BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Persaingan global yang semakin ketat dewasa ini mengakibatkan perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital (sumber daya manusia) merupakan modal
yang paling penting
yang
mengindikasikan/mendukung kesuksesan suatu organisasi, ini disebabkan human capital merupakan aktor atau subjek yang menjalankan organisasi. Organisasi sering kali menghabiskan dana yang besar untuk meningkatkan kualitas human capital sebagai investasi. Komitmen organisasi dan employee engagement merupakan elemen-elemen penting dalam modal manusia (human capital), oleh karena itu banyak organisasi menggunakan komitmen organisasi dan employee engagement sebagai model dalam membentuk organisasi yang lebih efektif dan efisien (Mangundjaya, 2010). Komitmen organisasi yang dimiliki oleh seorang individu merupakan salah satu bentuk sumber daya manusia yang berperan penting dalam mendukung tercapainya tujuan suatu perusahaan. Karyawan yang memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi memberi banyak keuntungan terhadap organisasi yang dinaungi. Karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menunjukkan tingkat partisipasi yang tinggi dalam organisasi. Karyawan tersebut akan memiliki keterikatan yang lebih kuat untuk tetap bekerja pada organisai dimana dalam hal ini akan memberikan sumbangan bagi pencapaian tujuan suatu organisasi.
1
2 Chow dan Holden (1997) bukti penelitian yang telah mereka lakukan mengindikasikan bahwa ketidakhadiran faktor komitmen dapat mengurangi keefektivitasan suatu organisasi. Selain itu, karyawan yang memiliki komitmen pada organisasi cenderung untuk tidak berhenti dan mengundurkan diri (Wasti, 2003). Hal ini membuat perusahaan dapat mengurangi pengeluaran untuk karyawan. Ivancevich, Konopaske & Matteson (2007) juga menjelaskan bahwa seorang
karyawan
yang
berkomitmen
akan
mempersepsikan
dan
mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan dapat berpikir mengenai tujuan dirinya dan tujuan organisasi sebagai satu kesatuan yang akan dicapainya. Sehingga karyawan yang memiliki komitmen juga memerlukan sedikit pengawasan dibandingkan karyawan yang tidak memiliki komitmen. Jelas dapat dikatakan bahwa komitmen organisasi tinggi yang dimiliki karyawan akan menguntungkan organisasi atau perusahaan. Pada beberapa penelitian (Mowday, Porter, Steers, 1992; dalam Shore & Martin, 1989) menyelidiki komitmen organisasi sebagai prediktor sikap yang penting untuk mengukur tingkah laku dan intensi karyawan. Sebagai contoh, karyawan yang memiliki komitmen tinggi terhadap perusahaan akan lebih enggang untuk meninggalkan atau berpindah perusahaan, hal ini akan memberikan keuntungan bagi perusahaan karena akan sedikit karyawan yang keluar dari perusahaan dan perusahaan tidak akan menghabiskan biaya untuk merekrut kembali karyawan yang baru. Penelitian Hom, Katerberg dan Dunham (1987) menyatakan bahwa komitmen terhadap organisasi memiliki hubungan negatif pada burnout dan turnover (tingkat keluarnya karyawan). Menurut Mathieu dan Zajac (1990) dan penelitian De Cottis dan Summers (1987)
3 mengemukakan bahwa komitmen individu terhadap organisasi memiliki hubungan positif dengan tingkat performansi kerja. Keuntungan yang didapat dari karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi pada perusahaan tidak terlepas dari berbagai macam faktor yang melandasi munculnya komitmen organisasi pada karyawan di suatu perusahaan. Menurut Steers (1977), anteseden komitmen organisasi meliputi: (1) karakteristik personal, (2) karakteristik yang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, dan (3) pengalaman kerja. Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa tantangan pekerjaan memiliki hubungan positif dengan komitmen organisasi, sedangkan konflik peran dan ambiguitas peran memiliki hubungan negatif dengan komitmen organisasi. Pengalaman kerja memberikan kontribusi yang paling besar terhadap komitmen organisasi. Pengalaman kerja ini meliputi keterandalan organisasi, perasaan dipentingkan, realisasi harapan, sikap rekan kerja yang positif terhadap organisasi, persepsi terhadap gaji, serta norma kelompok yang berkaitan dengan kerja keras (Buchanan, 1974; Steers, 1977). Pada penelitian akhir-akhir ini, komitmen organisasi dapat diraih dengan mengkorelasikan goal setting, employee engagement, workplace optimism dengan cara positif akan tetapi hasil maksimal hanya dapat diraih dengan implementasi efektif oleh semua faktor tersebut. Untuk meningkatkan dan menguatkan komitmen organisasi sangat penting untuk mencocokan faktor-faktor diatas sedemikian rupa berdampak positif dalam mekanisme organisasi. Berangkat dari hasil penelitian tersebut, kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini akan diambil dari penelitian peningkatan komitment organisasi yang dilakukan oleh Ashraf, Jaffri, Abuzar, Sharif, Muhammad, Khan & Muhammad (2012).
4 Dalam jurnal ini disebutkan bahwa untuk mencapai tingkat komitmen organisasi yang tinggi dibutuhkan peningkatan employee engagement pada lingkungan kerja untuk mengkorelasikan semua kemungkinan dan berbagai macam metodologi untuk meningkatkan komitmen organisasi (Ashraf et al, 2012). Faktor employee engagement dalam model ini memiliki pengaruh dalam komitmen organisasi. Jika karyawan menunjukkan kesediaan untuk melibatkan dirinya dalam pekerjaan mereka lebih dari jam kerja hariannya pasti akan memiliki tingkat komitmen organisasi yang lebih tinggi pula. Terlebih, tingkah laku optimis pada lingkungan kerja memainkan peran penting dalam meningkatkan komitmen organisasi. Coetzee & Roythorne-Jacob (2007) menyebutkan Individu yang engaged memperlihatkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab atas pekerjaan mereka, merasa bergairah dan antusias pada pekerjaan mereka, berjuang memberikan yang terbaik walaupun terdapat halangan, pekerjaan mereka menginspirasi dan menantang mereka, dan mereka merasa senang dan menghayati pekerjaan mereka. Individu yang demikian dapat dikatakan bahwa mereka memiliki tingkat work engagement yang tinggi. Work engagement dilihat dalam segi positif dan memiliki karakteristik-karakteristik positif serta memiliki faktor yang bertolak belakang dengan burnout. Pemimpin organisasi mengakui adanya keuntungan memiliki karyawan yang engaged dan menyadari bahwa kunci keuntungan persaingan mereka terletak pada human capital mereka dan bakat bawaan (talent) (Koyuncu et al., 2006; dalam Pilay), dalam pandangan ini organisasi memilih untuk menanam modal pada aset manusia dan mulai mencoba memahami konsep optimisme, trust dan engagement. Asumsinya adalah bila pemimpin organisasi
5 memahami perilaku positif, sikap dan emosi karyawan, hal tersebut dapat meningkatkan performa karyawan, produksi, kepuasan kerja dan dapat memberikan kontribusi secara signifikan untuk mempertahankan bakat (Pillay, 2008). Work engagement pada dasarnya merupakan konsep motivasional (Christian, 2013). Dalam hal ini work engagement bukanlah konstruk kepribadian, sikap atau perilaku. Work engagement dipahami sebagai konstruksi kondisi mental (afektif dan kognitif) yang pervasif dan persisten serta bukan sebagai reaksi emitif yang bersifat sementara (Schaufeli & Bakker, 2010). Hal ini berarti karyawan yang engaged memiliki perasaan energik dan hubungan efektif dengan aktifitas pekerjaan mereka. Semangat dikarakteristikkan sebagai tingginya kadar energi dan resiliensi mental ketika bekerja, dedikasi mengacu pada keterlibatan yang kuat dalam pekerjaan dan mengalami perasaan yang berarti (signifikansi saat bekerja) dan kebanggaan, penghayatan dikarakteristikkan sebagai konsentrasi penuh dan terikat pada pekerjaan (Bakker & Leiter, 2010). Adanya work engagement dalam diri karyawan memiliki peran yang berarti. Banyak studi menguatkan pernyataan ini. Ketika seorang pegawai menampilkan work engagement yang tinggi, kondisi tersebut akan mengurangi kecenderungan untuk pindah kerja (Maslach, Schaufeli & Leiter, 2001; Saks, 2006), menjadi prediktor dari loyalitas pelanggan (Salanova, Agut & Piero, 2005), dapat meningkatkan kinerja finansial organisasi (Bhatnagar & Biwas, 2010; Xanthopaulo, Bakker, Demmerouti & Schaufeli, 2009). Selain itu work engagement juga berhubungan erat dengan kepuasan kerja (Demerouti, Bakker, De Jonge, Jessen & Schaufeli, 2001), komitmen organisasi dan kinerja (Salanova,
6 Llorens, Cifre, Martinez & Schaufeli, 2003), tingkat absensi yang rendah dan niatan untuk berpindah kerja yang rendah (Schaufeli & Bakker, 2004). Dapat dikatakan individu yang engaged merupakan individu yang memahami pekerjaan mereka. Diharapkan bahwa faktor-faktor yang tersirat dalam work engagement ini merupakan indikasi yang dapat digunakan untuk menciptakan komitmen karyawan terhadap organisasi yang dinaungi. Dikutip dalam artikel yang ditulis oleh N. Krisbiyanto (2013) menyebutkan bahwa di Indonesia kondisi loyalitas karyawan terhadap perusahaan dalam tingkat yang rendah. Survei menyebutkan bahwa sekitar 27% dari karyawan saat ini telah merencanakan untuk pindah dalam dua tahun kedepan (http://www.portalhr.com/ komunitas/opini/perjalanan-mencari-makna-engagement-bagi-organisasi).
Salah
satu hasil temuan dari penelitian yang dikemukan oleh Ali & Liche (1996) terhadap sejumlah karyawan di Jakarta menemukan bahwa karyawan yang bekerja di perusahaan BUMN memiliki komitmen afektif, komitmen kontinuitas dan komitmen normatif yang secara bermakna lebih tinggi daripada karyawan yang bekerja di organisasi swasta. Namun bukan berarti karyawan-karyawan semua perusahaan BUMN akan memiliki komitmen organisasi yang tinggi terhadap perusahaan yang dinaungi. Pada kesempatan ini penulis akan melaksanakan
penelitian terhadap PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (PT. TELKOM, Tbk) yang merupakan salah satu badan usaha milik negara (BUMN). Dalam perjalanan karir seorang karyawan pada umumnya ada suatu masa terjadi penurunan komitmen bekerja. Karyawan yang tidak berkomitmen bekerja akan berdampak negatif pada kinerjanya. Demikian juga yang terjadi pada sebagian karyawan di PT. Telkom, Tbk. Berdasarkan pemaparan kepala bagian human resources PT. Telkom, Tbk yang berada di Surakarta ada sebagian
7 karyawan yang menunjukkan tanda-tanda penurunan komitmen bekerja. Tandatanda yang dimaksud antara lain adalah melanggar disiplin waktu kerja, tidak antusias dengan pekerjaan, pesimis dengan masa depan perusahaan dan berkeinginan untuk pensiun dini. Penyebab timbulnya gejala penurunan komitmen kerja di kalangan para karyawan di PT. Telkom, Tbk dikarenakan banyaknya karyawan yang karirnya mentok atau berada pada jenjang kepangkatan (band posisi) yang sama selama bertahun-tahun bahkan lebih dari 10 tahun. Sebagian karyawan merasa kompetensinya sudah tidak cocok lagi dengan bidang pekerjaan di PT. Telkom, Tbk yang dituntut untuk selalu menyesuaikan dengan kemajuan teknologi telekomunikasi, kompleksitas jenis layanan dan irama kerja yang dituntut untuk lebih kompak, lebih cepat dan lebih cerdas sesuai dengan budaya PT. Telkom, Tbk yaitu solid, speed dan smart atau yang dipopulerkan oleh jajaran direksi sebagai 3S. Dari pemaparan yang telah penulis berikan, peneliti ingin mengangkat work engagement dan organizational commitment sebagai topik penelitian. Sebagai subjek pengambilan data akan dilakukan terhadap karyawan PT. Telkom, Tbk yang berada di Surakarta.
B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara work engagement dengan organizational commitment karyawan PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (PT. Telkom, Tbk) yang berada di wilayah Surakarta.
8 C. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat bermanfaat, adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, antara lain: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengembangan ilmu psikologi, khususnya dalam ranah Psikologi Industri dan Organisasi yang berhubungan dengan engagement dan commitment. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai work engagement dan organizational commitment. Dengan adanya pemahaman tersebut diharapkan perusahaan dapat mengerti bagaimana tingkat komitmen organisasi dan tingkat work engagement yang terjadi dalam perusahaan tersebut. Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi perusahaan yang sedang mencari pandangan baru untuk meningkatkan komitmen organisasi melalui work engagement dan menjadi bahan pertimbangan bagi pihak yang bersangkutan (perusahaan)
dalam
pembuatan
keputusan
permasalahan komitmen dalam perusahaan.
mengenai
penanganan