1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi. Di era globalisasi ini, industri menjadi penopang dan tolak ukur kesejahteraan suatu negara. Berbagai permasalah ekonomi, seperti kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang maju dapat menandakan negara tersebut juga memiliki ekonomi yang stabil dan unggul. Hal ini tidak lain karena sektor industri dianggap memiliki tingkat produktivitas yang cukup tinggi dan memberikan nilai tambah yang tinggi pula. Dengan demikian harapannya kemudian adalah kesejahteraan ekonomi lebih cepat terwujud. Industri diartikan sebagai kelompok perusahaan yang memproduksi produk yang dapat disubtitusi satu sama lain (Porter, 1980: 32). Sebuah industri adalah suatu tatanan di mana perusahaan bersaing satu sama lain untuk menghasilkan produk-produk terkait atau identik (Langford dan Male, 2001: 43). Dari beberapa pengertian tersebut, dapat kita ketahui juga bahwa industri erat kaitannya dengan kegiatan perdagangan, baik domestik maupun internasional. Sodersten dan Reed (1994) seperti dikutip Sigwele (2007: 46), secara umum negara melakukan perdagangan untuk meningkatkan kesejahteraan, memperluas pilihan bagi konsumen, memaksimalkan net social returns melalui alokasi efisiensi sumber daya yang langka ke daerah ekonomi yang lebih produktif serta meningkatkan produksi nasional/ produk domestik bruto dan output dunia.
2
Manufaktur merupakan cabang industri yang menggunakan atau mengaplikasikan mesin, peralatan-peralatan, dan tenaga kerja, dengan tujuan untuk mengubah bahan mentah menjadi barang jadi. Kegiatan ini mencakup produksi kecil, seperti kerajinan tangan, hingga produksi masal dengan teknologi tinggi. Manufaktur kemudian identik dengan proses mengubah daya guna barang dalam skala yang besar. Sektor manufaktur merupakan salah satu sektor utama dalam perekonomian Indonesia.Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sektor manufaktur itu sendiri terdiri dari sembilan subsektor industri. Sembilan subsektor industri tersebut diantaranya adalah:
Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
Industri Tekstil, Barang dari Kulit dan Alas
Industri Kayu dan Produk Lainnya
Industri Produk Kertas dan Percetakan
Industri Produk Pupuk, Kimia dan Karet
Industri Produk Semen dan Penggalian Bukan Logam
Industri Logam Dasar Besi dan Baja
Industri Peralatan, Mesin dan PerlengkapanTransportasi
Produk Industri Pengolahan Lainnya
Dalam tiga dasawarsa terakhir sektor manufaktur berkembang sangat pesat di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara. Kinerja perekonomian negaranegara dalam wilayah tersebut dapat dikatakan sangat hebat. Sebagai contoh, kita dapat melihat bagaimana China mampu melesat menjadi kekuatan ekonomi nomor satu dunia dan hal ini tidak terlepas dari peranan sektor manufaktur. Sektor ini juga memainkan peranan penting khususnya dalam menopang ekonomi
3
Indonesia. Pada periode 1980-2000 kinerja industri manufaktur Indonesia dapat dikategorian dalam posisi unggul bersama beberapa negara berkembang lain dari wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara (Bappenas, 2004). Namun hal ini berbeda, ketika kita berbicara tentang peningkatan posisi daya saing sektor manufaktur dibandingkan dengan pemain-pemain utama di kawasan Asia, peningkatan posisi Indonesia memang relatif lebih tertinggal. Misalnya kita lihat dalam kelompok ASEAN, nilai tambah yang dihasilkan dari sektor manufaktur tehadap pembentukan jumlah PDB kontribusinya masih relatif kecil, walaupun jika kita lihat pertumbuhan output rata-ratanya cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya dan mengalami trend peningkatan dari tahun ke tahun. Ini mengindikasikan bahwa, di wilayah ASEAN pun Indonesia belum mampu unggul, apalagi jika dibandingkan dengan Thailand. Kinerja sektor manufaktur Thailand menyumbang sekitar 33 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) negaranya, disusul oleh Indonesia dan Malaysia, dimana sumbangsih sektor manufaktur keduanya terhadap PDB berada pada kisaran 24 persen. Negara besar ASEAN lainnya seperti Filipina, Singapura dan Vietnam menyusul kemudian dengan masing-masing nilai tambah sektor maufaktur terhadap PDB berurutan sebesar 20, 18, dan 16 persen (Bank Dunia, 2012). Selain itu trend pertumbuhan output sektor manufaktur juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ini mengindikasikan bahwa sektor ini masih menjadi sektor utama yang dapat diandalkan dalam menopang perekonomian Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2013). Menurut data Kementerian Perdagangan, pertumbuhan industri manufaktur meningkat 6,4 persen dan telah berkontribusi
4
terhadap Produk Domestik Bruto nasional sebanyak 20,8 persen atau Rp1.714 triliun pada 2013. Bahkan data BPS 2014 menunjukkan bahwa sektor manufaktur/industri menyumbang 24 persen dari total PDB Indonesia, dimana angka tersebut sangatlah signifikan. Data bank dunia (gambar 1.1) menunjukkan pertumbuhan sektor manufaktur yang masih cukup stabil. Pertumbuhan pada akhir tahun 2014 mencapai 4,9 persen. Gambar 1.1 Pertumbuhan Sektor Manufaktur 1995-2014 (dalam persen) 15 10 5 0 -5 -10 -15
Sumber: Bank Dunia, 2015, data diolah
Sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan tinggi diantaranya adalah industri kendaraan bermotor, trailer, dan semi trailer naik 27,73 persen, industri bambu, rotan, dan sejenisnya 23,88 persen, industri logam dasar 12,28 persen, industri pakaian jadi 9,93 persen, serta industri makanan tumbuh 0,30 persen. Apabila dilihat dari nilai output yang dihasilkan oleh keseluruhan industri manufaktur yang berskala besar dan sedang, secara umum terlihat kinerja industri pascakrisis masih di bawah prakrisis. Rata-rata pertumbuhan output pada periode
5
prakrisis (1991-1995) mencapai sekitar 22 persen, sementara pada periode pasca krisis (2002-2006) baru mencapai sekitar 12 persen (Bank Indonesia, 2008). Penurunan ini terus berlanjut pasca tahun 2012. EU-Indonesia Trade Cooperation Facility mencatat bahwa pada tahun 2014, ekspor turun sebesar 3,4 persen meneruskan trend negatif tiga tahun sebelumnya. Salah satu penyebab dari menurunnya ekspor adalah meningkatnya harga-harga komoditas, depresiasi nilai tukar, infrastruktur dan daya saing di pasar internasional. Melihat perannya yang begitu besar dalam memberikan nilai tambah bagi kegiatan ekspor, maka peningkatan sektor manufatur menjadi perhatian utama dalam kebijakan perekonomian khususnya Indonesia. Pembangunan ekonomi seringkali dikaitkan dan ditandai dengan tingkat produktivitas yang tinggi, dimana kondisi tersebut seringkali merupakan hasil dari kuatnya sektor manufaktur (Costa, Guntupalli, dan Trein, 2006). Sayangnya, hal tersebut seringkali tidak berjalan mulus. Industri manufaktur tidak selamanya berjaya, ada saat dimana sektor ini lesu dan pada akhirnya sedikit banyak mengganggu pembangunan ekonomi secara keseluruhan.Pembangunan ekonomi suatu negara akan berjalan baik ketika pertumbuhan ekonomi tetap dijaga dalam kondisi sulit sekalipun. Krisis keuangan yang menghantam kawasan Asia pada 1997 menimbulkan sejumlah masalah pelik, yang imbasnya masih kita rasakan hingga saat ini. Jumlah perusahaan pada industri manufaktur secara keseluruhan sempat mengalami penurunan dalam krisis 1997/1998, namun setelah itu secara bertahap cenderung meningkat kembali dan apabila dilihat dari skala usahanya, sekitar 70
6
persen dari perusahaan yang ada tersebut termasuk dalam kategori industri sedang (Bank Indonesia, 2008). Apresiasi rupiah, inflasi, lesunya ekspor, menurunnya investasi luar negeri, naiknya upah buruh, pergeseran fokus perdagangan pada sektor sumber daya alam, dan pertumbuhan pesaing eksternal merupakan beberapa masalah makro yang membuat pertumbuhan ekonomi, khususnya sektor manufaktur di Indonesia melemah. Disamping itu daya saingnya pun menurun. Berbagai permasalah tersebut, belum lagi permasalahan internal yang ada membuat pertumbuhan produktivitas sektor manufaktur Indonesia tidak sekuat negaranegara lainnya, apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara maju yang memiliki keunggulan pada sektor manufaktur. Kinerja sektor manufaktur tidak dapat dilepaskan dari kinerja perekonomian secara keseluruhan. Hal ini terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Ketika perekonomian membaik maka akan diikuti dengan meningkatnya kinerja sektor manufaktur, demikian pula sebaliknya apabila perekonomian memburuk maka kinerja sektor manufaktur juga menurun. Dari sini kita dapat melihat bahwa sektor manufaktur itu sendiri sangat rentan terhadap fluktuasi perekonomian global sehingga beberapa gejolak yang berkaitan dengan perekonomian internasional dapat mempengaruhi sektor manufaktur Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan-permasalahan yang ada tersebut dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan daya saing sektor manufaktur Indonesia dan terlebih juga ekspor sektor manufaktur Indonesia. Kemudian dari situ pula dapat dirumuskan masalah penelitian yang ada sebagai berikut:
7
1. Bagaimana daya saing sektor manufaktur Indonesia dibandingkan dengan dunia yang memiliki keunggulan dalam sektor manufaktur? 2. Bagaimana dampak dari volatilitas nilai tukar terhadap ekspor sektor manufaktur Indonesia? 3. Bagaimana hubungan investasi asing langsung di Indonesia dengan ekspor sektor manufaktur? 4. Bagaimana pengaruh daya saing sektor manufaktur terhadap ekspor sektor manufaktur Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Mengacu pada latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis: 1. Efek dari daya saing terhadap ekspor Indonesia. 2. Efek investasi asing langsung terhadap ekspor sektor manufaktur. 3. Efek PDB dunia terhadap ekspor sektor manufaktur. 4. Efek volatilitas nilai tukar riil terhadap ekspor sektor manufaktur Indonesia. 5. Efek simultan daya saing manufaktur, investasi asing langsung, PDB dunia, dan nilai tukar riil terhadap ekspor. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran yang jelas tentang daya saing sektor manufaktur Indonesia di pasar internasional.
8
2. Penelitian ini dapat berguna bagi pelaku dunia bisnis dan industri sebagai referensi, bahan pertimbangan, serta sumber informasi dalam pegembangan dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan ekspor. 3. Sebagai masukan, saran dan sumbangan pemikiran bagi pemerintah untuk mengembangkan serta meningkatkan daya saing sektor manufaktur Indonesia di pasar internasional. 4. Sebagai sarana tambahan untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam ranah ekonomi dan bisnis. Juga sebagai acuan untuk pengembangan penelitian selanjutnya. 1.5 Sistematika Penulisan Dalam rangka memberikan gambaran yang komprehensif tentang tulisan ini, secara sistematis tulisan ini dibagi kedalam lima bagian atau lima bab dan pada bab-bab tersebut kemudian dibagi lagi kedalam sub-sub bab jika memang diperlukan. Urutan penyusunan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan Bab ini terdiri dari lima sub bab yaitu latar belakang masalah yang memaparkan kondisi daya saing dan ekspor Indonesia dan dunia dan lebih lanjut tentang sektor manufaktur Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan penelitian, mangaat penelitian dan yang terakhir adalah sistematika penulisan.
9
Bab II : Tinjauan Pustaka Bab ini memaparkan secara langsung landasan teoritis dari topik yang akan dianalisis. Secara sistematis teori dipaparkan mulai dari konsep daya saing, konsep ekspor, investasi asing langsung, real exchange rate, hingga revealed competitive advantage dimana semuanya didapatkan dari buku, jurnal, tulisan-tulisan, serta penelitian empiris terdahulu. Bab III : Metoda Penelitian Bab ini memberikan gambaran tentang model atau metode yang dipakai untuk menganalisis data yang telah didapatkan. Pada bab ini terdapat penjelasan tentang data-data dan metode analisis pada penelitian ini. Bab IV : Hasil dan Pembahasan Pada
bab
ini
dijelaskan
data-data
yang
digunakan,
operasionalisasi penelitian dan pemaparan hasil penelitian itu sendiri. Hasil penelitian mencakup kinerja masing-masing variabel, pengaruh variabel tersebut satu sama lain, dan analisis terhadap hasil yang didapatkan. Bab V : Kesimpulan dan Saran Bab ini memaparkan kesimpulan dari bahasan pada bab sebelumnya serta saran dan rekomendasi bagi pengambil kebijakan, peneliti berikutnya, dan pihak-pihak terkait yang berkepentingan terhadap penelitian ini.