BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu proses yang dialami oleh seluruh wanita yang ada di dunia. Dalam melewati proses kehamilan seseorang wanita harus mendapatkan penatalaksanaan yang benar. Hal ini dikarenakan proses kehamilan berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi pada saat persalinan dan menyusui. Dimana di Indonesia kematian ibu sebanyak 307 per 100.000 kelahiran hidup dan kematian bayi mencapai 36 per 1.000 kelahiran (SDKI, 2007). Penatalaksanaan yang benar dalam Antenatal Care (ANC) berdampak pada pengasuhan bayi untuk kedepannya. Pada proses persalinan ASI dipersiapkan dengan Inisiasi Menyusu Dini dan pada saat menyusui dengan program pemberian ASI eksklusif on demand yang dapat mencegah kematian sekitar 1,3 juta bayi di seluruh dunia setiap tahunnya (Roesli, 2008). Kebijakan inisiasi menyusu dini telah disosialisasikan di Indonesia sejak Agustus 2007 (Roesli, 2008). World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan kepada semua bayi untuk mendapatkan kolostrum yaitu ASI pada hari pertamadan
kedua
untuk
melawan
berbagai infeksi dan mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan (Kemenkes, 2012). Kebijakan pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini tersebut 1
2
juga diharapkan dapat menurunkan kematian bayi (AKB) sesuai dengan pencapaian Millineum Development Goals (MDGs)
sebanyak 23 per
1000 kelahiran hidup di tahun 2015 (Depkes, 2013). Data UNICEF tahun 2003 menyebutkan bahwa angka cakupan praktik Inisiasi Menyusu Dini di dunia sebesar 42% dalam kurun waktu 2005-2010. Prevalensi Inisiasi Menyusu Dini di Indonesia sendiri masih lebih rendah yaitu 39%. Angka ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara lain di sebagian negara Asia Tenggara misalnya Myanmar (76%), Thailand (50%), dan Filipina (54%) (UNICEF, 2013). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 melaporkan bahwa 95% anak di bawah umur 5 tahun di Indonesia telah mendapat ASI. Namun, hanya 44% yang mendapat ASI dalam satu jam pertama setelah lahir dan hanya 62% yang mendapat ASI dalam hari pertama setelah lahir (SDKI, 2007). Angka prevalensi Inisiasi Menyusu Dini di Yogyakarta sebesar 47,19% dari total angka kelahiran hidup sebesar 4.658 bayi. Hal ini menunjukkan program Inisiasi Menyusu Dini di Indonesia belum sepenuhnya terlaksana secara optimal. Keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini sangat dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan, dan motivasi baik ibu hamil, tenaga kesehatan atau penolong persalinan itu sendiri (Lin-lin Su, 2007). Selain itu salah satu aspek yang mempengaruhi pelaksanaan praktik Inisiasi Menyusu Dini antara lain banyak ibu yang belum dibekali pengetahuan yang cukup tentang manajemen laktasi, pengaruh budaya dan norma yang berkembang di
3
kalangan anggota keluarga, rekan, dan masyarakat secara umum (Dinkes, 2005). Oleh karena itu sikap petugas kesehatan khususnya bidan yang didasari pengetahuan tentang Inisiasi Menyusu Dini besar pengaruhnya terhadap keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini. Wahyuningsih (2009) dalam penelitiannya yang berjudul hubungan pengetahuan ibu bersalin dengan Inisiasi Menyusu Dini di BPS Benis Jayanto Ngentak Kujon Ceper Klaten menyatakan bahwa salah satu keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini yaitu pengetahuan ibu hamil. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari 25 responden sebanyak 19 diantaranya (76%) melakukan Inisiasi Menyusu Dini karena memiliki pengetahuan yang baik. Jadi, dapat disimpulkan semakin baik pengetahuan ibu bersalin maka semakin baik pula sikap ibu bersalin dalam pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di BPS Sri Martuti Piyungan Yogyakarta pada tanggal 15-17 Desember 2014 dengan metode wawancara di ketahui bahwa dari 10 ibu hamil trimester III tersebut seluruhnya mempunyai pengetahuan yang cukup tentang Inisiasi Menyusu Dini, 4 diantaranya pernah menyusui. Sedangkan 4 ibu hamil kurang mengetahui tentang Inisiasi Menyusu Dini, 4 ibu hamil memiliki pengetahuan yang cukup tentang Inisiasi Menyusu Dini setelah mendapatkan berbagai informasi dari berbagai sumber dan 2 ibu hamil memiliki pengetahuan yang baik karena pernah melakukan Inisiasi Menyusu Dini di persalinan yang terdahulu. Hal ini menunjukkan bahwa
4
masih banyak ibu hamil yang tidak mengetahui tentang Inisiasi Menyusu Dini karena pemberian edukasi yang kurang adekuat dari tenaga kesehatan. Selain itu, kebanyakan ibu hamil tidak mengikuti penyuluhan pada masa kehamilan. Pada kenyataannya penyampaian informasi tentang Inisiasi Menyusu Dini kepada masyarakat belum menyebar secara luas pada masa sekarang ini. Penyebaran informasi tentang Inisiasi Menyusu Dini di media tidak segencar informasi tentang ASI eksklusif atau isu-isu lain dalam kesehatan ibu dan bayi padahal pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan memiliki delapan kali lebih berhasil apabila diawali dengan menyusu dini (Anggraini, 2010). Oleh sebab itu informasi mengenai Inisiasi Menyusu Dini perlu ditingkatkan lagi salah satunya dengan memberi pendidikan kesehatan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Adanya Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD)?” C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan pengetahuan dengan sikap ibu tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
5
2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pengetahuan ibu tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD). b. Mengetahui sikap ibu tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD). c. Menganalisis adanya hubungan pengetahuan dengan sikap ibu tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD). D. Manfaat 1. Bagi Institusi dan Tempat Penelitian Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan peningkatan kebijakan program untuk meningkatkan pengetahuan tentang Inisiasi Menyusu Dini. 2. Bagi Masyarakat Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya dalam hal Inisiasi Menyusu Dini. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya mengenai Inisiasi Menyusu Dini dengan variabel dan sampel yang berbeda.