BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perusahaan dalam mencapai tujuan yang diinginkan membutuhkan sumber
pembiayaan yang dapat diperoleh melalui pembiayaan internal dan pembiayaan eksternal. Keputusan pendanaan perusahaan akan berpengaruh terhadap kondisi struktur modal perusahaan yang merupakan bauran sumber pendanaan permanen. Pemilihan jenis pendanaan mempunyai pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan investasi perusahaan, dimana pada setiap sumber pendanaan ada biaya yang harus ditanggung. Biaya ini menjadi pertimbangan atas tingkat pengembalian yang diharapkan dari kegiatan investasi termasuk risiko dari investasi. Jenis pendanaan yang banyak digunakan untuk kegiatan investasi perusahaan adalah modal dari pemilik (owners), pinjaman dari bank, obligasi dan saham. Kombinasi struktur modal yang optimal akan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam hal perusahaan menggunakan pendanaan dari luar, pinjaman (debt) lebih diutamakan daripada pendanaan dengan tambahan modal dari pemegang saham baru (external equity). Perusahaan mempunyai hak untuk menentukan kapan penerbitan saham dan obligasi tersebut dilakukan setelah izin prinsip dari otoritas berwenang diperoleh. Keputusan perusahaan untuk menerbitkan obligasi dipengaruhi oleh harga pasar.
10
Penerbitan obligasi akan menyebabkan terjadi peningkatan leverage perusahaan. Di satu sisi peningkatan leverage akan membawa keuntungan bagi perusahaan berupa tax shield dimana perusahaan dapat mengurangi bagian earning yang dibayarkan untuk pajak sehingga perusahaan dapat meningkatkan nilai dari perusahaan dan memberikan keuntungan bagi pemegang saham (Afaf, 2007 : 392). Obligasi adalah instrumen hutang yang mewajibkan unit usaha atau pemerintah yang mengeluarkan surat tersebut untuk membayar kepada investor atau penyedia dana sejumlah yang diinvestasikan ditambah dengan bunga dalam periode waktu tertentu (Fabozzi, 1999 : 18) Akhir-akhir ini banyak bermunculan segala sesuatu yang berbasis syariah. Termasuk diantaranya yaitu instrumen investasi yang diperjualbelikan di pasar modal. Salah satu instrument investasi berbasis syariah yang sedang trend di pasar modal Indonesia yaitu obligasi syariah atau dikenal dengan istilah sukuk. Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 32/ DSN-MUI/IX/2002 adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi berupa bagi hasil atau margin / fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Saat ini, perkembangan sukuk di Indonesia serta penyerapan pasar terhadapnya sangat menggembirakan. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, minat masyarakat dan lembaga keuangan untuk menjadikan sukuk sebagai bagian dari portofolio mereka terlihat sangan signifikan. Hal ini didukung dengan perkembangan sukuk yang terus meningkat dari tahun 2002 11
yaitu sebanyak 1 buah emiten yang mengeluarkan sukuk sebesar 175,0 miliar hingga tahun 2013 sebanyak 64 emiten yang mengeluarkan sukuk dengan nilai 11,994.4 miliar (Suryomurti, 2011 : 151). Penerbitan obligasi syariah merupakan salah satu alternatif perusahaan di dalam memenuhi kebutuhan dananya. Apabila perusahaan melakukan penerbitan maka akan meningkatkan hutang jangka panjang perusahaan dan struktur modal pun akan mengalami perubahan. Bagi investor lain atau bagi pasar, adanya hutang ini dapat berarti positif maupun negatif. Baik informasi positif maupun negatif dari peristiwa penerbitan obligasi syariah, maka akan berdampak pada return saham perusahaan. Jika investor memandang positif peristiwa penerbitan obligasi syariah, maka return saham perusahaan akan mengalami kenaikan seiring naiknya harga saham perusahaan. Sebaliknya, jika investor memandang negatif peristiwa penerbitan obligasi syariah, maka return saham akan mengalami penurunan seiring menurunnya harga saham perusahaan. Seperti halnya investasi pada saham maupun efek lainnya, sukuk juga memiliki peluang risiko, salah satunya ialah default risk, yaitu peluang dimana emiten akan mengalami kondisi tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya (gagal bayar) atau dengan kata lain risiko tidak terbayarnya imbalan bagi hasil dan pokok
kewajiban.
Untuk
menghindari
risiko
tersebut
investor
harus
memperhatikan beberapa hal, salah satunya adalah peringkat sukuk perusahaan emiten. Sukuk mengalami perkembangan yang cukup pesat. Penerbitan sukuk korporasi di Pasar Modal dimulai pada tahun 2002 melalui penerbitan Obligasi 12
Syariah Mudharabah Indosat Tahun 2002 senilai Rp 175 miliar. Pada tahun berikutnya, jumlah emisi sukuk meningkat pesat. Namun demikian, pada tahuntahun berikutnya hingga pada Agustus 2012 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2007 penerbitan sukuk mulai meningkat, bahkan pada tahun 2008 penerbitan sukuk mengalami peningkatan yang cukup drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dengan nilai emisi tertinggi yaitu Rp 2.3 triliun
Gambar 1.1 Perkembangan Penerbitan Sukuk
13
Terdapat suatu kasus yang terjadi pada tahun 2012 lalu, yang berkenaan dengan peringkat sukuk, yaitu sebuah perusahaan pelayaran nasional, PT Berlian Laju Tanker (BLT) dinyatakan default (gagal bayar). Menurut Lekatompessy, Presiden Direktur PT Humpuss Intermoda Trasportasi Tbk, perusahaan ini termasuk tiga besar dalam bisnis perkapalan tanah air. Selain besar di dalam Negeri, Berlian Tanker juga disebut-sebut sebagai operator armada kapal tanker kimia ketiga terbesar di dunia. Hal ini ditandai dengan pengakuisisian Chembulk Tankers LLC pada 12 Oktober 2007. Namun ternyata sebagaimana yang dilangsir dalam Majalah Bisnis Indonesia (2012) pada 25 Januari 2012 BLT tiba-tiba menyatakan kondisi gagal bayar untuk sejumlah instrumen utang, termasuk sukuk. Pefindo sebagai lembaga pemeringkat perusahaan dan efek yang memberikan peringkat perusahaan dan efek terhadap BLT pun menurunkan peringkat perusahaan dan efek perusahaan ini. Grafik Peringkat Instrumen Utang PT Berlian Laju Tanker Tahun 2005-2012
Gambar 1.2 Grafik Peringkat Instrumen Utang PT. Berlian Laju Tanker Tahun 2005-2012
14
Berdasarkan grafik perkembangan peringkat perusahaan BLT dan efeknya di atas, dapat diketahui bahwa perusahaan tersebut mengalami penurunan peringkat sampai mencapai ke level terendah, padahal perusahaan ini dijuluki sebagai operator armada kapal tanker kimia ketiga terbesar di dunia. Hal ini menimbulkan pertanyaan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi peringkat sukuk. Fenomena peringkat obligasi maupun sukuk dapat dilihat pada kasus PT. Berlian Laju Tanker. Perusahaan ini gagal membayar bunga obligasi konversi bergaransi sebesar 7.5 juta rupiah milik BLT Internasional Corporation senilai 125 juta rupiah. Pembayaran keduanya seharusnya dilakukan pada 9 Februari 2012. Sementara empat utang lainnya adalah surat utang milik perseroan langsung, yaitu dua seri Sukuk Ijarah Berlian Laju Tanker II dan dua seri lagi adalah Obligasi Berlian Laju Tanker IV. Total bunga yang gagal dibayar perseroan senilai 17.5 miliar rupiah. Gagal bayar bunga dan imbalan ijarah memaksa Pefindo untuk menurunkan peringkat obligasi yang gagal bayar tersebut. Diantaranya yaitu penurunan peringkat obligasi IV/2009 yang dikeluarkan PT. Berlian Laju Tanker menjadi D dari sebelumnya CCC. Penurunan peringkat juga terjadi pada Sukuk Ijarah I/ 2007 dari CCC menjadi D. Tabel 1.1 Perkembangan Peringkat sukuk PT. BLT Tahun 2010-2012 Tahun 2010 2011 2012
Rasio Profitabilitas -64.92% -71.41% -292.68%
Rasio Likuiditas 103% 28.26% 92.02%
Rasio Leverage 29% 0.3% -193.4%
Peringkat Sukuk PT. BLT idA idCCC idD
15
Banyak faktor yang mempengaruhi lembaga pemeringkat dalam melakukan pemeringkatan sukuk. Namun, Belkaoui (Brigham dan Houston, 2013: 299) menyatakan bahwa lembaga pemeringkat secara konsisten telah menyatakan bahwa tidak ada rumus akurat yang digunakan dalam menentukan peringkat sebuah perusahaan. Lembaga pemeringkat menggunakan berbagai faktor untuk menilai dan memberikan peringkat sukuk perusahaan. Salah satu faktor yang digunakan oleh lembaga pemeringkat adalah informasi akuntansi yang tersedia. Informasi ini diberikan dalam bentuk laporan keuangan perusahaan. Peringkat sukuk diberikan oleh agen pemeringkat yang independen, objektif, dan dapat dipercaya. Investor dapat menilai tingkat keamanan suatu sukuk dan kredibilitas sukuk berdasarkan informasi yang diperoleh dari lembaga pemeringkat. Lembaga pemeringkat yang terbesar dan terkenal di dunia adalah Moody’s dan Standard & Poor’s. Sedangkan di Indonesia terdapat lembaga pemeringkat sekuritas utang yaitu PT. Pefindo (Pemeringkat Efek Indonesia). Pemeringkatan efek tersebut dilakukan untuk memperkirakan kemampuan dari penerbit sukuk untuk membayar imbalan bagi hasil dan pokok kewajiban berdasarkan analisis keuangan dan kemampuan membayar kredit. Semakin tinggi peringkat yang diperoleh, maka hal tersebut menunjukan tingginya kemampuan penerbit sukuk untuk membayar kewajibannya. Berdasarkan tujuan penerbitannya, sukuk dan obligasi konvensional tidak jauh berbeda. Sehingga dalam hal pemeringkatan pun tidak jauh berbeda pula. Peringkat obligasi menyatakan skala risiko atau tingkat keamanan suatu obligasi diterbitkan. Foster (1986 : 501) menyatakan bahwa peringkat obligasi merupakan 16
sarana pengawasan aktivitas manajemen. Lebih lanjut, Raharja dan Sari (Linandarini, 2010) mengungkapkan bahwa peringkat obligasi ini penting karena peringkat tersebut memberikan pernyataan yang informatif dan memberikan sinyal
tentang
probabilitas
kegagalan
utang
suatu
perusahaan.
Proses
pemeringkatan berguna untuk menilai kinerja perusahaan dari berbagai faktor yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan keuangan perusahaan. Berdasarkan informasi peringkat sukuk atau pun obligasi, investor dapat mengetahui return yang akan diperoleh sesuai dengan risiko yang dimiliki sukuk atau obligasi tersebut. Peringkat sukuk dan obligasi yang diberikan oleh lembaga pemeringkat dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu investment grade (AAA, AA, A, dan BBB) dan non-invesmnet grade (BB, B, CCC, dan D). Arthur, et al (2011: 237) juga mengemukakan faktor-faktor yang dijadikan dasar dalam menyusun peringkat obligasi, yaitu: proporsi modal terhadap utang perusahaan, tingkat profitabilitas perusahaan, tingkat kemampuan perusahaan dalam mendapatkan pendapatan, besar kecilnya perusahaan dan jumlah pinjaman subordinari yang ditarik perusahaan. Menurut Kapla dan Urwitz (Linandarini, 2010) analisis laporan keuangan yang berupa analisa rasio keuangan dan perhitungan statistika dapat dipergunakan untuk mendeteksi under or overvalue suatu sekuritas. Inilah yang menjadi dasar pemilihan variabel dalam penelitian ini. Pada penelitian ini digunakan tiga rasio keuangan yaitu: profitabilitas, likuiditas, dan leverage. Rasio profitabilitas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang 17
ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya (Syafri, 2008 : 304). Profitabilitas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Return on Asset. Menurut Arundina dan Omar (2010) serta Afiani (2013) ditemukan bukti empiris bahwa rasio keuangan yang diukur dengan ROA berpengaruh terhadap variabel peringkat sukuk. Sementara Sudaryanti (2011) serta Almilia dan Devi (2007) menemukan bukti empiris bahwa ROA tidak berpengaruh terhadap peringkat sukuk. Rasio likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar utang jangka pendeknya. Tingkat likuiditas dapat menjadi faktor penting dalam peringkat obligasi. Likuiditas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan current ratio. Menurut penelitian Afiani (2013) menemukan bukti empiris bahwa rasio keuangan yang diukur dengan current ratio berpengaruh terhadap variabel peringkat sukuk. Sementara pada penelitian Arundina dan Omar (2010), Sudaryanti (2011), menemukan bukti empiris bahwa curret ratio tidak berpengaruh terhadap peringkat sukuk. Leverage merupakan rasio yang menunjukkan proporsi utang dalam mendanai aktiva perusahaan. Tingginya rasio ini mengandung arti bahwa sebagian besar aset didanai dengan hutang dan ini menyebabkan perusahan dihadapkan pada default risk. Semakin besar rasio leverage perusahaan, semakin besar risiko kegagalan perusahaan. Sehingga semakin rendah leverage perusahaan, semakin besar peringkat yang diberikan terhadap perusahaan. Leverage dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Debt to Equity Ratio. Murcia (2014) dan Adams (2000) menemukan bukti empiris bahwa leverage berpengaruh terhadap peringkat 18
obligasi. Sedangkan penelitian Arundina dan Omar (2013) serta Afiani (2013), menemukan bukti empiris bahwa rasio keuangan yang diukur dengan debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap variabel peringkat sukuk. Beragamnya hasil penelitian dan ketidakkonsistenan hasil penelitian di atas menjadi latar belakang untuk dilakukannya penelitian kembali mengenai rasio keuangan yang berpengaruh terhadap peringkat sukuk. Namun ada beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan sebelumnya yaitu periode penelitian dan variabel yang digunakan. Periode penelitian ini tahun 2011-2014 sedangkan variabel yang digunakan adalah rasio profitabilitas dan likuiditas serta leverage. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dalam penulisan penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Profitabilitas dan Likuiditas serta Leverage terhadap Peringkat Obligasi Syariah (Sukuk) di Indonesia”
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah profitabilitas, likuiditas, dan leverage berpengaruh signifikan secara simultan terhadap peringkat obligasi syariah (sukuk)? 2. Apakah profitabilitas, likuiditas, dan leverage berpengaruh signifikan secara parsial terhadap peringkat obligasi syariah (sukuk)?
19
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis profitabilitas, likuiditas, dan leverage berpengaruh signifikan secara simultan terhadap peringkat obligasi syariah (sukuk) 2. Untuk menganalisis profitabilitas, likuiditas, dan leverage berpengaruh signifikan secara parsial terhadap peringkat obligasi syariah (sukuk)
1.3.2 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah: 1.
Bagi Peneliti Penelitian
ini
memperdalam
merupakan ilmu
sarana
pengetahuan
untuk
referensi,
mengenai
belajar,
faktor-faktor
dan yang
mempengaruhi peringkat sukuk. 2.
Bagi Investor Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada investor mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi peringkat sukuk sehingga dapat digunakan sebagai masukan dalam melakukan investasi di pasar modal.
3.
Perusahaan (Emiten) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bukti empiris untuk mengkaji dampak kebijakan perusahaan dalam penerbitan obligasi syariah sehingga menjadikan bahan pertimbangan dalam memenuhi kebijakan finansial suatu perusahaan. 20
4.
Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dan alat pembanding untuk penelitian mengenai penerbitan obligasi syariah.
21