BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Tidak ada seorangpun yang dapat memilih oleh siapa dan menjadi apa ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit terang atau gelap, juga sebagai laki-laki atau perempuan, begitu pula dengan keluarga mana ia dilahirkan dan dari kondisi seperti apa keluarga tersebut. Karena sesungguhnya kondisi sosial dalam keluarga sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian dari individu. Seperti yang dikemukakan oleh Horney (dalam Feist & Feist, 2010 : 192) Bahwa kondisi sosial dan kultur, terutama pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak, sangat berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian seseorang. Dalam pembentukan kepribadian individu akan mengalami konflik dalam hidupnya. Baik konflik yang secara langsung atau tidak langsung, yang berasal dari dalam diri maupun dari luar diri individu. Salah satunya konflik yang terjadi yang terjadi pada masa kanak-kanak terhadap orangtua. Konflik tersebut dapat mengembangkan rasa permusuhan yang akibatnya individu akan mengalami kecemasan dasar, konflik interpersonal serta konflik intrapsikis. Menurut Horney (dalam Alwisol, 2009) semua orang yang mengalami creature anxiety, perasaan kecemasan yang normal muncul pada bayi, ketika bayi yang lahir dalam keadaan tak berdaya dan rentan dihadapkan dengan kekuatan
1
alam yang keras dan tidak bisa dikontrol. Bimbingan yang penuh kasih sayang dan cinta pada awal kehidupan membantu bayi belajar menangani situasi bahaya itu. Sebaliknya tanpa bimbingan yang memadai bayi akan mengembangkan basic anxiety, basic hostility, dan terkadang neurotic distress. Horney juga menyatakan (dalam Alwisol 2009) bahwa kecemasan dan konflik dalam teori psikoanalisa sosial yang dikemukannya dibagi menjadi 3 macam: 1) Kecemasan dasar dan Permusuhan dasar, 2) konflik Interpersonal, 3) Konflik Intrapsikis. Pertama yaitu kecemasan dasar dan permusuhan dasar, konflik yang dialami terjadi akibat adanya kecemasan dasar yang berasal dari ketakutan, ketakutan ini merupakan suatu peningkatan yang berbahaya dari perasaan tak berteman dan tak berdaya dalam dunia penuh ancaman. Serta adanya permusuhan dasar yang berasal dari orang lain dan untuk mencurigai orang lain itu. Konflik interpersonal yaitu konflik yang terjadi antara kebebasan versus kesepian yang dialami oleh individu dalam hidupnya. Konflik adalah pertentangan antara kekuatan yang berhadapan dalam fungsi manusia, yang tidak dapat dihindari. Ketika harapan, minat, atau pendirian seseorang bertabrakan dengan orang lain. Setiap orang memakai berbagai cara mempertahankan diri melawan penolakan, permusuhan, dan persaingan dari orang lain (Horney dalam Alwisol, 2009). Yang terakhir adalah konflik intrapsikis. Menurut Horney (dalam Alwisol, 2009) proses konflik intrapsikis semula berasal dari pengalaman hubungan pribadi, yang sudah menjadi bagian dari sistem keyakinan, proses intrapsikis itu
2
mengembangkan eksistensi dirinya terpisah dari konflik interpersonal. Untuk memahami konflik intrapsikis ini kita perlu adanya dinamika diri, yaitu dengan cara mengetahui macam konsep diri yang dikemukakan oleh Horney yaitu: pandangan diri rendah, pandangan diri sebenarnya, pandangan diri seharusnya dan pandangan diri apa adanya. Pada dasarnya setiap orang pasti pernah mengalami kecemasan bahkan konflik dalam dirinya, apalagi pada kaum yang masih menjadi kelompok minoritas. Kelompok ini sering mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari masyarakat, ini yang dapat menimbulkan terjadinya kecemasan serta konflik pada diri individu tersebut. Hal ini juga terlihat pada homoseksual. Homoseksual dapat didefinisikan sebagai orientasi atau pilihan seks yang diarahkan kepada seseorang atau orang-orang dari jenis kelamin yang sama atau ketertarikan orang secara emosional dan seksual kepada seseorang atau orangorang dari jenis kelamin yang sama (Oetomo, 2001). Definisi homoseksual yang diberikan Nevid, Rathus & Rathus (1995) adalah “laki-laki yang memiliki orientasi seksual homoseksual disebut gay, sementara perempuan yang memiliki orientasi homoseksual disebut dengan lesbian” Hawkin (dalam Kaplan, 1997) menulis bahwa istilah “gay” dan “lesbian” dimaksudkan pada kombinasi identitas diri sendiri dan identitas sosial: istilah tersebut mencerminkan kenyataan bahwa orang memilki suatu perasaan menjadi kelompok sosial yang memiliki label sama. Davison dan Neale (dalam Handaya, 2011) menyatakan bahwa sampai tahun 1973, dalam buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
3
(DSM), homoseksualitas, yang diartikan sebagai hasrat atau aktivitas seksual yang diarahkan pada orang yang berjenis kelamin sama, masih dianggap sebagai penyimpangan seksual. Hal ini juga terlihat dari hasil wawancara penulis dengan subjek A, tentang gay, dia mengungkapkan bahwa: “Homo, gay yaa sakit, sekong. Masa iya laki suka ama laki, binatang aja masih suka sama yang lawan jenis. Harusnya manusia yang punya pikiran sama akal kan yaa sukanya sama lawan jenis, jadi kalo gay¸homo, lesbian yaa sakit, sakit jiwa” (komunikasi personal, Jakarta, 26 Oktober 2012). Hal yang sama juga diungkapkan oleh seorang bapak yang penulis temui ketika sedang membeli buku gay, ia mengungkapkan bahwa: “homo kan sakit dek, gak normal masa cowo suka sama cowo. Malah katanya homo bisa nular , makanya saya mah gak mau deket-dekat sama dia takut nular” (komunikasi personal, Jakarta 25 maret 2013). Tapi pada DSM-IV Text Revision, yang terbit pada tahun 2000, menyatakan bahwa homoseksualitas sudah tidak termasuk sebagai suatu penyimpangan. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa orang yang memiliki hasrat homoseksual tetapi tidak terganggu oleh hal tersebut, tidak dapat dikatakan sakit atau menyimpang (Oetomo, 2001). Tak lepas pro dan kontra terhadap keberadaan lesbian maupun gay, keduanya sama-sama mendapatkan penerimaan yang berbeda ditengah-tengah masyarakat. Misalnya perbedaan pandangan dan perlakuan terhadap kaum homoseksual ditengah dengan kaum heteroseksual. Seperti yang diungkapkan oleh Dede Oetomo dalam wawancaranya dengan detik.com. “Dari perlakuan yang negatif, dikucilkan sampai adanya perlakukan yang tidak adil yang diterima kaum gay karena dianggap sebagai punya kelainan”(http://news.detik.com/read/2008/07/28/100721/978790/158/ 4
dede-oetomo-bisa-saja-ryan-bukan-gay-tapi-hanya-psk-pria)(diakses tanggal 14februari 2013 jam 15.21) Hal lain juga diungkapkan pada Subjek A yang pernah dilakukan secara tidak adil dalam penerimaan diri dalam masyarakat terutama dalam dunia pekerjaan. Dia mengungkapkan: “kalo gay dan ngondek biasanya diasingkan, dan teman-teman laki biasanya pada takut berteman. Apalagi kalo tau dia gay dan ngondek susah buat naik jabatannya” (komunikasi personal, Jakarta 14 februari 2013). Tapi pada saat ini keberadaan gay di Indonesia khususnya di kota Jakarta secara perlahan mulai menunjukkan eksistensinya. Hal ini terlihat dengan terbukanya kelompok gay dari adanya perkumpulan atau komunitas-komunitas tertentu. Bahkan dari mereka ada mengikuti keanggotaan komunitas dan pergi ketempat perkumpulan mereka untuk dapat mengeksplorasi diri mereka sebagai seorang gay. Seperti yang diungkapkan oleh subjek B, dia mengungkapkan. “ini kalo kaya ditempat gini, perkumpulan gay.semuanya bakalan keluarin siapa dirinya, uda ga malu-malu lagi. Baik yang uda merdeka maupun engga, soalnya kan disini kita ngerasa yaa bebas gitu, beda kalo diluar yang masih nutupin diri” (komunikasi personal, Jakarta, 3 november 2012). Dengan adanya beberapa komunitas gay yang terdapat di Indonesia salah satunya Yayasan GAYa Nusantara yang didirikan oleh Dede Oetomo yang merupakan mantan seorang dosen FISIP di salah satu Univeritas Negeri yang ada di jawa dan Perkumpulan Arus Pelangi yang menangani advokasi untuk komunitas LGBT.
Ada pula aplikasi pertemanan dari kelompok gay dalam
handphone yaitu bender, hornet, grindr, jack'd, scruff dan masih banyak lagi. Selain itu, kelompok gay juga mempunyai tempat berkumpul sesama kelompok gay. Untuk di Jakarta sendiri sudah banyak, seperti: Atrium Shopping Centre, 5
Djakarta Theatre, Grand Indonesia, Moonlight Discotheque (ML), Retro Discotheque Crowne Plaza Hotel, Apollo Discotheque, Life Spa Millenium Sirih Hotel, Peninsula Hotel Sauna, Pool, dan Fitness Center. Dari adanya perkumpulan,
aplikasi
pertemanan
dan
tempat
berkumpulnya gay,
ini
menunjukkan bahwa kelompok gay sudah mulai memperlihatkan eksistensinya dilingkungan masyarakat, walaupun masih dianggap sebagai kelompok minoritas (Awaludin, 2007). Dalam kehidupan manusia juga tidak lepas dari pertumbuhan dari perkembangan dari setiap tahapannya. Manusia memliki tahapan perkembangan dengan tugas-tugas perkembangan sesuai dengan masa perkembangan dari manusia itu sendiri. Salah satu tahapan dalam rentang kehidupan manusia adalah masa dewasa awal atau dewasa dini (Hurlock, 1999). Masa dewasa awal merupakan periode penyesuian diri terhadap pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial yang baru, yang berbeda pada masa remaja. Individu dalam masa dewasa awal belajar untuk dapat menyesuaikan diri dalam dunia perguruan tinggi, dunia kerja, dan memasuki pernikahan dan diharapkan dapat memainkan peran baru, seperti peran suami/istri, orangtua, dan pencarian nafkah, mengembangkan sikap-sikap baru, keinginankeinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas perkembangan ini. Masa dewasa awal memiliki beberapa tugas perkembangan, salah satu diantaranya adalah memilliki pasangan (Hurlock, 1999). Dalam teori perkembangan psikososial Erikson (dalam Papalia, Olds dan Feldman, 2009). Masa dewasa awal (young adulthood) ditandai dengan adanya
6
kecendrungan intimacy versus isolation, yang menjadi persoalan utama pada dewasa awal. Menurut Erikson bila dalam dewasa awal tidak dapat menjalin komitmen pribadi dengan orang lain, mereka beresiko menjadi terlalu terisolasi dan terpaku pada diri sendiri (self-absorbed). Periode ini diperlihatkan dengan adanya hubungan special dengan orang lain yang biasanya disebutkan dengan istilah pacaran guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan kedekatan dengan orang lain (Papalia, Old dan Feldman, 2009). Individu pada masa dewasa awal mencari keintiman emosional dan fisik kepada pasangannya. Hubungan yang intim menuntut keterampilan tertentu, seperti
kepekaan,
empati,
dan
kemampuan
mengkomunikasikan
emosi,
menyelesaikan konflik, mempertahankan komitmen, dan mengambil keputusan seksual. Keterampilan tersebut bersifat terpusat sejalan dengan dewasa awal memutuskan apakah mereka akan menikah, menjalin hubungan berpasangan tanpa menikah, homoseksual, dan memiliki anak atau tidak (Lambeth & Hallet, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2009). Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pengaruh kondisi sosial dan kultur, serta pengalaman pada masa kanak-kanak ini lah yang mempengaruhi kepribadian individu dalam memecahkan kecemasan dan konflik yang ia alami. Di karenakan kelompok gay yang masih menjadi kelompok minoritas, banyak dari individu gay yang mengalami kecemasan sehingga berdampak pada hubungan dengan keluarga, teman, bahkan dengan pasangan. Adapun penelitian atau teori yang terkait dengan gay yang menjalin hubungan pacaran, peneliti masih belum menemukan karena
7
masih sedikitnya penelitian tentang gay yang sedang menjalin hubungan pacaran. Dari hal tersebut dapat menimbulkan sebuah pertanyaan bagaimana gambaran dinamika kepribadian gay masa dewasa awal berdasarkan teori karen horney dalam menjalani hubungan pacaran.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang masalah, maka rumusan masalahnya adalah: “Bagaimana Gambaran Dinamika Kepribadian Gay Dewasa Awal berdasarkan Teori Psikoanalisis Sosial Karen Horney dalam Menjalin Hubungan Pacaran?”.
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dinamika kepribadian gay dewasa awal berdasarkan teori psikoanalisis sosial Karen Horney dalam menjalin hubungan pacaran. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat Teoritis Dapat memberikan masukan dan sumber informasi bagi ilmu psikologi terutama pada bidang klinis, mengenai Gambaran Dinamika Kepribadian Gay Dewasa Awal berdasarkan Teori Psikoanalisis Sosial Karen Horney dalam Menjalin Hubungan Pacaran.
1.4.2
Manfaat Praktis Memberikan informasi dan pemahaman tentang kepribadian individu gay dalam memecahkan konflik-konflik yang ia alami. Dan 8
penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk Perkumpulan Arus Pelangi dan kajian bagi penelitian selanjutnya.
9