BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah. Masalah pelayanan publik yang menggejala dan terjadi di Indonesia sudah menjadi fenomena terbesar di negara kita, ditandai dengan semakin rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi publik. Disini mulai terjadi stigma yang kurang baik yang melekat pada masyarakat Indonesia dimana organisasi pemerintah yang didalamnya terdapat birokrasi yang merupakan keseluruhan organisasi pemerintah yang menjalankan tugas-tugas Negara, dimana yang seharusnya bertugas melayani publik atau masyarakat tetapi sebaliknya dilayani, mempermudah tetapi mempersulit, mempercepat tetapi menghambat sehingga masyarakat malas atau enggan berurusan kepada birokrasi. Krisis kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi publik ini berujung pada mengalirnya protes dan demonstrasi yang dilakukan oleh berbagai komponen masyarakat terhadap birokrasi publik, baik di tingkat pusat ataupun daerah. Penyelenggaraan pelayanan publik belum terlalu diperhatikan, misalnya akses terhadap pelayanan dan kualitas pelayanan publik sering berbeda tergantung pada kedekatannya dengan elite birokrasi dan politik. Hal seperti ini sering mengusik rasa keadilan dalam masyarakat yang merasa diperlakukan secara tidak wajar oleh birokrasi publik. Sebagaimana dipahami bahwa esensi pemerintahan adalah pelayanan kepada masyarakat, oleh karena itu pemerintah tidak diadakan untuk dirinya sendiri tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan
Universitas Sumatera Utara
kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama. Pemerintah sebagai pelayan masyarakat (public service) sudah seharusnya memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Pelayanan yang berkualitas selain bermanfaat bagi masyarakat juga bermanfaat terhadap citra aparat pemerintah itu sendiri. Pelayanan yang diharapkan dan menjadi tuntutan pelayanan publik oleh organisasi publik yaitu pemerintah lebih mengarah pada pemberian layanan publik yang lebih professional, efektif, efisien, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif. Pelayanan publik yang profesional artinya pelayanan yang memiliki akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah) kepada si penerima layanan (masyarakat). Seiring dengan berkembangnya
pemahaman
masyarakat
mengenai
hak-haknya
dalam
mendapatkan pelayanan yang maksimal, maka tuntutan terhadap pelayanan publik yang berorientasi pada kepuasan masyarakat dan keprofesionalan pelayanan itu sendiri mutlak diterapkan di lingkungan birokrasi pemerintah. Untuk menghadapi tantangan utama ini, maka pemerintah perlu untuk menuntut kinerja pegawai yang tinggi dari pegawainya demi tercapainya kualitas pelayanan publik yang sesuai dengan keinginan masyarakat, dimana kinerja pegawai yang diharapkan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh motivasi. Menurut Hasibuan (1996 : 156), “Motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang maksimal“. Setiap pegawai mempunyai perbedaan individual sebagai akibat dari latar belakang pendidikan, pengalaman, dan lingkungan masyarakat yang beraneka ragam, maka hal ini akan terbawa ke dalam pekerjaannya, sehingga akan
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi sikap dan tingkah laku pegawai tersebut dalam melaksanakan pekerjaannya dan kualitas pekerjaan yang dilakukannya. Di samping itu, suasana batin/psikologis seseorang secara individu dalam organisasi di lingkungan kerjanya, sangat besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan kerja dan kualitas kerja. Hal ini berarti pegawai memerlukan motivasi kerja yang kuat agar bersedia melaksanakan pekerjaan secara bersemangat, berkinerja pegawai tinggi dan produktif. Untuk memotivasi pegawai, pimpinan organisasi harus mengetahui motif dan motivasi yang diinginkan oleh para pegawai. Satu hal yang harus dipahami bahwa orang mau bekerja karena mereka ingin memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan yang disadari maupun kebutuhan yang tidak disadari, berbentuk materi atau non materi, kebutuhan fisik maupun rohaniah. Hal ini dimaksudkan agar apapun yang menjadi kebutuhan pegawai dapat terpenuhi lalu diharapkan para pegawai dapat berkerja dengan baik dan merasa senang dengan semua tugas yang diembannya. Setelah pegawai merasa senang dengan pekerjaannya, para pegawai akan saling menghargai hak dan kewajiban sesama pegawai sehingga terciptalah suasana kerja yang kondusif, pada akhirnya pegawai secara suka rela dan bersungguh-sungguh memberikan kemampuan terbaiknya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Dalam hal ini Pemerintah Kelurahan sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang pemberian pelayanan publik dengan misinya yaitu memberikan pelayanan yang professional, efektif, efisien, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan sesuai dengan keinginan masyarakat, sudah seharusnya memiliki pegawai yang penuh semangat dan bermotivasi tinggi dalam bekerja dan
Universitas Sumatera Utara
melakukan pekerjaannya secara efektif dan efisien, untuk kemudian pada akhirnya tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Sehubungan dengan hal diatas, maka motivasi merupakan masalah yang sangat penting yang sering dilupakan dalam birokrasi publik, karena dapat meningkatkan kualitas kerja pegawai yang berujung pada perwujudan pemberian pelayanan publik yang berkualitas. Sehingga kemampuan manajemen dalam memberikan motivasi akan sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan tersebut. Salah satu kinerja dari pemerintah Kelurahan yang melakukan kerjasama dengan Kecamatan melaksanakan tugasnya dalam menerbitkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Dalam hal ini Kelurahan Titi Rantai sebagai unsur Pelaksana dari Pemerintah Kota Medan dan Kecamatan Medan Baru merupakan lembaga Pemerintahan Daerah yang memiliki tugas salah satunya adalah pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Kartu Tanda Penduduk (KTP) wajib dimiliki oleh seluruh warga Indonesia yang sudah menginjak usia 17 tahun ke atas. Namun kenyataan masih banyak masyarakat yang telah memenuhi syarat untuk memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) tetapi tidak memilikinya, karena mereka merasa tidak pentingnya Kartu Tanda Penduduk (KTP) ditambah lagi dengan melekatnya stigma buruk tentang Aparatur Pemerintah/birokrasi bahwa proses pengurusannya melalui proses yang lama dan berbelit-belit yang artinya dapat berakibat dalam kualitas pelayanan publik seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Menyadari betapa pentingnya motivasi dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik, maka Penulis dengan segala keterbatasan yang dimiliki
Universitas Sumatera Utara
mencoba untuk menganalisis motif/faktor pendorong dari motivasi yang diberlakukan di Pemerintah Kelurahan. Keadaan demikian yang melatarbelakangi penulis dalam melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Motivasi Kerja Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Publik (Studi Kasus Pada Pembuatan Kartu Tanda Penduduk) di Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan.”
I.2. Perumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : “Seberapa besar pengaruh antara motivasi terhadap kualitas pelayanan publik (Studi Kasus Pada Pembuatan Kartu Tanda Penduduk) di Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan”
I.3. Tujuan Penelitian. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui motivasi kerja pegawai di Kelurahan Titi Rantai. 2. Untuk mengetahui kualitas pelayanan publik yang ada di Kelurahan Titi Rantai. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antara motivasi kerja pegawai terhadap kualitas pelayanan publik yang ada di Kelurahan Titi Rantai.
Universitas Sumatera Utara
I.4. Manfaat Penelitian. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk menambah dan meningkatkan cara berpikir positif serta mengembangkan kemampuan menganalisa permasalahan yang dihadapi di lapangan. 2. Bagi Fisip USU, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi bagi mahasiswa yang tertarik dalam bidang ini. 3. Bagi pihak Kelurahan Titi Rantai, dapat memberikan masukan dan saran-saran dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.
I.5. Kerangka Teori I.5.1. Motivasi Kerja Pegawai. I.5.1.1. Pengertian Motivasi. Motivasi berasal dari kata “motif”. Motif adalah pendorong manusia untuk bertindak dan berbuat. Barelson dan Stainer (Hadayaningrat, 1995:81) menyatakan bahwa “Motif sebagai suatu pernyataan baru yang berwujud daya kekuatan untuk bertindak atau bergerak dan secara langsung atau melalui saluran perilaku mengarah terhadap sasaran.” Dengan demikian ada faktor pendorong mengapa manusia itu berbuat dan bertindak. Faktor pendorong atau motif ini sering kali diidentikkan dengan kebutuhan dan keinginan, baik berupa kebutuhan yang sifatnya fisik maupun non fisik. Dan dari pengertian motif di atas, motivasi diartikan sebagai setiap perbuatan atau tindakan manusia untuk melakukan suatu aktivitas.
Universitas Sumatera Utara
Handoko (1984:248) menyatakan “motivasi diartikan sebagai keadaan dalam diri pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.” Winardi (2001:1) merumuskan “motivasi adalah sebagai kesediaan untuk melaksanakan upaya yang tinggi demi mencapai tujuan-tujuan keorganisasian dengan kemampuan yang dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu.” Menurut Siagian (2002:102), “motivasi merupakan daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi agar tercapai tujuannya”. Berdasarkan defenisi-defenisi tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa motivasi merupakan penggerak atau pendorong seseorang untuk mau bertindak dan bekerja dengan giat sesuai dengan tugas dan kewajibannya.
I.5.1.2. Teori-Teori Motivasi Kerja. Menurut Gibson (1996:95), teori motivasi dikelompokkan atas dua kategori, yaitu : 1. Teori Kepuasan (Content Theory), meliputi : a. Teori Kebutuhan dari Maslow. b. Teori Dua Faktor dari Herzberg. c. Teori Prestasi dari Mc.Clelland. d. Teori Tiga Tingkat Hirarki (ERG) dari Alderfer. 2. Teori Proses (Process Theory), meliputi : a. Teori Harapan (Expectasy Theory). b. Teori Keadilan.
Universitas Sumatera Utara
c. Teori Pembentukan Perilaku (Penguatan). d. Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting). Untuk lebih jelasnya, berikut ini dipaparkan teori tentang motivasi yang dikemukakan di atas, yaitu sebagai berikut : 1. Teori Kepuasan (Content Theory) Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor yang terdapat dalam diri
individu
yang
menggerakkan,
mengarahkan,
mendukung
dan
menghentikan perilaku individu. Teori yang termasuk dalam kategori teori kepuasan, yaitu : a. Teori Kebutuhan dari Maslow. Inti teori Maslow ialah bahwa kebutuhan manusia tersusun dalam suatu hirarki. Tingkat kebutuhan yang paling rendah ialah kebutuhan fisiologis dan tingkat yang tertinggi ialah kebutuhan akan perwujudan diri (self-actualization needs). Maslow mengklasifikasikan tingkat kebutuhan tersebut dalam lima tingkatan yaitu sebagai berikut : (Gibson, 1996:97) 1. Kebutuhan Fisiologis, yaitu kebutuhan yang bersifat materi atau sering disebut kebutuhan primer, seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan. 2. Kebutuhan akan rasa aman, seperti kebutuhan akan keamanan jiwa dan harta. 3. Kebutuhan sosial, yaitu pentingnya penciptaan dan pemeliharaan iklim kekeluargaan,
kebersamaan
dan
kerjasama
dalam
kehidupan
berorganisasi.
Universitas Sumatera Utara
4. Kebutuhan yang mencerminkan harga diri, yaitu kebutuhan yang mencerminkan pengakuan atas harkat, martabat dan harga diri. 5. Kebutuhan perwujudan diri, yaitu kesempatan untuk menimba ilmu dan pengetahuan baru serta memperoleh pendidikan, baik di dalam maupun di luar organisasi. Hal yang tidak dapat di bantah bahwa mayoritas manusia bekerja adalah disebabkan adanya faktor keterbatasan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, manusia bekerjasama dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dengan memasuki suatu organisasi. Apabila kebutuhan yang paling mendasar sudah terpenuhi, manusia akan meningkatkan kebutuhan yang lebih tinggi lagi, misalnya kebutuhan akan keamanan dan kekayaan materi. Hal inilah yang menjadi dasar bagi Maslow unruk mengemukakan teori hirarki kebutuhan sebagai salah satu sebab timbulnya motivasi untuk bekerja lebih giat dalam diri pegawai. Teori Maslow ini mengasumsikan bahwa pegawai lebih dahulu memenuhi kebutuhan yang lebih pokok sebelum mengarah kepada kebutuhan yang lebih tinggi. Apabila kebutuhan pegawai belum terpenuhi sama sekali maka itu berpotensi sangat berbahaya bagi para manager. Kebutuhan yang tidak terpenuhi dapat menyebabkan frustasi, konflik dan ketegangan mental bagi para pegawai yang dapat menghambat kegiatan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
b. Teori Dua Faktor dari Herzberg Teori dua faktor dikembangkan oleh Herzberg. Ada dua faktor tentang motivasi yaitu, faktor yang membuat orang tidak puas dan faktor yang membuat orang puas (hygiene-motivators) (Gibson, 1996:107). Adapun faktor yang memberi kepuasan kerja (motivator) antara lain pengakuan, tercapainya tujuan, pekerjaan itu sendiri, pengembangan dan tanggung jawab. Sedangkan faktor yang menimbulkan ketidakpuasan pegawai (hygiene) adalah kebijakan dan administrasi organisasi, pengawasan, kondisi kerja, gaji, hubungan dengan rekan sekerja, kehidupan pribadi, status dan keamanan. Pada
dasarnya
faktor
hygiene
hanya
bersifat
mencegah
ketidakpuasan, bukan penyebab terjadinya kepuasan pegawai. Dengan demikian faktor hygiene ini bukanlah faktor utama penyebab motivasi pegawai, tetapi jika tidak dipenuhi dapat menyebabkan ketidakpuasan. Hal yang dapat memotivasi pegawai adalah faktor motivator yang telah disebutkan di atas. Herzberg (Siagian, 2002:107) mengklasifikasikan pegawai dalam dua golongan besar, yaitu mereka yang termotivasi oleh faktor intrinsik dan mereka yang termotivasi oleh faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor dari dalam diri manusia yang dapat berupa sikap, kepribadian, pendidikan, pengalaman, pengetahuan dan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor dari luar diri manusia, yang dapat berupa gaya kepemimpinan seorang atasan, dorongan atau bimbingan seseorang.
Universitas Sumatera Utara
c. Teori Prestasi dari Mc. Clelland. Menurut teori ini ada tiga macam kebutuhan yang perlu diperhatikan apabila pimpinan akan termotivasi para pegawai. Tiga macam kebutuhan itu adalah : (Gibson, 1996:111) 1. Kebutuhan akan Prestasi (Need for Achievement) Kebutuhan berprestasi adalah kebutuhan untuk selalu meningkatkan hasil kerja dan mutu kerjanya serta selalu ingin menonjol dikalangan sesamanya. 2. Kebutuhan akan Afiliasi (Need for Affiliation) Kebutuhan yang menjadi daya penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Kebutuhan berafiliasi ini adalah kebutuhan yang bersifat sosial, senang bergaul dengan sesama dan bersifat penolong terhadap sesama. 3. Kebutuhan akan Kekuasaan (Need for Power) Kebutuhan akan kekuasaan ini merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta menggerakkan semua kemampuan demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik dalam organisasi. d. Teori Tiga Tingkat Hirarki (ERG) dari Alderfer. Teori ERG adalah
teori motivasi kepuasan yang mengatakan
bahwa individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan akan Eksistensi (E) Keterkaitan-Relatedness (R) dan Pertumbuhan-Growth (G). Alderfer setuju dengan pendapat Maslow bahwa setiap orang mempunyai kebutuhan yang tersusun dalam suatu hirarki. Akan tetapi, hirarki kebutuhannya hanya meliputi tiga perangkat kebutuhan, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Eksistensi : ini adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor-faktor seperti makanan, air, udara, upah dan kondisi kerja. 2. Keterkaitan : ini adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan hubungan antarpribadi yang bermanfaat. 3. Pertumbuhan : ini adalah kebutuhan dimana individu merasa puas dengan membuat suatu konstribusi (sumbangan) yang kreatif dan produktif. Penjelasan tentang motivasi ERG Alderfer menyediakan saran yang penting bagi para manajer tentangg perilaku. Jika diketahui bahwa tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dari seorang bawahan (umpamanya pertumbuhan)
nampak
terhalangi,
mungkin
karena
kebijaksanaan
peruasahaan atau kurangnya sumber daya, maka hal ini harus menjadi perhatian utama manajer untuk mencoba mengarahkan kembali upaya bawahan yang bersangkutan memenuhi kebutuhan akan keterkaitan atau kebutuhan eksistensi. Teori ERG mengisyaratkan bahwa individu akan termotivasi untuk melakukan sesuatu guna memenuhi salah satu dari ketiga perangkat kebutuhan itu.
2. Teori Proses (Process Theory) Teori ini pada dasarnya mencoba menguraikan atau menjawab pertanyaan bagaimana menggerakkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku individu, agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan keinginan pemimpin.
Universitas Sumatera Utara
Yang termasuk dalam Teori Proses, yaitu : a. Teori Harapan (Expectasy Theory) Pencetus dari teori harapan ini adalah Victor H. Vroom. Teori ini berpendapat bahwa orang-orang atau pegawai akan termotivasi untuk bekerja atau melakukan hal-hal tertentu, jika mereka yakin bahwa dari prestasi itu mereka akan dapat mengharapkan imbalan yang besar. Seseorang mungkin melihat kemungkinan adanya suatu imbalan, misalnya kenaikan gaji, kenaikan pangkat, jika seseorang bekerja dengan giat. Kenaikan pangkat atau gaji inilah yang menjadi perangsang bagi seseorang untuk bekerja giat. (Gibson, 1996:144) Teori harapan ini di mana motivasi di bangun atas pendekatan kognitif. Ada tiga konsep esensial yang mendasari motivasi manusia, yaitu : 1. Pengharapan
adalah
kepercayaan
bahwa
usaha
seseorang
akan
membuahkan penampilan yang sukses. Dengan kata lain bahwa pengharapan adalah kepercayaan subyektif seseorang, biasanya berupa tindakan yang diikuti oleh rasa positif yang tinggi terhadap produk yang diinginkan dan tujuan yang dikehendaki. 2. Nilai adalah tingkat kesenangan atau kesukaan yang ada dalam diri individu
untuk
mendapatkan
sejumlah
keuntungan.
Nilai
yang
dimaksudkan disini berupa insentif atau uang, prestasi yang di capai, kondisi kerja yang baik, kesempatan untuk meningkatkan karier, dan lainlain. Dengan itu nilai dapat diartikan segala sesuatu yang mereka harapkan dari pekerjaan yang dilakukannya.
Universitas Sumatera Utara
3. Penghargaaan adalah kepercayaan bahwa perilaku yang ditampilkan oleh individu adalah esensial dalam kerangka pemerolehan keuntugan atau kepuasan atas nilai itu.
b. Teori Keadilan Teori ini mengemukakan bahwa orang akan cenderung membandingkan antara masukan-masukan yang mereka berikan pada pekerjaannya (dalam bentuk pendidikan, pengalaman, latihan dan usaha) dengan hasil-hasil (penghargaan-penghargaan) yang mereka terima (Handoko, 1984:264). Inti dari teori ini adalah bahwa karyawan membandingkan usaha mereka terhadap imbalan dengan imbalan karyawan lainnya dalam situasi kerja yang sama. Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa orangorang dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaan. Individu bekerja untuk mendapat tukaran imbalan dari organisasi tersebut. Ada empat ukuran penting dalam teori keadilan, yakni : (Gibson, 1996:150) 1. Orang : Individu yang merasakan diperlakukan adil atau tidak adil. 2. Perbandingan dengan orang lain : Setiap kelompok atau orang yang digunakan oleh kelompok atau seseorang sebagai pembanding rasio masukan atau perolehan. 3. Masukan Iinput : Karakteristik individual yang di bawa ke pekerjaan, seperti keberhasilan (keahlian, pengalaman, belajar) atau karakteristik bawaan (umur, jenis kelamin, ras).
Universitas Sumatera Utara
4. Perolehan (Outcome) : Apa yang diterima seseorang dari pekerjaannya (penghargaan dan upah). Keadilan dikatakan ada jika karyawan menganggap bahwa rasio antara usaha dengan perolehan (imbalan) sepadan dengan rasio karyawan lainnya. Ketidakadilan dikatakan ada, jika rasio tersebut tidak sepadan; rasio antara usaha dengan perolehan seseorang mungkin lebih besar atau kurang dibanding dengan rasio yang lainnya. Ketidakadilan akan ditanggapi dengan bermacam-macam perilaku yang berbeda. Misalnya menurunkan prestasi, mogok dan malas. Di sini pegawai membandingkan imbalan dengan pengorbanan yang mereka berikan. Jika mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja, maka mereka akan termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.
c. Teori Pembentukan Perilaku (Penguatan) Teori ini berasumsi bahwa perilaku pegawai dapat di bentuk dan diarahkan kepada kebutuhan arah aktivitas pencapaian tujuan. Pendekatan perilaku ini didasarkan atas hukum pengaruh (law effect), yaitu perilaku yang diikuti konsekuensi-konsekuensi hukuman cenderung tidak di ulang. Perilaku pegawai di masa yang akan datang dapat diperkirakan dan dipelajari berdasarkan pengalaman di waktu lalu. Menurut teori pembentukan perilaku ini, perilaku pegawai dipengaruhi kejadian-kejadian atau situasi di waktu lalu. Apabila konsekuensi perilaku tersebut positif, maka pegawai akan memberikan tanggapan yang sama terhadap
situasi
yang
lama,
tetapi
apabila
konsekuensi
itu
tidak
Universitas Sumatera Utara
menyenangkan, maka pegawai akan cenderung mengubah perilakunya untuk menghindar dari konsekuensi tersebut. Misalnya, seorang pegawai yang sering datang terlambat dapat di motivasi agar datang tepat waktu, dengan memberikan penghargaan bagi pegawai yang datang tepat waktu. Keterlambatan juga dapat dihentikan dengan pernyataan celaan atau hukuman. Tetapi penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya lebih efektif dengan memberikan penghargaan atas perilaku yang diinginkan dibandingkan dengan memberikan hukuman atau celaan terhadap perilaku yang tidak diinginkan. Handoko, (1984:262) menyebutkan ada beberapa faktor pendorong yang dapat digunakan manajer untuk menimbulkan semangat kerja para bawahannya, yaitu : 1. Penguat positif, bisa penguat primer seperti sandang, pangan, papan ataupun penguat sekunder seperti penghargaan. 2. Penguat negatif, individu akan mempelajari perilaku yang membawa konsekuensi yang tidak menyenangkan dan kemudian menghindari perilaku tersebut di masa yang akan datang. 3. Pemadaman, dilakukan dengan peniadaan penguatan. Pemadaman mengurangi perilaku yang tidak diharapkan. 4. Hukuman, melalui manajer mencoba untuk mengubah perilaku bawahan yant tidak tepat dengan pemberian konsekuensi-konsekuensi negatif. Selain menimbulkan semangat kerja para bawahannya, seorang atasan juga harus memberikan pengarahan tentang disiplin dalam segala hal, hal ini dilakukan agar para bawahannya dapat melakukan pekerjaannya sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan peraturan yang telah ditetapkan Kedisiplinan adalah fungsi operatif keenam dari Manajemen Sumber Daya Manusia. Kedisiplinan ini merupakan fungsi operatif MSDM yang terpenting, karena semakin baik disiplin pegawai, maka akan semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin pegawai
yang baik, sulit bagi
organisasi untuk mencapai hasil yang optimal. Definisi disiplin kerja yang dikemukakan oleh Handoko (1984:153) adalah sebagai berikut: “Disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasi”. Ada beberapa hal yang perlu di ingat pada waktu mendisiplinkan seseorang, yaitu : (Handoko, 1984:155) 1. Jangan terlalu emosi. Manajer perlu mengatur tekanan emosinya untuk mendapat perhatian bawahan, upayakan bawahan menyadari adanya masalah. 2. Jangan menyerang pribadi. Pada waktu mendisiplinkan seseorang, jangan serang harga diri orang yang bersangkutan. 3. Spesifik. Maksudnya, memberitahukan orang itu secara spesifik tentang hal-hal salah yang dilakukannya. 4. Tepat waktu. Apabila pendisiplinan tidak dilakukan segera setelah terjadinya perilaku atau prestasi yang tidak baik, maka hal itu tidak akan ada gunanya dalam upaya mempengaruhi perilaku di masa-masa mendatang. 5. Konsisten. Para manajer hendaknya menghindari ketidakkonsistenan dalam mendisiplinkan bawahannya. Perilaku yang sama harus selamanya dipertemukan dengan tanggapan yang serupa.
Universitas Sumatera Utara
6. Jangan mengancam. Banyak manajer yang dengan tegas mengatakan bahwa mereka akan mendisiplinkan orang-orang yang tetap berperilaku dalam suatu cara yang tidak diinginkan, namun tidak pernah mewujudkan pernyataan itu. 7. Bersikap adil. Para manajer hendaknya perlu berhati-hati untuk tidak memberi hukuman yang lebih beratdari kesalahan yang dilakukan, dan sebaliknya. 8. Pendisiplinan tidak untuk memperkuat perilaku yang jelek. Ada kalanya orang-orang berperilaku atau berprestasi jelek semata-mata untuk mendapat perhatian manajer.
d. Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting) dari Locke. Penetapan tujuan adalah seperti halnya individu, kita menetapkan tujuan dan kemudian bekerja untuk menyelesaikan tujuan tersebut. Locke mengatakan bahwa penetapan tujuan adalah proses kognitif dari keperluan praktis. Pandangan Locke ialah bahwa tujuan dan maksud individu yang disadari adalah determinan utama perilaku. Telah diketahui bahwa salah satu dari karakteristik perilaku yang mempunyai tujuan yang umum diamati ialah bahwa perilaku tersebut terus berlangsung sampai perilaku itu mencapai penyelesaiannya. Maksudnya, sekali seseorang memulai sesuatu (misalnya pekerjaan/proyek baru), ia terus terdorong sampai tercapainya tujuan yang diinginkannya.
Universitas Sumatera Utara
I.5.1.3. Tujuan Pemberian Motivasi Kerja Pegawai. Adapun tujuan dari pemberian motivasi yaitu sebagai berikut : (Hasibuan, 1996:97) 1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan atau pegawai. 2. Meningkatkan kepuasan kerja karyawan atau pegawai. 3. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan atau pegawai. 4. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan atau pegawai terhadap tugasnya. 5. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan atau pegawai. Pemberian motivasi yang dilakukan atasan kepada para pegawainya sangatlah penting, karena dengan motivasi diharapkan setiap individu karyawan atau pegawai memiliki kegairahan kerja untuk bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Kegairahan kerja adalah kemauan atau kesenangan yang mendalam terhadap pekerrjaan yang dilakukan.
I.5.1.4. Metode-metode Motivasi Kerja Pegawai. Ada dua metode yang digunakan untuk memotivasi pegawai, yaitu : (Hasibuan, 1996:100) 1. Metode langsung adalah motivasi (materil dan non materil) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu pegawai untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Jadi, sifatnya khusus seperti memberikan pujian, penghargaan, bonus, piagam dan lain sebagainya. 2. Metode tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas, sehingga para pegawai betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
Kedua metode ini sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan kinerja para pegawai yaitu untuk merangsang semangat kerja pegawai, sehingga produktivitas kerja pegawai semakin meningkat. Semangat kerja adalah kemauan untuk melakukan pekerjaan dengan giat dan antusias, sehingga penyelesaian pekerjaan cepat dan baik. Rangsangan ini akan menciptakan motif dan motivasi yang mendorong orang bekerja (beraktivitas) untuk memperoleh kebutuhan dan kepuasan dari hasil kerjanya. Salah satu cara untuk memotivasi pegawai dalam suatu organisasi adalah dengan memberikan suatu kompensasi kepada mereka, hal ini akan mendorong mereka untuk meningkatkan kinerjanya dalam suatu organisasi. Kompensasi merupakan salah satu strategi untuk menciptakan keselarasan kerja antara staf dan manajer. Setelah kebutuhan akan kompensasi tersebut telah terpenuhi aktifitas untuk pelayanan publik akan diberikan yang selanjutnya diharapkan mampu memuaskan setiap service atau pelayanan yang diberikan. (Aida & Listianingsih, 2005). Dengan demikian kompensasi adalah semua bentuk return baik finansial maupun non finansial yang diterima pegawai karena jasa yang telah diberikan. Kompensasi dalam bentuk Finansial berupa gaji, upah, bonus, komisi, asuransi pegawai, bantuan sosial maupun tunjangan cuti bagi pegawai. Sedangkan kompensasi dalam bentuk Non Finansial dapat diberikan melalui pemberian tugas yang menarik, tantangan tugas maupun tanggung jawab yang diberikan serta peluang kenaikan jabatan disuatu organisasi tempat bekerja (Aida& Listianingsih, 2005).
Universitas Sumatera Utara
I.5.1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Motivasi Kerja Pegawai. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja pegawai adalah : (Hasibuan, 1996:105) a.
Faktor-faktor sikap. Sikap merupakan pencerminan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Sikap seseorang dapat berubah. Apabila seseorang mempunyai sifat yang positif pada umumnya ia mempunyai motivasi yang kuat dalam dirinya, demikian pula sebaliknya.
b.
Pengalaman. Seseorang bertindak biasanya berdasarkan pada pengalaman mereka pada masa lalu. Ketika mereka melakukan sesuatu tindakan tersebut mendapat sambutan yang baik, maka tindakan itu akan di ulang kembali.
c.
Harapan. Semakin besar harapan seseorang untuk mendapatkan sesuatu semakin kuat pula motivasi yang ada dalam diri mereka.
d.
Kepribadian. Kepribadian adalah keseluruhan cara yang digunakan seseorang untuk bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Kepribadian berpengaruh terhadap motivasi diri seseorang. Sebagai contoh kepribadian seseorang menentukan kecekokan dengan tugas yang diembannya akan menimbulkan faktor motivasional penting dalam kehidupan organisasionalnya.
Universitas Sumatera Utara
I.5.2. Pelayanan Publik. I.5.2.1. Pengertian Pelayanan Publik. Menelusuri arti pelayanan publik (Public Service) tidak terlepas dari masalah kepentingan umum yang menjadi asal-usul timbulnya istilah pelayanan publik tersebut. Dengan kata lain, kepentingan umum ada kaitannya dengan pelayanan umum. Pelayanan publik adalah pelayanan yang disediakan untuk publik, apakah disediakan secara umum atau disediakan secara privat. Pelayanan publik ditafsirkan sebagai tanggung jawab pemerintah atas kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat (Kumorotomo, 1994:70). Pendapat lain mengatakan bahwa pelayanan publik adalah pengabdian serta pelayanan kepada masyarakat berupa usaha yang dijalankan dan pelayanan itu diberikan dengan memegang teguh syarat-syarat efisiensi, efektivitas, ekonomis serta manajemen yang baik dalam pelayanan kepada masyarakat dengan baik dan memuaskan (Sampara Lukman, 2006:82). Pengertian yang lengkap terhadap pelayanan publik dapat di kutip dari Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.63 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa “Pelayanan Publik adalah segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.” Dari beberapa pengertian dan uraian di atas, dapat di lihat bahwa pelayanan publik dilaksanakan oleh pemerintah, dalam arti barang dan jasa publik adalah tanggung jawab pemerintah melalui instansi-instansinya dari pusat sampai
Universitas Sumatera Utara
ke daerah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan untuk pelaksanaan peraturan tertentu. Pelayanan publik berupa barang atau jasa yang tidak berorientasi profit, artinya pelayanan publik bukan untuk meningkatkan margin keuntungan tetapi untuk kepuasan masyarakat, dilaksanakan dengan biaya terendah supaya dapat di jangkau oleh golongan paling tidak mampu. Karena perlu di ingat bahwa pelayanan publik harus dapat dinikmati oleh masyarakat secara keseluruhan. Sasaran dari pelayanan publik sebenarnya sangatlah sederhana, yaitu kepuasan yang didalamnya terdiri atas dua komponen besar yaitu komponen layanan dan produk.
I.5.2.2. Makna dan Tujuan Pelayanan Pada dasarnya pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan. Dukungan kepada pelanggan dapat bermakna sebagai suatu bentuk pelayanan yang memberikan kepuasan bagi pelanggan, selalu dekat dengan pelanggannya, sehingga kesan yang menyenangkan senantiasa diingat oleh pelanggannya. Tujuan pelayanan publik (Juliantara 2005:10) adalah memuaskan sesuai dengan keinginan masyarakat/pelanggan pada umumnnya. Untuk mencapai hal ini diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Kualitas/mutu pelayanan adalah kesesuaian antara harapan dan keinginan dengan kenyataan. Hakekat pelayanan publik adalah memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Aspek-sapek pelayanan publik (Juliantara, 2005:11) yaitu : a. Trasparan. Bersifat terbuka, mudah dan dapat di akses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. b. Akuntabilitas. Dapat mempertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Kondisional. Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. d. Kesamaan Hak. Tidak diskriminasi dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status luar negri.
I.5.2.3. Bentuk-bentuk Pelayanan Publik. Adapun kegiatan pelayanan yang disinggung di atas adalah merupakan kegiatan yang memberikan kemudahan kepada seseorang dalam mendapatkan suatu kepuasan dari kegiatan yang dilakukannya terhadap pelaksanaan aktivitas yang sedang terjadi ataupun yang akan terjadi. Menurut Moenir (2002:190-196), bentuk pelayanan ada tiga macam, yaitu: 1. Pelayanan Lisan. Pelayanan dengan lisan ini dilakukan oleh petugas-petugas bidang Hubungan Masyarakat (Humas), bidang layanan informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada masyarakat mengenai berbagai fasilitas layanan yang tersedia.
Universitas Sumatera Utara
Agar layanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, ada syaratsyarat yang harus dipenuhi oleh pelaku pelayanan, yaitu : a. Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam bidang tugasnya. b. Mampu memberikan penjelasan apa yang perlu dengan lancar dan singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu. c. Bertingkah laku sopan dan ramah tamah. d. Meski dalam keadaan sepi tidak berbincang dan bercanda dengan sesame pegawai, karena dapat menimbulkan kesan tidak di siplin dan melalaikan tugas. e. Tidak melayani orang yang hanya ingin sekedar “berbincang” dengan cara sopan santun. 2. Pelayanan Melalui Tulisan. Pelayanan dengan tulisan ini, layanan yang diberikan berupa pemberian penjelasan kepada masyarakat dengan penerangannya berupa penulisan suatu informasi mengenai hal atau masalah yang sedang terjadi. Pelayanan melalui tulisan terdiri dari dua macam, yaitu : a. Layanan yang berupa petunjuk informasi dan yang sejenis yang ditujukan pada orang-orang yang berkepentingan agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan instansi atau lembaga. b. Pelayanan berupa reaksi tertulis atas pelaporan, keluhan, pemberian atau penyerahan, pemberitahuan dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
3. Pelayanan Berbentuk Perbuatan. Pelayanan dalam bentuk perbuatan adalah pelayanan yang diberikan dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekedar kesanggupan dan penjelasan secara lisan. Umumnya layanan ini dilakukan oleh petugas-petugas tingkat menengah dan bawah, karena itu faktor keahlian dan keterampilan pegawai sangat menentukan terhadap hasil perbuatan dan pekerjaan. Tujuan utama orang yang berkepentingan dalam layanan itu adalah mendapatkan pelayanan dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekedar penjelasan dan kesanggupan secara lisan. Berbicara tentang pelayanan yang diberikan pemerintah tentunya tidak terlepas dari pelayanan pemerintah pada sektor publik, karena pada umumnya pelayanan yang diberikan pemerintah itu adalah dalam hal bidang atau sektor yang menyangkut kepentingan umum, seperti pengurusan KTP, akte kelahiran, kartu keluarga, penyaluran kredit, dan lain-lain yang semuanya itu dilakukan demi kesejahteraan masyarakat.
I.5.2.4. Standar Pelayanan Publik. Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan penerima pelayanan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.63 tahun 2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik, standar pelayanan dikembangkan menjadi 14 unsur yang “relevan”, “valid” dan
Universitas Sumatera Utara
“reliebel”, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut : a. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat di lihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan. b. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya. c. Kejelasan tugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggun jawab). d. Kedisiplinan
petugas
pelayanan,
yaitu
kesungguhan
petugas
dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. e. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan pelayanan. f. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat. g. Kecepatan pelayanan, yaitu target pelayanan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. h. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani. i.
Kesopanan dan Keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai.
Universitas Sumatera Utara
j.
Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap pembiayaan yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
k. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang ditetapkan dengan biaya yang dibayarkan. l.
Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
m. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan. n. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun
sarana
yang
digunakan,
sehingga
masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resikoresiko yang akibatnya dari pelaksanaan.
I.5.2.5. Kualitas Pelayanan Publik. Berbicara mengenai kualitas pelayanan publik berarti berbicara tentang bagaimana cara yang harus diperoleh dalam usaha meningkatkan kualitas, di mana dalam hal ini setiap organisasi atau instansi memiliki cara agar pelayanan yang diberikan kepada publik dapat dijalankan sebaik mungkin. Pelayanan yang diharapkan tentunya pelayanan yang dapat memberikan rasa puas bagi si penerima layanan yaitu publik atau masyarakat. Pemberian kualitas pelayanan yang baik dari suatu organisasi atau instansi bersumber dari aktivitas karyawan yang secara langsung menentukan keberhasilan organisasi. Jadi, apabila karyawan dapat bekerja sebagaimana dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka pelayanan akan dapat diberikan dengan baik kepada publik.
Universitas Sumatera Utara
Kualitas merupakan topik yang hangat di dunia bisnis dan akademik. Namun demikian, istilah tersebut memerlukan tanggapan secara hati-hati dan perlu mendapat penafsiran secara cermat. Faktor utama yang menentukan kinerja suatu perusahaan adalah kualitas barang dan jasa yang dihasilkan. Produk dan jasa yang berkualitas adalah produk dan jasa yang sesuai dengan apa yang diinginkan konsumennya. Oleh karena itu, organisasi atau perusahaan perlu mengenal konsumen atau pelanggannya dan mengetahui kebutuhan dan keinginannya. Pengertian kualitas menurut beberapa ahli yang banyak di kenal, antara lain : (Badudu, 2001:781) “kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan.” Kualitas pelayanan suatu organisasi dapat digambarkan dengan apakah atau sejauh mana kepuasan pengguna terhadap pelayanan dan sejauh mana dapat dipertemukan dengan tujuan publik yang sudah di buat. Kebutuhan pengguna bermacam-macam, sehingga bisa menyebabkan terjadinya persaingan di antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Dan beberapa pelayanan mungkin tidak pernah memenuhi kebutuhan pengguna. Hal ini disebabkan, pemerintah tetap melayani publik dengan menyesuaikan kebijakan pembuat keputusan tetapi tidak menyesuaikannya dengan kebutuhan pengguna.
I.5.2.6. Hubungan Motivasi dengan Pelayanan Publik. Collins (1982) dalam Nasir (2007) menyatakan bahwa sistem pengukuran kinerja dapat digunakan untuk memotivasi seorang individu untuk lebih giat bekerja. Sistem pengukuran kinerja membuat tugas seorang individu lebih berarti (meaning) karena informasi yang komprehensif tentang sebuah strategi dan
Universitas Sumatera Utara
kinerja dapat membantu individu untuk menyadari kemana organisasi akan melangkah dan bagaimana peran mereka sesuai dengan tujuan organisasi. Melalui pengukuran kinerja tersebut diharapkan mempengaruhi motivasi seorang dalam bekerja disuatu organisasi sehingga menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Korelasinya (hubungan) terhadap pelayanan publik, semakin sering dilakukannya pengukuran kinerja individu atau kelompok disuatu organisasi serta pemberian motivasi yang benar oleh seorang atasan akan membuat pegawai/karyawan terdorong untuk mau bekerja lebih baik dan lebih giat, sehingga hal ini dapat mengundang perhatian bagi publik. Artinya, masyarakat percaya bahwa organisasi tersebut mampu
dikelola dengan baik.
(Muhammad Nasir,2007). I.6. Hipotesa. “Hipotesa adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”. (Sugiyono, 2004:70). Berdasarkan uraian pada landasan teori dan kerangka pemikiran maka hipotesa yang diajukan penulis adalah sebagai berikut : 1. Hipotesa Nol (Ho) : Bahwa motivasi kerja tidak berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik pada Kelurahan Titi Rantai. 2. Hipotesa Kerja (Ha) : Bahwa motivasi kerja berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik pada Kelurahan Titi Rantai.
Universitas Sumatera Utara
I.7. Defenisi Konsep. Konsep merupakan istilah dan definisi yang dipergunakan untuk menjabarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu tertentu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1995:33). Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan masing-masing konsep yang digunakan. Hal ini sangat diperlukan agar tidak menimbulkan kekacauan atau kesalahpahaman yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Konsep yang di pakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Motivasi adalah daya pendorong yang menciptakan kegairahan seseorang baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri seseorang yang mendorong agar mereka mau bekerjasama efektif dan integrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai tujuan tertentu. 2. Kualitas pelayanan publik adalah bentuk pelayanan istimewa yang dilaksanakan oleh aparatur Pemerintah dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
I.8. Defenisi Operasional. Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel. Sehingga dengan pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator apa saja sebagai pendukung untuk di analisa dari variabel-variabel tersebut (Singarimbun, 1995:46). Dalam hal ini sehubungan dengan judul di atas terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Masing-masing variabel akan dijelaskan satu persatu, sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Variabel Bebas (X) Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor yang mempengaruhi dan menentukan munculnya gejala atau faktor lain yang di sebut variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah Motivasi Kerja, di mana hal tersebut dapat di ukur melalui indikator, sebagai berikut : a. Keinginan pegawai untuk bekerja lebih giat. Maksudnya ada kemauan untuk bekerja lebih giat agar hasil yang dicapai juga lebih baik. b. Situasi kerja dan lingkungan kerja. Maksud dari situasi kerja adalah adanya sikap bersahabat serta mau saling membantu antar sesama pegawai dan adanya
perhatian
dari
sesama
penyelia.sedangkan
lingkungan
kerja
maksudnya adalah penataan ruang kerja yang baik, ruang kerja mendapat udara dan cahaya yang cukup serta jauh dari kebisingan. c. Kebutuhan akan rasa aman,. Maksudnya adanya kebutuhan akan keamanan dan ketenangan dalam bekerja. d. Penghargaan yang diterima dari atasan. Maksudnya ada penghargaan yang diberikan atas prestasi atau kreativitas yang dilakukan, penghargaan yang diberikan tersebut sesuai dengan apa yang diharapkan. e. Kenaikan pangkat dalam waktu yang telah ditetapkan. Maksudnya kenaikan pangkat sesuai dengan kurun waktu yang telah ditetapkan. f. Hukuman atas tindakan pegawai. Maksudnya ada hukuman yang diberikan atas kesalahan yang dilakukan , hukuman yang diberikan adil atau sesuai dengan kesalahan yang dilakukan serta tepat waktu.
Universitas Sumatera Utara
g. Kompetensi. Maksudnya dapat dipercaya berdasarkan kemampuan yang dimilikinya,
mengetahui
dan
menguasai
bidang
pekerjaan
yang
untuk
selalu
ditanggungjawabinya. h. Kebutuhan
akan
berprestasi.
Maksudnya
kebutuhan
meningkatkan hasil kerja dan mutu kerjanya serta selalu ingin menonjol dikalangan sesamanya.
2. Variabel Terikat (Y) Variabel terikat merupakan variabel yang muncul karena pengaruh variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah Kualitas Pelayanan Publik, di mana hal tersebut dapat di ukur melalui indikator, sebagai berikut : a. Sikap Melayani 1. Tidak berbelit-belit dalam pengurusan sesuatu. 2. Adanya interaksi yang baik dengan masyarakat. 3. Tidak kaku dalam menerapkan peraturan. 4. Berorientasi dalam tugas. 5. Memberikan petunjuk dan informasi yang sebenarnya. b. Efisiensi Pelayanan 1. Penyelesaian tugas tepat pada waktu yang telah ditetapkan. 2. Pelayanan yang sederhana dan terjangkau. 3. Kemudahan dalam pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
c. Efektivitas Pelayanan 1. Tercapainya kepuasan masyarakat. 2. Semakin tinggi minat dan niat masyarakat untuk berurusan dengan birokrasi. 3. Masyarakat tidak mengeluh.
Universitas Sumatera Utara
I.9. Sistematika Penulisan BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional dan sistematika penulisan.
BAB II
: METODE PENELITIAN Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.
BAB III
: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian.
BAB IV
: PENYAJIAN DATA Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisa.
BAB V
: ANALISA DATA Bab ini memuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan pada bab sebelumnya.
BAB VI
: PENUTUP Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang telah dilakukan.
Universitas Sumatera Utara