BAB I PENDAHULUAN: KEMBALINYA PEMIKIRAN ERNST FRIEDRICH SCHUMACHER
“Kapitalisme dewasa ini tidak lagi waras menurut arti 'kewarasan' yang dipahami orang-orang waras"
Susan George (The Scumacher Lecture, 2008)
[Di bawah perdagangan bebas] negara-negara miskin terperosok —dan dipaksa—mengadopsi standar cara produksi dan konsumsi yang menghancurkan peluang-peluang kemandirian dan keswadayaannya. Akibatnya, neo-kolonialisme dan keputusasaan kaum miskin menjadi tak terelakkan lagi. E.F. Schumacher (1973;163) We need a nobler economics that is not afraid to discuss spirit and conscience, moral purpose and the meaning of life, an economics that aims to educate and elevate people.
- E.F. Schumacher
A. Latar Belakang Sebagai sebuah fenomena historis, isu kapitalisme senantiasa menjadi magnet raksasa bagi diskursus intelektual yang tak berkesudahan hingga saat ini. Bahkan selama satu dekade pada awal milenium kedua ini, diskursus panas seputar dampak kapitalisme semakin tak terpalingkan lagi. Dalam gerbong panjang tradisi kritik atas kapitalisme ini kita bisa menilik beberapa gagasan tokoh arus utama, mulai dari Karl Marx, Max Horkheimer, Theodor Adorno, Herbert Marcuse, Jurgen Habermas, Frederick Pollock, Eric Fromm, Otto Krichhemwer, Lowental, Grossman, E.F. Schumacher, Ivan Illich, sampai pada intelektual kontemporer seperti David Harvey dan David C. Korten, serta sederet panjang tokoh lainnya.1 Terkait dampak kapitalisme itu, Peter L. Berger, dalam karya monumentalnya berjudul The Capitalist Revolution, Fifty Propositions about Prosperity, Equality and Liberty (1986), menegaskan bahwa sejak lahir kapitalisme sudah menjadi kekuatan yang mampu menciptakan perubahan besar di berbagai negara. Kapitalisme secara radikal telah Terdapat sederetan panjang nama tokoh dalam tradisi kritik atas kapitalisme ini. Dari sebagian nama tokoh tersebut, lihat lebih lanjut dalam Mansour Fakih, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hlm. 96-97. 1
BAB I | Pendahuluan: Kembalinya Pemikiran E.F. Schumacher | AB. Widyanta
1
mengubah setiap faset material, sosial, politik, dan budaya masyarakat yang pernah disentuhnya. Bagi Berger, memahami akibat revolusioner kapitalisme pada masyarakat modern merupakan tugas intelektual yang penting dan berat.2 Tidaklah meleset apa yang dinyatakan Berger seperempat abad lalu itu. Dalam beberapa tahun terakhir, muncul dua fenomena mondial yang mengundang keprihatinan sekaligus kecemasan yang kian menguat di berbagai kalangan warga penghuni Bumi. Simptom kecemasan mendesak sejumlah kalangan untuk memeriksa dan menimbang kembali sesat pikir dari sistem ekonomi global tunggal, yaitu kapitalisme yang beroperasi dalam sistem globalisasi neoliberalisme saat ini. Dua fenomena mondial yang mengemuka itu adalah bencana finansial dan krisis pangan dunia. Tepat satu dekade paska bencana finansial Asia yang menghantam Thailand, Korea Selatan dan Indonesia, pada juli 1997, gebalau finansial yang lebih besar melanda pelopor utama globalisasi neoliberalisme, Amerika Serikat, pada Juli 2007. Tak ayal, kebangkrutan bukan saja menghantam perekonomian Amerika Serikat, melainkan juga telah merembet dan berimbas akut hingga ke berbagai negara di Eropa. Berbagai simptom malaise perekonomian menjadi penanda akurat atas krisis perekonomian global yang kian eskalatif. “Antiklimaks fundamentalisme pasar”, boleh jadi itulah yang dialami Amerika Serikat. Pilihan dan praktik dari sistem kebijakan ekonomi pro pasar yang ber-ruh-kan laissez-faire, bubble economic kini menjadi “perangkap pelumpuh” bagi sistem negara secara keseluruhan. Bermesin penggerak mentalitas loba, animal spirit, sistem ekonomi-globaltunggal itu pun telah memacu laju perkembangbiakan berbagai persoalan seperti ketimpangan sosial dan krisis ekologi dahsyat. Ancaman besar berupa dampak-dampak perubahan iklim (climate change) yang melanda seluruh belahan dunia adalah salah satu contoh faktual dan akurat atas aktivitas manusia yang eksploitatif tersebut.3 Dalam waktu yang bersamaan, masyarakat dunia mengalami krisis pangan global. Pada 2007-2008, setidaknya tercatat 75.000 warga Meksiko turun ke jalan menuntut penurunan harga sembako. Demonstrasi disertai penangkapan massal pecah di Senegal dan Pantai Gading. Mogok masal dan penjarahan terjadi di Kamerun. Demonstrasi
2 3
Peter L. Berger, Revolusi Kapitalis; Jakarta: LP3ES, 1990, hlm. 1. Al Gore, An Inconvenient Truth (film dokumenter), 2007.
BAB I | Pendahuluan: Kembalinya Pemikiran E.F. Schumacher | AB. Widyanta
2
besar-besaran di Bangladesh. Sementara di Haiti protes terhadap krisis pangan telah membuat pemerintah terpojok ke dalam krisis (Die Zeit, 17 April 2008).4 Kembali pada pekan pertama 2011, sebuah isu gawat krisis pangan kembali menyeruak. Publikasi bertitel The Great Food Crisis of 2011 dirilis oleh Presiden Earth Policy Institute, Lester R Brown, di Foreign Policy. Publik tersentak oleh keakuratan datanya. Melansir pemberitaan sebuah harian nasional baru-baru ini, negara-negara di dunia mulai memburu komoditas pangan. Harga berbagai komoditas pangan melonjak. Inflasi mendera berbagai negara. Kerusuhan akibat pangan mulai terjadi. Di Inggris harga gandum tetap tinggi hingga awal tahun. Di Aljazair terjadi kerusuhan akibat lonjakan harga pangan. Rusia mengimpor bebijian secara besar-besaran untuk pasokan pangannya. India bergulat dengan harga pangan karena inflasi yang tinggi. Sementara China dan Meksiko berburu gandum dan jagung di pasar dunia. Prediksinya, krisis pangan 2011 akut dan lebih besar dari krisis pangan tahun 2008.5 Tentu saja, Indonesia tak luput dari krisis itu. Bahkan menurut estimasi FAO, Indonesia adalah salah satu negara yang akan terkena krisis pangan yang berat selain China dan India. Harga pangan di Indonesia mengalami lonjakan dari sekitar Rp. 6.000,menjadi di atas Rp. 8.000,- sejak akhir 2010. Sebagai langkah antisipasi, selain melakukan operasi pasar untuk menekan harga beras di pasar dalam negeri, Indonesia mengimpor beras sebanyak 500.000 ton beras dari 1,3 juta ton yang akan diimpor pada tahun 2011.6 Dari uraian di atas bisa ditegaskan bahwa terdapat krisis mendalam yang terkandung dalam The Juggernaut globalisasi neoliberalisme saat ini. Munculnya dua fenomena mondial yang mencemaskan itu, kalangan akademik merasa perlu untuk memeriksa segala kemungkinan atas sesat pikir di balik sistem kapitalisme global saat ini. Menyoal krisis itu, sejumlah akademisi menengarai bahwa sejumlah pemikir yang sebelumnya cenderung dipinggirkan kembali muncul di pusat arena perdebatan seputar masalah-masalah pembangunan--terutama John Maynard Keynes dan Karl Marx.7 Terkait dengan terpentalnya sejumlah tokoh berikut pemikirannya dari kancah perdebatan paradigmatik arus utama itu, penulis merasa perlu untuk menyebut juga Sindhunata, Amarah dari Perut, Tanda-Tanda Zaman, Majalah Basis Nomor 05-06, tahun ke-57, Mei- Juni 2008, hlm.3 5 Andreas Maryoto, Krisis Pangan 2011 Akut, Kompas 16 januari 2011, hlm.10 6 Ibid 7 Vedi R. Hadiz, Krisis Ekonomi Dunia dan Indonesia dalam Prisma No 1 Vol.28 Juni 2009, Senjakala Kapitalisme & Krisis Demokrasi, hlm.3 4
BAB I | Pendahuluan: Kembalinya Pemikiran E.F. Schumacher | AB. Widyanta
3
seorang filsuf dan ekonom Inggris kelahiran kontinental Jerman yang beberapa karyanya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia seperti: Kecil itu Indah: Ilmu Ekonomi yang Mementingkan Rakyat, Keluar dari Kemelut: Sebuah Peta Pemikiran Baru, dan Kerja Bermartabat.8 Tokoh kenamaan itu adalah E.F. Schumacher yang dikenal dengan sangat baik di kalangan akademik di Indonesia pada era 1980an. Ernst Fritz Schumacher lahir di Bonn, Jerman di tahun 1911. Di usianya yang ke 19 tahun ia bermigrasi ke Inggris, 1930, dan menjadi mahasiswa ekonomi di Universitas Oxford. Purna jadi dosen terbang sementara untuk matakuliah ekonomi di Universitas Columbia, New York, sembari melakukan usaha sambilan, bertani, dan pegiat jurnalisme, ia kemudian diangkat menjadi penasehat ekonomi pada Komisi Pengawas Inggris di Jerman (1946- 1950). Karir panjang dijalaninya pada Dewan Batubara Nasional di Inggris hingga meninggalnya di tahun 1977.9 Sekilas kita bisa menilik kritik kapitalisme dari Schumacher berikut. Dengan menggunakan perspektif yang melampaui kerangkeng disiplin ekonomi dan filsafat, E.F. Schumacher dalam berbagai karyanya senantiasa menegaskan perlunya manusia modern meraih apa yang disebutnya sebagai suatu metanoia. Lebih jauh ia memerinci apa yang dimaksudkan dengan metanoia itu dalam paparan berikut:10 Maka inilah yang akan membawa kita melihat dunia di dalam suatu cahaya baru, yakni sebagai sebuah tempat di mana hal-hal yang manusia modern terus menerus perbincangkan dan yang senantiasa gagal menyelesaikannya, yang sesungguhnya dapat dilakukan. Kedermawanan bumi memungkinkan kita menghidupi seluruh umat manusia; kita cukup tahu tentang lingkungan hidup untuk mempertahankan Bumi sebagai sebuah tempat yang sehat; terdapat cukup ruang di Bumi, dan bahan-bahan cukup tersedia, sehingga tiap orang dapat memperoleh tempat bernaung yang cukup; kita cukup mampu menghasilkan persediaan hajat keperluan secara cukup sehingga tak ada lagi orang yang terpaksa hidup di dalam kesengsaraan. Dalam kendali world view tersebut, Schumacher sangat meyakini bahwa di atas segalagalanya manusia modern harus mengambil langkah supaya masalah ekonomi merupakan
EF. Schumacher, Kecil Itu Indah Ilmu Ekonomi yang Mementingkan Rakyat Kecil, Jakarta: LP3ES,1987 (Edisi Perdana 1979); E.F. Schumacher, Keluar dari Kemelut, Sebuah Peta Pemikiran Baru; Jakarta: LP3ES,1988 (Edisi Perdana 1981); E.F. Schumacher, Kerja Bermartabat; Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008. 9 Barbara Wood, E.F.Schumacher, His Life and Thought; New York: Harper & Row Publisher, 1989, hlm.112 10 EF. Schumacher, Keluar dari Kemelut… hlm. 160-161. 8
BAB I | Pendahuluan: Kembalinya Pemikiran E.F. Schumacher | AB. Widyanta
4
suatu masalah konvergen yang telah terpecahkan. Dengannya, manusia modern tahu bagaimana menyediakan perbekalan secukupnya dan tak perlu memerlukan teknologi yang bengis tanpa perikemanusiaan dan agresif untuk itu. Di dalam makna tertentu, demikian Schumacher menegaskan, tak ada masalah ekonomi. Tapi ada suatu masalah moral, dan masalah-masalah moral bukanlah konvergen, dapat dipecahkan sehingga angkatan-angkatan mendatang dapat hidup tanpa susah payah. Studi terhadap pemikiran Schumacher ini perlu dilakukan guna memperkaya kasanah akademik sehingga terbuka peluang yang lebih luas bagi kita untuk mengidentifikasi dan menjawab masalah-masalah kekinian yang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat modern di era neoliberal global. B. Perumusan Masalah Menyebut E.F. Schumacher berarti merujuk pada kelangkaan. Kendati pernah kesohor berkat pemikirannya yang “subversif” lantaran berhasil “mengobrak-abrik” ortodiksi ekonomi (paradigma ekonomi mainstream), namun ketidakberuntungan Schumacher
tetap
tak
terelakkan
terjadi
ketika
gerbong
pembangunanisme
bermetamorfosa atau bertransformasi menjadi The Juggernaut globalisasi ekonomi neoliberal di era 1980an, sebagai padu-padan hibrid dari Reagenomic dan Theachernomic. Terhitung selama tiga dasawarsa lebih, pemikiran Schumacher absen ditelan mainstream gigantisism, pembangunanisme, dan globalisasi neoliberalisme, tak terkecuali diskursus akademik di Indonesia. Namun seiring akutnya krisis kapitalisme, krisis ekologi dan defisitnya aspek humanitas telah menyeret kembali pemikiran Schumacher ke kancah diskursus ilmu sosial humaniora di millenium kedua ini. Berpijak pada proposisi sederhana itulah penulis merasa tertarik untuk meriset pemikiran kritis E.F. Schumacher tentang kapitalisme, krisis ekologi, ketimpangan sosial yang terjadi di berbagai belahan dunia dewasa ini. Beberapa poin persoalan yang akan dibahas dalam riset pustaka ini bisa terpaparkan dalam beberapa pertanyaan pokok berikut: 1. Bagaimana kritik-radikal Schumacher terhadap ortodoksi ilmu ekonomi modern yang menjadi ruh dalam kapitalisme—baik pembangunanisme maupun globalisasi neoliberalisme—saat ini? BAB I | Pendahuluan: Kembalinya Pemikiran E.F. Schumacher | AB. Widyanta
5
2. Bagaimana konstruksi ilmu ekonomi alternatif yang ditawarkan Schumacher untuk menyikapi atau merespon berbagai dampak yang muncul dari implementasi paradigma ortodoks ilmu ekonomi modern tersebut? 3. Bagaimana pandangan-pandangan Schumacher dalam ilmu ekonomi alternatif itu berkontribusi pada ekososialisme—gerakan ideologi ekonomi politik lingkungan—, khususnya ekolokalisme? 4. Apa sumbangan pemikiran Schumacher bagi disiplin sosiologi (relevansi akademik) dan bagi model pembangunan di Indonesia (relevansi sosial)? C. Tujuan Penelitian Secara garis besar, riset pustaka ini memuat dua tujuan utama berikut: pertama, riset ini ingin melacak dan menelisik secara mendalam pemikiran kritis berikut gagasan alternatif E.F. Schumacher atas paradigma kapitalisme telah berdampak pada dua persoalan besar yaitu krisis ekologi, dan ketimpangan/disparitas sosial terutama di negara-negara dunia ketiga. Kedua, tanpa ingin kehilangan relevansinya untuk konteks Indonesia, riset ini juga ingin menghadirkan telisikan tentang sejauh mana berbagai gagasan kritis E.F. Schumacher bisa menstimulasi munculnya paradigma, gagasan, dan praksis alternatif dalam pembangunan di Indonesia. D. Metodologi Penelitian Kajian pustaka ini secara khusus akan menggunakan metode hermeneutik untuk melacak pemikiran Schumacher dalam sejumlah teks-teks kekaryaan yang ditulisnya. Hermeneutik sebagai metode, sebagaimana ditegaskan oleh Schleiermacher, adalah sesuatu masalah yang sangat prinsipil bagi “Die Rede”, atau discursus (wacana), yaitu semua pikiran yang diungkapkan ke dalam tanda-tanda, baik lisan atau tertulis, dalam upaya menghindari salah paham. 11 Secara garis besar, akar kata hermeneutika berasal dari istilah Yunani dari kata kerja hermēneuein,12 yang berarti menafsirkan, dan kata benda hermēneia, yang berarti Poespoprodjo, Hermeneutika, Bandung: Pustaka Setia, 2004, hlm. 17 Hermeneutik ini merujuk pada mitologi Yunani, Dewa Hermes, yang “membawa pesan takdir” untuk manusia. Lihat Richard E. Palmer, Hermeneutika: Teori Baru Mengenai Interpretasi; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm.15. 11 12
BAB I | Pendahuluan: Kembalinya Pemikiran E.F. Schumacher | AB. Widyanta
6
interpretasi. Jika didasarkan dari orisinalitas katanya, hermeneutika dan hermeneutis mengasumsikan suatu proses “membawa sesuatu untuk dipahami”, terutama seperti proses yang melibatkan bahasa, karena bahasa merupakan mediasi paling sempurna dalam proses.Penjelasan dua kata ini, dan tiga bentuk dasar makna dalam pemakaian aslinya membuka wawasan pada karakter dasar interpretasi dalam teologi dan sastra, dan dalam konteks sekarang ia menjadi keywords (kata kunci) untuk memahami hermeneutika modern. Dalam hal ini, bentuk dasar makna pertama dari hermēneuein adalah “to express” (mengungkapkan), “to assert” (menegaskan) atau “to say” (menyatakan). Maka beberapa aktivitas praktis dalam studi ini mencakup upaya untuk menyatakan”, “menegaskan”, dan “menerjemahkan” teks. 13 Dalam riset pustaka ini juga penting untuk menempatkan hermeneutika di dalam perspektif kesejarahan, sebagaimana yang dianut Dilthey, dan melihatnya sebagai disiplin inti yang berfungsi sebagai dasar bagi semua disiplin yang terpusatkan pada pemahaman karya manusia. Dalam hal ini, masalah analisis arti atau pengeluaran arti tidak terlepas dari konteks kenyataan hidup yang prosesual.14 Dalam pengertian yang sama, dialektika antara subyektivitas dan obyektivitas inilah, yaitu aktualitas subyek dan keyang-lainan obyek, praktik hermeneutik
akan
memunculkan rumusan mengenai ideologi yang diharapkan akan menjamin hasil-hasil yang benar. Menerut Emmilio Betti, ada 4 kanon hermeneutik. Empat kanon itu dikelompokkan menjadi dua kelompok yang masing masing berisi dua kanon dimana yang (a) saling berkaitan dengan obyek interpretasi, sedangkan yang (b) berkaitan dengan subyek interpretasi: (A1) Kanon mengenai otonomi hermeneutik obyek; (A2) Kanon mengenai totalitas dan koherensi evaluasi hermeneutik; (B1) Kanon mengenai aktualitas pemahaman; (B2) Kanon mengenai harmonisasi korespondensi
pemahaman-
hermeneutik dengan pembenarannya Di antara kanon-kanon tersebut kesulitan yang sama pada mulanya dihasilkan dari rumusan mereka, yakni mengenai rekonsiliasi subyektifitas yang tak terhindarkan dan obyektivitas yang diperlukan, dan yang di sini muncul sebagai persilangan kanon mengenai otonomi (A1) dan aktualitas memahami (B1).15
Richard E. Palmer, Hermeneutika: Teori Baru Mengenai Interpretasi… hlm. 14. E. Sumaryono, Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat; Yogyakarta: Kanisius, hlm. 50 15 Josef Bleicher, Hermeneutika Kontemporer: Hermeneutika sebagai Metode, Yogyakarta: Fajar Pustaka, hlm 47. 13 14
BAB I | Pendahuluan: Kembalinya Pemikiran E.F. Schumacher | AB. Widyanta
7
Dalam kerangka itu maka menurut Betti, interpretasi merupakan alat menuju pemahaman. Interpretasi obyektif adalah alat untuk membantu mengatasi rintanganrintangan dalam pemahaman dan menjembatani pencocokan kembali pikiran obyektif dengan subyek pemikiran lainnya; dan kebutuhan atas pengetahuan “yang relatif obyektif” ini memerlukan subyek interpretasi yang masuk ke dalam sebuah relasi subyek-obyek, misalnya saja sebuah teks tempat obyek merepresentasikan ekspresi subyek lainnya.16 Dengan menggunakan metode heremeneutika, studi pustaka ini secara teknis melalui setidaknya lima langkah/proses teknis berikut. Langkah pertama, studi dimulai dengan mengumpulkan sebanyak mungkin materi riset yang meliputi sejumlah rujukan pustaka (buku, jurnal, majalah, koran), audio, film/audio-visual (seminar, kuliah, film dokumenter, dll.) yang memuat berbagai gagasan Schumacher. Dari berbagai materi riset itu bisa dipilah ke dalam dua kategori berikut: materi primer (yaitu karya-karya dan gagasan Schumacher
sendiri) dan materi sekunder (yaitu karya orang lain yang
mengupas tentang pemikiran Schumacher). Kedua,
proses
studi
kemudian
dilanjutkan
dengan
pembacaan
(dan
penerjemahan) atas seluruh sumber-sumber kajian yang telah terkumpulkan tersebut. Pada tahap yang paling awal, proses pembacaan seluruh materi riset itu dilakukan secara sekilas (scanning) terlebih dulu. Selain berfungsi untuk mengenali “konstalasi makro” atau “peta besar” pemikiran Schumacher, proses pembacaan secara sekilas ini berperan cukup penting untuk mengenali seberapa keluasan cakupan atau ruang lingkup isu yang dikaji oleh Schumacher. Ketiga, bersamaan dengan pembacaan sekilas itu, hal yang tak kalah penting untuk ditempuh adalah proses identifikasi, pemilahan, dan kategorisasi keseluruhan materi tersebut. Dari peta besar pemikiran Schumacher tersebut, penulis perlu memilah dan menggolongkannya ke dalam tiga kategori yaitu: konteks, konten, dan prospek. Ulasan tentang latar sejarah (yang mencakup perisitwa-perisitwa sosial, politik, dan budaya) perjalanan hidup Schumacher bisa dikategorisasikan/ dimasukkan ke dalam kategori konteks. Sementara paparan tentang konstruksi dan isi gagasan tentang subyek kajian tertentu, kritik, dan perdebatan Schumacher dengan tokoh-tokoh lain (sebelum, semasa, dan sesudahnya) bisa dimasukkan ke dalam kategori konten. Setelah mengetahui 16
Josef Bleicher, Hermeneutika Kontemporer… hlm. 63
BAB I | Pendahuluan: Kembalinya Pemikiran E.F. Schumacher | AB. Widyanta
8
konteks dan konten gagasan Schumacher, studi berpeluang untuk menakar daya jangkau relevansinya untuk dunia akademik maupun dunia kehidupan sosial saat ini. Langkah keempat adalah memerinci lebih lanjut atau mempertajam fokus kajian/studi. Penajaman fokus kajian ini sangat ditentukan oleh langkah sebelumnya (tahapan ketiga di atas), khususnya dalam mengeksplorasi isi gagasan Schumacher (pada kategori konten). Pada tahapan keempat ini, penulis berupaya mengoptimalkan kemampuan mengeksplorasi, menafsirkan atau menginterpretasikan sejumlah percaturan ide (diskursus) yang terjadi antara Schumacher dengan para tokoh lainnya (para tokoh pendahulunya, para tokoh yang sejaman dengannya, dan para tokoh setelahnya). Pada tahapan ini, penting untuk memberikan pengkategorian dan catatan khusus tentang para tokoh yang pro (sejalan) dan kontra (berseberangan) dengan pemikiran Schumacher. Siapa saja tokoh dan apa saja isi gagasannya yang sejalan atau berbeda dengan pemikiran Schumacher perlu diklasifikasi secara cermat. Pada dasarnya, eksplorasi atas diskursus ini bertujuan untuk mendapatkan kejelasan tentang letak posisi gagasan Schumacher di dalam peta besar percaturan gagasan para tokoh lainnya tersebut. Secara tidak langsung, unsur kebaruan fokus kajian dalam studi sangat ditentukan oleh kualitas proses pada langkah keempat ini. Setelah fokus kajian berhasil ditetapkan, langkah kelima adalah mengorganisir gagasan dan argumen secara lebih sistematis. Pengorganisasian gagasan dan argumen itu dituangkan ke dalam sistematika penulisan yang lebih runtut dan argumentatif. Beberapa tema yang berisi pokok pikiran yang besar bisa dituangkan dan digolongkan ke dalam bab-bab secara terpisah. Pemisahan tema dan pokok pikiran didedah lagi ke dalam subtema atau sub-pokok pikiran yang paparnya akan terakomodir di dalam sub-bab. Optimalisasi proses di langkah kelima ini secara tidak langsung memudahkan penulis dalam memilah, memposisikan dan mengolah beragam rujukan pustaka (buku, jurnal, majalah, koran), audio, film audio-visual (seminar, kuliah, film dokumenter, dll.) untuk masing-masing bab. Dengan kata lain, sistematika penulisan ini lebih memudahkan kita dalam mengoptimalkan eksplorasi gagasan dan argumen di masing-masing bab. Dari kelima langkah itulah studi pustaka ini ditempuh. Sebagai suatu prasyarat, kelima langkah tersebut memudahkan penulis untuk mengoptimalkan aplikasi metode interprestasi atas seluruh materi teks yang dirujuk dalam studi ini. Dengan kata lain, pemaknaan atas pemikiran Schumacher dalam studi ini sangat ditentukan oleh sejauh BAB I | Pendahuluan: Kembalinya Pemikiran E.F. Schumacher | AB. Widyanta
9
mana interprestasi itu bertumpu pada koherensi makna atas teks-teks terkait yang dicapai dengan langkah-langkah sistematis tersebut di atas. E. Tinjauan Pustaka Seperti telah disebutkan di atas, berbagai rujukan yang digunakan dalam studi pustaka ini mencakup materi primer dan materi sekunder. Materi primer terdiri dari sejumlah karya Schumacher sendiri dan materi sekunder mencakup beragam karya orang lain yang mengupas tentang pemikiran Schumacher. Bila ditelisik lebih lanjut, rujukan-rujukan tersebut bisa dipaparkan sebagai berikut. Mengacu pada materi primer, studi ini menggunakan setidaknya lima rujukan primer berikut: Small is Beautiful: Economics as if People Mattered (1974), A Guide for the Perplexed (1978), The Edge of The Forest (film dokumenter 1978), Good Work (1980), This I Believe and Others Essays (2011). Dari kelima rujukan utama itu, benang merah gagasan yang menyambungkan adalah perihal kepedulian dan pembelaan Schumacher pada persoalan sosial mayoritas penduduk dunia, rakyat kecil, dan persoalan ekologi yang menjadi tumpuan hidup bagi milyaran rakyat kecil di seluruh dunia, terutama yang hidup tersebar di negara-negara “Dunia Ketiga”. Rujukan utama itulah yang nantinya akan banyak digunakan untuk menjelaskan perihal kritik radikal Schumacher atas agama ilmu ekonomi modern dan sintesis baru (alternatif paradigmatik) ilmu ekonomi yang pro pada kesejahteraan rakyat kecil dan kelestarian ekologi. Fokus kepedulian dalam karya-karya Scumacher itu dalam studi ini diposisikan sebagai pokok gagasan yang mesti dikonfirmasi sekaligus dikonfrontasikan dengan sejumlah referensi sekunder yang menyoalnya. Kepedulian Schumacher perihal sintesis ilmu ekonomi baru tersebut terkonfirmasi dalam sejumlah referensi sekunder berikut ini dengan penekanannya masing-masing. Tekanan khusus dari setiap rujukan sekunder ini bisa dibedakan dalam tiga kategori yang terkait dengan: pertama, konteks formulasi asketisme intelektualitas Schumacher (pro kesejahteraan rakyat kecil dan kelestarian ekologi); kedua, konstruksi gagasan kritis Schumacher terhadap agama ilmu ekonomi modern dan alternatifnya; ketiga, kontribusi gagasan Schumacher pada teori politik pembangunan dan politik lingkungan. Ketiga pemilahan rujukan sekunder tersebut secara berurutan bisa dijelaskan dalam paparan berikut. BAB I | Pendahuluan: Kembalinya Pemikiran E.F. Schumacher | AB. Widyanta
10
Karya E.F.Schumacher. His Life and Thought (Wood, 1989) dan Alias Papa: A Life of Fritz Schumacher (Wood, 2011) secara rinci dan menyeluruh mampu memberikan rujukan yang representatif tentang latar sejarah formulasi intelektualitas Schumacher yang berpihak pada rakyat kecil dan kelestarian ekologi. Lebih jauh, karya The Living Economics: A New Economics in The Making (Ekins, 1986) dan The New Economics: A Bigger Picture (Boyle & Simms, 2009) secara memadai mampu mengartikulasikan pengerangkaan tentang posisi gagasan kritis Schumacher yang sangat berbeda dengan peta besar pemikiran ilmu ekonomi modern. Kedua karya sekunder ini juga memberikan konfirmasi yang representatif tentang proyeksi paradigma alternatif Schumacher atas ilmu ekonomi mainstream ala Thatchernomics dan Reagenomics. Sementara itu, tiga rujukan sekunder berjudul Fifty Key Thinkers on The Environment (Palmer, 2001), Fifty Key Thinkers on Development (Simon, 2006), dan EcoSocialism: From Deep Ecology to Social Justice (Pepper, 1993) secara khusus mengaksentuasikan kontribusi gagasan Schumacher dalam tradisi pemikiran tentang lingkungan maupun tradisi pemikiran tentang pembangunan. Berbeda dengan karyakarya sekunder terdahulu, ketiga karya ini cenderung lebih banyak mengangkat kontribusi gagasan Schumacher pada teori politik pembangunan dan politik lingkungan. Dari kerangka tinjauan inilah penulis terinspirasi untuk menuliskan pokok kajian sebagaimana termaktub di dalam judul studi pustaka ini (Ekososialisme: Mengungkap Kembali Pemikiran Ekonomi Politik Lingkungan Ernst Friedrich Schumacher). Berbagai rujukan sekunder atau tersier lainnya (misalnya buku-buku serial Schumacherian Briefings) tentu saja disesuaikan dengan ketiga kategorisasi tersebut. Dengan kata lain, pengorganisasian seluruh referensi sekunder dipertautkan dengan gagasan yang termaktub di dalam beberapa judul karya sekunder di atas. Sebagai introdusir awal, paparan Daniel Dhakidae berikut ini boleh jadi bisa menjelaskan kepada kita perihal pemikiran radikal Schumacher terkait ilmu ekonomi modern dan problematika sosial dan ekologi yang ditimbulkannya. Pada 10 September 1977, Dhakidae menuliskan sebuah obutari panjang untuk mengenang mangkatnya filsuf dan ekonom Inggris kenamaan, E.F.Schumacher. Dalam obituari selebar tiga
BAB I | Pendahuluan: Kembalinya Pemikiran E.F. Schumacher | AB. Widyanta
11
perempat halaman koran tersebut, Dhakidae menulis dalam kalimat profokatif berikut ini:17 Seminggu yang lalu 4 September Dr. Schumacher yang terkenal sebagai seorang ekonom Inggris kelahiran Jerman yang mengobrak-abrik visi ekonomi dunia itu, meninggal di Lausane, Swiss, pada usia 63 tahun. Bukannya tanpa fakta ketika Dhakidae mengalamati Schumacher dengan julukan “ekonom kritis” yang melampaui takaran jamannya. Terbatasnya kolom koran dioptimalkan Dhakidae untuk mendedah argumen fundamentalnya perihal cara pandang subversif Schumacher terhadap ekonomi. Lebih jauh Dhakidae menguraikan, bagi Schumacher terdapat beberapa sesat pikir dalam ekonomi. Sesat pikir pertama adalah adanya keyakinan bahwa faktor-faktor produksi bisa disatukan. Tidak begitu saja tanah, modal, dan tenaga kerja bisa disatukan. Tanah sudah ada, modal merupakan buatan manusia, sementara kerja bukanlah kerja melainkan orang, manusia. Sesat pikir kedua adalah keyakinan bahwa proses produksi sudah selesai ketika manusia tersempurnakan oleh hadirnya ilmu dan teknologi untuk menguasai alam. Ketika manusia menaklukkan alam, dengan serta merta ia akan sadar bahwa ia berada di pihak yang kalah. Sesat pikir ketiga adalah keyakinan bahwa sumbersumber alam bukan sebagai modal melainkan pendapatan. Itulah sebab mengapa pemanfaatannya menjadi tak terkendalikan.18 Senada dengan uraian Dhakidae di atas, Theodore Roszak, juga memaparkan keteguhan komitmen intelektual Schumacher terkait dengan ilmu ekonomi yang humanis tersebut. Lebih jauh Roszak menguraikan:19 Schumacher berulangkali menekankan bahwa ilmu ekonomi seperti yang dipraktikkan dewasa ini—baik ekonomi sosialis maupun ekonomi kapitalis— adalah suatu “himpunan pemikiran turunan” (derived body of thought), yaitu berasal dari prakonsepsi “meta-ekonomi” mengenai manusia dan alam, prakonsepsi yang tak pernah dipersoalkan benar tidaknya—dan memang tak ada yang berani mempersoalkannya kalau ilmu ekonomi itu mau mengaku sebagai science, dan tak hendak menjadi suatu pengetahuan sosial yang berperi kemanusiaan, suatu Daniel Dhakidae, In Memoriam Dr. E.F. Schumacher: Small is Beautiful dalam Kompas, Sabtu 10 September 1977, hlm 1 & 12 18 Daniel Dhakidae, Op.Cit., hlm.12 19 Lihat Kata Pengantar Theodore Roszak dalam EF. Schumacher, Kecil itu Indah: Ilmu Ekonomi yang Mementingkan Rakyat Kecil; Jakarta: LP3ES, hlm. 8. 17
BAB I | Pendahuluan: Kembalinya Pemikiran E.F. Schumacher | AB. Widyanta
12
kearifan yang percaya pada intuisi yang berpengalaman, kearifan yang berani mencoba-coba, berani mengambil risiko karena ada satu atau dua desakan moral. Dari paparan itu, Roszak secara eksplisit bersetuju agenda Schumacher untuk mewujudkan ilmu ekonomi yang humanis. Di akhir catatannya, ia secara terang-terangan mengungkapkan bahwa manusia modern memang memerlukan ilmu ekonomi yang lebih mulia. Ilmu itu tak segan-segan membahas jiwa dan hati nurani, tujuan moral dan arti kehidupan, suatu ilmu ekonomi yang bertujuan mendidik dan meningkatkan pribadi rakyat, bukan hanya mengukur tingkahlaku dan nafsu rendah mereka.20 Hal yang memang patut dicatat dari Schumacher adalah keterpaduan pandangannya, demikian menurut penegasan S.I Poeradisastra. Dalam kata pengantar buku EF. Schumacher, Poeradisastra memberikan catatan bahwa antara Keluar dari Kemelut dengan Kecil itu Indah terdapat keserasian yang sempurna. Lebih jauh ia menegaskan:21 Pandangan ekonominya itu merupakan penjabaran pandangan falsafinya. Bukan ukuran hasil-keluar (out put) menurut ukuran ekonomi yang menjadi idamannya, melainkan kebahagiaan manusia dengan pemenuthan cukup segala keperluan yang wajar, dimana tak seorang pun dipaksa menganggur selama masih mampu bekerja. Sebaliknya Keluar dari Kemelut memberikan landasan falsafi bagi pandangan ekonominya itu. Keduanya saling melengkapi dan tak dapat ditiadakan. Berbingkai pandangan ilmu ekonomi humanis dan filsafat yang padu memungkinkan Schumacher untuk menghidupi world view yang mampu memangkas berbagai model sesat pikir di atas. Berubah haluan. Itulah poin kunci dalam pemikiran ekonomi Schumacher. Dalam tataran kebijakan praktis misalnya, ia memberikan eksemplar yang sesungguhnya sangat berpotensi untuk diimplementasikan. Dengan tegas merujuk pada sistem ekonomi Cina sebagai best practice, lebih jau ia menegaskan:22 Sebagai seorang ekonom saya akan mengatakan apa yang pertama kali harus mereka lakukan adalah memutar haluan ekonomi. Tipe ekonomi kita berkata, Theodore Roszak dalam EF. Schumacher, Op.Cit., hlm. 9. S.I. Peoradisastra dalam EF. Schumacher, Keluar dari Kemelut: Sebuah Peta Pemikiran Baru; Jakarta: LP3ES,1988, hlm. xi. 22 EF. Schumacher, Kerja Bermartabat; Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008, hlm. 171. 20 21
BAB I | Pendahuluan: Kembalinya Pemikiran E.F. Schumacher | AB. Widyanta
13
Anda tidak boleh melakukan apa pun, tidak boleh menghasilkan apa pun, jika Anda tidak yakin betul Anda tidak mungkin membelinya lebih murah dari luar... [Sementara] Bangsa Cina telah memutar haluan. Mereka mengatakan, Anda tidak boleh membeli apa pun dari luar jika Anda tidak dapat memastikan Anda tidak dapat membuatnya sendiri. Sesederhana itu. Merubah berbagai sesat pikir yang telah lumrah dan latah itulah yang dimaksudkan Schumacher sebagai merubah haluan, baik itu cara prandang, paradigma, komitmen, maupun praksis nyata. Bermula dari dampak sesat pikir itulah krisis ekologi terjadi dan ketimpangan sosial menjadi mata rantai persoalan yang tak terelakkan lagi. Bagi Schumacher, seluruh mata rantai itu bisa terpecahkan dengan cara merubah pola kehidupan, dan dikembangkan dengan suatu kehidupan yang baru: sebuah gaya hidup demi kelestarian.23 F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dari studi pustaka ini adalah sebagai berikut. Sebagaimana telah terpaparkan di awal Bab Pertama ini adalah tulisan pengantar dari keseluruhan riset pustaka tentang pengungkapan pemikiran ekonomi politik lingkungan Schumacher. Awal tulisan menyajikan tentang persoalan terkini dari globalisasi neoliberalisme. Krisis multidimensional yang diakibatkan oleh globalisasi ekonomi neoliberalisme telah mengarah pada genosida, etnosida, dan ecosida sekaligus. Situasi gawat ini tentu saja semakin menyedot keprihatinan banyak kalangan. Persoalan globalisasi neoliberalisme yang despotis dan hegemonik secara tidak langsung memicu “kembalinya pemikiran Schumacher” di kancah dunia intelektual maupun praksis pemberdayaan masyarakat di komunitas akar rumput. Berpijak dari konteks persoalan itulah, studi ini berupaya mengungkap kembali signifikansi pemikiran ekonomi politik lingkungan Schumacher yang berkontribusi pada upaya mencari solusi alternatif bagi krisis multidimensi tersebut. Bab Kedua akan menguraikan biografi intelektual Schumacher. Sebelum mengupas gagasan pokok Schumacher yang terartikulasikan dalam seluruh karyanya— yang mayoritas terfokus pada agenda “ilmu ekonomi baru”, Bab Kedua terlebih dulu akan mengintrodusir latar belakang sejarah perjalanan intelektual Schumacher. Secara khusus, tulisan akan memapar historisitas perjalanan hidup, karir intelektual, karya-karya,
23
Daniel Dhakidae, Op.Cit., hlm.12
BAB I | Pendahuluan: Kembalinya Pemikiran E.F. Schumacher | AB. Widyanta
14
dan komunitas epistemik intelektual yang turut memformulasikan gagasan Schumacher (tokoh-tokoh yang mempengaruhinya ataupun yang dipengaruhinya). Bab Ketiga akan memerikan pemikiran Schumacher dalam kancah tradisi kritik atas kapitalisme. Berposisi sebagai ekonom yang berada di luar pemikiran ekonomi mainstream, Schumacher melontarkan kritik radikal terhadap paradigma ilmu ekonomi modern dan segenap praktik-praktik ekonomi yang menglorifikasikan gigantisme ekonomi pertumbuhan (economism) berikut dampak-dampak destruktifnya pada seluruh aspek kehidupan. Sebagai alternatifnya, Schumacher menawarkan formulasi “ilmu ekonomi baru” yang lebih memprioritaskan rakyat kecil dan kelestarian lingkungan: ilmu ekonomi kelestarian (economics of permanence). Kian merajalelanya paham ekonomi pertumbuhan membuat “ilmu ekonomi alternatif” Shumacher semakin memiliki posisi sentral—baik di kalangan intelektual, aktivis sosial dan para praktisi pemberdayaan masyarakat—sebagai penentang “the cutting-edge economism” yang populer disebut globalisasi neoliberalisme saat ini. Ilmu ekonomi yang lain itu niscaya. Itulah gerakan ilmu ekonomi alternatif yang telah digagas Schumacher empat puluh tahun silam itu. Bab Keempat akan memapar lebih rinci tentang kontribusi pemikiran ekonomi politik lingkungan Schumacher. Secara garis besar, kontribusi itu tercakup di dalam agenda besar Schumacher dalam memformulasikan ilmu ekonomi baru-nya yang telah terpapar di bab sebelumnya. Apa yang disebutnya sebagai ilmu ekonomi kelestarian— yang termaktub di dalam karya Small is Beautiful—secara signifikan berkontribusi pada paradigma gerakan ekososialisme yang tersebar di sejumlah benua. Sebagai paham-besar gerakan yang menentang gigantisme kekuasaan rezim fundamentalisme pasar (korporasikorporasi global), ekososialisme memiliki banyak aliran di dalamnya, salah satunya yang paling banyak mendapat sorotan adalah ekolokalisme. Persis di dalam ekolokalisme itulah gagasan “ilmu ekonomi kelestarian” Schumacher memiliki pengaruhnya yang paling sentral. Terlepas dari berbagai macam kritik atasnya, paradigma dan praktik ekolokalisme secara aktual telah menjadi model alternatif yang mampu memproteksi rakyat kecil dan lingkungan di berbagai komunitas lokal di seluruh penjuru dunia dari praktik-praktik penjarahan rezim neoliberalisme. Bab Kelima akan merangkum simpulan-simpulan penting yang telah terpaparkan di keempat bab terdahulu. Selain itu, pencantuman bagan alur logika tesis akan memudahkan pembaca untuk mendapati jawaban atas empat pertanyaan pokok yang BAB I | Pendahuluan: Kembalinya Pemikiran E.F. Schumacher | AB. Widyanta
15
diajukan dalam studi pustaka ini. Sehingga pembaca akan mendapatkan pemahaman yang utuh dan menyeluruh atas alur gagasan studi ini. Setelah rangkuman seluruh bab tertuntaskan, tulisan selanjutnya akan memberikan sejumlah catatan kritis atas pemikiran Schumacher. Di bagian akhir bab ini, tulisan akan mengulas kemanfaatan studi dengan menyajikan relevansi akademik dan relevansi sosial dari pemikiran kritis Schumacher. Kendati dalam proporsi yang sangat minimal, paparan akan menyinggung sekilas perihal kontribusi pemikiran Schumacher untuk disiplin sosiologi dan untuk model praktik pembangunan alternatif di Indonesia. Dalam hal ini, Bab V ini diposisikan sekadar sebagai diskursus pembuka yang bersifat stimulatif, sehingga akan memicu kegairahan kalangan akademik untuk melahirkan karya-karya lain tentang pemikiran Schumacher yang lebih kontekstual. G. Relevansi Penelitian Relevansi wacana Schumacherian ini penting untuk dikemukakan. Secara sederhana, penelitian ini memiliki relevansi untuk konteks di Indonesia: Pertama, terbaca jelas dalam karya-karyanya, Schumacher adalah sosok filsuf dan ekonom yang kritis, holistik, sekaligus humanis. Karenanya, pada takaran idealisme, sosok semacam ini tentu layak dihadirkan untuk menginspirasi lahirnya ilmuwanilmuawan bersahaja yang mengemban spirit keilmuan profetik dan asketis, terlebih untuk mereka yang terpinggirkan, yaitu kaum miskin. Kedua, pada tataran paradigmatik, gagasan kritis Schumacher akan menghadirkan pembelajaran kritis atas segenap bentuk ideologi dan wujud narasi besar yang tidak jarang hegemonik. Kekritisannya adalah senjata kaum tepian di ranah disiplin positivis garis keras. Setidaknya itulah sampai hari ini terjadi di Indonesia. Darinya kita belajar untuk tak henti-hentinya mengelola elan vital kehidupan dengan secara produktif berkreasi sekaligus terbuka terhadap hadirnya berbagai paradigma alternatif. Ketiga, pada tataran praksis, pemetaan pemikiran Schumacher ini penting untuk menstimulasi munculnya berbagai inisiatif lokal guna menghadapi dampak globalisasi neoliberalisme yang kian koersif. Stimulasi gagasan Schumacher diharapkan bisa membantu kita untuk mensistematisasi lesson learned dari berbagai best practices yang boleh jadi sudah terjadi, berlangsung, dan bahwkan ada di tingkat masyarakat lokal di Indonesia. BAB I | Pendahuluan: Kembalinya Pemikiran E.F. Schumacher | AB. Widyanta
16
H. Referensi Beberapa referensi yang akan dipakai dalam tesis ini akan terpilah menjadi dua, yaitu referensi utama dan referensi sekunder. Untuk referensi utama, penulis akan banyak menggunakan karya EF. Schumacher sendiri dan buku-buku serial dari Schumacherian Briefings. Sedangkan untuk referensi sekunder, penulis akan banyak merujuk pada sejumlah buku yang relevan dengan kritik kapitalisme sebagai kajian pembanding dan pelengkap dalam menguraikan pokok-pokok pemikiran Schumacher (lihat daftar pustaka).
BAB I | Pendahuluan: Kembalinya Pemikiran E.F. Schumacher | AB. Widyanta
17