BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan komunikasi pada era globalisasi saat ini mengakibatkan aktivitas ekonomi tidak lagi terkungkung oleh batas-batas negara. Fenomena-fenomena regionalisme yang terjadi diberbagai belahan dunia dewasa ini seperti ASEAN atau Uni Eropa juga semakin mengurangi ikatan batas-batas negara. Dengan kata lain, batas-batas negara pada taraf tertentu menjadi relatif tidak terlalu signifikan. Fenomena ini sebagian besar diwarnai pula oleh semakin meningkatnya saling ketergantungan (interdependensi) ekonomi di dunia. Ketergantungan ini disebabkan karena bervariasinya sumber daya alam atau faktor-faktor dominan lainnya. Misalnya, jumlah penduduk, teknologi atau ekonomi, antara suatu negara dengan negara lainnya. 1 Perdagangan internasional merupakan faktor yang sangat penting bagi setiap negara. Oleh karena itu, sangat diperlukan hubungan perdagangan antar negara yang tertib dan adil. Untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan dibidang perdagangan internasional diperlukan aturan-aturan yang mampu menjaga serta memelihara hak-hak dan kewajiban para pelaku perdagangan internasional ini. Perangkat hukum internasional yang mengatur hubungan dagang antar negara terkandung dalam dokumen GATT (General Agreement on Tariffs and Trade)
1
Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
yang ditandatangani negara-negara pada tahun 1947 dan mulai diberlakukan sejak tahun 1948. Dari waktu ke waktu ketentuan GATT disempurnakan lewat berbagai putaran perundingan (Round) terakhir lewat perundingan-perundingan Putaran Uruguay (1986-1994) yang berhasil membentuk sebuah organisasi perdagangan dunia World Trade Organization (WTO). Badan inilah yang selanjutnya akan melaksanakan dan mengawasi aturan-aturan perdagangan internasional yang telah dirintis GATT sejak tahun 1947. Aturan-aturan GATT 1947 diintegrasikan ke dalam sistem WTO, yang tidak hanya mengatur perdagangan barang akan tetapi juga perdagangan jasa, masalah hak milik intelektual, dan aspek-aspek penanaman modal terkait. 2 GATT (Persetujuan Umum Tarif dan Perdagangan) adalah suatu kesepakatan perdagangan multilateral yang berlaku sejak tahun 1948 dengan tujuan utama: 1. Menciptakan perdagangan bebas 2. Membantu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan negara berkembang, sehingga tercapai peningkatan kesejahteraan umat manusia. Dengan beranggotakan 106 negara (1992) GATT sangat berpengaruh dan menentukan hubungan perdagangan antar bangsa. Dapat dikatakan bahwa 90% perdagangan multilateral dikuasai oleh sistem perdagangan yang diatur oleh GATT. Selain GATT merupakan pedoman bagi hubungan antar bangsa, GATT merupakan forum konsultasi dan perundingan dalam menghadapi masalah
2
Nursalam Sianipar, Aspek Hukum Peran Serta Pemerintah Dalam Mengantisipasi Pasar Bebas, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Depatermen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 2001), hlm. 9.
Universitas Sumatera Utara
(barier) perdagangan. Dalam kerangka forum inilah dikenal Round (putaran perundingan) yang membahas masalah untuk menurunkan atau menghapus hambatan perdagangan baik tarif maupun non-tarif. 3 Dengan disetujuinya hasil perundingan Uruguay Round dan dibentuknya WTO sebagai lembaga penerus GATT maka struktur dan sistem pengambilan keputusan yang berlaku dalam GATT juga turut disesuaikan dengan ketentuan dalam perjanjian baru tersebut. WTO adalah suatu lembaga perdagangan multilateral yang permanen. Sebagai suatu organisasi permanen, maka peranan WTO akan lebih kuat dari pada GATT. Hal ini secara langsung tercermin dalam struktur organisasi dan sistem pengambilan keputusan. 4 Sebagai salah satu negara anggota sekaligus sebagai negara pendiri WTO (Word Trade Organiszation), Indonesia terikat dalam perjanjian-perjanjian perdagangan internasional. Konsekuensi penting dari keanggotaan suatu organisasi dunia seperti WTO (Word Trade Organiszation), yang diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement
Establishing
The
World
Trade
Organiszation
(Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) pada tanggal 2 November 1994 mewajibkan Indonesia berhati-hati dalam memberlakukan peraturan ekonomi. 5 Era Globalisasi ekonomi pada saat ini sangat erat kaitannya dengan pasar bebas/perdagangan bebas (free trade). Pasar bebas yaitu sebuah konsep ekonomi
3 4 5
Ibid., hlm. 32. Ibid., hlm. 46. Ibid, hlm. 10.
Universitas Sumatera Utara
yang mengacu kepada penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor impor atau hambatan perdagangan lainnya. Pasar bebas membuka lebar persaingan perdagangan antar negara secara bebas terbuka. Perdagangan ini tidak dihambat oleh campur tangan pemerintah, baik dalam bentuk tarif maupun hambatanhambatan lainnya. Sehingga menuju pada liberalisasi perdagangan yang bersifat bebas terbuka yang dilakukan oleh antar negara-negara dapat mempengaruhi sistem pasar suatu negara. 6 Globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung dengan kemajuan teknologi komunikasi telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa. Dengan demikian banyak barang impor masuk ke Indonesia. Kondisi tersebut, di satu sisi mempunyai manfaat bagi konsumen karena memungkinkan produk-produk dari negara lain memenuhi pasar Indonesia, segala kebutuhan konsumen dapat terpenuhi, serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis kualitas barang dan jasa sesuai keinginan dan kemampuan konsumen, terutama kebebasan untuk memilih produk beras sebagai kebutuhan pokok konsumen. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan
6
Puteri C.E, “Pasar Bebas”, www.putericitraeffendy.blogspot.com/2012/05/pasarbebas_19.html (diakses tanggal 4 November 2013)
Universitas Sumatera Utara
yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. 7 Slogan “Tak Kenyang Bila Tak Makan Nasi” kiranya cocok untuk menggambarkan beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia pada umumnya. Tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi pada beras, tidak sesuai dengan sifat masyarakat itu sendiri yang tidak swasembada, sehingga terjadinya perbandingan terbalik antara tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi sedangkan ketersediaan beras yang ada terbatas. Hal inilah yang mendorong Pemerintah harus mengambil kebijakan-kebijakan penting guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan beras. Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri akan komoditi beras adalah dengan cara melakukan kebijakan impor beras, pada prinsipnya liberalisasi perdagangan tidak boleh melalui impor. Hal ini dikarenakan liberalisasi perdagangan didasari pada keyakinan bahwa kemakmuran individu dan masyarakat diusahakan dengan memberikan kesempatan untuk mengejar kepentingannya sendiri dengan sebebasbebasnya. Maka untuk menghindari keegoisan untuk mengejar kepentingan sendiri dengan sebebas-bebasnya, negara diberikan hak untuk melindungi komoditi sektor dalam negerinya yang dianggap masih lemah yang belum mampu bersaing secara bebas terbuka. Misal sektor pertaniannya, diberlakukan peraturan dalam kebijakan impor, terutama kebijakan impor pada sektor-sektor komoditi yang riskan, komoditi konsumsi umum. Ir. Dahler, MMA mengatakan : 7
Konsederan Menimbang Huruf a dan Huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
Universitas Sumatera Utara
“Indonesia merupakan salah satu negara yang melakukan impor beras terbesar dibandingkan negara-negara lainnya. Negara-negara pengimpor beras ke Indonesia pada saat ini masih yaitu antara lain: Thailand, Vietnam, dan Philiphina.” 8
Dengan adanya impor beras yang masuk ke dalam pasar Indonesia, pemerintah perlu kiranya memperhatikan perlindungan konsumen beras impor tersebut didalam negeri. Menurut Prof. Hans W. Micklitz, dalam perlindungan konsumen secara garis besar dapat ditempuh dua model kebijakan. Pertama, kebijakan yang bersifat komplementer, yaitu kebijakan yang mewajibkan pelaku usaha memberikan informasi yang memadai kepada konsumen (hak atas informasi), Kedua, kebijakan kompensatoris, yaitu kebijakan yang berisiskan perlindungan terhadap kepentingan ekonomi konsumen (hak atas kesehatan dan keamanan). Maka dari itu setiap kebijakan import yang dilakukan oleh pemerintah dianggap perlu memperhatikan dua model kebijakan tersebut. 9 Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan konsumen dengan produsen. Tidak adanya perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen berada pada posisi yang lemah. Lebih-lebih jika produk yang terbatas, produsen dapat menyalah gunakan posisinya yang monopolis tersebut. Hal itu tentu saja akan merugikan konsumen. Kerugiankerugian yang dialami oleh konsumen tersebut dapat timbul sebagai akibat dari
8
Hasil Wawancara dengan Bapak Ir. Dahler, MMA , Seketaris Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara, wawancara dilakukan pada hari Senin, Tanggal 25 November 2013. 9 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : Grasindo, 2004), hlm. 60.
Universitas Sumatera Utara
adanya hubungan hukum perjanjian antara produsen dengan konsumen, maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh produsen. 10 Kondisi konsumen yang banyak dirugikan,memerlukan peningkatan upaya untuk melindunginya, sehingga hak-hak konsumen dapat ditegakkan. Namun, sebaliknya perlu diperhatikan bahwa dalam memberikan perlindungan kepada konsumen, tidak boleh justru mematikan usaha produsen, karena keberadaan produsen merupakan suatu yang esensial dalam perekonomian negara. Oleh karena itu, ketentuan yang memberikan perlindungan konsumen harus juga diimbangi dengan ketentuan yang memberikan perlindungan kepada produsen, sehingga perlindungan konsumen tidak justru membalik kedudukan konsumen dari kedudukan yang lemah menjadi lebih kuat, dan sebaliknya produsen yang menjadi lemah. 11 Disisi lain, kebijakan impor beras yang diambil oleh pemerintah, dapat menjadi boomerang sendiri dan mengancam kesejahteraan dan kemakmuran kaum petani beras yang sampai saat ini belum berhasil bersaing sejajar dengan berasberas import yang beredar didalam negeri. Kurangnya pengetahuan akan teknologi, semakin berkurangnya lahan untuk bercocok tanam padi, fasilitas infrastruktur yang tidak disediakan oleh pemerintah dengan baik membuat petani beras Indonesia semakin terpuruk. Selain itu, paradigma masyarakat dengan kemampuan daya beli tinggi bahwa “barang impor lebih berkualitas dibandingkan barang produksi dalam negeri” sangatlah kuat. Padahal paradigma tersebut belum tentu kebenarannya. Hal inilah, yang membuat konsumsi beras impor didalam 10
Ahmad Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Konsumen Bagi Konsumen di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), hlm. 1. 11 Ibid., hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
negeri sangat banyak, khususnya oleh masyarakat yang memiliki kemampuan daya beli tinggi. Maka dari itu, penting kiranya pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap produksi beras dalam negeri guna meningkatkan kualitas dan kesejahteraan petani beras Indonesia, dan juga memperhatikan kualitas, mutu dan menjamin kesehatan masyarakat sebagai konsumen beras impor. Produksi beras dalam negeri masih dianggap sebagai invant industry, industri kecil yang belum dapat bersaing secara sejajar dengan produk beras impor dari luar. Demi memperhatikan kesejahteraan petani dan memajukan produksi beras dalam negeri yang menyangkut kepentingan masyarakat umum negara diberikan hak untuk mengatur tata niaga beras tersebut sendiri. Indonesia belum melepas sepenuhnya perdagangan komoditi beras pada perdagangan bebas. Indonesia masih mengontrol tarif dan kuota impor beras tersebut dalam peraturan tata niaga komoditi beras. Beras merupakan komoditi strategis sebagai bahan pangan bagi masyarakat Indonesia, sehingga kegiatan produksi, penyediaan, pengadaan dan distribusi beras menjadi sangat penting dalam rangka ketahanan pangan, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani beras maupun dalam rangka stabilitas kepentingan konsumsi masyarakat secara umum. Berdasarkan hal itu pemerintah perlu mengatur tata niaga komoditi beras dalam sebuah peraturan, kegiatan impor beras telah diatur pada Surat Keputusan Menperindag Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008. Perdagangan bebas akan mengakibatkan masuknya barang-barang impor ke suatu negara dan bisa saja menguasai pasar suatu produk dalam negeri sendiri. Masuknya barang import secara bebas maka perlu upaya untuk melindungi
Universitas Sumatera Utara
konsumen dari barang import yang beredar. Instrumen hukum perlindungan konsumen diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berkaitan dengan hal yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk memilih topik tentang ANALISIS HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PENGATURAN TATA NIAGA BERAS PADA ERA PASAR BEBAS. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas yang menjadi permasalahan dalam pembahasan selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan tata niaga beras di Indonesia pada era pasar bebas ? 2. Bagaimana prinsip-prinsip hukum perlindungan konsumen terkait dengan tata niaga beras pada era pasar bebas ? 3. Bagaimana peran pemerintah dalam melindungi konsumen beras impor? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.Tujuan Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini : 1) Mengetahui dan menganalisis peraturan-peraturan perundang-undangan mengenai tata niaga beras di Indonesia. 2) Mengetahui penerapan prinsip-prinsip perlindungan konsumen dalam peraturan-peraturan tata niaga beras.
Universitas Sumatera Utara
3) Mengetahui peran pemerintah dalam melindungi konsumen beras impor dalam era pasar bebas. 2. Manfaat Adapun yang menjadi manfaat penulisan ini : Secara Teoritis Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan yang berharga bagi perkembangan Ilmu Hukum, khususnya untuk menambah wawasan bagi konsumen, serta peraturan hukum lainnya yang dikaitkan dengan UndangUndang Perlindungan Konsumen (UUPK). Secara Praktis Penulisan skripsi ini diharapkan memberikan manfaat secara praktis sebagai berikut : 1) dapat memberikan bahan informasi dan masukan baik bagi pemerintah maupun semua pihak yang terkait dalam rangka perjanjian dan penyempurnaan perangkat hukum serta kebijakan untuk ditempuh bagi upaya perlindungan konsumen. 2) dapat memberikan bahan informasi dan masukan baik bagi konsumen itu sendiri agar dapat menambah pengetahuan untuk melindungi diri sebagai konsumen dari berbagai macam dampak negatif dari perdagangan bebas dan dapat menjadi konsumen yang cermat dalam menelaah konsumsi
Universitas Sumatera Utara
barang-barang import yang beredar di pasar dalam negeri, khususnya bahan pangan yaitu beras. D. Keaslian Penelitian
Jika dilihat dari judul skripsi, maka akan diperoleh gambaran bidang cakupan ilmu yaitu mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen terkait dengan tata niaga beras pada era pasar bebas. Beberapa karya tulis yang membahas berkaitan dengan judul skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. KEMANDIRIAN PERDAGANGAN
KONSUMEN BEBAS
(Kajian
DI
ERA Mengenai
GLOBALISASI Undang-Undang
Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 Terhadap Perlindungan Hakhak Konsumen) ditulis oleh Emei Dwinanaharti Setiamandani dari UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG. 2. ANALISIS TATA NIAGA GABAH/BERAS DARI KENAGARIAAN CUPAK KECAMATAN GUNUNG TALANG KABUPATEN SOLOK ditulis oleh Prima Sari Esti Eysa dari JURUSAN SOSIAL EKONOMI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG. Adapun perbedaan topik pembahasan dari judul-judul karya tulis diatas dengan topik yang dibahas skripsi ini dapat dilihat sebagai berikut: 1. Pada judul karya tulis yang pertama diatas, topik yang dibahas oleh penulisnya yaitu perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Perlindungan
Konsumen Nomor 8 Tahun
1999, globalisai dan
Universitas Sumatera Utara
perdagangan bebas. Dalam karya tulis ini penulis tidak membahas mengenai Tata Niaga Beras. Topik pembahasan inilah yang membedakan topik karya tulis Emei Dwinanaharti Setiamandani dengan topik pembahasan pada skripsi ini. Selain itu pada karya tulis ini hanya membahas secara mendalam mengenai perlindungan konsumen yang terpaku pada hak-hak konsumennya saja. 2. Pada judul karya tulis kedua diatas, topik pembahasan yang diulas yaitu mengenai tata niaga gabah/beras ditempat penelitian yang telah disebutkan diatas, pada karya tulis ini tidak membahas sama sekali mengenai perlindungan konsumen dan pasar bebas. Topik pembahasan pada skripsi ini mengenai pengaturan tata niaga beras di Indonesia pada era pasar bebas yaitu mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang impor dan ekspor beras, prinsip-prinsip hukum perlindungan konsumen (UU Nomor 8 Tahun 1999) yang berkaitan dengan tata niaga beras pada era pasar bebas sebagai konsumen beras import tersebut. Pada skripsi ini juga akan diulas sedikit mengenai perlindungan petani beras Indonesia agar mampu bertahan dan bersaing dengan produk-produk beras impor yang beredar di pasar negara sendiri. Dengan demikian, peran pemerintah dalam melindungi petani beras Indonesia dan juga berperan penting dalam melindungi konsumen beras impor. Sepanjang
yang di
ketahui penulis, khususnya setelah melakukan
inventarisasi judul skripsi di Perpustakaan Hukum USU, maka skripsi yang berjudul : ANALISIS HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM
Universitas Sumatera Utara
PENGATURAN TATA NIAGA BERAS PADA ERA PASAR BEBAS belum pernah diangkat sebelumnya sebagai suatu judul skripsi. Skripsi ini adalah karya sendiri yang asli dan bukan jiplakan dari skripsi orang lain yang diperoleh dari pemikiran, refrensi buku- buku, makalah-makalah, artikel-artikel, bahan ajar, serta media cetak seperti koran-koran, majalah, media elektronik, yaitu internet serta bantuan dari berbagai pihak. E. Tinjauan Kepustakaan Adapun Judul yang dikemukakan oleh penulis adalah “ ANALISIS HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TATA NIAGA BERAS PADA ERA PASAR BEBAS”, maka akan diuraikan terlebih dahulu, penulis akan memberikan penjelasan tentang pengertian judul dengan maksud untuk menghindari kesalahpahaman dan memberikan pembatasan yang jelas. 1. Hukum Perlindungan Konsumen Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “Perlindungan” memiliki arti: tempat berlindung; hal (perbuatan dan sebagainya) yang bertujuan untuk melindungi
(menjadikan
atau
menyebabkan
berlindung). 12
Perlindungan
Konsumen mempunyai cakupan yang luas meliputi perlindungan terhadap konsumen barang dan jasa hingga akibat-akibat dan pemakaian barang/jasa itu. 13 Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen pasal 1 angka (1) menyebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
12
Depatermen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1996), hlm. 595. 13 Ibid; hlm. 10.
Universitas Sumatera Utara
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. 14 Sebagaimana yang di ketahui kedudukan hukum TAP-MPR dalam sistem Indonesia, yaitu sebagai pelaksanaan ketentuan-ketentuan termuat dalam UUD dan memuat garis-garis besar haluan negara yang dalam bidang legislatif dilaksanakan oleh Undang-Undang, dan dalam bidang eksekutif dilaksanakan dengan Keputusan Presiden (KEPRES). Persisnya dalam TAP-TAP MPR digunakan istilah kepentingan konsumen, seperti antara lain: “kebijaksanaan harga dan layak bagi petani produsen maupun konsumen” (GBHN, 1988, Bab IV, Ekonomi) atau “ Pembangunan perdagangan ditunjukan untuk meningkatkan pendapatan produsen dan sekaligus menjamin kepentingan konsumen (GBHN1988, Bab IV, Ekonomi, butir Perdagangan),” atau “ Perdagangan dalam negeri dan distribusi diarahkan untuk memperlancar arus barang dan jasa serta melindungi kepentingan produsen dan konsumen (GBHN-1993, Bab IV, F, butir 8). 15 Menurut Friedman, agar hukum dapat bekerja, harus dipenuhi tiga syarat, yaitu pertama, aturan itu harus dapat dikomunikasikan kepada subjek yang diaturnya; kedua, subjek yang diaturnya mempunyai kemampuan untuk melaksanakan aturan itu; ketiga, subjek itu harus mempunyai motivasi untuk melaksanakan aturan itu. Berdasarkan pandangan tersebut dapat dikemukakan bahwa pembentukan ketentuan hukum atau pembaharuan substansi hukumnya,
14
Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 15 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta Pusat :Diatit Media, 2002), hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
melainkan pembaruan orientasi dan nilai-nilai yang melandasi aturan hukum tersebut. Dengan demikian,pembaharuan hukum harus diartikan sebagai mengadopsi nilai-nilai hukum yang baru sebagai akibat perubahan nilai-nilai hidup masyarakat. Nilai-nilai hukum yang baru inilah yang merupakan landasan filosofis bagi substansi hukum yang baru. 16 Berkaitan dengan perlindungan konsumen, dipergunakan berbagai istilah yang dapat diberi makna berbeda-beda, yang pada akhirnya dapat pula membawa akibat hukum yang berbeda. Pengertian konsumen dalam Rancangan UndangUndang Perlindungan Konsumen yang diajukan oleh Yaayasan Lembaga Konsumen Indonesia, yaitu: 17 Konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain yang tidak untuk diperdagangkan kembali. Sedangkan pengertian konsumen dalam Naskah Final Rancangan Akademik Undang-Undang
tentang
Perlindungan
Konsumen
(Selanjutnya
disebut
Rancangan Akedemik) yang disusun olehFakultas Hukum Universitas Indonesia bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Depatermen Perdagangan RI, Konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan. 18 Pengertian konsumen berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka (2) menyebutkan bahwa “ Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,baik bagi kepentingan diri 16
Ahmad Miru; Op.cit, hlm. 5. Ibid, hlm. 19. 18 Ibid, hlm. 20. 17
Universitas Sumatera Utara
senidri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 19 Konsumen diartikan tidak hanya individu (orang) tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai akhir. Adapun yang menarik disini. Konsumen tidak harus terikat dalam jual beli sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli. Untuk mempelajari perbandingan dari rumusan konsumen, kita perlu kembali melihat pengertian konsumen dalam Pasal 1 angka (2) UUPK. Sejumlah catatan dapat diberikan terhadap unsur-unsur definisi konsumen. Konsumen adalah: 1. Setiap orang Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah “orang” sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut natuurelijke person atau termasuk juga badan hukum (rechtspersoon). Hal ini berbeda dengan pengertian yang diberikan untuk “pelaku usaha” dalam Pasal 1 Angka (3) yang secara eksplisit membedakan kedua pengertian persoon diatas, dengan menyebutkan kata-kata: “orang perseorangan atau badan usaha”. Tentu yang paling tepat tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan. Namun, konsumen harus mencakup juga badan usaha, dengan makna lebih luas dari pada badan hukum. 20
19
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen 20
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia (Jakarta : Grasindo,2004), hlm. 5
Universitas Sumatera Utara
2. Pemakai Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 1 Angka (2) UUPK, kata “pemakai” menekankan, konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer). Istilah “pemakai” dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan barang dan/atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, yang diartikan sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual (the privity of contract). Konsumen memang tidak sekedar pembeli (buyer atau koper), tetapi semua orang (perorangan tau badan usaha) yang mengkonsumsi jasa dan/atau barang. Jadi, yang paling penting terjadinya suatu transaksi konsumen (consumer transaction) berupa peralihan barang dan/atau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya. 21 3. Barang dan/atau jasa Berikatan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti terminologi tersebut digunakan kata produk. Saat ini “produk” sudah berkonotasi barang dan/atau jasa. Semula kata produk hanya mengacu pada pengertian barang. Dalam dunia perbankan, misalnya istilah produk dipakai juga untuk menamakan jenisjenis layanan perbankan. UUPK mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun yang tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan
21
Ibid., hlm. 6.
Universitas Sumatera Utara
maupun yang tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. UUPK tidak menjelaskan perbedaan istilah-istilah “dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan”. Sementara itu jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Pengertian “disediakan bagi masyarakat” menunjukkan, jasa itu harus ditawarkan kepada masyarakat. Artinya pihak yang ditawarkan harus lebih dari satu orang. Jika demikian halnya, layanan yang bersifat khusus (tertutup) dan individual tidak tercakup dalam pengertian tersebut. 22 4. Yang tersedia dalam masyarakat Barang dan/atau yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia dipasaran. Dalam perdagangan yang makin komples dewasa ini, syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. Misalnya, perusahaan pengembang (developer) perumahan sudah bisa mengadakan transaksi terlebih dahulu sebelum bangunannya jadi. 23 5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (diluar diri sendiri dan keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan. Dan sisi teori kepentingan 22 23
Ibid., hlm. 8. Ibid, hlm. 9.
Universitas Sumatera Utara
setiap tindakan manusia adalah bagian dri kepentingannya. Oleh sebab itu, penguraian unsur itu tidak menambah makna apa-apa karena pada dasarnya tindakan memakai suatu barang dan/atau jasa (terlepas ditujukan untuk siapa dan makhluk hidup lain), juga tidak terlepas dari kepentingan pribadi. 24 6. Barang dan/jasa itu tidak untuk diperdagangkan Pengertian konsumen dalam UUPK ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Batasan itu sudah bisa dipakai dalam peraturan perlindungan konsumen diberbagai negara. Secara teoritis hal demikian terasa cukup baik untuk mempersempit
ruang
lingkup
pengertian
konsumen,
walaupun
dalam
kenyataannya, sulit menetapkan batas-batas seperti itu. Istilah “hukum konsumen” dan “hukum perlindungan konsumen” sudah sangat sering terdengar. Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat sekaligus tujuan hukum itu sendiri adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batsanya. 25 2. Tata Niaga Beras a. Pengertian Tata Niaga Menurut Limbong dan Sitorus pada dasarnya tata niaga memiliki pengertian yang sama dengan pemasaran. Menurut Kotler pemasaran atau tata niaga dapat didefenisikan sebagai suatu proses manajerial dimana individu atau kelompok
24 25
Ibid. Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia (Jakarta : Grasindo,2004), hlm.
11.
Universitas Sumatera Utara
didalamnya mendapatkan apa yang mereka butuhkandan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Tata niaga secara sederhana dikatakan sebagai proses penyaluran barangbarang dari produsen ke konsumen. Produsen adalah mata rantai pertama dan konsumen adalah mata rantai yang terakhir. Tata niaga adalah semua kegiatan bisnis yang terlibat dalam arus barang dan jasa dari titik produksi hingga barang dan jasa tersebut ada ditangan konsumen. 26 Defenisi tata niaga /pemasaran ini menurut Kotler berpijak pada konsepkonsep inti sebagai berikut : a. Kebutuhan, keinginana dan permintaan b.
Produk
c. Nilai, biaya dan kepuasan d. Pertukaran, transaksi, dan hubungan e. Pasar f. Pemasaran dan Pemasar Titik tolak disiplin pemasaran terletak pada kebutuhan manusia. Manusia membutuhkan makanan, udara, air, pakaian dan perumahan untuk hidup. Disamping itu, orang mempunyai keinginan yang kuat untuk rekreasi, pendidikan dan jasa-jasa lainnya, mereka mempunyai preferensi yang kuat akan versi dan merek barang dan jasa-jasa dasar tertentu. Kebutuhan manusia adalah suatu
26
Lielo, “Tata Niaga Pertanian”, www.slideshare.net/lielo23/tataniaga.pertanian (diakses tanggal : 4 November 2013)
Universitas Sumatera Utara
keadaan perasaan kekurangan akan kepuasan dasar tertentu. Misalnya, manusia membutuhkan makanan, pakaian, perumahan, masyarakat untuk bergaul, kehormatan dan beberapa hal lain untuk hidup. b. Lembaga-lembaga dan Saluran Tata Niaga Menurut Moehar lembaga tata niaga adalah orang atau badan yang terlibat dalam proses pemasaran hasil pertanian. Lembaga tata niaga adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen ke konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Menurut Kotler saluran tata niaga adalah beberapa organisasi yang bergantung dan terlibat dalam proses mengupayakan agar produk atau jasa tersedia untuk dikonsumsi. Saluran tata niaga adalah orgnisasi-organisasi yang saling tergantung yang tercakup dalam prose yang membuat produk dan jasa menjadi tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi konsumen. 27 Contoh saluran Tata niaga : a) Pedagang Besar ---- Pedagang eceran ---- Konsumen b) Produsen---Pedagang pengumpul---Pedagang besar---Pedagang eceran--Konsumen c) Pedagang besar---eksportir---pedagang eceran---konsumen d) Suplayer---restoran---konsumen
27
Lielo, “Tata Niaga Pertanian”, www.slideshare.net/lielo23/tataniaga.pertanian (diakses tanggal : 4 November 2013)
Universitas Sumatera Utara
Secara umum saluran melalui lembaga-lembaga tersebut dapat dilihat seperti berikut : SKEMA 1 SALURAN MELALUI LEMBAGA-LEMBAGA Golongan pedagang perantara Golongan Produsen (Manufaktur)
-Pedagang, hasil bumi
pengumpul
-importir – eksportir Pedagang (Wholesaler) -Pedagang (retailers)
Golongan Fasilitator
besar eceran
-Pengangkut – Bank –Asuransi –Reklame -MakelarKomisioner Konsultan Perniagaan
–
-Pergudangan
Sumber: Moehar (2001), Lielo www.slideshare.net/lielo23/tataniaga.pertanian November 2013).
“Tata Niaga Pertanian”, (diakses tanggal : 4
Yang dimaksud dengan golongan fasilitator terdiri dari unit-unit atau satuan usaha yang membantu pelaksaan pendistribusian produk-produk itu, tetapi tidak menjadi pemilik produk dan tidak pula merundingkan baik pembelian maupun penjualan.
Universitas Sumatera Utara
Setelah menjabarkan mengenai tata niaga, berikut ini akan dijabarkan pula mengenai beras. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang impor dan ekspor beras Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa: Beras adalah biji-bijian baik berkulit, tidak berkulit, diolah atau tidak diolah yang berasal dari spesies Oriza sativa, dengan rincian jenis beras sebagaimana tercantun dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini. 28 Oryza (Marga Padi) Kata Latin Oryza berarti padi dan Sativa berarti yang mengenyangkan atau yang memuaskan. Tumbuhan monokotil semusim ini banyak dibudidayakan sebagai sumber makanan pokok masyarakat Indonesia. Selain masyarakat Indonesia, padi juga merupakan makanan pokok bagi banyak negara di dunia, terutama di Asia. Padi memiliki banyak kultuvar karena tanaman ini sudah sangat lama dibudidayaakan dan diusahakan agar dapat memenuhi kebutuhan pokok manusia. Padi yang unggul adalah padi yang berumurnya pendek, bulirnya banyak, enak rasanya dan tahan penyakit. 29 3. Pasar Bebas
Pada abad berikut, mau tidak mau, suka tidak suka, kita akan memasuki pasar bebas. Sehubungan dengan itu banyak kalangan resah berkaitan dengan masalahmasalah etis, khususnya masalah keadilan, yang muncul sehubungan dalam sistem
28
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 Tentang Impor dan Ekpor Beras 29 Budi Suhono et.al; Ensiklopedia Flora (Buku 2), (Bogor: Kharisma Ilmu, 2010). hlm. 101.
Universitas Sumatera Utara
perdagangan bebas tersebut. Akar filosofis dari perdagangan bebas tersebut dengan menggali pemikiran-pemikiran etis filosofis dari Adam Smith. 30 Adam
Smith
(1723-1790)
adalah
ahli
ekonomi
dan
filsafat
asal
Skotlandia,Inggris. Ia disebut sebagai bapak ilmu ekonomi dan tokoh utama mahzab ekonomi klasik serta perancang ekonomi kapitalis. Dialah yang menganjurkan agar pemerintah tidak banyak melakukan campur tangan dalam perekonomian. 31 Adam Smith lebih dikenal sebagai seorang ekonom daripada sebagai seorang filsuf, apalagi seorang filsuf moral. Ketenarannya sebagai ekonom, khususnya sebagai pencetus sistem ekonomi pasar bebas, sedemikian besar sehingga orang lupa bahwa Adam Smith sesungguhnya adalah seorang filsuf moral dan sistem ekonomi pasar bebasnya dicetuskan dalam kerangka kuliahnya mengenai moralitas. 32 Sistem Pasar Bebas (Free Market) yang dikemukakan oleh Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nation (Penyelidikan tentang Sifat dan Sebab Kekayaan Negara) atau yang diasingkat The Wealth of Nations (terbit 9 Maret 19776), dianggap sebagai sistem ekonomi klasik. Analisis formal dari buku The Wealth of Nations dimulai dengan pertimbangan kerja dan fenomena interdependensi ekonomi dan kemudian diteruskannya dengan analisis harga, alokasi sumber daya dan proses distribusi. 33
30
A. Sonny Keraf, Pasar Bebas Keadilan dan Peran Pemerintah Telaah Atas Etika Ekonomi Adam Smith (Yogyakarta: KANISIUS,1996), hlm. 17. 31 Abdul Syukur; et. al, Ensiklopedia untuk pelajar (buku 9), (Jakarta : Ictiar Baru Van Hoeve, 2005), hlm. 124. 32 A. Sonny Keraf, op.cit, hlm. 17. 33 Abdul Syukur, et. al ; op. cit , hlm. 124.
Universitas Sumatera Utara
Ajaran Adam Smith mengenai pasar yang mengatur dirinya sendiri (Selfregulating market) sebagai penerapan hakiki ajaran dia mengenai tatanan kosmis dalam ekonomi, telah menjadi ajaran inti suatu ilmu baru pada waktu itu, yaitu politik ekonomi. Walaupun beberapa pendahulunya, terutaman Hutcheson, telah berusahamenerapkan konsep tatanan ilmiah pada bidang ekonomi. Adam Smith lah yang berhasil mengembangkan dan menerapkansecara rinci teori tatanan ilmiah yang terpadu dalam bidang ekonomi. Tatanan ekonomi yang harmonis ini akan
bekerja
sesuai
dengan
kecendrungan
dasarnya
sedemikian
rupa
sehinggamembawa hasil-hasil yang bergunabagi umat manusia. Inilah yang membuat Adam Smith sangat terkenal. 34 Pasar bebas bagi Adam Smith merupakan penerapan konsep tatanan kosmis yang harmonis dalam bidang ekonomi. Pasar bebasr merupakan panggung sosialekonomi satu-satunya yang memungkinkan keadilan dapat diwujudkan. Pasar bebas adalah perwujudan dari apa yang disebut Adam Smith sebagai sistem kebebasan kodrati dan keadilan. 35 Sudah diketahui umum bahwa kebesaran Smith sebagai bapak politik ekonomi terletak dalam teorinya mengenai sistem pasar bebas. Pasar bebas merupakan perwujudan kebebasan kodrati dan keadilan, atau merupakan perwujudan hukum kodrat dalam bidang ekonomi. 36 Salah seorang filsuf paling terkemuka yang mengikuti jejak langkah Adam Smith dan merumuskan secara paling pas hakikat sistem ekonomi pasar bebas adalah Friedrich A von Hayek. Menurut Hayek, untuk memahami secara tepat 34
A. Sonny Keraf, op. cit; hlm. 32. A. Sonny Keraf. Op.cit, hlm. 197. 36 Ibid, hlm. 198. 35
Universitas Sumatera Utara
hakikat pasar bebas kita harus membedakan antara sebuah ekonomi dalam pengertiannya yang ketat dan ekonomi pasar bebas.Sebuah ekonomi dalam pengertian yang sebenarnya, kata Hayek adalah sebuah organisasi, sebuah taxis, yaitu sebuah usaha sadar untuk mengerahkan segala daya dan upaya yang telah diketahui untuk mencapai tujuan tertentu. Sebuah pasar bebas justru sebaliknya adalah sebuah tatanan spontan, sebuah catallaxy, yang tidak pernah dapat dikendalikan oleh suatu tujuan tunggal. Dengan demikiansebuah ekonomi dalam pengertian yang sebenarnya adalah hasil rancangan manusia, pasar bebas bukan merupakan hasil rancangan manusia, walaupun mungkin disebabkan oleh tindakan manusia. 37 Pasar bebas berfungsi mempertahankan sebuh tatanan yang akan memberikan peluang bagi setiap orang untuk mencapai tujuannya sendiri-senidri. Pasar bebas adalah
tatanan
kosmis
yang
memungkinkan
setiap
individu
mengejar
kepentingannya dan dengan demikian pada akhirnya mewujudkan apa yang menjadi tujuan dari pasar bebas itu sendiri. 38 4. Perdagangan Bebas
Perdagangan bebas dalam arti yang sebenarnya adalah arus barang dan jasa yang bebas melewati batas negara. Perdagangan ini tidak dihambat oleh campurtangan pemerintah, baik dalam bentuk tarif maupun hambatan-hambatan lainnya. Perdagangan bebas dalam arti yang sebenarnya tidak pernah tercapai. Hal ini sebagian disebabkan oleh karena tidak mungkinnya masyarakat diyakinkan 37 38
Ibid, hlm.198. Ibid, hlm. 199.
Universitas Sumatera Utara
sepenuhnya bahwa bukanlah suatu hal yang adil untuk memberikan hak bersaing kepada orang asing di negara asal. Terlebih lagi pemerintah pun tidak selalu bersedia untuk menolak kepentingan-kepentingan domestik yang menganggap diri mereka dirugikan oleh pesaing asing. Istilah perdagangan bebas identik dengan adanya hubungan dagang antar negara anggota maupun negara non-anggota. Dalam implementasinya perdagangan bebas harus memperhatikan beberapa aspek yang mempengaruhi yaitu mulai dengan meneliti mekanisme perdagangan, prinsip sentral dari keuntungan komparatif (comparative advantage), serta pro dan kontra dibidang tarif dan kuota, serta melihat bagaimana berbagai jenis mata uang atau valuta asing diperdagangkan berdasarkan kurs valuta asing. 39
F. Metode Penelitian Untuk menghasilkan karya tulis ilmiah ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka harus didukung dengan faktafakta/dalil-dalil yang akurat diperoleh dari penelitian, maka metode penelitian yang digunakan antara lain: 1. Jenis dan Sifat Penelitian
Penulis dalam menyusun skripsi ini menggunakan Metode Penelitian Hukum Normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian Hukum Normatif adalah penelitian dengan hanya mengolah dan menggunakan data sekunder, penelitian ini juga menggunakan data primer (wawancara) sebagai data pendukung. Bersifat
39
A. Sonny Keraf, op. cit; hlm. 206.
Universitas Sumatera Utara
deskriptif maksudnya penelitian tersebut kadangkala dilakukan dengan melakukan suatu survei ke lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat mendukung teori yang telah ada. 2. Data Penelitian a. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung di lapangan melalui wawancara dengan narasumber yang berasal dari : 1) Dinas Perindustrian dan Perdangangan Untuk Wilayah Provinsi Sumatera Utara (Bagian Perdagangan Luar Negeri); 2) Dinas Pertanian Untuk Wilayah Provinsi Sumatera Utara (Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara); 3) BULOG Divre Provinsi Sumatera Utara. Data primer ini digunakan sebagai data pendukung. b. Data Sekunder Dalam penelitian ini data sekunder digunakan sebagai data utama. Data sekunder meliputi : 1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari : a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen;
Universitas Sumatera Utara
c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan d) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan; e) Peraturan Pemerinta Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional; f) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen; g) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Lebel dan Iklan Pangan; h) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 12/M-DAG/ PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras. i) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Kebijakan
Pengadaan
Gabah/Beras
Dan
Penyaluran
Beras
Oleh
Pemerintah. 2). Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti : Buku-buku literatur yang berkaitan dengan Perlindungan Konsumen, Tata Niaga Beras, Pasar Bebas, Rancangan Undang-Undang, Hasil-hasil penelitian atau pendapat dari pakar hukum. 3). Bahan hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus dan ensiklopedia.
Universitas Sumatera Utara
3. Tekhnik Pengumpulan Data
Tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan cara : 1.
Penelitian Kepustakaan (Liberary Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, bahan-bahan ajar, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.
2.
Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu suatu pengumpulan data lapangan untuk memperoleh data-data yang diperlukan dan data yang diperoleh itu sebagai data primer. Penelitian ini didukung dengan wawancara (interview), yaitu situasi peran antar pribadi bertatap muka (face-to-face), dimana ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaanpertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada seorang narasumber. Adapun yang menjadi narasumber dalam pengumpulan data skripsi ini adalah sebagai berikut : 1) Bapak Drs. Parlin Lubis yang berjabatan sebagai seksi administrasi perdagangan luar negeri; 2) Bapak Drs. Arief Khairul Lubis sebagai Kasi Pendaftaran Perusahaan; Sosialisasi Swasembada Perlindungan Konsumen. 3) Bapak Ir. Dahler, MMA yang berjabatan sebagai Sekretaris Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara, bekerja sama dengan BULOG Divre Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
Narasumber dianggap memiliki pengetahuan dan menguasai permasalahanpermasalahan yang diajukan sesuai dengan skripsi ini. 4. Analisis Data
Data dianalisis secara kualitatif. Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis yang berdasarkan data yang diperoleh, sifat data yang dikumpulkan hanya sedikit, besifat monografis atau berwujud kasus-kasus. Analisis kualitatif yaitu analisis data berdasarkan norma hukum secara mendalam dengan melihat tingkat relevansi norma-norma, teori, asas, dan prinsip-prinsip hukum termasuk doktrin-doktrin tentang arbitrase terhadap permasalahan. Data yang telah dianalisis kemudian diungkapkan secara deduktif dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antar berbagai jenis data sehingga permasalahan akan dapat terjawab. G. Sistematika Penelitian
Secara garis besar skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab dan masing-masing bab dibagi lagi dalam beberapa sub bagian, yang disusun seperti dibawah ini : BAB I
:
Bab ini menerangkan secara ringkas mengenai Latar belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan dan Sintematika Penulisan.
BAB II
:
Bab ini membahas tentang Pengaturan Tata Niga Beras Di Indonesia Pada Era Pasar Bebas, yang terbagi lagi ke dalam
Universitas Sumatera Utara
beberapa sub-sub topik pembahasan, Pengaturan Tata Niaga Beras di Indonesia, Ketentuan Importasi Beras di Indonesia Pada era Pasar Bedas, Hubungan Tata Niaga Beras dan Pasar Bebas dan Perlindungan Terhadap Petani Dalam Negeri Terkait Liberalisasi Perdagangan Beras. BAB III
:
Bab
ini
menguraikan
tentang
Prinsip-prinsip
Hukum
Perlindungan Konsumen Terkait Dengan Tata Niaga Beras Pada Era Pasar Bebas, yang terbagi kedalam beberapa sub-sub topik pembahasan, mengenai Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Prinsip-prinsip Hukum Perlindungan konsumen, dan Prinsip-prinsip
Hukum
Perlindungan
Konsumen
Terkait
Pengaturan Tata Niaga Beras Pada era Pasar Bebas. BAB IV
:
Bab ini menjabarkan tentang Peran Pemerintah Dalam Melindungi Konsumen Beras Impor, Peran Pemerintah Daerah, Peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), dan Perlindungan Terhadap Petani.
BAB V
:
Bab ini berisikan Kesimpulaan dari bab- bab yang telah dibahas sebelumnya dan Saran yang mungkin berguna dan dapat dipergunakan untuk menyempurnakan penulisan skripsi.
Universitas Sumatera Utara