1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman cabai besar (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan potensi ekspor yang cukup besar. Ratarata produktivitas cabai besar di Bali sekitar 7,14 ton/ha, produktivitas tersebut lebih rendah dari potensi produksi cabai sebesar 10 ton/ha (BPS, 2013). Rendahnya
produktivitas cabai disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah faktor hama dan penyakit. Hama dan penyakit pada tanaman cabai besar masih merupakan penyebab utama kegagalan panen, maka usaha untuk mengendalikan sangat perlu dilakukan (Suryaningsih et al., 1996). Penyakit antraknosa pada tanaman cabai merupakan penyakit yang paling sering ditemukan dan hampir selalu terjadi disetiap areal tanaman cabai. Penyakit antraknosa tersebut disebabkan oleh jamur Colletotrichum spp. Menurut Suryaningsih et al. (1996), patogen antraknosa yang paling banyak dijumpai menyerang tanaman cabai di Indonesia adalah jamur Colletotrichum capsici dan Colletotrichum gloeosporioides. Sedangkan penyakit antraknosa pada tanaman cabai di Bali paling banyak disebabkan oleh jamur Colletotrichum acutatum (Sudiarta dan Sumiartha, 2012). Penyakit antraknosa selain mengakibatkan penurunan hasil juga dapat merusak nilai estetika pada buah cabai. Penurunan hasil akibat penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar dapat mencapai 50% atau lebih (Semangun, 2007).
2
Selama ini pengendalian penyakit antraknosa masih bertumpu pada penggunaan fungisida sintetis. Penggunaan fungisida sintetis secara terus menerus dapat mengakibatkan timbulnya resistensi patogen, mencemari lingkungan dan berbahaya bagi konsumen. Pencemaran oleh pestisida tidak saja pada lingkungan pertanian tapi juga dapat membahayakan kehidupan manusia dan hewan dimana residu pestisida terakumulasi pada produk-produk pertanian dan pada perairan (Sa’id, 1994). Berdasarkan hal tersebut perlu dicari alternatif pengendalian penyakit antraknosa pada tanaman cabai dengan memanfaatkan tanaman yang berpotensi sebagai fungisida nabati yang tidak berbahaya bagi konsumen maupun lingkungan. Menurut Nurmansyah (1997), banyak tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman. Hasil penelitian Silva et al. (2008) menemukan 4 jenis tumbuhan dari 48 jenis
yang diuji aktivitas antijamurnya terhadap jamur Colletotrichum
gloeosporioides penyebab penyakit antraknosa pada tanaman kopi. Keempat jenis tumbuhan tersebut yaitu Digitalis lanata, Origanum manjorona, Plantago lanceolata dan Stevia rebaudiana. Diantara 4 jenis tumbuhan tersebut Origanum manjorona memberikan daya hambat paling tinggi yaitu sebesar 96%. Suprapta dan Khalimi (2012), melaporkan bahwa ekstrak daun suar (Albizia saman) memiliki aktivitas antijamur paling tinggi diantara 14 jenis tumbuhan yang diuji aktivitas antijamurnya terhadap jamur penyebab penyakit layu Fusarium pada tanaman paprika dengan diameter zona hambatan sekitar 23 mm. Sedangkan ekstrak rimpang lengkuas (Alpinia galanga) menunjukkan aktivitas antijamur
3
paling tinggi dari 15 jenis tanaman yang diuji aktivitas antijamurnya terhadap jamur Ceratocystis sp. penyebab penyakit busuk buah salak dengan daya hambat 92,5% (Suprapta et al., 2001). Awar-awar (Ficus septica Burm.f.) merupakan salah satu jenis tumbuhan dari Famili Moraceae berhabitus perdu dengan tinggi tumbuhan dapat mencapai ± 6 meter. Awar-awar merupakan tumbuhan liar yang tumbuh pada lahan kosong, semak-semak dan hutan. Tumbuhan ini di masyarakat hanya digunakan sebagai obat tradisional seperti daunnya untuk obat bisul, luka, borok dan penawar racun binatang berbisa, sedangkan akarnya digunakan sebagai obat sesak nafas. Diduga senyawa kimia yang terkandung pada daun, buah dan akar awar-awar berupa senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, tanin dan polifenol (de Padua et al., 1999). Nogodula et al. (2012) melaporkan bahwa, ekstrak kasar daun awar-awar mampu menghambat pertumbuhan jamur Canida albican dengan zona hambat 16,67 ± 5,38 mm. Menurut Vital et al. (2010), ekstrak kasar daun awar-awar dapat menghambat pertumbuhan jamur Staphylococcus aureus, Canida albican dan bakteri Escherichea coli dengan zona hambatan masing-masing 13,83 ± 4,01 mm, 17,67 ± 1,53 mm dan 13,00 ± 1,00 mm. Sukadana (2005) melaporkan bahwa, ekstrak etanol kulit akar awar-awar dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichea coli. Pada penelitian pendahuluan sebanyak 20 jenis tumbuhan telah diuji aktivitas antijamurnya terhadap jamur Colletotrichum spp. penyebab penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar, dan menemukan 6 jenis tumbuhan yang dapat menghambat pertumbuhan jamur Colletotrichum spp. Diantara 6 jenis
4
tumbuhan tersebut ekstrak metanol daun Ficus septica memberikan daya hambat paling tinggi dengan zona hambatan sebesar 30 mm. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi ekstrak daun tumbuhan awar-awar (Ficus septica Burm.f.) sebagai fungisida nabati untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan jamur Colletotrichum spp. dan mengendalikan penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar (Capsicum annuum L.).
1.2 Rumusan Masalah Beberapa masalah berikut akan dijawab melalui penelitian ini yaitu : 1. Jamur Colletotrichum jenis apakah yang menyebabkan penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar (C. annuum) di Bali. 2. Apakah ekstrak daun awar-awar (F. septica) dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan jamur Colletotrichum spp. penyebab antraknosa pada tanaman cabai besar. 3. Jenis senyawa apa saja yang terkandung di dalam ekstrak daun awarawar yang bersifat sebagai antijamur terhadap jamur Colletotrichum spp. 4. Bagaimanakah mekanisme kerja ekstrak daun awar-awar dalam menghambat pertumbuhan jamur Colletotrichum spp. 5. Apakah formula ekstrak daun awar-awar efektif mengendalikan penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar.
5
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan umum Untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun awar-awar dalam menghambat pertumbuhan dan perkembangan jamur Colletotrichum spp. penyebab penyakit antraknosa tanaman cabai besar.
1.3.2
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui spesies jamur penyebab penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar di Bali. 2. Untuk mengetahui daya hambat ekstrak daun awar-awar terhadap jamur Colletotrichum spp. penyebab penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar. 3. Untuk mengetahui jenis senyawa yang terkandung di dalam ekstrak daun awar-awar yang bersifat sebagai antijamur terhadap Colletotrichum spp. 4. Untuk mengetahui mekanisme kerja ekstrak daun awar-awar dalam menghambat pertumbuhan jamur Colletotrichum spp. 5. Untuk mengetahui efektivitas formulasi ekstrak daun awar-awar dalam mengendalikan penyakit antraknosa pada tanaman cabai.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini secara akademik bisa memperkaya referensi tentang potensi ekstrak daun awar-awar sebagai antijamur terhadap jamur Colletotrichum spp. penyebab penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar. Hasil analisis fitokimia akan memberikan data tentang jenis
6
senyawa kimia yang bersifat sebagai antijamur serta mekanisme kerjanya dalam menghambat pertumbuhan jamur Colletorichum spp. 2. Bagi masyarakat khususnya para petani cabai dan pengusaha cabai besar dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai salah satu alternatif dalam usaha mengendalikan penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar.