BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kekerasan terhadap sesama manusia, sumber maupun alasannya bermacam-macam, seperti politik, rasisme bahkan keyakinan keagamaan/apa saja. Dalam bentuk ekstrim, misalnya adalah sebab adanya keyakinan bahwa kodrat perempuan itu halus dan menjadi subordinasi lelaki. Ketika seorang perempuan berani membantah atau melawan keputusan seorang suami maka akan terjadi kekerasan dalam rumah tangga dengan bentuk bentakan, ancaman bahkan pemukulan. Kekerasan yang paling besar adalah dalam bentuk perkosaan terhadap perempuan, termasuk perkosaan dalam perkawinan. Perkosaan terjadi jika seseorang memaksa untuk mendapatkan pelayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan. Ketidakrelaan ini sering kali tidak bisa terekspresikan disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya: ketakutan, malu, keterpaksaan baik ekonomi, sosial maupun kultural atau karena tidak ada pilihan dan sebagainya. 1 Amina Wadud mengkritik anggapan sementara orang bahwa perempuan "harus" berperan menjadi ibu yang baik untuk mendidik anak dan melayani suaminya. Menurutnya, dalam al-Qur'an tidak ada indikasi bahwa melahirkan anak adalah peran dan tugas utama bagi perempuan. Yang ada adalah perintah
1
Mansour Fakih, Kekerasan Gender dalam Pembangunan, dalam Ahmad Suaedy (ed.), Kekerasan dalam Perspektif Pesantren, Jakarta: Grasindo, 2000, hlm. 79.
1
2
atau anjuran untuk menghormati, simpati dan bertanggung jawab kepada ibu karena mereka telah melahirkan anak. 2 Cinta kasih, mawaddah dan rahmah yang dianugerahkan Allah kepada sepasang suami istri adalah untuk satu tugas yang berat tapi mulia.3 Namun sering kali pihak suami mengabaikan hak istri untuk memutuskan kapankah dan akankah mempunyai anak dengan memaksakan agar istrinya memiliki anak. Bahkan bila si istri tidak siap untuk memiliki anak atau diberi karunia Tuhan untuk tidak bisa memberikan anak, kaum suami justru mengultimatumnya dengan ancaman perceraian. Disini secara sepintas nampaknya posisi suami yang demikian benar. Menurut pemahaman kebanyakan masyarakat awam seorang suami dikatakan memiliki hak penuh menuntut istrinya untuk memiliki anak apapun alasannya. 4 Menurut hemat penulis, jelas pendapat demikian tidak sesuai dengan hak reproduksi perempuan. Apabila dipaksakan juga hal ini juga melanggar ketentuan pasal 8 huruf a Undang-undang penghapusan KDRT No. 23 tahun 2004 tentang larangan pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. 5 Mayoritas ahli fiqh berpendapat bahwa seorang istri tidak boleh menolak apabila suami menginginkan hubungan intim, berdasarkan sabda Nabi :
2
Amina Wadud, "Menuju Keadilan Gender" dalam A. Khudori Soleh (ed.), Pemikiran Islam Kontemporer, Yogyakarta: Jendela, 2003, hlm. 74. 3 M. Quraisy Syihab, Wawasan Al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i Atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 1997, hlm. 214. 4 Syafiq Hasyim, (ed.), Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Jakarta: The Asia Foundation, 2000, hlm. 83. 5 Undang-undang RI No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Jakarta: Eko Jaya, 2004, hlm. 7.
3
ﺍﺫﺍ ﺩﻋﺎ ﺍﻟﹼﺮﺟﻞ: ﻋﻦ ﺃﰉ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ 6 (ﺘﻰ ﺗﺼﺒﺢ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯﺖ ﺃﻥ ﲡﺊ ﻟﻌﻨﺘﻬﺎﺍﳌﻼﺋﻜﺔ ﺣ ﺇﻣﺮﺃﺗﻪ ﺍﱃ ﻓﺮﺍﺷﻪ ﻓﺄﺑ Artinya : Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi SAW bersabda : "Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur, lantas ia tidak mau datang, maka malaikat melaknatnya hingga subuh tiba". (HR. Bukhari) Didalam kitab-kitab fiqh, tidak ada penjelasan bagaimana jika yang mengajak hubungan intim itu istri dan suaminya menolak apakah juga mendapat laknat malaikat ? 7 Dalam hadis di atas kata al-la'nah seringkali dipahami secara kurang tepat. Yang dimaksud dengan al-la'nah (laknat) adalah dihindarkan dan dijauhkan dari kebaikan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa laknat yang datang dari Allah berarti dijauhkan dari kebaikan. Sedang laknat yang datangnya dari mahluk berarti celaan dan mendo'akan keburukan, di sini berarti ia berdo'a pada Allah agar menjauhkannya dari kebaikan. Jika laknat terjadi dalam rumah tangga, berarti kasih sayang dan kedamaian telah hilang, hal ini akan terjadi bila seorang suami tidak memperoleh apa yang diinginkan dari istrinya begitu pula sebaliknya. 8 Pemaksaan hubungan seksual terhadap istri tidak dibolehkan oleh agama dengan beberapa alasan; pertama, membolehkan hubungan suami-istri secara paksa sama saja dengan mengizinkan seorang suami mengejar keni'matan atas
6
Imam Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhori, Shohih Bukhori,Juz III, Semarang: Al-Munawar, t.t, hlm. 260. 7 Masykuri Abillah dan Mun'im A. Sirry, "Hukum yang Memihak Kepentingan Laki-laki: :Perempuan dalam Kitab Fikih", dalam Ali Muhanif (ed.), Mutiara Terpendam, Perempuan Dalam Literatur Islam Klasik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002, hlm. 120. 8 Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, et.al, Wajah Baru Relasi Suami Istri: Telaah Kitab Uqud al-Lujjayn, Yogya: LkiS bekerjasama dengan FK3, 2003, hlm. 30.
4
penderitaan orang lain (istri), ini tidak bermoral. Kedua, dalam hubungan suamiistri yang dipaksakan, terdapat pengingkaran nyata terhadap prinsip mu'asyarah bil ma'ruf (memperlakukan istri dengan cara yang ma'ruf), sekali lagi dengan cara yang ma’ruf yang sangat ditekankan dalam al-Qur'an. 9 Dalam soal hubungan seksual, perempuan bukanlah sebagai obyek lelaki, tapi mengapa al-Qur'an melukiskan perempuan sebagai ladang bagi laki-laki yang boleh ditanami bagaimana saja lelaki mau, sebagaimana firman Allah :
(223 :ﻢ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﺘﻰ ِﺷﹾﺌﻢ ﹶﺃﻧ ﺮﹶﺛ ﹸﻜ ﺣ ﻮﹾﺍﻢ ﹶﻓ ﹾﺄﺗ ﺙ ﱠﻟ ﹸﻜ ﺮ ﹲ ﺣ ﻢ ﺅ ﹸﻛ ﺂِﻧﺴ Artinya : "Istri-istrimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki " 10 Pemahaman terhadap ayat tersebut yang selama ini dianut, cenderung tidak adil terhadap perempuan. Sepintas dalam ayat tersebut posisi perempuan dianggap sebagai obyek kemauan lelaki, khususnya soal seks. Kesan inilah yang kiranya terus digarisbawahi oleh lelaki. Padahal bila dilihat asbabun nuzulnya, ayat itu turun berkaitan dengan kegemaran sementara lelaki yang suka menggauli istrinya dari belakang (dubur).11 Jelas di sini bahwa pesan ayat itu tidak untuk memperlakukan perempuan semaunya, seolah ayat itu bicara tentang tehnik main seks. Rasanya terlalu sepele hal seperti itu diangkat oleh al-Qur'an. 12 Nusyuz berawal dari salah satu pihak suami atau istri, bukan keduanya secara bersama-sama. Nusyuz pihak istri berarti kedurhakaan dan / atau ketidak
9
Masdar F. Mas'udi, Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan, Bandung: Mizan, 1997,
hlm. 109. 10
Depag, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Semarang: al-Waah, 1995, hlm. 54. M. Ali al-Shobuni, Rawa'i al-Bayan, Makkah al-Mukarramah, t.t, hlm. 208 12 Masdar F. Mas’udi, Op. Cit., hlm.111 11
5
taatan terhadap suami. Nusyuz pihak istri dapat terjadi apabila istri tidak menghiraukan hak suami atas dirinya. Nusyuz pihak suami terhadap istri lebih banyak berupa kebencian atau ketidaksenangannya terhadap istrinya sehingga suami menjauhi atau tidak memperhatikan istrinya. 13 Ketika bicara tentang nusyuz, para mufassir biasanya mengutip Q.S. anNisa’ ayat 34. Ayat ini seringkali ditafsirkan dan dijadikan legitimasi para suami (laki-laki) untuk melakukan tindak kekerasan (violence) terhadap istri (perempuan) yang dianggap telah nusyuz. Dalam kitab fiqh atau tafsir klasik, kata nusyuz pengertiannya sering ditujukan untuk istri yang tidak taat kepada suami. Mengapa jarang ditemui kata nusyuz yang merujuk pada suami yang tidak baik atau membangkang kepada istrinya ? 14 Untuk mengatasi istri yang nusyuz terhadap suami Islam memberikan empat tahapan jalan keluar berdasarkan surat an-Nisa' (4) ayat 34. Tahap pertama berupa pemberian nasehat, petunjuk dan peringatan tentang ketaqwaan kepada Allah SWT serta hak dan kewajiban suami dalam rumah tangga. Apabila nasehat tidak dapat mengubah sikap nusyuz istri, maka suami diperkenankan untuk mengancam dengan menjelaskan bahwa sikap nusyuz istri terhadap suaminya dapat menggugurkan hak-hak istri atas suaminya. Tahap kedua yaitu berpisah ranjang dan tidak saling bertegur sapa. Khusus mengenai tidak bertegur sapa hanya diperbolehkan selama tiga hari tiga malam. Tahap ketiga adalah memukul istri yang nusyuz namun dengan pukulan yang tidak sampai melukainya, menurut M. Ali As-Sabuni, ahli tafsir dan Wahbah Az-Zuhaili, ahli fiqh 13
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta :Ichtiyar Baru Van Hoeve, 1997,
hlm. 1354 14
Amina Wadud, Op. Cit., hlm. 75
6
kontemporer, ketika pemukulan harus dihindari: 1). Bagian muka karena muka adalah bagian tubuh yang paling dihormati, 2). Bagian perut dan bagian tubuh lain yang dapat menyebabkan kematian, 3). Memukul hanya pada satu tempat karena akan menambah rasa sakit dan akan memperbesar kemungkinan timbulnya bahaya. Sedangkan tahapan terahir sesungguhnya merupakan tahap yang diberikan untuk menyelesaikan syiqaq. 15 Undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga No. 23 tahun 2004 pasal 8 huruf a berbunyi "Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf C meliputi: Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut". Undangundang ini mengatur tentang larangan pemaksaan hubungan seksual. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa: yang dimaksud dengan kekerasan seksual dalam ketentuan ini adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan / atau tujuan tertentu. "Orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga" menurut pasal 2 Undang-undang No. 23 tahun 2004 meliputi: a. Suami, istri, dan anak b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian yang menetap dalam lingkup rumah tangga dan atau c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.16 15 16
Abdul Aziz Dahlan, Op. Cit., hlm. 1354-1355. Undang-undang No. 23 tahun 2004, Op.cit, hlm. 5
7
Dan yang dimaksud oleh penulis dengan "Orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga" dalam skripsi ini adalah seorang istri, karena dalam pembahasan bab selanjutnya pemaksaan hubungan seksual terhadap istri tersebut dikaitkan dengan konsep nusyuz dalam Islam. Penulis menilai pasal 8 huruf a UU penghapusan KDRT No. 23 tahun 2004 itu tidak jelas dan sangat rancu, karena kalimat "pemaksaan hubungan seksual" hanya dijelaskan secara sangat global. Baik di pasal lainnya ataupun di bab penjelasan, tidak ditemukan keterangan lebih mendalam tentang kata pemaksaan. Akibatnya kata itu mengandung banyak pengertian. Kekerasan itu terjadi apakah karena sang istri enggan melakukan hubungan seksual, kecapekan atau karena ada faktor lain. Pengertian Undang-undang di atas bisa jadi sangat bias, sehingga seorang istri tidak dapat menolak keinginan seks suami walau dengan alasan yang dapat diterima. Karena kalimat 'pemaksaan hubungan seksual' tidak dijelaskan secara rinci dalam penjelasan UU penghapusan KDRT No. 23 tahun 2004. oleh karena itu, diperlukan penafsiran yang tepat agar tidak terjadi kerancuan dalam memahaminya. Karena bila terjadi, maka bisa jadi berakibat buruk bagi yang mengalaminya. Dengan latar belakang masalah di atas maka penulis merasa perlu untuk mengkaji lebih jauh mengenai larangan pemaksaan hubungan seksual ini kaitannya dengan konsep nusyuz dalam Islam, yang akan penulis tuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: "Analisis Pasal 8 huruf a UU No. 23 Tahun
8
2004 Tentang Larangan Pemaksaan Hubungan Seksual Kaitannya Dengan Konsep Nusyuz Dalam Islam "
B. Permasalahan Ada beberapa permasalahan yang akan penulis ungkapkan dalam penyusunan skripsi ini diantaranya yaitu : 1. Bagaimana kriteria pemaksaan hubungan seksual dalam pasal 8 huruf a Undang-undang No.23 tahun 2004 ? 2. Bagaimana konsep nusyuz dalam hukum Islam ? 3. Bagaimana kaitan antara larangan pemaksaan hubungan seksual dalam pasal 8 huruf a UU No. 23 tahun 2004 dengan konsep nusyuz dalam Islam ?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui kriteria pemaksaan hubungan seksual dalam pasal 8 huruf a UU No. 23 tahun 2004. 2. Untuk mengetahui konsep nusyuz dalam hukum Islam. 3. Untuk mengetahui kaitan antara larangan pemaksaan hubungan seksual dalam pasal 8 huruf a UU No. 23 tahun 2004 dengan konsep nusyuz dalam Islam.
D. Telaah Pustaka Telaah pustaka ini dimaksudkan untuk menyediakan informasi tentang penelitian-penelitian/karya-karya
ilmiah
lain
yang
berhubungan
dengan
penelitian yang akan diteliti agar tidak terjadi duplikasi/pengulangan. Di samping itu dapat memberikan rasa percaya diri dalam melakukan penelitian yang penulis
9
lakukan, sebab dengan telaah pustaka semua konstruksi yang berhubungan dengan penelitian yang telah tersedia dapat diketahui dan juga informasi yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis. Berikut ini adalah beberapa karya ilmiah yang dimaksud; 1. Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid (et.al) dalam buku "Wajah Baru Relasi Suami Istri: Telaah Kitab 'Uqud al-Lujjayn". Menurutnya ayat tentang nusyuz harus dipahami secara benar karena diperbolehkannya pemukulan dalam ayat tersebut seringkali dijadikan sebagai alasan pembenar oleh suami untuk melakukan kekerasan terhadap istrinya. Menurut Sinta Nuriyah fenomena pemukulan masih bisa ditolerir asal tidak membahayakan dan membawa faedah. Namun menurutnya pemukulan tetap menimbulkan dampak psikologis yang kurang baik, lebih-lebih bila diketahui anggota keluarga lain terutama anak-anak maka dampaknya lebih tidak baik lagi. 17 2. Masdar F. Mas'udi dalam bukunya "Islam dan hak-hak reproduksi perempuan" memandang hubungan seks bagi perempuan (istri) merupakan gabungan dari hak dan kewajiban. Apabila hubungan seks bagi perempuan (istri) adalah hak, maka baginya ada ruang untuk memilih, apakah akan melakukannya / tidak, juga ruang untuk memilih waktu dan caranya tapi kalau semata-mata sebagai kewajiban baginya hanya ada satu pilihan yaitu melakukannya sekedar karena suami menghendaki apakah ia sendiri suka atau tidak. 18
17 18
Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, (et.al), Op. Cit, hlm. 51-52. Masdar F. Mas'udi, Op. Cit., hlm. 106.
10
Sedangkan skripsi yang pernah membahas diantaranya adalah : 1. Skripsi Zusni Anwar (2197106) dengan judul "Kedudukan Wanita dalam Hubungan Seksual Suami Istri Menurut al-Tihami (Telaah terhadap Kitab Qurrah al-'Uyun)", membahas tentang hak dan kewajiban suami istri yang terdapat dalam kitab Qurrah al Uyun karya al Tihami. Dalam kesimpulan disebutkan bahwa suami dilarang melakukan pemaksaan hubungan seksual terhadap istri, karena akan berdampak psikologis dan dapat mengakibatkan istri selingkuh. 2. Skripsi Farid Husin (2197165) dengan judul "Studi Analisis terhadap Marital Rape Menurut Hukum Islam", hanya membahas masalah domestik yang sering memicu kehancuran sebuah mahligai rumah tangga yaitu kasus marital rape dimana tindakan kekerasan yang tidak hanya dirasa secara fisik, namun dampak psikologis yang lebih berat akan dirasakan oleh korban yang dalam hal ini merupakan istri dari pelaku tindak marital rape. 3. Skripsi Heri Setiyanto (2195062)dengan judul "Wacana Gender dalam Nusyuz (Studi Analisis Konsep Nusyuz Laki-Laki dan Perempuan dalam Kitab Fiqh Sunnah)", membahas tentang wacana awal yang diungkapkan Sayyid Sabiq dalam Kitab Fiqh Sunnah mengenai ketentuan nusyuz yang tidak hanya didominasi oleh perempuan atau laki-laki saja. Namun keduanya seharusnya sama-sama mempunyai hak dan kewajiban seimbang dan sejalan dengan tugas dan kewajibannya masing-masing.
11
Berbeda dengan tulisan-tulisan dan skripsi yang ada, penulis ingin memfokuskan permasalahan tentang larangan pemaksaan hubungan seksual menurut pasal 8 huruf a UU Penghapusan KDRT No. 23 tahun 2004 kaitannya dengan konsep nusyuz dalam Islam.
E. Metode Penulisan Skripsi Untuk memperoleh landasan teori dan memperoleh data yang benar serta dapat dipertanggungjawabkan, maka metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Pengumpulan Data Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam menyusun skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research) dimana penelitian yang akan penulis lakukan berdasar pada data-data kepustakaan yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang menjadi tema penelitian. 2. Sumber Data Oleh karena penelitian ini adalah penelitian pustaka, maka penulis mengklasifikasikan sumber data menjadi dua, yaitu : a. Sumber Data Primer Data primer, atau data tangan pertama adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi
12
yang dicari.19 Adapun data primer penelitian ini adalah Undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga No. 23 tahun 2004. b. Sumber Data Sekunder Data skunder atau data tangan kedua adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya.20 Baik berupa RUU, buku-buku, kitab-kitab fiqh/informasi yang memiliki keterkaitan dengan topik yang akan dibahas. 3. Analisis Data Dari data-data yang diperoleh penulis, maka untuk menyusun dan menganalisa data, penulis menggunakan metode sebagai berikut: a. Metode Content Analisis Content analisis atau dinamakan kajian isi adalah tehnik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis.21 Dalam hal ini dengan menganalisa pasal 8 huruf a Undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga No. 23 tahun 2004 kaitannya dengan konsep nusyuz dalam Islam. b. Metode Deskriptif Metode ini digunakan untuk membuat pecandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta.22
19
Syaifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997, hlm. 91. Ibid. 21 Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, hlm. 163. 22 Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Rajawali, Jakarta: 1994, hlm. 16 20
13
c. Metode Korelasi Metode korelasi yaitu metode yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan apabila ada, berapa eratnya hubungan serta berarti atau tidak hubungan itu.23 Jadi langkah-langkah yang digunakan penulis adalah menganalisa, menilai dan mengkorelasikan data yang terkait dengan permasalahan di atas sesuai dengan pemahaman penulis.
F. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan memahami masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini maka penulis akan menguraikan sistematika penulisan yang terbagi menjadi 5 (lima) bab. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: Bab I
: Pendahuluan Dalam
bab
ini
diuraikan
tentang
latar
belakang
masalah,
permasalahan, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode penulisan skripsi dan sistematika penulisan. Bab II
: Konsep Nusyuz Dalam Islam Bab ini berisi tentang pengertian nusyuz, landasan konsep nusyuz dalam Islam, kriteria nusyuz dan bentuk-bentuk penyelesaian nusyuz.
Bab III
: Kekerasan seksual dalam rumah tangga menurut pasal 8 huruf a Undang-undang No. 23 tahun 2004
23
Suharsimi Arikunto, "Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek", cet. 12, Jakarta :Rineka Cipta, 2002, hlm. 239.
14
Dalam bab ini akan diuraikan sekilas mengenai penyusunan Undangundang No. 23 tahun 2004, yang berisi tentang latar belakang diterbitkannya UU No. 23 tahun 2004, tujuan serta proses penyusunan UU. Yang kedua membahas tentang kekerasan seksual dalam rumah tangga menurut UU No. 23 tahun 2004 pasal 8 huruf a dan yang terakhir dibahas tentang kriteria pemaksaan hubungan seksual menurut pasal 8 huruf a Undang-undang No 23 tahun 2004. Bab IV : Analisis Terhadap pasal 8 huruf a Undang-undang No. 23 tahun 2004 kaitannya dengan konsep nusyuz dalam hukum Islam. Dalam bab ini penulis akan menganalisis larangan pemaksaan hubungan seksual dalam rumah tangga menurut pasal 8 huruf a Undang-undang No. 23 tahun 2004, Menganalisis konsep nusyuz dalam hukum Islam, kemudian mengaitkan antara larangan pemaksaan hubungan seksual dalam rumah tangga menurut pasal 8 huruf a Undang-undang No. 23 tahun 2004 dengan konsep nusyuz dalam hukum Islam. Bab V
: Penutup Akan dikemukakan beberapa kesimpulan yang berhasil diambil dari analisis bab sebelumnya, juga dikemukakan tentang saran-saran dan penutup.
15
ANALISIS PASAL 8 UU. NO.23 TAHUN 2004 TENTANG LARANGAN PEMAKSAAN HUBUNGAN SEKSUAL KAITANNYA DENGAN KONSEP NUSYUZ DALAM HUKUM ISLAM
BAB I.
PENDAHULUAN B. Latar Belakang Masalah. C. Permasalahan D. Tujuan Penelitian E. Telaah Pustaka F. Metode Penelitian G. Sistematika Penulisan
BAB II
KONSEP NUSYUZ DALAM ISLAM A. Pengertian Nusyuz. B. Dalil Hukum Islam Yang Terkait Dengan Nusyuz C. Konsep Nusyuz Dalam Hukum Islam
BAB III LARANGAN PEMAKSAAN HUBUNGAN SEKSUAL (PASAL 8 UNDANG-UNDANG NO.23 TAHUN 2004) A. Sejarah Penyusunan Undang-undang No.23 Tahun 2004. B. Tujuan Undang-undang No.23 Tahun 2004 C. Larangan Pemaksaan Hubungan Seksual ( Pasal 8 Undang-undang No.23 Tahun 2004). BAB IV
ANALISIS TERHADAP PASAL 8 UNDANG-UNDANG NO.23 TAHUN 2004 KAITANNYA DENGAN KONSEP NUSYUZ DALAM ISLAM. A. Kejelasan Konsep Larangan Pemaksaan Hubungan Seksual Dalam Pasal 8 Undang-undang No.23 Tahun 2004. B. Analisis Terhadap Pasal 8 Undang-undang No.23 tahun 2004 Kaitannya Dengan Konsep Nusyuz Dalam Islam.
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-saran C. Penutup