hak asasi manusia . 2) Sebagai persyaratan dalam menyelesaikan program Studi Strata satu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tempat penulis menuntu ilmu di perkuliahan 3) Sebagai bahan acuan serta pedoman bagi rekan-rekan mahasiswa yang akan melakukan penelitian terhadap kasus dalam ruang lingkup yang sama.
D. Keaslian Penulisan Penulisan ini dilakukan atas dasar ide penulis sendiri, karena tertarik terhadap perlindungan yang seharusnya diberikan kepada wartawan yang bertugas di wilayah konflik. Penulisan ini
dapat dipertanggungjawabkan keasliannya
demikian juga pembahasannya yang diuraikan berdasarkan pemeriksaan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara/Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU tertanggal
Universitas Sumatera Utara
12
21 Januari 2016 dalam hal untuk mendukung penelitian ini maka dipakai pendapat-pendapat para sarjana yang dikutip dari refrensi buku serta sumbersumber yang lain yang berhubungan dengan pembahasan yang disajikan
E. Tinjauan Kepustakaan Skripsi ini berjudul Perlindungan Hukum bagi Wartawan yang bertugas di Wilayah Konflik ditinjau dari Hukum Humaniter Internasional.secara umum Penelitian ini memperoleh bahan tulisan dari berbagai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan yaitu buku-buku, laporan, informasi yang didapat dari internet. Secara singkat wartawan adalah segala sesuatu yang bertalian dengan halhal mengurus, menerbitkan dan karang-mengarang dalam surat kabar dan majalah ataupun seseorang yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi: mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, menyampaikan informasi dengan segala jenis saluran yang tersedia.8 Wilayah konflik yang dibahas disini merupakan wilayah yang didalamnya tejadi sengketa konflik bersenjata yang diatur dalam Hukum Humaniter sebagaimana yang dapat dilihat dan mengkaji konvensi-konvensi jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977 yaitu : 1. Sengketa atau konflik bersenjata yang bersifat internasional” (international armed conflict); serta 2. “Sengketa bersenjata yang bersifat non-internasional” (noninternational armed conflict). 8
Pasal 1 ayat (1) UU No. 40 tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
13
Pembagian dua bentuk konflik ini adalah juga menurut Haryomataram. Adalah sebagai berikut : a) Konflik Bersenjata yang bersifat Internasional Ada beberapa macam konflik bersenjata internasional : murni dan semu yakni perang pembebasan Nasional (War Of National Liberation) dan konflik bersenjata internal yang diinternasionalisir (Internationalized Internal Armed Conflict). Konflik bersenjata internasional “murni” adalah konflik bersenjata yang terjadi antara dua atau lebih negara. Sedangkan konflik bersenjata internasional “semu” adalah konflik bersenjata antara negara disatu pihak dengan bukan negara (non-state entity) di pihak lain. Konflik semacam ini seharusnya termasuk kategori konflik bersenjata yang tidak bersifat internasional, tetapi berdasarkan ketentuan hukum humaniter dalam hal ini Pasal 1 ayat (4) protokol tambahan I, bahwa konflik bersenjata tersebut disamakan dengan konflik bersenjata internasional. Mengenai Internationalized Internal Armed Conflict dapat dikatakan bahwa yang dimaksud adalah suatu non-international armed conflict kemudian karena ada pengakuan atau bantuan dari negara ke tiga berkembang menjadi noninternational armed conflict yang di internasionalisir. Mengenai apa yang dimaksdkan dengan istilah “armed conflict not of an international character” yang terdapat dalam Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 dan “non-international armed conflict pada Protokol Tambahan II 1977, tidak dapat ditemukan penjelasan dalam konvensi atau protokol tersebut. Penjelasan selanjutnya dapat dilihat pada pembahasan tentang Protokol Tambahan 1977.
Universitas Sumatera Utara
14
Sengketa bersenjata yang bersifat internasional disebut juga sebagai sengketa bersenjata antar negara (misalnya negara A berperang melawan negara B). Sengketa bersenjata antar negara terdiri dari beberapa situasi sebagaimana telah ditetapkan di dalam Pasal 2 common article Konvensi-konvensi Jenewa 1949 beserta Pasal 1 ayat (4) jo. Pasal 96 ayat (3) Protokol Tambahan I tahun 1977. b) Konflik Bersenjata yang bersifat Non-Internasional Sengketa bersenjata yang bersifat non-internasional dikenal juga sebagai “perang pemberontakan” yang terjadi di dalam suatu negara; juga dapat berbentuk perang saudara (civil war) (misalnya terjadi perang pemberontakan di negara C antara pasukan pemberontakan melawan pasukan reguler negara C. Perhatikan bahwa perang pemberontakan selalu bertujuan untuk memisahkan diri dari negara induk). Ketentuan mengenai sengketa bersenjata non-internasional ini diatur hanya berdasarkan satu pasal saja, yakni Pasal 3 common article Konvensikonvensi Jenewa 1949 serta Protokol Tambahan II tahun 1977. Berdasarkan definisi wilayah konflik tersebut, maka penulisan ini hanya menelaah permasalahan yang berhubungan dengan status dan kedudukan serta perlindungan hukum wartawan ditinjau dari hukum internasional serta hukum humaniter internasional di wilayah konflik bersenjata, kemudian judul ini juga akan membahas sampai sejauh mana kontribusi yang diberikan organisasi internasional dan organisasi wartawan internasional dalam membahas mengenai perlindungan hukum bagi wartawan yang bertugas di wilayah konflik.
Universitas Sumatera Utara
15
F. Metode penelitian Adapun metode penelitian yang akan ditempuh dalam memperoleh datadata atau bahanbahan dalam penelitian meliputi : 1. Jenis Penelitian Seperti penulisan dalam penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah yang harus berdasarkan fakta-fakta dan data-data yang benar dan layak dipercaya demikian halnya dalam menyusun dan menyelesaikan penulisan penelitian ini sebagai sebuah karya tulis ilmiah juga menggunakan pengumpulan data secara ilmiah (metodelogi) untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan ini.metode penulisan yang dipergunakan dalam penelitian ini adala penelitian hukum yuridis normative 2. Jenis Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, Adapun data sekunder yang dimaksud adalah sebagai berikut : a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yang relevan dengan masalah penelitian, mislanya Konvensi Jenewa, Perjanjian Internasional dan sebagainya b. Bahan Hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang berisi tulisan-tulisan atau karya-karya para ahli hukum dalam buku-buku teks, tesis, disertasi, jurnal, makalah, surat kabar, majalah, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah penelitian
Universitas Sumatera Utara
16
c. Bahan hukum Tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus bahasa, ensiklopedia, dan lain-lain.
G. SISTEMATIKA PENULISAN Secara sistematis penelitian ini dibagi dalam beberapa bab dan tiap-tiap bab dibagi atas sub bab yang dapat diperinci sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Berisikan
pendahuluan
yang
merupakan
pengantar
yang
didalamnya terurai mengenai latar belakang, perumusan masalah , tujuan dan manfaat penulisan, dan dilanjutkan dengan keaslian penulisan,
tinjauan
kepustakaan,
metode
penelitian
dan
sistematika penulisan BAB II
: TINJAUAN HUKUM HUMANITER Berisikan penjelasan mengenai hukum humaniter internasional serta hubungannya dengan hak asasi manusia.
BAB III
: STATUS DAN KEDUDUKAN WARTAWAN Di dalam bab ini akan dibahas mengenai pengaturan Penduduk sipil dan Tawanan perang menurut Konvensi Jenewa dan bagaimana beralihnya status wartawan menjadi penduduk sipil ataupun tawanan perang.
BAB IV
: PERLINDUNGAN WARTAWAN YANG BERTUGAS DI WILAYAH KONFLIK
Universitas Sumatera Utara
17
Di dalam bab ini akan memuat mengenai profesi wartawan itu sendiri, dimana diatur perlindungan hukum bagi wartawan yang bertugas di wilayah konflik dan sejauh mana peran dari organisasi internasional dan organisasi wartawan internasional untuk melindungi hak-hak wartawan yang bertugas untuk meliput berita. BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN Bab terakhir ini akan memberikan kesimpulan dari seluruh analisis dan pembahasan, serta saran yang dapat diberikan
Universitas Sumatera Utara