BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompetisi lingkungan bisnis terkini tengah membutuhkan sumber daya manusia handal yang menguasai lingkup kompetensi kerja secara profesional. Hal tersebut diperlukan untuk mendukung kinerja perusahaan dalam menghadapi persaingan industri global. Sumber daya manusia menjadi daya tarik tersendiri dalam mengembangkan perusahaan dari berbagai lini, maka dari itu setiap pekerja dituntut memiliki kompetensi dalam bidangnnya, serta motivasi kerja yang mendukung peningkatan kinerja di dalam perusahaan. Setiap individu bekerja atas aturan dan tata kelola kerja masing-masing, di sisi lain naluri perilaku individu yang merupakan makhluk sosial menginginkan lingkungan kerja yang aktif dan kondusif. Dalam hal ini perilaku yang mengacu pada serangkaian aktivitas yang tidak termasuk dalam laporan pekerjaan atau terkait dengan jenjang jabatan atau peran dalam organisasi disebut perilaku “extra-role” (Zhu, 2013). PT PERTAMINA RU IV Cilacap merupakan unit pengolahan minyak mentah dari sebuah badan usaha milik negara yang bergerak di bidang minyak bumi dan gas yang terletak di Cilacap. Pada unit ini, perusahaan memiliki ribuan pekerja yang diperlukan dalam pengelolaan terpadu di setiap divisi. Karyawan di PT PERTAMINA RU IV Cilacap terbagi atas pekerja pabrik dalam pengolahan, pekerja kantor pengelolaan sumber daya perusahaan, dan sebagian lainnya pekerja kontrak dari luar perusahaan (labor supply). Setiap divisi pada unit perusahaan ini mencakup satuan kerja dan memiliki beberapa individu sebagai pelaksana aktivitas di lapangan. Terkait dengan operasional sumber daya manusia di PT PERTAMINA RU IV Cilacap, idealnya setiap individu memiliki partisipasi yang lebih untuk keperluan perilaku kewargaan organisasional 1
karyawan dengan tetap memperhatikan pengembangan yang sesuai tata kelola organisasi yang ada. Penerapan perilaku kewargaan organisasional dapat membawa manfaat lebih baik. Tidak hanya dari segi individu, juga dalam lingkup perusahaan, serta dampak positif yang akan terus berlanjut sampai di luar organisasi. Kondisi tersebut tepat untuk diterapkan pada iklim perusahaan yang dimiliki PT PERTAMINA RU IV Cilacap yang memerlukan kerjasama internal maupun eksternal tim. Hal lain yang berpotensi cukup tinggi untuk terjadi konflik terkait perilaku kewargaan organisasional adalah kurangnya koordinasi. Koordinasi yang dimaksud baik pada tingkatan antar individu hingga tingkatan antar divisi yang menyebabkan kesalahan informasi. Hal tersebut menyebabkan aktivitas organisasi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Namun resiko tersebut dapat diminimalisir melalui pengembangan penerapan aktif perilaku kewargaan organisasional ini. Pengembangan perilaku kewargaan organisasional dinilai dapat meningkatkan kinerja rekan kerja karena mampu meningkatkan kesadaran individu untuk membantu orang lain atau bisa disebut altruism. Dari sudut pandang manajerial, perilaku kewargaan organisasional ini dapat meningkatkan fokus kerja karyawan terhadap komitmen atas penetapan target perusahaan, disebut juga concientiousness. Produktivitas pun akan terus terjaga dengan dukungan dari adanya komitmen karyawan berperilaku taat terhadap aturan organisasi yang merupakan penerapan courtesy dari para pekerja. Beberapa kesalahan informasi dan aktivitas kurang efektif dapat diminimalisir dengan menciptakan kepedulian untuk kemajuan bersama yang merupakan penerapan perilaku kewargaan organisasional yakni civic virtue. Penerapan perilaku kewargaan organisasional mampu menciptakan rasa aman dan susasana yang kondusif di organisasi untuk mencari solusi dalam mengambil keputusan dengan menerapkan sikap sportmanship pada setiap
2
individu. Kelima elemen tersebut merupakan identifikasi atas teori yang dikemukakan oleh Organ (1998) (dalam Hoffman et al., 2007). Perilaku kewargaan organisasional timbul atas dasar kemauan maupun keinginan pribadi seseorang, tidak terikat atas peraturan, perintah, maupun tata kelola organisasi. Sebagai contoh ketika seorang karyawan yang dengan sukarela mengorbankan waktunya untuk kerja lembur di kantor tanpa adanya perintah maupun upah dari perusahaan. Hal lainnya adalah ketika seorang karyawan membantu rekan kerja baik sesamanya maupun atasannya secara sukarela dalam aktivitas kerjanya. Perilaku kewargaan organisasional
individual berkaitan erat dengan faktor
kepemimpinan yang menjadi figur utama perilaku para bawahannya. Tidak saja perilaku, tetapi kinerja pemimpin juga turut dinilai oleh para bawahannya. Kepemimpinan yang efektif dapat berkontribusi dalam pengembangan persepsi organisasi yang kuat bagi perangkatnya masing-masing, serta meningkatkan perilaku kewargaan organisasional menjadi lebih baik (Jiao & Richards, 2010). Keberhasilan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh strategi pemimpinnya. Untuk mencapai visi dan misi perusahaan, seluruh elemen sumber daya manusia yang ada dalam perusahaan harus memiliki integritas, komitmen, dan tanggung jawab penuh terhadap perusahaan. Sumber daya manusia memiliki cakupan yang begitu luas dalam sebuah organisasi dan memiliki integrasi baik di dalam maupun luar pola struktur organisasi yang saling berhubungan. Proses pengembangan sumber daya manusia sangat diperlukan. Pada suatu waktu akan muncul keadaan yang membuat setiap individu diproyeksikan sebagai pemimpin di dalam organisasi tersebut. Faktor kepemimpinan yang aktif memberikan motivasi dibutuhkan sebagai daya dorong yang paling berpengaruh terhadap kinerja para pekerja untuk organisasi. Pemimpin yang berhasil tentu pemimpin yang mampu mentransformasikan visi dan misi organisasi serta melakukan koordinasi yang baik dengan para bawahannya. 3
Dengan demikian faktor kepemimpinan transformasional sangat dibutuhkan untuk mendukung pengembangan perilaku kewargaan organisasional para pekerjanya. Burns (1978) (dalam Yukl, 2010) mendefinisikan gaya kepemimpinan transformasional dengan mempertimbangkan nilai-nilai moral bawahan dalam upaya meningkatkan kesadaran mereka tentang isu-isu etis, dan mengerahkan sumber daya mereka untuk menggerakkan organisasi. Gaya kepemimpinan transformasional memiliki esensi yakni muncul sebagai inspirasi, mengembangkan, guna mengajak para pengikutnya untuk diberikan tanggung jawab (Yukl, 2010). Tanggung jawab maupun tugas yang diberikan oleh pemimpin kepada bawahannya, diperlukan proses persuasif dari pimpinan untuk tidak sekedar memberikan tanggung jawab tersebut. Seorang pemimpin harus mengerti bagaimana memberikan tanggung jawab dengan disertakan pula motivasi dan komitmen yang berpengaruh terhadap keberlanjutan proses pelaksanaan setiap tanggung jawab, serta penghargaan atas kontribusi pada saat pelaksanaan dan setelah melaksanakan tanggung jawabnya. Yukl (2010) menyatakan kepemimpinan transformasional bisa diidentifikasi melalui tingkat komitmen, motivasi, dan kepercayaan bawahan, sekaligus melihat suatu tujuan organisasi tersebut akan lebih diutamakan dari kepentingan pribadinya. Kepemimpinan transformasional diperlukan untuk diterapan secara langsung oleh pemimpin sebagai panutan para bawahannya. Penerapan kepemimpinan transformasional dapat membawa dampak baik seperti tumbuhnya rasa percaya dari para bawahan, kekaguman, kesetiaan, serta penghormatan terhadap kualitas kepemimpinannya. Bass (1985) (dalam Yukl, 2010) mendefinisikan pemimpin dalam mempengaruhi dan memotivasi bawahannya dengan tiga hal berikut, pertama membuat mereka sadar atas pentingnya hasil akhir dari tugas yang diperoleh, kedua mendorong agar mereka berusaha lebih baik demi kepentingan organisasi, ketiga mendorong untuk menghidupkan akan kebutuhan tinggi yang mereka miliki. Dari ketiga hal tersebut esensi faktor 4
kepemimpinan transformasional diperlukan dalam membawa para bawahannya kepada tujuan organisasi dengan diiringi pencapaian terbaik atas kontribusi yang diberikan oleh para pekerjannya. Para pekerja yang memiliki motivasi karena sikap kepemimpinan atasannyaakan memiliki aspek perilaku kewargaan organisasi ketika berkontribusi untuk perusahaan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, terdapat penelitian yang mengkaji pengaruh faktor kepemimpinan transformasional terhadap perilaku kewargaan organisasional, salah satunya dengan motivasi intrinsik sebagai variabel pemediasi (Piccolo & Colquitt, 2006), maka setelah dikaji secara mendalam dapat ditarik tiga variabel yakni kepemimpinan transformasional sebagai variabel independen, motivasi intrinsik sebagai variabel pemediasi, dan perilaku kewargaan organisasional sebagai variabel dependen untuk dapat digunakan dalam penelitian ini. Penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh antara ketiga variabel. Namun, penelitian tersebut masih perlu dikaji secara mengerucut diantara ketiga variabel dengan responden yang berada pada lingkungan kerja yang berbeda. Seorang pemimpin sangat dibutuhkan sebagai aktor penting dalam memotivasi bawahannya. Dengan adanya motivasi tersebut, maka akan memunculkan dorongan dan usaha untuk mencapai tujuan. Motivasi didefinisikan sebagai proses psikologis yang menstimulasi, untuk menentukan arah, dan konsistensi atas tindakan sukarela dalam mencapai tujuan (Hellriegl & Solcum, 1976). March dan Simon (1958) (dalam Tosi, 2009) mengemukakan hasil penelitiannya pada beberapa karyawan melalui aspek kognitif bahwa untuk menjalankan aktivitas organisasi yang efektif, sudah sewajarnya jika individu memiliki masalah dalam hal motivasi yang memerlukan dukungan dalam mengambil keputusan untuk berpartisipasi, dan keputusan untuk berkontribusi saat bekerja melalui aspek keperilakuan. Dari pernyataan tersebut, maka secara langsung mendeskripsikan bahwa motivasi sebagai faktor pendukung dan pendorong dari dalam 5
maupun dari luar diri para pekerja tersebut, sangat dibutuhkan oleh setiap individu yang bekerja di dalam suatu organisasi. Motivasi menjadi daya dorong untuk mendukung terjadinya proses perilaku setiap individu. Terkait efek positif maupun negatif yang dihasilkan itu merupakan sesuatu yang timbul dari dalam diri individu. Daya dorong yang timbul merupakan hasil olah pemikiran individu terhadap suatu efek sebab-akibat, terdapat dua motivasi yang sering terjadi maupun sering kita temui disetiap individu dalam menjalani aktivitasnya, yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Deci dan Ryan, 1985 (dalam Deci & Ryan, 2000) mendefinisikan motivasi intrinsik yang mengacu pada kondisi dimana karyawan tertarik dan memiliki minat atas dasar tugas itu sendiri, dibandingkan dengan kecenderungan memperoleh hasil dari melakukan tugas tersebut. Richard, dan Lyman (1991) mengemukakan pada initinya motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation) mengacu kepada perilaku serta alasan seseorang melakukan tindakan karena adanya sesuatu yang diharapkan dari aktivitas itu sendiri. Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik pada dasarnya dapat memicu seseorang untuk melakukan suatu tindakan tetapi keduanya berbeda terhadap motif yang mereka harapkan dalam melakukan aktivitas tersebut. Penjelasan tentang motivasi intrinsik yang dibutuhkan oleh setiap pekerja tentu memiliki perbedaan kelola secara psikologis. Setiap pekerja memiliki masing-masing motivasi intrinsik dalam melaksanakan aktivitas kerja di dalam organisasi. Sesuatu yang mereka kerjakan atas dorongan motivasi intrinsik, semata demi kepuasan diri atas aktivitas yang dilakukan maupun atas pencapaian yang diperoleh. Setiap organisasi dan perusahaan perlu mendukung pelaksanaan aktivitas yang mengedepankan sikap sosial pekerjanya. Tidak hanya menggerakkan partisipasi pekerja saat diluar jam kerja organisasi, namun juga partisipasi saat aktivitas organisasi 6
berlangsung juga diperlukan. Subjek yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah karyawan PT PERTAMINA RU IV Cilacap. Kepemimpinan transformasional dari pimpinan PT PERTAMINA RU IV Cilacap dalam memberikan arahan, tugas serta strategi dalam interaksi terhadap bawahannya akan menjadi fokus utama penelitian. Pengaruh
faktor
kempemimpinan
transformasional
pada
perilaku
kewargaan
organisasional yang dimediasi motivasi intrinsik ini dilakukan karyawan dalam lingkup organisasi terhadap rekan maupun orang disekitarnya. Para karyawan yang memiliki latar belakang berbeda-beda menjadikan suasana kegiatan yang berbeda pula. Hal ini menarik untuk dilihat bagaimana dorongan dari komando pemimpin ini ditransformasikan sebagai motivasi oleh para karyawan PT PERTAMINA RU IV Cilacap. 1.2 Rumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini adalah pemediasian motivasi intrinsik pada pengaruh positif kepemimpinan transformasional dengan perilaku kewargaan organisasional. Motivasi yang merupakan variabel pemediasi diharapkan mampu bereaksi positif saat menerima dorongan atas sikap kepemimpinan transformasional sebelum mempengaruhi perilaku kewargaan organisasional pekerja. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1.
Apakah kepemimpinan transformasional berpengaruh positif pada perilaku kewargaan organisasional?
2.
Apakah
motivasi
intrinsik
memediasi
pengaruh
positif
gaya
kepemimpinan transformasional pada perilaku kewargaan organisasional?
7
1.4 Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Menguji dan menganalisis pengaruh positif kepemimpinan transformasional pada perilaku kewargaan organisasional.
2.
Menguji dan menganalisis efek pemediasian motivasi intrinsik pada pengaruh positif gaya kepemimpinan transformasional terhadap perilaku kewargaan organisasional.
1.5 Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain : 1.
Bagi para akademisi, hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pendukung aktivitas belajar, serta pengembangan literatur khususnya dalam bidang manajemen sumber
daya manusia. Bagi peneliti selanjutnya, hasil
penelitian ini bisa dijadikan bahan referensi guna mendukung penyusunan hipotesa. 2.
Bagi para praktisi, hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan pada pemimpin dan organisasi terhadap peran kepemimpinan transformasional yang berpengaruh pada motivasi intrinsik sebagai pendukung peningkatan perilaku kewargaan organisasional.
1.6 Batasan Penelitian 1.
Responden yang menjadi subjek penelitian ini adalah para karyawan PT PERTAMINA RU IV Cilacap.
2.
Subjek penelitian yang diteliti dari kriteria purposive sampling memiliki syarat aktif bekerja minimal 1 tahun di PT PERTAMINA RU IV Cilacap. 8
1.7 Sistematika Penelitian BAB I. PENDAHULUAN Bab pendahuluan berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS Bab ini berisi beberapa teori yang berkaitan dan digunakan sebagai pendukung penelitian serta pengembangan hipotesis yang diuji. BAB III. METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang pola penelitian, yang terdiri atas desain penelitian, populasi dan sampel, jenis data, variabel peneltian, serta analisis data. BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Pada Bab ini dijelaskan tentang analsis data penelitian, pengujian hipotesis serta pembahasan hasil uji penelitian. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Bab lima merupakan bagian intisari yang meliputi kesimpulan atas hasil penelitian serta saran untuk penelitian di masa mendatang.
9