BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Globalisasi menunjukkan skala berkembang, tumbuh besar, mempercepat
dan memperdalam dampak arus dan pola interaksi sosial antar benua (Held dan McGrew, 2002:12). Globalisasi menyebabkan pemadatan dunia dan menimbulkan kesadaran pada masyarakat tentang dunia, membawa masyarakat kedalam lingkup pergaulan yang lebih luas, dan menyajikan berbagai macam hal yang ada diseluruh dunia. Seiring dengan kemajuan zaman, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi membawa berbagai kemudahan bagi masyarakat untuk berinteraksi, menyebabkan dunia seolah menyempit, sehingga jarak dan waktu tidak lagi menjadi batasan dalam interaksi sosial antar masyarakat. Seiring dengan pemudaran batasan-batasan tersebut, interaksi sosial masyarakat antar negara, menyebabkan kesadaran dan kemudahan penyebaran kebudayaan yang dimiliki masing-masing negara. Secara kultural, globalisasi menghubungkan antar kebudayaan ataupun masyarakat. Sebagian budaya, dalam hal penyebarannya, tak jarang menekan dan menghiraukan batasan-batasan budaya lain. Sebagai contohnya adalah penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional, yang secara tidak langsung memaksa masyarakat untuk menerima dan menggunakan produk budaya Barat tersebut. Sebagian lagi menyebar baik secara sadar maupun secara spontan, merembes keluar dari wilayah asal
budayanya secara damai (penetration pacifique). Dalam perkembangannya, penyebaran budaya akibat globalisasi, menyebabkan terjadinya percampuran antar unsur budaya (akulturasi dan difusi), maupun pembentukan budaya baru (asimilasi). Dampak globalisasi, salah satunya adalah menyebabkan semakin mudahnya penyebaran budaya antar negara. Tak terkecuali Indonesia, yang semakin digempur dengan datangnya berbagai macam budaya populer dari negara lain. Diawali dengan kedatangan budaya Barat, dan disusul dengan berbagai macam budaya populer lainnya, seperti budaya populer Jepang dan Korea yang sedang melanda akhir-akhir ini. Salah satu budaya populer Jepang yang cukup digemari di Indonesia adalah J-Pop. J-Pop dapat diartikan sebagai musik populer, yang di dalamnya terdiri dari berbagai macam genre dan bentuk penyajian. Istilah J-Pop sendiri muncul pada tahun 1980-an, yang berakar pada peniruan atas budaya Barat yang melanda Jepang pasca Perang Dunia Kedua.1 Berbagai aliran dalam J-Pop, misalnya R&B, J-Rock maupun vocal grup menyebar ke seluruh dunia dan semakin menanjak popularitasnya pada pertengahan dan akhir dekade 1990-an, dimana saat itu Hikaru Utada mampu merilis album “First Love” yang terjual hingga 7.500.000 kopi. Hal tersebut memicu kemunculan artis-artis baru, yang lazim disebut aidoru 1
Prima Nur Cahyaningrum. Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Kemunculan Komunitas Pecinta Budaya Populer Jepang di Yogyakarta. Skripsi. Universitas Gadjah Mada
(idol/idola). Dalam bentuk vocal group, terutama vocal group perempuan, musik J-Pop mulai merambah ke negara-negara lain pada akhir dekade 1990-an hingga 2000-an. Vokal grup atau yang sering disebut aidoru guruppu (idol group/kelompok idola) yang muncul antara lain SPEED dan Morning Musume, yang mampu meraih rekor penjualan hingga jutaan kopi. Di Indonesia sendiri, budaya populer Jepang mulai merambah pada dekade 1990-an. Budaya populer Jepang yang cukup terkenal di Indonesia, misalnya game, manga (komik Jepang), anime (animasi Jepang) maupun musik J-Pop. Dalam bidang musik sendiri, musik J-Pop mendapat tempat tersendiri di kalangan masyarakat Indonesia, baik muda maupun tua. Di pertengahan dan akhir dekade 2000, Indonesia dilanda oleh demam idol group dengan kemunculan idol grup Jepang AKB48. AKB48 yang dibentuk oleh Yasushi Akimoto di Akihabara, Tokyo, mampu membangkitkan kepopuleran JPop di Indonesia setelah sempat terpinggirkan oleh gempuran budaya populer Korea (K-Pop) yang melanda Indonesia. AKB48 yang menyandang konsep “idola yang dapat kalian temui”, menampilkan bentuk penampilan J-Pop yang unik. Tak hanya menggelar konser dan pertunjukan di televisi, akan tetapi juga menggelar pertunjukan teater di gedung yang mereka miliki. Selain AKB48 juga muncul idol group lainya, yang masing-masing mengusung genre dan identitas masingmasing. Salah satunya adalah BABYMETAL, sub-idol group dari Sakura Gakuin, yang mengusung musik metal yang dipadukan dengan identitas idol group yang umumnya centil/genit. Popularitas BABYMETAL semakin menanjak, dengan keikutsertaan dalam berbagai pertunjukan musik metal yang diadakan di berbagai
negara, tak terkecuali di Indonesia. Hal tersebut membawa pengaruh pada beberapa komunitas yang telah ada sebelumnya. Kemunculan dan pengidolaan terhadap berbagai aliran musik J-Pop tidak dapat dipisahkan dari kajian budaya populer. Kepopuleran J-Pop yang menyebar di seluruh dunia, tidak terbatas di negara Jepang saja, membawa pengaruh dan perubahan bagi masyarakat di negara lain, tak terkecuali di Indonesia. Ketertarikan generasi muda di Indonesia terhadap J-Pop menyebar di berbagai daerah di Indonesia, baik kota-kota besar maupun di daerah/kota kecil. Tak terkecuali di Boyolali. Penyebaran budaya asing di Indonesia, memicu kemunculan berbagai individu maupun komunitas yang berisikan para penggemar budaya asing tersebut. Sebagai contoh adalah kemunculan sister group AKB48, yaitu JKT48. JKT48 membawa berbagai pengaruh pada masyarakat dan komunitas yang ada di Indonesia, terutama di kalangan remaja. Fase remaja merupakan periode peralihan dari masa awal anak-anak menuju ke masa awal dewasa. Pada fase ini remaja membutuhkan pengakuan dan penerimaan atas jati dirinya. Dalam proses pencarian jati diri dapat diperoleh baik dari lingkungan keluarga maupun lingkungan pergaulan. Dalam hal ini, kemunculan JKT48 sebagai idol group beranggotakan gadis-gadis remaja turut berperan membentuk identitas pada remaja yang sedang dalam proses pencarian jati dirinya. Hal ini memicu kemunculan penggemar JKT48 baik secara individu maupun yang bergabung dalam berbagai komunitas, hingga perubahan identitas komunitas yang telah ada.
Begitupun dengan BABYMETAL, yang dalam kemunculan dan penyebarannya sedikit banyak membawa pengaruh dan perubahan pada diri remaja. Di Boyolali sendiri, BABYMETAL mulai mendapat tempat tersendiri di kalangan remaja baik yang tergabung dalam berbagai komunitas maupun individual. Hal tersebut ditandai dengan adanya band-band lokal yang terdiri dari remaja SMA, yang membawakan lagu-lagu milik BABYMETAL di beberapa ajang pertunjukan. Penelitian mengenai pengaruh kemunculan idol group BABYMETAL ini menjadikan beberapa remaja anggota komunitas musik Metal sebagai obyek. Alasan pemilihan obyek dikarenakan BABYMETAL merupakan idol group yang mengusung dua unsur yang berbeda, yang masing-masing memiliki komunitas tersendiri di Boyolali, yaitu komunitas pecinta budaya Jepang dan komunitas pecinta musik Metal. Alasan dipilihnya kota Boyolali sebagai tempat penelitian dikarenakan cakupan wilayah yang tidak terlalu luas, akan tetapi memiliki berbagai macam komunitas. Berdasarkan hal-hal di atas, penulis memutuskan untuk meneliti beberapa remaja pecinta musik Metal di Boyolali untuk mengetahui alasan yang mendasari mereka menggemari BABYMETAL. Selain itu juga untuk mengetahui wujud apresiasi dan bagaimana pengaruh yang muncul baik pada responden maupun lingkungan
sekitarnya
BABYMETAL.
pasca
kemunculan
dan
pengidolaan
terhadap
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan atas latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas sebagai berikut: 1. Bagaimanakah proses pengidolaan BABYMETAL pada kalangan penggemarnya di Boyolali? 2. Bagaimanakah pengaruh yang terjadi pada para penggemar pasca kemunculan dan pengidolaan BABYMETAL serta wujud apresiasinya?
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menjelaskan latar belakang pengidolaan dan peningkatan popularitas BABYMETAL di kota Boyolali. 2. Mengetahui pengaruh kemunculan BABYMETAL pada pribadi dan cara pandang lingkungan sekitar terhadap penggemar BABYMETAL.
1.4
Landasan Teori Globalisasi adalah pemadatan dunia dan membawa kesadaran masyarakat
dunia secara keseluruhan (Robertson, 1992:8). Kemajuan dan perkembangan zaman membawa dunia menjadi satu kesatuan, melebur batasan-batasan yang
sebelumnya menghambat penyebaran berbagai hal. Jarak dan waktu yang sebelumnya menjadi halangan, seakan menghilang dan menjadi tidak berarti. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi semakin memudahkan penyebaran dan transfer berbagai macam hal, turut serta didalamnya adalah penyebaran budaya antar daerah maupun antar negara. Budaya adalah sistem gagasan, tindakan dan hasil dari karya manusia dalam proses kehidupan yang didapatkan dengan cara belajar (Koentjaraningrat, 2000:180). Budaya populer adalah suatu budaya yang terjadi karena adanya budaya massa. Budaya massa lahir karena adanya masyarakat massa yang menggeser masyarakat berbasis tradisi, sehingga budaya populer sering disebut dengan budaya massa dan biasa dibandingkan dengan high culture (budaya tinggi). Budaya tinggi mengacu pada kesenian yang mengandung nilai seni tinggi dan dipenuhi dengan simbol (Strinati, 2007:16). Budaya populer merupakan pendobrakan dari sekumpulan massa atas budaya maupun tradisi yang telah ada sebelumnya. Hal tersebut berkaitan dengan sifat manusia yang selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman. Semakin kompleks suatu masyarakat, maka akan melahirkan suatu budaya yang juga kompleks dan rumit. Budaya populer dilahirkan oleh kalangan yang termarjinalkan yang tidak berorientasi pada nilai ekonomis/ mencari keuntungan (Fiske, 1989:2). Budaya populer merupakan bentuk ungkapan/ ekspresi kebebasan dari tradisi lama dan cenderung melawan mainstream (arus utama). Dalam penyebarannya, tidak jarang budaya populer menyebar melalui cara-cara keras dan radikal. Seperti halnya penyebaran budaya populer Punk dan Metal, yang cenderung radikal dan tidak
jarang harus bersinggungan dengan aturan hukum yang berlaku. Walaupun tidak jarang ada beberapa wujud budaya populer yang menyebar secara damai dan sukarela, dengan membangkitkan potensi-potensi minat dalam tubuh masyarakat untuk menerima dan mengakui budaya populer tersebut. Dalam proses perkembangan suatu budaya, tidak dapat dipungkiri sebuah budaya dapat menyebar dan menggantikan maupun mencampur dengan budaya di daerah lain. Proses penyebaran suatu budaya sendiri dapat melalui beberapa cara. Antara lain difusi, akulturasi dan asimilasi. Difusi, menurut W.A. Haviland, adalah proses penyebaran kebiasaan atau adat istiadat dari kebudayaan satu kepada kebudayaan lain. Akulturasi atau acculturation dalam bahasa Inggris diartikan sebagai pencampuran kebudayaan. Koentjaraningrat menjabarkan akulturasi sebagai proses sosial yang timbul jika sekelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing. Pada akhirnya unsur-unsur kebudayaan asing diterima dan diolah dalam kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan asli. Sedangkan asimilasi atau pembauran kebudayaan adalah proses perubahan kebudayaan secara total sebagai akibat membaurnya dua kebudayaan atau lebih sehingga menyebabkan unsur-unsur kebudayaan asli menjadi tidak tampak. Dalam perkembangan dan penyebaran budaya populer, pada akhirnya memunculkan berbagai identitas baru, baik secara individual maupun secara komunitas. Menurut Koentjaraningrat, komunitas adalah suatu kesatuan hidup manusia yang menempati suatu wilayah yang nyata dan berinteraksi secara berkesinambungan sesuai dengan suatu sistem adat istiadat dan terikat oleh suatu
rasa identitas komunitas (community sentiment). Dalam era globalisasi, penyebaran budaya yang semakin mudah menyebabkan pembentukan maupun perubahan identitas individu dan komunitas. Tak jarang dengan diterimanya budaya baru, komunitas mewujudkannya dengan mengubah identitas dan membentuk komunitas baru maupun melebur dengan komunitas yang telah ada sebelumnya.
1.5
Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai budaya populer Jepang pernah dilakukan sebelumnya,
yaitu Perbedaan Perspektif Para Musisi Visual-Kei di Jepang dengan di Yogyakarta: Sebuah Analisis Lintas Budaya oleh Ari Kusumah, mahasiswa jurusan Sastra Jepang Universitas Gadjah Mada. Skripsi tersebut membahas tentang Visual-Kei sebagai salah satu produk dari budaya populer Jepang yang terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Visual-Kei yang awalnya muncul sebagai budaya minoritas, lambat laun menyebar ke negara-negara lain. Visual-Kei memiliki pengaruh pada gaya hidup seperti tata busana maupun gaya rambut. Dalam skripsi ini, Ari Kusumah mengambil data dengan melakukan wawancara terhadap sebuah band indie beraliran Visual-Kei yang ada di kota Yogyakarta. Hasil dari penelitian skripsi ini adalah terdapat perbedaan mendasar mengenai konsep Visual-Kei di Jepang dan di Yogyakarta. Secara umum konsep Visual-Kei di Yogyakarta cenderung hanya ke arah tren budaya baru, sedangkan
di Jepang sebaga revolusi musikal dan pendobrakan bagi musik dan gaya yang telah ada sebelumnya. Kedua, adalah skripsi yang berjudul Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Kemunculan Komunitas Pecinta Budaya Populer Jepang di Yogyakarta oleh Prima Nur Cahyaningrum, mahasiswi jurusan Sastra Jepang Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas mengenai motivasi dan faktor-faktor baik individu maupun komunitas golongan yang melatarbelakangi kemunculan komunitas pecinta budaya populer Jepang di Indonesia, khususnya di Yogyakarta yang terkenal sebagai kota pelajar. Selain itu, skripsi ini juga menganalisis dampak akibat kemunculan komunitas tersebut. Hasil penelitian menjelaskan bahwa ada 2 faktor yang melatarbelakangi kemunculan komunitas pecinta budaya populer Jepang yaitu faktor internal (motivasi individu untuk pemenuhan kebutuhan pribadi) dan faktor eksternal (pengaruh budaya populer Jepang, media massa sebagai sarana penyebaran). Ketiga adalah skripsi dari mahasiswi jurusan Sastra Jepang Universitas Gadjah Mada, Syefitri Yandikasari yang berjudul Wujud Apresiasi Remaja di Jakarta terhadap Sister Group AKB48 di Indonesia: Studi Kasus Idol group JKT48. Dalam skripsi ini mengulas pengaruh dan apresiasi kalangan remaja di Indonesia terhadap JKT48. Skripsi ini membahas mulai dari kemunculan hingga perkembangan JKT48 di Indonesia, yang merupakan sister group dari AKB48 yang telah lebih dulu terbentuk di Jepang. Penelitian ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor dan alasan yang mendasari kalangan remaja di Indonesia dalam
mengidolakan JKT48, serta bagaimana wujud apresiasi dari para penggemar tersebut.
1.6
Metode Penelitian Penelitian dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
menjadi rumusan permasalahan. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatis, yaitu peneliti mempelajari permasalahan dan mengaitkannya dengan orang-orang yang dianggap bersangkutan dengan permasalahan tersebut. Dalam metode kualitatif, peneliti berusaha masuk dan menggunakan kerangka berpikir subjek penelitian, untuk memahami apa dan bagaimana pemikiran subjek penelitian pada fenomena/permasalahan yang akan diteliti (Moleong, 1989: 10). Dalam penelitian kualitatif, data dapat berupa tulisan, rekaman lisan, angka maupun bentuk-bentuk lain yang diubah ke dalam wujud teks. Data dapat bersumber dari wawancara, observasi, dokumen dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahap, diantaranya: 1. Studi Kepustakaan Data-data dikumpulkan dari berbagai literatur, dengan membaca dan mempelajari sumber-sumber data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. 2. Interview (wawancara)
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui interaksi dan komunikasi secara lisan, dengan diarahkan pada daftar pertanyaan yang telah disediakan sebelumnya. Wawancara dilakukan dengan beberapa narasumber dari beberapa remaja di Boyolali, dengan dibatasi pada anggota Komunitas Metal yang merangkap menjadi anggota Komunitas Penggemar BABYMETAL di Kabupaten Boyolali. Teknik wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dari narasumber, baik yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan tema permasalahan yang akan diteliti, dengan melakukan permintaan keterangan/informasi berupa daftar pertanyaan yang diajukan. Setelah data terkumpul, dilakukan uji validitas data. Validitas dilakukan dengan memeriksa data dalam penelitian dan dibandingkan dengan sumber data lain. Peneliti tidak hanya menggunakan satu sumber data maupun pemahaman pribadi peneliti, tetapi mencoba mencocokkan dan memeriksa kembali dengan penelitian lain. Untuk menghasilkan penelitian yang valid, peneliti perlu menggunakan pola pikir fenomenologi dan menggunakan cara pandang yang multiperspektif, tidak hanya satu cara pandang.
1.7
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini meliputi 4 Bab.
Bab I adalah pendahuluan yang merupakan gambaran mengenai penelitian ini. Bab I terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II berisikan penjelasan-penjelasan mengenai budaya populer Jepang, BABYMETAL, dan gambaran komunitas musik Metal yang ada di Boyolali. Bab III berisi hasil wawancara, analisis dan pengolahan data-data yang telah terkumpul untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada rumusan permasalahan. Bab IV adalah kesimpulan berisikan hasil analisis terhadap data-data yang telah terkumpul pada bab sebelumnya.