BAB I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Kinerja perusahaan akan sangat ditentukan oleh kinerja karyawan. Dalam
menjaga dan meningkatkan kinerja karyawan, pengelolaan kinerja (performance management) menjadi suatu konsep yang sering digunakan. Studi yang organisasi Tower Watson di tahun 2015 menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki persepsi positif (engaged).
akan proses pengelolaan kinerja akan lebih merasa terikat
Karyawan-karyawan
ini
kemudian
akan
meningkatkan
produktivitasnya dan mendukung pertumbuhan organisasi di masa depannya. Penilaian kinerja (performance appraisal) merupakan salah satu bagian dari sistem pengelolaan kinerja dalam perusahaan. Meskipun sebenarnya hanya merupakan salah satu bagian dari pengelolaan kinerja, penilaian kinerja sering diasosiasikan sebagai pengelolaan kinerja. Hal ini mengingat bahwa pendekatan pengelolaan kinerja umumnya berupa siklus evaluasi tahunan, dengan penilaian di akhir tahun dan mengacu kepada hasil kerja di masa lalu (Watson, 2015). Penilaian kinerja sendiri memainkan peranan utama dalam suatu sistem pengelolaan kinerja (Dessler, 2013). Praktik pengelolaan kinerja dalam perkembangannya mendapatkan banyak tantangan. Hal ini dapat dilihat dari banyak survei mengenai pengelolaan kinerja yang dilakukan beberapa organisasi terkemuka di bidang sumber daya manusia. Survei konsultan SDM Tower Watson, misalnya, di tahun 2015, menunjukkan hanya 45% perusahaan saja menyatakan bahwa pengelolaan kinerja adalah efektif. Hanya 35% manajer, 32% karyawan secara umum merasa puas dengan proses
1
pengelolaan kinerja. Survei konsultan lainnya dari Mercer di tahun 2013 menunjukkan bahwa 51% responden merasa perlunya penataan ulang di sisi perencanaan, 42% responden menyatakan perlunya penataan ulang di sisi keterkaitan terhadap kompensasi dan 48% responden menggarisbawahi perlunya penataan ulang terhadap proses/pendekatan secara keseluruhan. Bahkan hanya 3% perusahaan yang menyatakan bahwa sistem pengelolaan kinerjanya benar-benar memberikan hasil yang luar biasa. Survei yang dilakukan beberapa organisasi profesional SDM global juga menunjukkan hal yang serupa. Survei Society of Human Resource Management (SHRM), salah satu organisasi profesional SDM terbesar di dunia, di tahun 2014 menunjukkan bahwa hanya 2% organisasi yang melakukan pengelolaan kinerja dengan sangat baik (kategori nilai A). Sedangkan 53% berada pada kategori nilai C+ ke B dan 21% berada pada kategori C. Survei global di tahun 2013 yang dilakukan Institute For Corporate Productivity (i4CP), organisasi profesi dan riset terkemuka yang berfokus pada produktivitas korporasi, menunjukkan bahwa karyawan semakin tidak puas dengan pengelolaan kinerja. Membandingkan dengan survei serupa di masa sebelumnya, persentase karyawan yang puas terhadap proses pengelolaan kinerja berkurang dari 71% di 2006, menjadi 65% di 2010, dan kemudian 48% di tahun 2013. Sisanya merasa bahwa pengelolaan kinerja terlalu menyita waktu. Meskipun terdapat tantangan seperti di atas, secara umum perusahaan masih akan tetap menggunakan sistem pengelolaan kinerja yang mereka miliki. Dari survei i4CP tersebut, ditunjukkan bahwa 62% perusahaan memilih tetap
2
dengan
sistem
pengelolaan
kinerjanya.
Hanya
3%
perusahaan
yang
menghilangkan proses penilaian kinerja formal pada tiga tahun terakhir, dan hanya 1% perusahaan yang berencana untuk membuang proses ini ke depannya. Fenomena yang serupa dapat dilihat pada survei Tower Watson yang menunjukkan bahwa hanya 11% perusahaan yang mempertimbangkan untuk menghilangkan proses pengelolaan kinerja, sedangkan 26% perusahaan mempertimbangkan untuk menghilangkan penggunaan skala penilaian pada kinerja. Alasan bahwa pengelolaan kinerja tetap diperlukan salah satunya adalah karena pengelolaan kinerja memang bermanfaat sebagai pendukung dalam proses seperti pemberian kompensasi, pelatihan & pengembangan, identifikasi karyawan dengan kinerja baik (top performers) dan rencana promosi. Penilaian kinerja merupakan salah satu bagian dari sistem pengelolaan kinerja dalam perusahaan. Evaluasi formal sekali atau dua kali dalam setahun penting untuk diadakan dalam rangka pengelolaan kinerja berkelanjutan (Armstrong, 2006). Pengelolaan kinerja yang baik perlu didukung dengan sistem penilaian kinerja yang baik. Umumnya
perusahaan memiliki suatu sistem
penilaian kinerja formal. Survei SHRM (2014) menunjukkan bahwa 97% perusahaan melakukan penilaian kinerja formal dengan 72% perusahaan melakukan penilaian kinerja secara tahunan, 16% perusahaan melakukan secara setengah tahunan dan hanya 3% perusahaan yang tidak melakukan proses penilaian kinerja formal. Efektivitas dari proses penilaian kinerja terus menjadi salah satu topik yang didiskusikan di banyak perusahan. Pada beberapa perusahaan besar terdapat
3
usaha mengubah metoda penilaian kinerja untuk lebih mengefektifkan hasilnya. Diantaranya Cunningham (2015) yang menyatakan bahwa penilaian kinerja tahunan dan sistem ranking sudah tidak cocok dengan pola bisnis sekarang, dan Morris (2014) yang berpendapat bahwa proses penilaian kinerja dapat sangat menyita waktu dan bahkan tidak memotivasi karyawan. Pandangan ini membuat beberapa perusahaan melakukan proses evaluasi terhadap sistem penilaian kinerja perusahaan dan menyesuaikannya dengan proses kerja dan bisnis mereka. Beberapa perusahaan besar yang kemudian mengubah pendekatan proses penilaian kinerja, diantaranya yaitu Adobe, Lockhead Martin, Rei (ic4cp, 2013), Delloite (Buckingham dan Goodall, 2015), Accenture (Cunningham, 2015) dan bahkan General Electric (yang sangat terkenal dengan sistem forced ranking), serta Microsoft, Ford Motor dan Medtronic (Greene, 2015). Penilaian kinerja dipercaya dapat memberikan pengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Pengukuran dalam pengelolaan kinerja dapat menjadi dasar pemberian umpan balik, mengidentifikasikan pencapaian yang baik guna membangun fondasi kesuksesan, dan mengindikasikan hal-hal yang perlu diperbaiki sehingga tindakan korektif dapat dilakukan (Armstrong, 2006). Tetapi penilaian kinerja dalam bentuk evaluasi formal di akhir tahun saja belum tentu cukup. Lee (2006) dalam Stevenson (2013) menekankan bahwa hubungan interpersonal merupakan fondasi dari pengelolaan kinerja dan tidak semua hal dapat dijabarkan dalam formulir penilaian kinerja. Cara baru dengan menggunakan diskusi-diskusi yang lebih informal, lebih sering dan dengan
4
dokumentasi yang sederhana akan lebih memotivasi orang dibandingkan cara lama dengan evaluasi tahunan formal beserta formulir dokumentasi yang detail. Peningkatan kualitas interaksi antara manajer dan karyawan memiliki efek positif terhadap kinerja karyawan (Stevenson, 2013). Efek positif tersebut terlepas dari skala apa yang digunakan pada penilaian kinerja, distribusi apa yang digunakan untuk pengelompokkan rating karyawan, dan bahkan terlepas dari ada tidaknya sistem formal di perusahaan. Transformasi dari pengelolaan kinerja akan melibatkan proses dari dialog yang berkelanjutan antara manajer dan karyawan dan bukan hanya pada penilaian dan diskusi akhir tahun. Salah satu penghambat dari pengelolaan kinerja adalah umpan balik yang kurang memadai. Survei Tower Watson (2015) menunjukkan 67% responden menyatakan terlalu sedikitnya waktu diskusi berkelanjutan mengenai kinerja karyawan sebagai salah satu penghambat efektivitas pengelolaan kinerja. Penelitian Kuvaas (2011) menunjukkan bahwa umpan balik regular yang cukup di luar diskusi akhir tahun akan memoderasi hubungan positif manfaat penilaian kinerja persepsian terhadap kinerja dari karyawan. Dengan adanya umpan balik reguler dalam jumlah yang cukup akan meningkatkan efek positif dalam penilaian kinerja karena memungkinkan karyawan untuk lebih memahami kinerja dan mengurangi potensi kesalahan. PT SOT Indo-Sourcing (sOliver Indonesia) adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengadaan pakaian (sourcing garment). Perusahaan telah menerapkan sistem penilaian kinerja secara berkelanjutan dari tahun ke tahun. Akan tetapi, pertanyaan mendasar apakah penilaian kinerja memang memberikan
5
pengaruh terhadap kinerja karyawan belum pernah terjawab secara empirik, termasuk juga pertanyaan apakah perlu dilakukan perubahan-perubahan untuk memperbaiki sistem ini di perusahaan. Riset ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kuvaas (2011) dan Fanky (2013). Variabel penelitian yang mencakup penilaian kinerja persepsian, kinerja karyawan dan umpan balik regular peneliti anggap sebagai suatu sistem yang cukup komprehensif dalam mendukung proses pengelolaan kinerja di perusahaan. Riset ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh manfaat penilaian kinerja persepsian (perceived helpfulness of performance appraisal) terhadap kinerja karyawan (work performance) di PT SOT Indo Sourcing. Pada dasarnya penilaian kinerja dapat dipahami sebagai suatu sesi formal dimana atasan memberikan umpan balik terhadap karyawan (Kuvaas, 2011). Umpan balik regular (regular feedback) di luar sesi formal penilaian kinerja juga merupakan variabel yang penting untuk diteliti pengaruhnya baik terhadap manfaat penilaian kinerja ataupun kinerja karyawan. Salah satu bentuk pengaruh yang mungkin dari umpan balik regular adalah sebagai pemoderasi hubungan antara manfaat penilaian kinerja persepsian dan kinerja karyawan (Kuvaas, 2011). Ini berarti bahwa jika terdapat umpan balik regular yang tinggi, maka pengaruh manfaat penilaian kinerja persepsian terhadap kinerja karyawan akan lebih kuat. Sebaliknya, apabila tingkat umpan balik regular rendah, maka pengaruh manfaat penilaian kinerja persepsian terhadap kinerja karyawan akan lemah juga.
6
1.2.
Rumusan Masalah Persepsi akan Manfaat penilaian kinerja yang baik dan ditunjang dengan
adanya umpan balik regular yang cukup, dipercaya dapat meningkatkan kinerja dari karyawan (Kuvaas, 2011). Perusahaan perlu untuk memastikan bahwa hubungan ini terjadi secara efektif sehingga proses penilaian kinerja yang dilakukan tidak hanya bersifat administratif tetapi benar-benar memberikan manfaat bagi karyawan, yang pada akhirnya dapat mendukung kinerja perusahaan. Bahkan dengan adanya persepsi penilaian kinerja yang baik dan dengan dukungan umpan balik regular yang cukup, pengaruhnya terhadap kinerja karyawan mungkin saja berbeda dari satu perusahaan ke perusahaan yang lainnya sehingga konfirmasi perlu untuk dilakukan. PT SOT Indo Sourcing telah menerapkan sistem penilaian kinerja tahunan. Peran dan manfaat penilaian kinerja yang dipengaruhi oleh umpan balik di PT SOT Indo Sourcing sejauh ini belum pernah ditelaah secara mendalam. Hal ini berarti perusahaan belum memiliki titik acuan untuk mengoptimalkan proses penilaian kinerja dan praktek umpan balik yang pada akhirnya diharapkan untuk dapat meningkatkan kinerja karyawan dan perusahaan. 1.3.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, pertanyaan penelitian yang akan
dijawab:
7
1. Apakah manfaat penilaian kinerja persepsian (perceived helpfulness of performance appraisal) memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan (work performance)? 2. Apakah umpan balik reguler (regular feedback) memberikan efek moderasi pada pengaruh manfaat penilaian kinerja persepsian terhadap kinerja karyawan?
1.4.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah:
1. Menguji dan menganalisis pengaruh manfaat penilaian kinerja persepsian terhadap kinerja karyawan. 2. Menguji dan menganalisis umpan balik regular sebagai pemoderasi pada pengaruh manfaat penilaian kinerja persepsian terhadap kinerja karyawan.
1.5.
Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat menjadi masukan dan informasi mengenai sejauh mana praktik penilaian kinerja dipandang oleh karyawan sebagai salah satu sistem pendukung kinerja. Hal ini lebih lanjut dapat digunakan dalam menentukan kebijakan lanjutan sumber daya manusia diperusahaan yang pada akhirnya dapat bermanfaat bagi karyawan dan perusahaan.
8
2. Bagi akademisi, penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi untuk penelitian dengan topik yang serupa atau dasar pengembangan topik yang lebih mendalam.
9