17 BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan
komitmen Pemerintah Pusat dalam perbaikan pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas publik. Tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah adalah terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik salah satunya pemerintah telah melakukan penyempurnaan dalam pengelolaan keuangan negara yaitu dengan mengeluarkan paket undang-undang keuangan negara yang terdiri atas Undangundang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, mengamanatkan keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis,
efektif,
transparan
dan
bertanggung
jawab
dengan
memperhatikan asas keadilan dan kepatutan. Penjelasan UU Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan Negara, laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah perlu disampaikan tepat waktu dan disusun mengikuti standar akuntansi pemerintah. Menindaklanjuti penjelasan tersebut maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun
18 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan sudah diperbaharui dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 serta Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja. Standar Akuntansi Pemerintahan berisikan prinsip-prinsip penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah yang diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun laporan keuangan yang baik. Berkaitan dengan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dalam mewujudkan UU No. 1 Tahun 2004, Pemerintah mengeluarkan PP No. 6 Tahun
2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan dijabarkan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku auditor eksternal terlebih dahulu menguji SPI ini di setiap pemeriksaan yang dilakukannya dalam penentuan luas lingkup (scope) pengujian yang akan dilaksanakannya. Banyaknya penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran (APBN/APBD) menggambarkan lemahnya SPI yang diterapkan di pemerintahan baik pusat maupun daerah. Sebagai tindak lanjut dari kondisi tersebut, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan (SPIP) dalam PP No.60 Tahun 2006 bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna tercapainya
19 efektifitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan laporan keuangan, pengamanan aset negara serta ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. SPIP merupakan suatu proses integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien (operating), keandalan pelaporan keuangan (reporting), pengamanan aset negara (safeguarding) dan ketaatan terhadap peratura perundang-undangan (compliance). Purnomo (2010) menyatakan bahwa kualitas penyusunan laporan keuangan dapat meningkat setelah dilakukan perbaikan antara lain sistem akuntansi, teknologi informasi, penyediaan tenaga bidang akuntansi serta peningkatan sistem pengendalian intern (www.bpk.go.id dikutip tanggal 25 Februari 2010). Sementara itu, Mardiasmo (2010) mengatakan Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan (SPIP) memiliki dua dasar utama berupa penguatan kualitas akuntabilitas keuangan negara dan tulang punggung reformasi birokrasi.
Kualitas akuntabilitas keuangan daerah tercermin dari opini yang
dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku external auditor atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. (www.bpkp.go.id dikutip tanggal 25 Februari 2015). Dilain pihak, Gutomo,
menjelaskan bahwa permasalahan yang
menghambat belum diperolehnya opini WTP beragam, khususnya terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), secara mayoritas disebabkan karena pengelolaan aset tetap yang belum akuntabel. Permasalahan aset tetap pemerintah daerah pada umumnya terkait adanya barang milik daerah yang tidak
20 dicatat, barang milik daerah yang tidak ada justru masih dicatat, barang milik daerah dicatat tapi tidak didukung dengan dokumen kepemilikan yang sah. Kelemahan sistemik yang telah terjadi dari masa lalu dimana pengelola barang milik daerah tidak lebih penting dibanding pengelolaan uang juga menjadi andil permasalahan pengelolaan barang milik daerah yang tidak dilaksanakan dengan baik. (www.bpkp.go.id dikutip tanggal 25 Februari 2015) Secara umum pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern di Pemerintah Kota Tebing Tinggi masih belum optimal. Gambaran ini dapat dilihat dari opini yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis terkait laporan hasil pemeriksaan BPK-RI Tahun 2007 – 2013 menunjukkan Pemerintah Daerah Kota Tebing Tinggi belum pernah memperoleh opini WTP. Salah satu hal yang menjadi pokok pertimbangan dalam pemberian opini tersebut
adalah kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah.
Kelemahan dari sistem pengendalian intern antara lain dalam penatausahaan dan pengelolaan kas pada beberapa SKPD yang tidak sesuai ketentuan, dan penatausahaan aset tetap pada Pemerintah Kota Tebing Tinggi belum tertib dan nilai aset yang disajikan pada neraca masih belum diyakini kewajarannya. Secara umum permasalahan aset yang ditemukan adalah: 1. Nilai aset yang tidak dapat diyakini kewajarannya. 2. Pencatatan aset yang tidak didukung oleh bukti kepemilikan yang sah sehingga pencatatanya tidak akurat. 3. Pencatatan aset yang tidak didukung oleh bukti fisiknya. 4. Aset yang tidak tercatat dalam laporan.
21 Kondisi di atas memengaruhi pencatatan nilai aset pada laporan keuangan, sehingga pengelolaan aset yang kurang baik mengakibatkan kualitas laporan keuangan yang kurang baik pula. Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan (SPIP) mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan sampai dengan pertanggungjawaban pada setiap kegiatan pemerintah daerah seharusnya dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif sehingga pengelolaan barang milik daerah dapat dilaksanakan dengan baik sehingga menghasilkan kualitas laporan keuangan yang baik pula. Hal ini sejalan penelitian Yosefrinaldi (2013) yang menunjukkan SPIP berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Namun pengaruh SPIP terhadap kualitas laporan keuangan masih menunjukkan hasil yang tidak konsisten, dimana menurut Lalia (2009) SPIP tidak langsung memengaruhi opini atas laporan keuangan. Sedangkan Oktaviana (2010) menyimpulkan bahwa pengendalian intern hanya memberikan pengaruh yang kecil terhadap pengelolaan aset daerah.
Disamping itu Primastuti (2008)
menyimpulkan bahwa efektifitas SPIP dapat terukur antara lain melalui keandalan laporan keuangan dan cara pengamanan aset. Berdasarkan hasil pemaparan di atas dan adanya ketidakkonsistenan hasil penelitian, maka penulis mencoba meneliti pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terhadap kualitas laporan kuangan serta apakah pengelolaan barang milik daerah dapat memediasi hubungan SPIP terhadap kualitas laporan keuangan dengan judul tesis “Analisis Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Tebing
22 Tinggi dengan Pengelolaan Barang Milik Daerah sebagai Variabel Intervening”. Pada penelitian ini, penulis ingin melihat seberapa besar pengaruh SPIP terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah dan dengan pengelolaan barang milik daerah sebagai variabel intervening.
1.2. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1.
Apakah Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi?
2.
Apakah Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi melalui pengelolaan barang milik daerah?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka, tujuan penelitian ini dilakukan adalah: 1.
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terhadap kualitas laporan keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi.
2.
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
terhadap kualitas laporan keuangan Pemerintah Kota
Tebing Tinggi melalui pengelolaan barang milik daerah.
23 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain adalah : 1.
Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan peneliti untuk memperdalam wawasan dan pengetahuan dalam hal Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pada umumnya.
2.
Bagi pemerintah daerah, diharapkan dapat memberikan manfaat dalam implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan (SPIP) di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi dalam rangka peningkatan kualitas laporan keuangan.
3.
Bagi akademis, penelitian ini dapat digunakan dalam pengembangan pemahaman akan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan referensi untuk penelitian sejenis oleh calon peneliti berikutmya di masa yang akan datang.
1.5.
Originalitas Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Primastuti (2008)
yang melakukan penelitian dengan judul “Penilaian Terhadap Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern dalam Pengelolaan Aset Tetap pada Pemerintah Kota Depok” Adapun perbedaan penelitian ini adalah
penulis menambah variabel
kualitas laporan keuangan sebagai variabel dependen dan pengelolaan barang milik daerah yang salah satu unsurnya adalah pengelolaan aset tetap sebagai variabel intervening, selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
24 Tabel 1.1. Originalitas Kriteria Judul Penelitian
Objek Penelitian Tahun Penelitian Variabel Independen Variabel Dependen Variabel Intervening Hasil Penelitian
Penelitian Terdahulu Penelitian Sekarang Penilaian Terhadap Sistem Pengendalian Analisis Pengaruh Sistem Intern Dalam Pengelolaan Asset Tetap Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Pada Pemerintah Kota Terhadap Kualitas Lapoan Keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi Dengan Pengelolaan Barang Milik Daerah Sebagai Variabel Intervening. Pemerintah Kota Depok Pemerintah Kota Tebing Tinggi 2008 2015 Sistem Pengendalian Intern Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Pengelolaan Aset Tetap Kualitas Laporan Keuangan Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern dalam Pengelolaan Aset Tetap pada Pemerintah Kota Depok belum efektif.
Pengelolaan Daerah.
Barang
Milik