BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa relevan untuk dikaji terus menerus. Ini bukan saja karena masalah kemiskinan telah ada sejak lama dan masih hadir di tengah-tengah kita saat ini, melainkan pula karena kini gejalanya semakin meningkat sejalan dengan krisis multidimensional yang masih dihadapi Bangsa Indonesia yang memuncak pada periode 1997-1999. Selama periode 19761996 (20 tahun, Repelita II-V) angka kemiskinan Indonesia turun drastis dari 40% menjadi 11%. Maka krisis moneter tahun 1997-1999 yang kembali meningkatkan angka kemiskinan menjadi 24% (49,5juta jiwa). Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa kemiskinan masih mewarnai penduduk Indonesia, terbatasnya sumber daya, terbatasnya akses terhadap barang-barang konsumsi, tingkat kesehatan yang rendah dan kesempatan pendidikan yang tidak merata, tidak adanya investasi, kurangnya akses pelayanan publik, tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan pemukiman yang jauh dibawah standar kelayakan, serta mata pencaharian yang tidak menentu atau kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga. Masalah Kemiskinan ini menyangkut beberapa dimensi, yaitu: Dimensi Politik: warga miskin kerap kali diabaikan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut nasibnya. Dimensi Sosial: warga miskin kurang mendapat perhatian masyarakat dan pranata sosial karena pudarnya nilai kepedulian. Dimensi
8
lingkungan: seringkali kegiatan pembangunan lingkungan dan permukiman berakiabat pada kerusakan lingkungan dan kurang berpihak pada warga miskin. Dimensi ekonomi: warga miskin kesulitan memenuhi kebutuhan karena rendahnya penghasilan. Dimensi Aset: aset sumber daya ekonomi, modal dana, peralatan kerja, SDM (human capital), dan hunian sulit untuk diakses warga miskin karena dikuasai oleh segelintir orang. (Rahadi, 2005:1). Menurut Robert Chambers 1987 (dalam Suyanto, 1995:7) masalah kemiskinan hanyalah salah satu dimensi dari perangkap kemiskinan. Unsur-unsur dari perangkap kemiskinan tersebut adalah kerentanan, kelemahan jasmani, ketidakberdayaan dan derajat isolasi. Kemiskinan menjadi alasan yang sempurna rendahnya Human Development Index (HDI), Index Pembangunan Masyarakat (IPM) Indonesia secara menyeluruh kualitas manusia Indonesia relaitf sangat rendah, dibandingkan dengan kualitas manusia di negara-negara lain di dunia. Gejala ini mandapat perhatian yang memadai dari para pengambil kebijakan-kebijakan yang pernah ada. Mungkin kita telah melewatkan suatu momentum yang sangat baik untuk belajar lebih mengenai pembangunan sosial, ekonomi, lingkungan dan politik masyarakat kita. Strategi dan kebijakan pembangunan yang diterapkan tidak menyumbang apapun bagi kesejahteraan rakyat miskin. Sebaliknya, malah membuat mereka semakin sengsara. Banyak sudah upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi tingkat kemiskinan di pedesaan maupun di perkotaan melalui berbagai programprogram penanggulangan maupun pengentasan kemiskinan. Tetapi program program tersebut belum menuai hasil yang memuaskan. Program-program penanggulangan kemiskinan terdahulu hanya menitik beratkan pada salah satu
9
dimensi dari gejala kemiskinan, tidak menyentuh akar penyebab kemiskinan dan tidak menumbuhkan kemandirian masyarakat, hanya membuat masyarakat bergantung setiap saatnya pada dana bantuan program tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, yang pada akhirnya tidak mewujudkan aspek keberlanjutan dari program-program penanggulangan kemiskinan tersebut. Saat ini ada beberapa program pemerintah yang masih terlaksana dalam menanggulangi kemiskinan, khususnya masalah kemiskinan masyarakat perkotaan salah satunya, yaitu P2KP (Program Penaggulangan Kemiskinan Perkotaan). P2KP dilaksanakan sejak tahun 1999. Strategi dan kebijakan dari P2KP lebih pro kaum miskin dan lebih pro keadilan dengan pendekatan pople driven yang mengembangkan pola bottom-up dalam perencanaan dan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan. Penerapan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) lebih memandang kepada pembangunan manusia, proses pemberdayaan, pemampuan dan penguatan masyarakat miskin untuk mengatasi masalah
mereka
sendiri
dan
tidak
meletakan
mereka
ke
posisi-posisi
ketergantungan. Proses yang membutuhkan kemauan baik (political will), baik dari pemerintah (sebagai unsur pendukung) maupun dari komponen masyarakat. Kegiatan pelaksanaan
P2KP
(Program
Penaggulangan
Kemiskinan
Perkotaan) ditingkat kelurahan, diisyaratkan dikelola atas inisaitaif masyarakat yang diupayakan semaksimal mugkin dibentuk secara demokratis dinamakan sebagai Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Dalam jangka panjang, BKM inilah yang akan menjadi forum pengambilan keputusan tertinggi ditingkat warga masyarakat sekaligus kendali untuk mengatasi berbagai persoalan sosial di masyarakat.
10
Menyadari bahwa untuk membangun masyarakat warga dan menaggulangi kemiskinan itu memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, sistematis dan terorganisir, dan memerlukan peran aktif dari seluruh komponen masyarakat maka masyarakat Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan mendirikan sebuah Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yaitu BKM ”Makmur Bersama”. Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal merupakan salah satu kelurahan di Kota Medan yang menjadi lokasi sasaran P2KP serta mendapat dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) P2KP. Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal adalah salah satu kelurahan yang mempunyai angka kemiskinan warga yang cukup tinggi. Kelurahan ini berada di pusat kota tetapi masih terdapatnya pemukiman warga yang tidak layak huni, kondisi lingkungan warga yang masih jauh dari tingkat kebersihan. Pelaksanaan P2KP di Kelurahan ini telah memasuki fase ke 3 (tiga) yang dimulai tahun 2005. Implementasi P2KP yang dilaksanakan BKM di kelurahan ini belum menunjukan dampak dari pembangunan tersebut, contoh misalnya: proses penyaluran bantuan terkesan lamban, serta bantuan yang diterima dinilai terlalu kecil dan tidak mencukupi untuk dijadikan modal usaha. Hal ini menjadi tanda tanya besar yaitu apakah ketetapan kebijakan P2KP mampu meningkatkan keberdayaan masyarakat, khususnya masyarakat miskin dalam jangka panjang di kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul: ”Pengaruh Pelaksanaan Program Penaggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) oleh BKM Terhadap Pemberdayaan Masyarakat” (Studi pada Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal).
11
B. Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Seberapa besar pengaruh pelaksanaan P2KP (Program Penaggulangan Kemiskinan di Perkotaan) oleh BKM terhadap pemberdayaan masyarakat miskin studi Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal.
C. Tujuan Penelitian 1.
Untuk
mengetahui
bagaimana
pelaksanaan
Program
Penanggulangan
Kemiskinan Perkotaan (P2KP). 2. Untuk mengetahui bagaimana pemberdayaan masyarakat di Kelurahan Tanjung Rejo Medan Sunggal. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pelaksanaan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) oleh BKM terhadap pemberdayaan masyarakat di kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi penulis bermanfaat untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan mengembangkan kemampuan berpikir penulis melalui karya ilmiah, serta melatih penulis untuk menerapkan teori-teori yang di peroleh selama perkuliahan di FISIP USU. 2. Sebagai masukan bagi peningkatan pelaksanaan P2KP oleh BKM ”Makmur Bersama” demi memajukan keberdayaan masyarakat miskin di Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal.
12
3. Bagi Departemen Administrasi Negara FISIP USU, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk melengkapi ragam penelitian yangf telah dilakukan oleh para mahasiswa. Serta menjadi bahan masukan bagi fakultas dan menjadi salah satu referensi tambahan bagi mahasiswa/mahasiswi di masa yang akan datang. 4. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departement Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
E. Kerangka Teori 1. Dimensi Pembangunan Istilah pembangunan sering kali digunakan sebagai eufemisme untuk perubahan, modrenisasi, atau perubahan. Pembangunan mempunyai pengertian yang luas, tergantung pada sisi mana dan konteks apa serta latar belakang pengalaman dari pencetusnya. Oleh karena itu menurut Sudriamunawar (2002:15) pembangunan diartikan sebagai ” suatu usaha perubahan untuk menuju keadaan lebih
baik
berdasarkan
kepada norma-norma tertentu,
perencanaan
dan
pendayagunaan potensi alam, manusia dan sosial budaya”. Selanjutnya Katz dan Sarkansky (Tjahya
Supriatna, 2000:29-30),
menyatakan pembangunan sebagai sistem, metode dan gerakan. Pembangunan sebagai sistem mencakup komponen-komponen (a) masukan, terdiri dari nilai, sumber daya manusia, alam, budaya dan kelembagaan masyarakatat; (b) proses, kemampuan organisasi dan manajemen pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan; (c) keluaran, berupa berupa perubahan prilaku manusia baik kognisi, afeksi dan keterampilan yang berkaitan dengan taraf hidupnya.
13
Pembangunan berarti upaya yang terus-menerus dilakukan dan bertujuan menempatkan
manusia
pada
posisi
dan
perannya
yang
wajar
dan
mengembangkannya sehingga ia berhubungan serasi dan dinamik ke luar dan berkembang serasi, selaras, dan seimbang di dalam. Seperti yang dikemukakan oleh Coralie Bryant dan LouiseWhite dalam Managing Development in the Third World (1982:14), bahwa telah terjadi perubahan pendekatan terhadap pembangunan oleh pengalaman administrasi pembangunan di dunia ketiga, yaitu ”Pembangunan lebih diupayakan untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk mempengaruhi masa depannya”. Ada lima implikasi utama defenisi tersebut yaitu: 1. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik individu maupun kelompok (capacity). 2. Pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan dan kemerataan nilai dan kesejahteraan (equity). 3. Pembangunan berarti manaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesempatan yang sama, kebebasan memilih, dan kekuasaan untuk memutuskan (empowerment). 4. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara mandiri (sustainability). 5. Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yang satu dengan negara yang lain dan menciptakan hubungan saling menguntungkan dan saling menghormati (interdependence). ( Taliziduhu, 1990:16). Pembangunan sebagai metode berorientasi pada upaya penciptaan kemajuan sosial ekonomi yang didukung oleh pengorganisasian dan peran serta
14
masyarakat selaku pelaku pembangunan. Pembangunan sebagai gerakan adalah usaha sadar, terorganisir, terarah dan berkelanjutan yang dilakukan birokrasi. Keberlanjutan (sustainability) merupakan ciri dari paradigma pembangunan manusia yang baru ini. Paradigma pembangunan manusia perlu memusatkan perhatian pada pembangunan manusia untuk manusia. Oleh karena itu, paradigma pembangunan manusia bertujuan untuk memberdayakan manusia sepenuhnya. Pembangunan berkelanjutan merupakan proses. Dalam proses itu, eksploitasi sumber daya alam, tujuan investasi, orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan institusional semuanya ini harus berkembang secara serasi dan memperbesar potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia (World Commisssion On Environment, 1987). (LIPI, 1998: 10). Adam Smith dalam bukunya, ”The Wealth Of Nations” telah secara eksplisit menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan masyarakat (community development) di masa datang sangat ditentukan oleh efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya masa lampau dan hari ini (Mulyadi, 2006: 4). Secara kumulatif indikator keberhasilan pembangunan masyarakat dapat dilihat dari: pertama, sejauh mana kondisi dan taraf hidup masyarakat berhasil diperbaiki dan ditingkatkan. Kedua, sejauh mana partisipasi nasyarakat dalam pembangunan
lingkungannya
berhasil
digerakkan.
Ketiga,
sejauh
mana
kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri berhasil ditumbuhkan. (Taliziduhu, 1990:110). Visi dari pembangunan secara umum adalah terwujudnya masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera, adil dan setia kepada Pancasila dan UUD 1945 (Dwidjowito, 2001:41). Pembangunan di Indonesia dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat, Hal ini
15
telah dijelaskan dalam GBHN 1998 (1998:16), yaitu : ”hak pembangunan dalam bidang agama, sosial, budaya, ekonomi maupun pembangunan pada sumber daya maanusia.. Pembangunan dilaksanakan secara bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat. Walau demikian harus diakui bahwa pemerintah memainkan peranan yang dominan dalam proses pembangunan (development proses) nasional.
2. Pemberdayaan Masyarakat Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata ’power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka (Suharto, 2005:57). Menurut HAW Widjaja (2003: 169), pemberdayaan adalah upaya meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki masyarakat, sehingga masyarakat dapat mewujudkan jati diri, harkat dan martabatnya secara maksimal untuk bertahan dan mengembangkan diri secara mandiri baik dibidang ekonomi, sosial, agama, dan budaya. Pengertian lain mengenai pemberdayaan menurut Shardlow, dalam Rukminto (2003:55) pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana kelompok atau individu komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan membentuk masa depan yang sesuai dengan keinginan mereka sendiri Pengertian pemberdayaan yang lebih spesifik dikemukakan oleh Deepa Narayan (2002:14-15) yaitu:
16
“Empowerment is the expansion of assets and capabilities of poor people to participate in, negotiate with influence, control and hold accountable institutions that affect their lives”. Dari pengertian tersebut, pemberdayaan menyangkut dua hal yaitu : Pertama, perluasan aset-aset dan kemampuan masyarakat yang miskin atau tidak berdaya. Aset adalah materi baik fisik maupun keuangan. Kemampuan adalah segala yang melekat dalam diri masyarakat untuk menggunakan aset dengan berbagai cara yang beraneka ragam dalam meningkatkan kesejahteraan baik kemampuan sumber daya manusia, sosial maupun politik. Kemampuan menyangkut human capabilities (kesehatan yang baik, pendidikan, dan produktivitas atau hal lain seperti skill), social capabilities (kepemilikan sosial, kepemimpinan hubungankepercayaan, kepemilikan identitas, nilia-nilai yang mendukung kehidupan , dan kemampuan mengorganisir), political capabilities (kemampuan untuk mewakili dirinya sendiri atau orang lain, akses informasi, membentuki aosiasi, dan berpartisipasi dalam kehidupan politik bermasyarakat dan bernegara). Kedua, tujuan pemberdayaan agar masyarakat berpartisipasi, bernegosiasi, mempengaruhi, mengontrol, serta dapat menerima pertanggungjawaban lembagalembaga yang mempengaruhi kehidupan meraka. Naila Kabeer (2001) dalam Deepa Narayan (2005: 23) menyebutkan ”defenition of empowerment as the expansion in people’s ability to maker strategic life choice in a context where this ability was previously denied to them” (Pemberdayaan didefenisikan sebagai perluasan kemampuan masyarakat untuk membuat pilihan-pilihan strategi hidup dalam menjawab ketidaberdayaan mereka sebelumnya).
17
Beragam defenisi pemberdayaan di atas menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat , termasuk individu-individu yang mengalami kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan atau kemampuan dalam mememhuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial (H.S.Pambudi, 2003:57-58). Pada intinya penberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat semakin tergantung pada program-program pemberian (charity). Karena tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, dan membangun kemampuan masyarakat untuk memajukan diri kearah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan pemberdayaan adalah pembagian kekuasaan yang adil, sehingga meningkatkan kesadaran, kekuasaan, serta kemampuan kelompok
yang lemah maupun individu
untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya dan memperbesar pengaruh mereka terhadap negara dan hasilhasil pembangunan.
3. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
18
Pembiayaan program penanggulangan kemiskina perkotaan (P2KP) berasal dari alokasi APBN, dan dana hibah lembaga/negara pemberi bantuan serta pinjaman dari Bank Dunia. P2KP menyediakan dana bantuan sekitar Rp.500 juta perkelurahan dan tergantung dari jumlah penduduk. P2KP memusatkan kegiatannya pada masyarakat perkotaan yang paling miskin/pinggiran. Kemudian bersama-sama terlibat dalam proses perencanaan partisipatif dan pengambilan keputusan untuk mengalokasi sumber dana tersebut. Hal ini dilakukan atas dasar kebutuhan pembangunan dan prioritas yang ditentukan bersama dalam sejumlah forum musyawarah. Tujuan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan)
dicapai
dengan
meningkatkan
kapasitas
kelembagaan
dalam
menyelenggarakan pembangunan wilayahnya, serta menyediakan sarana dan prasarana, serta kegiatan sosial dan ekonomi. 3.1. Mekanisme dan Struktur Manajemen P2KP Pelaksanaan P2KP dimulai sejak November 1999. Pelaksanaan P2KP terbesar di Indonesia, karena memiliki cakupan wilayah, serapan dana, kegiatan yang dihasilkan dan jumlah pemanfaatannya. Meksanisme P2KP adalah pemerintah Indonesia menunjuk Direktorat Jenderal Pengembangan Perkotaan, Departement permukiman dan Prasarana Wilayah sebagai exacuting agency (penyelenggara Program). Sementara untuk membantu pengelolaan P2KP secara Nasional, dibentuk Tim Koordinasi P2KP (TKPP) yang terdiri dari Bappenas, Depdagri, Depkeu, dan Dep. Kimpraswil. Penyelenggaraan P2KP ditingkat Propinsi, dikoordinasikan langsung oleh Gubernur setempat melalui Bappeda Propinsi dengan menunjuk Tim Koordinasi Pelaksana P2KP (TKPP) tingkat propinsi atau TKPP yang sudah ada. Pelaksana tingkat Propinsi adalah Dinas Pekerjaan Umum/Bidang Ke-cipta karya-an di bawah
19
kendali/koordinasi Satker Non vertikal Tertentu (SNVT) PBL tingkat propinsi. Dalam pelaksanaan dari pengendalian kegiatan akan dilakukan oleh KMW (Konsultan Manajemen wilayah) yang ditugasi oleh Satker/PMU P2KP untuk propinsi tersebut. Penyelenggaraan
P2KP
ditingkat
Kota/Kabupaten
dikoordinasikan
langsung oleh Bupati/Walikota setempat melalui Bappeda Kota/Kabupaten dengan menunjuk Tim Koordinasi Pelaksana P2KP (TKPP) tingkat Kota/Kabupaten atau TKPK yang sudah ada. Pemarintahan Kota/Kabupaten dibantu oleh pejabat pembuat komitmen yang diangkat Menteri PU atas usulan Bupati /walikota dibawah koordinasi SNVT (sektor Non Vertikal) PBL Propinsi dalam mengendalikan pelaksanan kegiatan pendampingan dan pencairan dana BLM. Pemerintahan Kota/Kabupaten memfasilitasi KBP dan penguatan TKPK-D untuk dapat menyusun SPK-D dan PJM pronangkis Kota/Kabupaten sesuai ketentuan. Dalam pelaksanaan dan pengendalian kegiatan ditingkat Kota/kabupaten akan dilakukan oleh Koordinator Kota (Korkot), yang dibantu beberapa asistent Korkot dibidang pembukuan, teknik/infrastruktur, management data dan urban planer. Di tingkat Kecamatan, akan ditunjuk PJOK (Penanggung Jawab Operasional Kegiatan). PJOK adalah perangkat kecamatan yang diangkat oleh kepala Satker (Direktorat Jenderal Pengembangan Perkotaan/exacuting agency) atas usulan Walikota/Bupati untuk pengendalian kegiatan ditingkat kelurahan dan berperan sebagai penanggungjawab administrasi pelaksana P2KP diwilayah kerjanya. Pada tingkat kelurahan/desa, P2KP akan memanfaatkan BKM yang ada atau membentuk BKM baru dengan fungsi utama mengkoordinasikan pelaksana
20
program penaggulangan kemiskinan, mengakomodasikan berbagi masukan pembangunan untuk wilayahnya serta membentuk unit-unit/pokja pelaksana dan mengorganisir relawan-relawan dari warga setempat. Bagan Struktur Organisasi P2KP
Bagan Mekanisme Penyaluran dan Alur Pelaporan Dana PAKET
21
3.2. Tujuan Pelaksanaan P2KP Tujuan yang hendak dicapai dari pelaksana P2KP di masyarakat :
22
1. Terbagunya lembaga masyarakat yang memiliki kharakter : • Berbasis nilai-nilai universal kemanusiaan
(jujur, dapat
dipercaya,
ikhlas)berdasarkan pada prinsip-prinsip kemasyarakatan (transparansi, akuntabilitas, partisipasi, demokrasi). • Berorientasi pada pembangunan berkelanjutan, yang aspiratif, representatif, • Mengakar dan mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin • Mampu menyuarakan harapn masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan, • Mampu menjadi wadah masyarakat bersinergi dalam penyelesaian permasalahan yang ada di wilayahnya. 2. Meningkatkan akses masyarakat miskin diperkotaan kepada pelayanan sosial, prasarana dan sarana serta pendanaan (modal), membangun kerjasama dan kemitraan sinergi ke berbagai pihak terkait, dengan menciptakan kepercayaan pihak-pihak terkait tersebut terhadap lembaga masyarkat (BKM). 3. Mengedepankan peran Pemerintah Kota/Kabupaten agar mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat
miskin
melalui
pengokohan
Tim
Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) di wilayahnya, dan kemitraan dengan masyarakat serta kelompok peduli setempat. Substansi P2KP sebagai penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam rangka mengedepankan peran dan tanggung jawab pemerintah daerah, dilakukan melalui; pelibatan intensif pemda pada pelaksanaan siklus kegiatan P2KP, penguatan peran dan fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPK-D) agar mampu menyusun Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPK-D) dan
23
PJM Pronangkis Kota/Kab berbasis program masyarakat (Pronangkis Kelurahan), serta melembagakan Komunitas Belajar Perkotaan (KBP). 3.3. Sasaran P2KP Dalam pelaksanaannya P2KP memiliki sasaran sebagai subyek dalam kegiatannya, yaitu: • Masyarakat, warga kelurahan peserta P2KP dan BKM/lembaga masyarakat yang mengakar serta KSM (kelompok Swadaya Masyarakat). • Pemerintah Daerah & TKPK Daerah, perangkat pemerintah tingkat Kota/Kabupaten s/d Lurah/Kepala Desa yang terkait P2KP dan anggota TKPKD. • Kelompok Peduli, perorangan-/anggota asosiasi profesi, asosiasi usaha sejenis, perguruan tinggi, LSM, dan sebagainya yang peduli dengan kemiskinan. • Para Pihak Terkait, yaitu : Bank, notaris, auditor publik, media massa (radio, tv, dan sebagainya). 3.4. Siklus P2KP P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) memiliki langkahlangkah pelaksanaan program penaggulangan kemiskinan yang dikenal dengan siklus P2KP: 1. Sosialisasi P2KP dilakukan secara personal maupun melalui forum-forum pertemuan warga ditingkat kelurahan/desa maupun ditingkat RT, RW, dusun. Sosialisasi juga dilakukan melalui media komunikasi elektronik, diseminasi melalui poster, brosur, spanduk maupun leaflet. Strategi sosialisasi dilaksanakan mnegacu pada hasil pemetaan sosial (social mapping) Tim fasilitator.
24
2. RKM (Rembug Kesiapan Masyarakat) untuk mengkonfirmasikan kembali, apakah masyarakat desa/kelurahan siap menerima atau menolak melaksanakan P2KP dengan segala konsekuensi partisipasi dan kontribusinya. 3. FGD (Focus Group Discussion) Refleksi Kemiskinan memiliki tujuan utama mengidentifikasi kriteria, karakteristik, faktor-faktor penyebab kemiskinan dan menggalang kepedulian untuk warga miskin. 4. Pemetaan Swadaya, sebagai proses pemetaan dan analisis potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat (need assesment) diklasifikasikan ke dalam : • Prasarana Lingkungan (fisik), berkaitan dengan kebutuhan pembangunan prasarana pemukiman. • Ekonomi Produktif, berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pengembangan usaha kecil ekonomi produktif sektor informal. • Pengembangan Sosial dan Peningkatan Sumber Daya Manusia melalui pelatihan keterampilan dan kelompok potensial, disamping pemenuhan kebutuhan warga miskin terhadap bantuan maupun santunan sosial. 5. Pembentukan BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) sebagai proses pengorganisasian masyarakat dilaksanakan melalui rembug warga. 6. Perencanaan Partisipatif sebagai diwujudkan dalam proses untuk menyusun PJM Pronangkis
(Perencanaan
Jangka
Menengah
Program
Penanggulangan
Kemiskinan). PJM Pronangkis dirumuskan berdasarkan data-data tabulasi potensi dan masalah melalui kegiatan pemetaan swadaya (survay kampung sendiri). PJM pronangkis selanjutnya dijadikan sebagai acuan pelaksanaan program penaggulangan kemiskinan di kelurahan/desa setempat. Permasalahan dan potensi yang telah
25
diinventarisir dalam PJM Pronangkis diharapkan dapat mendorong pemecahan masalah berbasis keburtuhan masyarkat . 7. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) terbentuk dan tumbuh bersama masyarakat. Pembentukannya didasarkan pada data-data kebutuhan masyarakat di dalam PJM Pronangkis dilengkapi dengan usulan-usulan (proposal)kegiatan yang diajukan kepada BKM. KSM mengakses dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) P2KP melalui kegiatan Tridaya. Rencana kegiatan KSM disesuaikan dengan daftar kebutuhan yang telah tertuang dalam PJM Pronangkis, dan diselsksi berdasrkan skala prioritas. KSM dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan perencanaan apabila masuk dalam kualifikasi dan prioritas yang disetujui melalui rapat BKM.
4.Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Badan Keswadayaan Masyarakat adalah lembaga masyarakat sebagai motor penggerak dalam penaggulangan kemiskinan. BKM sebagai wadah bersinergi dan lembaga kepercayaan milik masyarakat, yang diakui baik oleh masyarakat sendiri maupun pihak luar, dalam upaya membangun kemandirian menuju tatanan masyarakat madani, yang dibangun dan dikelola berlandaskan/berbasis nilai-nilai universal yaitu: dapat dipercaya, ikhlas/kerelawanan, kejujuran, keadilan, kesetaraan, dan kebersamaan dalam keragaman (Buku Pedoman P2KP, 2005:14). Tujuan BKM dibangun adalah agar masyarakat belajar mengorganisasi diri sebagai masyarakat warga yang sadar akan potensi dan persoalan di wilayahnya, dan supaya masyarakat belajar membudayakan norma pengambilan keputusan secara bersama (kolektif) berasakan musyawarah mufakat. 4.1. Proses Membangun Lembaga Masyarakat Berbasis Nilai (BKM)
26
Istilah BKM (Badan Keswadayaan Masyarkat) pada dasarnya merujuk baik pada pemampuan lembaga yang ada, yang telah melalui prose konfirmasi ulang oleh masyarakat setempat dan direvitalisasi sesuai ketentuan P2KP, ataupun lembaga P2KP yang dibentuk baru oleh masyarakat. Tahapan proses yang harus dilakukan masyarakat untuk memutuskan memapukan dan merevitalisasi lembaga yang ada atau membentuk lembaga baru sebagai BKM, adalah : 1. Focus Group Discussion (FGD) refleksi lembagaan masyarakat berbasis nilai mengenai substansi tatanan masyarakat madani, yang salah satu indiukatornya tercermin pada keberadaan lembaga masyarakat yang benar-benar aspirasif, mengakar,
diakuinya
kemanfaatannya,
representstif
dan
berbasis
pada
keikhlasan/kerelawanan, keadilan dan kejujuran. FGD-FGD refleksi lembaga masyarakat berbasis nilai dilakukan diseluruh tatanan masyarakat, baik masyarakat pada umumnya mapun masyarakat miskin pada khususnya. Proses FGD refleksi lembaga masyarakat berbasisi nilai digerakkan dan difasilitasi oleh relawanrelawan, dengan pendampingan dari fasilitator dan perangkat kelurahan setempat. 2. Identifikasi Lembaga-Lembaga yang ada, selanjutnya relawan-relawan dibantu perangkat kelurahan setempat melakukan identifikasi profil dari berbagai lembaga masyarakat yang ada di kelurahannya. Identifikasi menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan landasan keberadaan mekanisme pembentukan, visi dan misi, tujuan, organisasi, kepengurusan, mekanisme pemilihan anggota/pengurus, jenis kegiatan yang dilakukan, dll. 3. Rembug Warga untuk merefleksikan dan mengevaluasi lembaga-lembaga yang ada.
27
Atas dasar kesadaran kritis masyarakat terhadap pemahaman substansi lembaga masyarakat berbasis nilai serta hasil identifikasi berbagai profil lembaga-lembaga yang ada, relawan-relawam dibantu perangkat kelurahan setempat selanjutnya memfasilitasi rembug-rembug warga evaluasi lembaga yang ada, mulai dari tingkat RT/RW atau dusun hingga kelurahan. Agenda rembug warga terfokus pada menggali aspirasi dan apresiasi masyarakat terhadap kinerja dan kredibilitas berbagai lembaga-lembaga masyarakat yang ada di wilayahnya setempat. Refleksi dan evaluasi dititik beratkan pada tingkat pengakaran dimasyarkat, tingkat kemanfaatannya bagi msyarakat, tingkat aspiratifnya, tingkat representatif dan tingkat kepercayaan masyarakat. Aspirsasi dan apresiasi warga harus benar-benar berasal dari pendapat dan aspirasi masyarkat tanpa rekayasa dari siapapun. 4. Rembug warga tingkat kelurahan untuk memutuskan merevitalisasi lembaga yang ada atau membentuk lembaga baru. Hasil refleksi dan evaluasi terhadap profil lembaga-lembaga masyarkat di atas menjadi masukan utama dalam rembug warga tingkat kelurahan yang akan memutuskan apakah akan merevitalisasi, menstrukturisasi dan memampukan lembaga yang ada ataukah membentuk masyarakat yang baru sebagi BKM. Rembug warga dihadiri oleh representasi seluruh warga kelurahan, perangkat kelurahan, kelompok peduli setempat dan relawan-relawan. 4.2. Anggota BKM Untuk memimpin masyarakat warga ini, dipilih pimpinan kolektif terdiri dari pribadi-pribadi yang dipercaya warga berdasarkan kriteria kemanusiaan yang disepakati bersama dan dapat mewakili warga dalam berbagi kepentingan. Anggota pimpinan kolektif masyarakat warga ini yang kemudian disebut anggota BKM.
28
Anggota-anggota BKM tidak digaji atau menerima imbalan secara rutin dengan menjadi anggota BKM, mereka diberi kesempatan dan kepercayaan dari msayarakat miskin untuk memberi, kontribusi peduli, berkorban dan ikhlas berbuat nyata bagi warga miskin yang ada diwilayahnya. Adanya kesempatan dan kepercayaan itulah yang bagi mereka merupakan imbalan yang tak ternilai harganya, apalagi dibandingkan materi atau status karena mereka dapat berbuat baik terhadap sesama, khususnya kaum miskin dan tertinggal/marjinal. Tidak ada satupun anggota BKM yang memiliki hak istimewa dan semua hasil keputusan ”BKM” ditetapkan secara kolektif melalui mekanisme rapat anggota BKM. Anggota BKM dipilih oleh seluruh utusan warga setempat dengan kriteria kualitas sifat kemanusiaan dan mekanisme pemilihan tanpa kampanye, tanpa pencalonan serta secara tertulis dan rahasia. 4.3. Struktur BKM Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan penaggulangan kemiskinan yang disepakati seluruh masyarakat setempat, baik dengan sumber dana P2KP maupun sumber dana lainnya (channeling). BKM membentuk unit-unit pengelola sesuai dengan kebutuhan yang setidaknya terdiri dari Unit Pengelola Keuangan (UPK), Unit Pengelola Lingkungan (UPL), Unit Pengelola Sosial (UPS). Unit Pengelola Keuangan (UPK) akan bertanggung jawab terhadap pengelolaan pinjaman bergulir, akses chaneling ekonomi, dan akses kegiatan yang berkaitan dengan penumpukan dana atau akses modal masyarakat. Unit Pengelola Lingkungn (UPL) bertanggung jawab dalam hal penaganan Rencana Perbaikan Kampung, Penataan dan Pemeliharaan Prasarana Lingkungan Perumahan dan Permukiman, Good Governance dibidang permukiman dan lain-lain. Sedangkan Unit Pengelola Sosial (UPS) didorong untuk mengelola pusat informasi dan
29
pengaduan masyarakat (termasuk media warga untuk sarana control sosial) penanganan kegiatan sosial, dan lain-lain sesuai kesepakatan warga masyarakat setempat. Oleh karena itu, unit-unit pelaksana tersebut berkewajiban memberikan informasi dan laporan perkembangan dari masing-masing kegiatan yang menjadi tugas pokoknya, mengusulkan daftar konsep pengembangan, serta memberikan pertanggung jawaban berkala maupun akhir kepada BKM. Termasuk juga memberikan saran-saran dan masukan-masukan secara profesional kepada BKM untuk dasar pertimbangan BKM dalam pengambilan kebijakan maupun keputusan yang diperlukan. Anggota BKM tidak diperkenankan merangkap menjadi pengelola dari unit-unit tersebut. Unit-unit pelaksana akan dipimpin seorang manager atau istilah lain dan beberapa staf sesuai kebutuhan yang dipilih melalui rapat anggota BKM berdasarkan kriteria kemampuan dibidangnya masing-masing. BKM mengawasi pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh unit-unit pelaksana sesuai bidang kegiatannya yakni UPL, UPS, UPK. 4.4. Tugas Pokok BKM Adapun tugas-tugas pokok BKM, antara lain: a. Mengorganisasi masyarakat untuk bersama-sama merumuskan visi,misi, rencana strategis, dan rencana program penanggulangan kemiskinan. b. Memonitor, mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan keputusan-keputusan yang telah diambil BKM termasuk pengunaan dana program pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya. c. Memverifikasi penilaian yang telah dilakukan oleh unit-unit pelaksana dan memutuskan proposal mana yang prioritas didanai oleh dana program
30
pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya atau dana-dana lain yang dihimpun oleh BKM, atas dasar kriteria dan prosedur yang disepakati dan ditetapkan bersama. d. Mengawasi dan memberi masukan untuk berbagi kebijakan maupun program pemerintah lokal yang berkaitan dengan kepentaingan msyarakat miskin maupun pembangunan di kelurahannya. e. Menjamin dan mendorong peran serta berbagai unsur masyarakat, termasuk masyarakat miskin dan kaum perempuan di wilayahnya, melalui proses serta hasil keputusan yang adil dan demokratis. f. Membangun transparansi dan akuntabilitas kepada masyarakat dan pihak luar. g. Membuka akses dan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk melakuakn kontrol terhadap kebijakan, keputusan, kegiatan, dan keuangan yang dibawa kenali BKM. h. Merencanakan dan menetapkan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penciptaan lapangan kerja baru , pengembangan ekonomi rakyat, dan peningkatan kualitas lingkungan serta pemukiman masyarakat miskin. i. Memfasilitasi networking (jaringan) kerjasama dengan berbagi potensi sumber daya yang ada di sumber-sumber luar masyarakat.
5. Pemberdayaan Masyarakat Miskin Yang Dilaksanakan BKM Melalui P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) Dalam istilah teknis P2KP, lembaga pengelola P2KP yang diupayakan semaksimal mugkin dibentuk secara demokratis ini dinamakan BKM. Kepada kelembagaan masyarakat (BKM) tersebut yang dibangun oleh dan untuk
31
masyarakat, selanjutnya dipercaya mengelola dana abadi P2KP (dana langsung tertuju ke masyarakat, yaitu dari pusat/melalui dana APBN langsung dialirkan ke bank yang telah ditunjuk oleh BKM) secara partisipatif, transparan dan akuntabel. Dana tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membiayai kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan, yang diputuskan masyarakat sendiri melalui rembug warga, baik dalam bentuk pinjaman bergulir maupun dana waqaf bagi stimulan atas keswadayaan masyarakat untuk kegiatan yang bermanfaat langsung bagi masyarakat, misalnya perbaikan prasarana serta sarana dasar perumahan dan permukiman. Semua pendekatan yang dilakukan P2KP di atas, ditujukan untuk mendorong proses percepatan terbangunnya landasan yang kokoh bagi terwujudnya kemandirian penanggulangan kemiskinan dan juga melembaganya pembangunan yang berkelanjutan. Diyakini akan mampu membangun kesadaran kritis dan perubahan prilaku individu ke arah yang lebih baik. Perubahan prilaku individu yang secara kumulatif menimbulkan perubahan kolektif masyarakat inilah yang menjadi inti pendekatan TRIDAYA, yakni proses pemberdayaan masyarakat agar terbangun : daya sosial sehingga tercipta masyarakat efektif, daya ekonomi sehingga tercipta masyarakat produktif dan daya pembangunan sehingga tercipta masyarakat
pembangunan
yang
peduli
lingkungan
dan
prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan. Perlindungan Lingkungan (Environmental Protection), dalam pengambilan keputusan
maupun
pelaksanaan
kegiatan
yang
menyangkut
kepentingan
masyarakat banyak, terutama kepentingan masyarakat miskin, perlu didorong agar keputusan
dan pelaksanaan kegiatan tersebut berorientasi pada upaya
perlindungan/pemeliharaan lingkungan, baik lingkungan alami maupun buatan
32
termasuk perumahan dan permukiman yang layak, terjangkau, sehat, aman, teratur, serasi dan produktif. Termasuk didalamnya penyediaan prasarana dan sarana dasar perumahan yang kondusif dalam membangun solidaritas sosial dan meningkatkan kesejahteraan penduduknya serta pemerataan pembangunan daerah. Pengembangan Masyarakat (Social Development), tiap langkah P2KP harus selalu berorientasi pada upaya membangun solidaritas sosial dan keswadayaan masyarakat sehingga tercipta masyarakat efektif secara sosial sebagai pondasi yang kokoh dalam upaya menanggulangi kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan. Pengembangan masyarakat juga berarti upaya untuk meningkatkan potensi segenap unsur masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang rentan (vulnerable groups) dan
marjinal
yang
selama
ini
tidak
memiliki
peluang
/akses
dalam
program/kegiatan setempat, misalnya dengan memberikan bantuan dana untuk meningkatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan. Pengembangan
Ekonomi
(Economic
Development)
dalam
upaya
menyerasikan kesejahteraan material, maka upaya-upaya peningkatan kapasitas dan keterampilan masyarakat miskin dan atau pengangguran perlu mendapat porsi khusus, termasuk upaya untuk mengembangkan peluang usaha rakyat, kemitraan pada usaha rakyat dan akses ke sumber daya kunci (dana) untuk peningkatan pendapatan, dengan tetap memperhatikan dampak lingkungan fisik dan sosial. Makna Dana Penanggulangan Kemiskinan Tersebut, dapat berjalan apabila masing-masing diantara pelaku pembangunan lokal memiliki kepentingan dan kebutuhan yang sama untuk saling koordinasi, kooperasi, satu terhadap yang lain sehingga terjadi kemitraan.
F. Hipotesis
33
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian (Sugyono, 2005:70). Berdasarkan masalah penelitian di atas maka peneliti merumuskan hipotesis terhadap penelitian ini adalah: Hipotesis nol :
Tidak
terdapat
hubungan
yang
signifikan
antara
pelaksanaan P2KP oleh BKM (variabel X) dengan Pemberdayaan Masyarakat (variabel Y) Hipotesisi alternative: Terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan P2KP oleh BKM (variabel X) dengan Pemberdayaan Masyarakat (variabel Y). Hipotesis nol :
Tidak terdapat pengaruh pelaksanaan P2KP oleh BKM (veriabel X) terhadap pemberdayaan Masyarakat (variabel Y)
Hipotesis alternative:
Terdapat pengaruh pelaksanaan P2KP oleh BKM (variabel X) terhadap pemberdayaan masyarakat (variabel Y)
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka teori yang telah dipaparkan di atas, maka hipotesa dalam penelitian ini adalah :”Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pelaksanaan P2KP oleh BKM terhadap pemberdayaan masyarakat miskin”.
G. Defenisi Konsep Konsep
merupakan
istilah
dan
defenisi
yang
digunakan
untuk
menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok ataupun individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (singarimbun, 1995:37). Agar mendapatkan pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan defenisi dari beberapa konsep yang digunakan :
34
1. P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat
terbangun
”gerakan
kemandirian
penanggulangan
kemiskinan
dan
pembangunan yang berkelanjutan” 2. BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) adalah mewadahi aspirasi masyarakat dengan cara melibatkan masyarakat agar proaktif dalam proses pengambilan keputusan dalam program pemberdayaan masyarakat dan penaggulangan kemiskinan di wilayahnya dan memperjuangkan dipenuhinya kebutuhan dasar, sosial, ekonomi dan sarana prasarana dasar serta lingkungan bagi masyarakat miskin. BKM berkedudukan sebagai lembaga pimpinan masyarakat warga kelurahan
dan
merupakan
lembaga pengendali
kegiatan
penanggulangan
kemiskinan di kelurahan yang bersangkutan. 3. Pemberdayaan Masyarakat adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat fisik maupun ekonomi, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, politik dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
H. Defenisi Operasional
35
Untuk memberikan kejelasan tentang batasan yang akan diteliti, maka penulis merumuskan defenisi operasional untuk menjelaskan indikator yang akan diteliti. Variabel pokok dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana implementasi pelaksanaan P2KP yang dilakkukan BKM untuk memberdayakan masyarakat miskin (di tingkat kelurahan) A. Adapun kegiatan P2KP yang dilaksanakan BKM (variabel X1), untuk memberdayakan dan meningkatkan akses masyarakat miskin, indikatornya : 1). Sosialisai P2KP a. Adanya musyawarah atau rembug warga yang dihadiri oleh perangkat kelurahan, perwakilan warga dan masyarakat miskin untuk mensosialisaikan mengenai P2KP. b. Adanya pembagian brosur kepada warga kelurahan mengenai P2KP 2). Perencanaan dan Pelaksanaan - Mengorganisasi masyarakat/ musyawarah warga untuk merencakan kegiatankegiatan penaggulangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat miskin. b. Penyaluran Program Pemberdayaan Sosial - Adanya bantuan program beasiswa pendidikan - Adanya bantuan biaya untuk program kesehatan lansia (lanjut usia) c. Penyaluran Program Pemberdayaan Lingkungan - Adanya bantuan untuk rehab/perbaikan rumah warga miskin yang sangat tidak layak huni. - Adanya bantuan untuk perbaikan/rehab lingkungan alam disekitar lingkungan masyarakat kelurahan: pembuatan parit dan selokan, pembuatan riol tertutup untuk warga, pengecoran gang pemukiman warga, rehab jembatan, perbaikan jalan-jalan rusak disekitar lingkungan perumahan warga,dll. d. Penyaluran Program Pemberdayaan Ekonomi
36
- Adanya bantuan pinjaman modal/dana bergulir dengan kredit lunak dalam mengerakkan dan mengembangkan usaha yang dimiliki masyarakat miskin. - Kegiatan pendidikan, pembinaan pengetahuan dan keterampilan masyarakat (menjahit, sablon, tata boga, montir sepeda motor,dll) - Adanya bantuan pemasaran dari mitra kerja dalam memasarkan hasil produksi usaha masyarakat miskin. - Adanya bantuan fasilitas kepada usaha masyarakat miskin dan penaggulagan kemiskinan. 3. Pengendalian dan Pemeriksaan - Membangun transparansi dan akuntabilitas terhadap penggunaan dana program pemberdayaan masyarakat dan penaggulangan kemiskinan (melalui papan pengumuman, rapat-rapat terbuka,dll). 4. Pengawasan dan Pelestarian -
Monitoring
dan
evaluasi
terhadap
proses
kegiatan
dan
keberhasilan
pemberdayaan masyarakat miskin ( pengawasan terhadap penggunaan dana P2KP yang disalurkan ke warga).
B. Pemberdayaan Masyarakat Miskin ( Variabel Y): 1. Terciptanya lapangan kerja/kesempatan usaha : - Tersedianya dana/modal yang cukup - Memiliki keterampilan, pendidikan dan pengetahuan yang memenuhi syarat untuk memperoleh pekerjaan atau membuka uasah baru 2. Meningkatkan pendapatan: - Pendapatan cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok - Pendapatan yang ada, dapat disisihkan untuk ditabung
37
3. Kualitas rumah/tempat tinggal: - Kondisi bangunan rumah memenuhi syarat layak huni - Terpenuhinya fungsi-fungsi tertentu dari ruangan yang dibutuhkan seperti; ruang tamu, dapur, kamar, dll. 4. Tingkat kualitas pendidikan yang diperoleh anggota keluarga: - Anggota keluarga tidak ada yang putus sekolah - Anggota Keluarga tidak ada yang buta huruf 5. Kualitas pelayanan kesehatan yang diperoleh: - Kemampuan untuk membeli obat-obatan - Kemampuan untuk berobat ke puskesmas/ rumah sakit atau dokter 6. Pengembangan kebutuhan sosial psikologis: - Kesempatan untuk konsultasi/bertukar pikiran antar sesama anggota keluarga - Aktif dalam perkumpulan organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, dan lain-lain.
38