ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
1
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Permasalahan
Kemajuan yang sangat pesat diberbagai bidang kehidupan khususnya teknologi dan informasi mengharuskan hukum berperan secara optimal. Kemajuan dibidang kesehatan misalnya nampak dari adanya kemajuan teknologi pengobatan melalui transplantasi atau pemindahan organ dan/atau jaringan tubuh manusia. Kemajuan dibidang kesehatan ini memerlukan adanya aturan hukum yang komprehensif. Dalam hukum positif di Indonesia, pengaturan hukum tentang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia mengalami banyak persoalan mendasar. Persoalan mendasar tersebut nampak dalam pengaturan tentang syarat dan mekanisme transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia. Di satu sisi diperbolehkan sepanjang untuk pengobatan dan pemulihan kesehatan, tetapi di sisi lain dibatasi hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial. Namun hingga saat ini, makna tujuan kemanusiaan dan tujuan komersial tidak diatur secara jelas, bahkan menyangkut cara perolehan organ dan/atau jaringan tubuh sebagai hal paling mendasar juga tidak diatur. Ironisnya, justru ketentuan terkait jual beli organ dan/atau jaringan tubuh manusia yang telah diformulasikan dalam ketentuan pidana dengan ancaman sanksi pidana yang relatif berat bagi pelaku.
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2
Beberapa negara khususnya yang tergabung dalam Uni Eropa serta World Health Organization (WHO) juga memperdebatkan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia dari berbagai macam aspek, baik aspek medis itu sendiri, aspek moral, aspek sosial, aspek kemanusiaan, bahkan aspek hukum.1 Adanya perdebatan tersebut tidak menghapuskan fakta bahwa semakin meningkatnya masyarakat yang menderita suatu penyakit tertentu yang secara medis mengharuskan dilakukan upaya pengobatan lewat transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh.2 Ada berbagai macam transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia yang berkembang cukup pesat dalam dunia medis, baik meliputi transplantasi ginjal, liver, jantung, kornea, sumsum, maupun yang paling mutakhir saat ini adalah transplantasi sel punca (stem – cell). Salah satu praktik transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh yang sering dilakukan adalah transplantasi ginjal. Namun di Indonesia belum ada sistim informasi dan pendataan secara terpadu dan sistematis dalam skala nasional terkait pelaksanaan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia. Data-data yang ada hanya bersifat sektoral dan dilakukan secara individual, baik oleh rumah sakit tertentu, organisasi profesi dibidang medis, maupun oleh yayasan-yayasan yang bergerak dibidang pendonoran 1
Harian Jawa Pos, 26 Maret 2010 h.1. dengan judul berita “WHO stop wisata transplantasi”, dalam berita tersebut disampaikan bahwa permasalahan transplantasi organ tubuh manusia merupakan masalah krusial yang dihadapi berbagai negara, salah satu negara yang paling concern dengan persoalan in adalah negara Uni Eropa diikuti oleh WHO sebagai Organisasi Kesehatan Dunia bentukan PBB. Salah satu isu sentral yang dibahas adalah terkait wisata transplantasi yang kini menjadi tren yang amat memprihatinkan. Pemberitaan ini dilakukan terkait adanya Konferensi Internasional tentang transplantasi di Madrid Spanyol pada 24 Maret 2010. 2
Menurut Pranawa dalam makalahnya “Kidney Transplantation in Surabaya – Ethical Issues” yang disampaikan pada Seminar & Workshop Ethical Issues of Contemporary Medical Technologies, Universitas Airlangga, Surabaya, 30 Maret 2010 mengemukakan terjadinya peningkatan pasien penderita gagal ginjal kronik dan penyalit kronik organ tubuh lainnya yang mengharuskan dilakukannya transplantasi organ atau jaringan tubuh.
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
3
organ. Berkaitan dengan hal ini, Tunggul D. Situmorang mengatakan : ”Tidak ada suatu data secara akurat yang pernah dibuat/diadakan oleh pemerintah sekalipun karena berbagai faktor dan masalah, diantaranya belum ada kepedulian secara nyata untuk menjadikan transplantasi organ menjadi hal yang penting dan mendesak untuk diatur”.3 Secara terpisah, Budi Sampurna selaku Staf Ahli Menteri Kesehatan Republik Indonesia bidang Medikolegal mengatakan : Kementerian kesehatan tidak punya data transplantasi organ di Indonesia disebabkan beberapa hal, diantaranya tidak ada kewajiban yang diatur dalam suatu aturan hukum untuk melaporkan data-data pelaksanaan transplantasi organ di tiap-tiap rumah sakit di Indonesia. Apalagi sejak otonomi daerah, segala hal yang bersifat sentralistik menjadi sulit untuk dilakukan. Namun saat ini mulai digalakkan lagi SIRS (Sistim Informasi Rumah Sakit) untuk memperoleh data-data di tiap-tiap rumah sakit di Indonesia.4 Berdasarkan fakta tersebut di atas, penulis berupaya menyampaikan data terkait pelaksanaan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia di Indonesia secara umum, khususnya menyangkut transplantasi organ ginjal, hati, dan kornea mata yang akhir-akhir ini intensif diperbincangkan dan diberitakan di Indonesia. Menurut Pranawa dalam Seminar dan Workshop Ethical Issues of Contemporary Medical Technologies disampaikan bahwa pada saat ini transplantasi organ amat diperlukan untuk menolong penderita gagal ginjal kronik dan penyakit kronik organ tubuh lainnya.5 Salah satu praktik transplantasi yang intensif dilakukan di Indonesia adalah transplantasi ginjal sebagaimana terlihat dari
3
Tunggul D. Situmorang, Hasil Wawancara tanggal 2 Maret 2012, Cikini CCI Hospital, Jakarta.
4
Budi Sampurna, Staf Ahli Menteri Kesehatan Republik Indonesia Bidang Medikolegal, hasil wawancara tanggal 2 Maret 2012, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 5
Desertasi
Pranawa, loc.cit.
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
4
tahun 1977 sampai tahun 2010 berikut ini :6 Tabel 1. Jumlah Transplantasi Ginjal Di Indonesia Tiap Tahun Sejak Tahun 1977 – 2010.
Data tersebut diperkuat dengan data pelaksanaan transplantasi ginjal di Indonesia per rumah sakit (10 rumah sakit besar) sampai tahun 2010 di bawah ini :7 Tabel 2. Jumlah Transplantasi Ginjal di Indonesia per Rumah Sakit sampai dengan Tahun 2010. 350 303
300 250 200 150
100 50
49
48
51
33
34 2
1
3
1
0
6
Endang Susalit, Registrasi transplantasi PERNEFRI, hasil wawancara tanggal 27 Maret 2012, RSCM Jakarta. 7
Tunggul D. Situmorang, Seminar Nasional Employee Health Care, Its Design Cost and Services, Bali, 24 Januari 2011.
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
5
Secara umum apabila dicermati aktifitas transplantasi organ (ginjal) di Indonesia mengalami fluktuasi, namun terlihat adanya kecenderungan peningkatan jumlah transplantasi dari tahun ke tahun. Hal ini terjadi bukan karena minimnya pasien yang menderita gagal ginjal kronik yang mengharuskan dilakukan transplantasi, namun karena faktor lain yaitu salah satunya adalah kurangnya jumlah pendonor. Peningkatan jumlah pasien yang menderita gagal ginjal kronik dari tahun ke tahun yang seharusnya melakukan transplantasi terlihat dari tabel berikut :8 Tabel 3. Jumlah Pasien yang Menderita Gagal Ginjal Kronik di Tahun 1977 – 2010.
600 500 400 300
200 100
52 36 2 3 4 7 1122
484 455 476 494 412 439 463 373 397 425 355 385 337 310 281 245 216 193 149171 123 99 79 65
0 77
79
81
83
85
87
89
91
93
95
97
99
01
03
05
07080910
Di dalam perkembangannya, intensitas transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia di Indonesia semakin meningkat. Bahkan Ikatan Dokter Indonesia menjelaskan banyaknya penderita gagal ginjal kronik dalam penjelasannya sebagai berikut:
8
Desertasi
Endang Susalit, loc.cit.
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
6
Di Tanah Air terdapat sekitar 70 ribu orang penderita gagal ginjal kronik yang memerlukan penanganan terapi cuci darah (dialisis). Keberhasilan operasi ginjal di Indonesia di atas 90%, dan lebih murah. Sayangnya, hanya 7000 penderita (10%) yang dapat melakukan cuci darah, sedangkan sisanya sekitar 63 ribu orang (90%) nampaknya harus pasrah menunggu nasib. Sebagian besar pasien yang menjalani cuci darah dibiayai dan dibantu pemerintah, yakni melalui program Gakin dan ASKESKIN (Jamkesmas).9 Lebih lanjut dijelaskan tentang jumlah transplantasi yang telah dilakukan di Indonesia sebagai berikut : Bila pasien telah memasuki stadium gagal ginjal kronik (GGK), selain dialisis, cangkok ginjal (transplantasi) cara terbaik untuk mengatasi penyakit tersebut. Kendati di Indonesia cangkok ginjal telah dilakukan sejak 1977, transplantasi yang dilakukan di dalam negeri baru berjumlah 500 orang. Malah ada 1.000 operasi cangkok ginjal, yang dilakukan orang Indonesia di luar negeri.10 Kepala Sub Bagian (Kasub. bag) Ginjal Hipertensi Ilmu Penyakit Dalam FKUI/ RSCM Endang Susalit memaparkan sebagai berikut: Biaya cuci darah yang tinggi menjadi penyebab utama cakupan pasien yang mendapat terapi hanya sedikit. Seorang penderita penyakit ginjal tahap akhir, memerlukan cuci darah minimal dua kali dalam seminggu untuk seumur hidupnya. Biaya untuk satu kali cuci darah berkisar antara Rp500 ribu hingga Rp 750 ribu. Bisa dibayangkan berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan pasien. Sedangkan untuk transplantasi, minimal Rp150 juta, ditambah biaya cek up paskaoperasi Rp 5 juta yang harus dilakukan tiap satu bulan selama 3 bulan. Khusus untuk cangkok ginjal, selain biaya, permasalahan ketersediaan donor ginjal juga menjadi kendala cukup signifikan menjadi penyebab rendahnya operasi cangkok ginjal di Indonesia.11 Menurut pandangan Agus Tessy dari Bidang Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin
peningkatan
penderita
gagal
ginjal
9
Ikatan Dokter Indonesia, ―Keberhasilan Operasi Ginjal Di Indonesia Diatas 90%, Ngapain Harus Ke Luar Negeri?‖, http://www.erabaru.net/kesehatan/34-kesehatan/10404-keberhasilanoperasi-ginjal-di-indonesia-diatas-90-ngapain-harus-ke-luar-negeri, 9 Februari 2010.
Desertasi
10
Ibid.
11
Ibid.
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
7
yang membutuhkan pelayanan kesehatan berupa hemodialisis dapat dideskripsikan sebagai berikut: Terapi pengganti berupa Hemodialisis sudah dimulai di Makassar sejak tahun 1980 di RS. Stella Maris. Jumlah tindakan cuci darah di Makassar dari tahun ke tahun terus bertambah. Khususnya pada tahun 1991 setelah dilakukan juga di RS. Dadi, tahun 1993 RS. Labuang Baji dan RS. Akademis dan pada tahun 2001 di RSUI Faisal juga ikut melayani Hemodialisis. Jumlah tindakan Hemodialisis di lima RS tersebut (RS. Dadi/ RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, RS. Labuang Baji. RS. Stella Maris, RS. Akademis dan RSUI Faisal) mulai tahun 1980 s/d 31 Desember 2004 sebanyak 76.833 kali tindakan Hemodialisis. Jumlah tersebut di dapat dari rekaman pribadi pada kelima RS tersebut sejak tahun 1980. Perkiraan angka kejadian GGT di Indonesia ialah 100 pasien baru setiap satu juta penduduk setiap tahun. Maka jelas angka-angka tindakan Hemodialisis akan terus bertambah, sehingga perlu diantisipasi dengan cara melakukan terapi pengganti alternatif berupa Transplantasi Ginjal.12 Transplantasi organ tubuh sudah merupakan prosedur klinis yang diterima diseluruh dunia. Pada dasarnya Transplantasi organ tubuh adalah gabungan antara kebutuhan klinis dan kesempatan ilmiah. Dari tahun ke tahun hasil transplantasi ginjal makin membaik dalam arti lama hidup pasien makin panjang. Menurut data dari Transplant Centre Directory sedunia tahun 1992, lama hidup dari pasien Transplantasi Ginjal dapat mencapai 29,9 tahun.13 Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, terlihat secara jelas bahwa persoalan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia, khususnya ginjal sangat kompleks. Dilihat dari sisi kuantitas, terjadi peningkatan jumlah pasien yang sangat signifikan yang menderita gagal ginjal kronik dan mutlak memerlukan metode penyembuhan melalui transplantasi organ. Namun dalam praktiknya, ternyata
12
Agus Tessy, ―Transplantasi Ginjal Di Indonesia Sekarang‖, diakses http://med.unhas.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=242&Itemid=7, 20 November 2006. 13
Desertasi
dari
Ibid.
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
8
jumlah transplantasi ginjal di Indonesia dari tahun ke tahun tidak terlalu pesat jumlahnya. Salah satu kendala yang dihadapi dalam rangka transplantasi yaitu masalah kurangnya pendonor juga disampaikan sebagai berikut: Salah satu kendala pengembangan transplantasi organ di Indonesia adalah kurangnya pendonor. Karena itu, perlu ada lembaga atau pribadi yang bergerak membangun perkumpulan donor tersebut. Berkaca pada kasus Bilqis Anindya Passa, seorang bayi berusia 16 bulan yang menderita atresia billier yaitu penyumbatan pada saluran empedu, transplantasi organ dalam hal ini hati kembali menghangat. Yang menjadi perhatian masyarakat banyak adalah sulitnya mencari donor hati yang sesuai bagi Bilqis. Memang dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kedokteran berkembang dengan pesat. Salah satunya adalah kemajuan dalam teknik transplantasi organ. Transplantasi organ merupakan suatu teknologi medis untuk penggantian organ tubuh pasien yang tidak berfungsi dengan organ dari individu lain.14 Sejalan dengan hal tersebut, Pranawa mengatakan : Kompleksitas persoalan transplantasi organ di Indonesia disebabkan oleh faktor non medis, khususnya terkait kurangnya jumlah pendonor di Indonesia. Hal ini berdampak pada lambatnya perkembangan transplantasi organ di Indonesia, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Akibatnya terapi alternatif berupa hemodialisis dengan segala kompleksitas persoalannya, khususnya dari segi biaya yang tinggi akan membebani pasien maupun negara bagi pasien kebanyakan yang menggunakan fasilitas ASKESKIN. Inilah yang menjadi salah satu urgensi pengaturan transplantasi organ secara khusus dan komprehensif di Indonesia.15 Tidak hanya transplantasi ginjal yang sering dilakukan, kasus anak-anak penderita kelainan hati yang beberapa kali diberitakan oleh media dan kasus transplantasi hati sebagaimana diungkap dalam berita sebagai berikut: RSUP dr. Kariadi Semarang melibatkan sebanyak 41 ahli berbagai bidang dalam tim yang menangani transplantasi pada Bilqis Anindya Passa, balita berusia 17 bulan yang menderita "atresia bilier" (saluran empedu tidak terbentuk atau berkembang sempurna). "Mereka adalah para ahli dibidangnya 14
http://lifestyle.okezone.com/read/2010/02/15/27/303609/27/transplantasi-organ-terkendalakurangnya-pendonor, “Transplantasi Organ Terkendala Kurangnya Pendonor‖ , diunduh pada tanggal 26 Desember 2010 15
Desertasi
Pranawa, Hasil Wawancara tanggal 21 Februari 2012, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
9
masing-masing, antara lain laboratorium, mikroskopik, hematologi, anastesi, dan psikologi," kata ahli darah, Prof. dr. AG. Soemantri, salah satu anggota tim itu di Semarang, Rabu. Menurut dia, Bilqis akan menjalani proses pemeriksaan kesehatan secara bertahap sebelum dilakukan operasi transplantasi (pencangkokan) hati, sebab sebelum dilakukan operasi harus dipastikan seluruh kondisinya memungkinkan.16 Berbeda dengan transplantasi ginjal yang intensif dilakukan di Indonesia, transplantasi hati di Indonesia sangat minim dilakukan. Namun bukan berarti sangat minim pula pasien yang mengalami kerusakan organ hati yang membutuhkan transplantasi hati sebagai metode penyembuhan terbaik. Fakta ini ditopang dengan tidak tersedianya data secara akurat dan komprehensif terkait pelaksanaan transplantasi hati di Indonesia. Berdasarkan data yang berhasil diperoleh, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, transplantasi hati baru dimulai dilakukan pada tahun 2010 sebanyak 2 pasien dan tahun 2011 sebanyak 1 pasien. Kesemuanya berhasil dilakukan secara baik, sekalipun dalam pelaksanaannya masih sangat tergantung dengan tim medis dari Tiongkok.17 Demikian pula yang terjadi di Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo (RSUD Dr. Soetomo) Surabaya baru beberapa kali pelaksanaan transplantasi hati yang telah dilakukan sebagaimana di RSCM Jakarta. Transplantasi organ tubuh lainnya yang intensif dilakukan di Indonesia adalah kornea mata. Namun sama halnya dengan transplantasi ginjal maupun hati, tidak ada data yang akurat dan komprehensif terkait pelaksanaan transplantasi 16
http://www.antaranews.com/berita/1265197915/41-ahli-dilibatkan-dalam-penanganan-bilqis, ―41 Ahli Dilibatkan Dalam Penanganan Bilqis‖, diunduh pada tanggal 27 Desember 2010. 17
Koordinator Tim Medis Transplantasi Hati RSCM, Hasil Wawancara tanggal 27 Maret 2012, RSCM, Jakarta.
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
10
kornea mata di Indonesia. Data yang ada bersifat parsial, misalnya data yang diungkap oleh yayasan/organisasi sosial dibidang pendonoran kornea mata, yaitu Bank Mata Indonesia. Menurut data Bank Mata Indonesia cabang utama Surabaya, sebagaimana dikemukakan oleh Randi Montana : Pada 2006 – 2010, Bank Mata Indonesia cabang utama Surabaya sudah mencangkokkan kornea mata kepada 28 pasien. Dari jumlah tersebut, hanya dua orang yang donornya dari lokal (Surabaya). Sisanya donor dari luar negeri. Sementara, tahun ini sudah dilakukan 15 operasi cangkok kornea mata. Semua donornya dari orang luar negeri. Yang terbanyak dari Amerika Serikat. Tak ada sama sekali yang dari Surabaya atau kota-kota di Indonesia. Sampai saat ini sudah 81 orang yang berniat dan bersedia mendonorkan kornea matanya ketika meninggal dunia nanti. Jumlah tersebut belum memadai atau tak sebanding dengan pasien yang butuh kornea mata. Ada 151 pasien yang masuk daftar tunggu untuk menjalani operasi cangkok kornea mata. “Sementara, kami sangat kekurangan orang yang bersedia menjadi donor. Kalaupun ada yang bersedia, terkendala izin dari pihak keluarga”.18 Senada dengan pendapat tersebut, Tjahjono D. Gondhowiradjo mengatakan : “Di Jakarta, Bank Mata mencatat masih bisa mendapatkan 12,839 pendonor selama 2010. Dari jumlah tersebut, lebih dari 90% adalah pendonor asing. Sedangkan resipien atau penerima donor selama 2010 berjumlah 529 orang”.19 Sedangkan menurut data dari Perkumpulan Penyantun Mata Tunanetra Indonesia (PPMTI) Pusat : Dari tahun 2000 – 2012, data transplantasi lokal sebanyak 557 donor, dari luar negeri 1852 donor. Sedangkan calon donor hingga saat ini mencapai 20.731 orang. Kendala/Masalah yang dihadapi dalam melakukan transplantasi : - Rasio/Misbah Calon Donor Mata di Indonesia dengan seluruh penduduk Indonesia sangat kecil (yang terdaftar) hanya 20.731 orang, padahal penduduk Indonesia ± 259 juta orang.
18
Harian Jawa Pos, tanggal 30 November 2011, h. 40, dengan judul berita, ―Waiting List Ratusan, Donor Minim‖, Sub Judul, “Tunggu “Impor” kornea mata”. 19
Ibid., tanggal 10 Mei 2011, h. 16, dengan judul berita, ―Hanya Ambil Kornea, Tidak Congkel Bola Mata‖.
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
-
11
Budaya penduduk Indonesia mengenai memberikan bagian Organ Tubuh (otopsi) belum difahami sebagai pendonor untuk membantu orang buta (buta kornea) yang memerlukan. Peraturan-peraturan (regulasi) di Indonesia tentang transplantasi kurang mendukung antara lain : - Pernyataan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) “Seseorang yang semasa hidupnya berwasiat akan menghibahkan kornea matanya sesudah wafat dengan diketahui, disetujui dan disaksikan oleh ahli warisnya wasiat itu dapat dilaksanakan dan harus dilakukan oleh ahli bedah”. - Kepolisian Forensik yang diperkenankan untuk melakukan enukleasi yang waktunya hanya 6 (enam) jam terbentuk pada peraturan yang ada memungkinkan untuk otopsi dapat dilakukan dalam waktu 2x24jam, sehingga secara medis perbedaan waktu itu menurunkan nilai kualitas kornea/kadaluarsa tidak berguna. Tidak terjangkaunya resipien (penerima donor) untuk segera tiba di Rumah Sakit karena letaknya di pedalaman/pedesaan. Tenaga baru Medis/Dokter Spesialis Mata yang kurang memadai. Alat medis kurang mendukung, banyak alat-alat yang baru tetapi mahal. Waktu enukleasi (pengambilan kornea dari calon donor) yang terbatas 6 (enam) jam dapat diatasi dengan pengawet optisol tetapi relatif mahal biayanya.20
-
-
Masih menyangkut mengenai data pelaksanaan transplantasi kornea di Indonesia yang berhasil dihimpun oleh Bank Mata Indonesia cabang utama DKI Jakarta, yaitu : Data : - Calon Donor Mata tahun 2011 = 8.043 orang (setelah diheregistrasi) - Calon Resipien tahun 2011 = 158 orang (setelah diheregistrasi) - Jumlah kornea lokal (1968 s/d tahun 2011) = 606 donor baik 1.119 438 donor rusak 075 donor dikirim ke cabang lain - Donor luar negeri s/d tahun 2011 Negara Sri Lanka India Belanda
jumlah 3.000 2 15
Baik 1.829 2 15
Rusak 1.133 0 0
Kirim cabang lain 38 0 0
20
Data Resmi Bank Mata Indonesia, Perkumpulan Penyantun Mata Tunanetra Indonesia (PPMTI) Pusat, 2 April 2012, Jakarta.
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Negara Amerika
Jumlah 1.356
Keratoplasti : - Dari 1968 – 1993 - Dari 1994 – 1999 - Dari 2000 – 2005 - Selama tahun 2006 - Selama tahun 2007 - Selama tahun 2008 - Selama tahun 2009 - Selama tahun 2010 - Selama tahun 2011
Baik 1.133
Expire 151
sebanyak sebanyak sebanyak sebanyak sebanyak sebanyak sebanyak sebanyak sebanyak Jumlah
12
Kirim cabang lain 72 2.030 orang 634 orang 615 orang 36 orang 65 orang 47 orang 69 orang 41 orang 48 orang + 3.585 orang21
Berpijak dari fakta tersebut nampak bahwa kebutuhan masyarakat akan metode pengobatan atau penyembuhan penyakit lewat cara transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh menunjukkan dinamika yang cukup berarti. Namun, kebutuhan masyarakat tersebut tidak diimbangi dengan pengaturan hukum yang komprehensif sehingga dapat memberikan perlindungan hukum yang optimal bagi pelaksanaan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia di Indonesia. Di dalam hukum positif di Indonesia, pengaturan mengenai transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063 untuk selanjutnya disingkat UU No. 36/2009) khususnya pada Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, dan Pasal 67. Pasal 64 UU No. 36/2009 menentukan: (1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca. 21
Wawancara Bank Mata Indonesia DKI Jakarta dengan Bina Nusantara TV, 15 Februari 2012, Jakarta.
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
13
(2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan. (3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun. Tata cara melakukan transplantasi telah diatur secara umum dalam Pasal 65 UU No. 36/2009 yang menentukan: (1) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu. (2) Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan pendonor yang bersangkutan dan mendapat persetujuan pendonor dan/atau ahli waris atau keluarganya. (3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Secara khusus yang terkait dengan transplantasi sel, Pasal 66 UU No. 36/2009 telah menentukan: “Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari hewan, hanya dapat dilakukan apabila telah terbukti keamanan dan kemanfaatannya.” Selanjutnya Pasal 67 UU No. 36/2009 menentukan: (1) Pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu. (2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain pengaturan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia sebagaimana diatur dalam UU No. 36/2009 masih juga terdapat ketentuan hukum lainnya berupa peraturan pemerintah produk lama yang hingga kini masih berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat dan/atau Jaringan Tubuh Manusia (Lembaran
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
14
Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 23 untuk selanjutnya disingkat PP No. 18/1981) yang pengaturan-pengaturannya sudah tidak relevan dan tidak sinkron dengan ketentuan yang ada. Bahkan dalam peraturan pemerintah tersebut memuat sanksi pidana sebagaimana diatur pada Pasal 20 yang menentukan : (1) Pelanggaran atas ketentuan dalam Bab II, Bab III, Bab V, Bab VI, Bab VII, dan Bab VIII, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah). (2) Disamping ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat pula diambil tindakan administratif. Adanya ketentuan tentang sanksi pidana dalam PP No. 18/1981 tersebut sangat bertentangan dengan ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82 untuk selanjutnya disingkat UU No. 12/2011) yang mensyaratkan materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah/ Kabupaten/Kota, bukan dalam Peraturan Pemerintah. Saat lahirnya PP No. 18/1981 memang belum ada ketentuan yuridis yang mengatur tentang larangan pemuatan sanksi pidana dalam produk Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389 untuk selanjutnya disebut UU No. 10/2004) sebagaimana telah dicabut dan diubah dalam UU No. 12/2011.
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
15
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, lahirlah suatu rumusan tindak pidana (delik) yang diatur pada Pasal 192 UU No. 36/2009 yang menentukan: “Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ dan/atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” Berawal dari rumusan delik inilah menyebabkan pengaturan hukum terkait transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia di Indonesia mengalami berbagai permasalahan, khususnya dalam tataran pelaksanaannya. Pada prinsipnya secara normatif, sebagai penyembuhan penyakit dan untuk alasan pemulihan kesehatan, transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia dapat dilakukan di Indonesia. Namun dalam UU No. 36/ 2009 terdapat rumusan delik yang menentukan bahwa memperjualbelikan organ dan/atau jaringan tubuh manusia dengan dalih apapun dapat dipidana. Hal ini membuktikan bahwa di satu sisi transplantasi organ diperbolehkan, tetapi disisi lain tidak diatur tentang mekanisme atau cara perolehan organ untuk transplantasi, bahkan jual beli organ dengan dalih apapun dapat dipidana. Berbagai persoalan bermunculan karena ketidakjelasan pengaturan bahkan tidak adanya pengaturan secara komprehensif tentang syarat dan mekanisme perolehan organ dan/atau jaringan tubuh manusia untuk kepentingan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Hal ini membuktikan adanya kekosongan hukum (rechts vacuum) dalam pengaturan terkait transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia di Indonesia.
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
16
Tidak hanya ketentuan pidana tersebut, transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia ternyata secara tidak langsung juga dirumuskan dalam Undang Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720 untuk selanjutnya disingkat UU No. 21/2007). Di dalam UU No. 21/2007, transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh dilihat secara lebih luas, bukan lagi pada subyek hukum yang secara langsung bersinggungan dengan pelaksanaan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, yaitu si donor dan si penerima donor (recipient), tetapi pada subyek hukum di luar si donor dan si penerima donor (recipient). Pihak-pihak yang dimaksud ialah pihak ketiga yang mempunyai tujuan melakukan perdagangan orang dengan maksud mengeksploitasi orang tersebut. Di dalam konteks ini, transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia diformulasi dalam pengertian eksploitasi sebagaimana diatur pada Pasal 1 angka 7 UU No. 21/2007 yang menentukan: Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil. Selanjutnya transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia diformulasikan dalam rumusan delik sebagaimana diatur pada Bab II UU No. 21/2007 pada Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 yang menentukan:
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
17
Pasal 2 UU No. 21/2007 menentukan: (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,- (Seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah). (2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 3 UU No. 21/2007 menentukan: Setiap orang yang memasukan orang ke wilayah Negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilayah Negara Republik Indonesia atau dieksploitasi di negara lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,- (Seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah). Pasal 4 UU No. 21/2007 menentukan: Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah Negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah Negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,- (Seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah). Sejalan dengan kompleksitas permasalahan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia di Indonesia dan dibeberapa negara mengakibatkan negara-negara di dunia bertemu dan berkumpul untuk merumuskan serta menyamakan persepsi tentang praktik transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia dalam “The Declaration of Istanbul on Organ Trafficking and Transplant Tourism‖ pada tahun 2008 yang pada intinya melahirkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
18
1. National government, working in collaboration with international and nongovernmental organizations, should develop and implement comprehensive programs for the screening, prevention and treatment of organ failure, which include: 2. Legislation should be developed and implemented by each country or jurisdiction to govern the recovery of organs from deceased and living donors and the practice of transplantation, consistent with international standards. 3. Organs for transplantation should be equitably allocated within countries or jurisdictions to suitable recipients without regard to gender, ethnicity, religion, or social or financial status. 4. The primary objective of transplant policies and programs should be optimal short- and long-term medical care to promote the health of both donors and recipients. 5. Jurisdictions, countries and regions should strive to achieve self-sufficiency in organ donation by providing a sufficient number of organs for residents in need from within the country or through regional cooperation. 6. Organ trafficking and transplant tourism violate the principles of equity, justice and respect for human dignity and should be prohibited. Because transplant commercialism targets improverished and otherwise vulnerable donors, it leads inexorably to inequity and injustice and should be prohibited. In Resolution 44.25, the World Health Assembly called on countries to prevent the purchase and sale of human organs for transplantation.22 Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut di atas, jelas membuktikan betapa besar perhatian dunia terhadap praktik transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia sebagai bagian dari metode penyembuhan penyakit atau pengobatan tertentu, akan tetapi berbagai prinsip tersebut belum diharmonisasikan dalam peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Disamping itu terdapat benturan-benturan sosial, moral, agama dan hak asasi manusia yang mengharuskan atau memaksa hukum berbicara lewat pengaturan-pengaturan yang bermuara pada perumusan tindak pidana. Permasalahan substansial terkait praktik transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia di Indonesia tidak hanya berawal dari ketidakjelasan 22
Desertasi
Pranawa, op.cit., h. 39.
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
19
pengaturan dalam UU No. 36/2009. Persoalan mendasar lainnya adalah urgensi pengaturan secara khusus dan spesifik tentang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia di Indonesia. Dari sisi hukum pidana, seberapa besar kepentingan hukum yang hendak dilindungi dari ketentuan pidana ini serta dari aspek tujuan pemidanaan apakah sesuai dengan manfaat dan tujuan pemidanaan secara hakiki. Pengaturan hukum pidana dalam bidang transplantasi merupakan hal yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Titik berat penulisan disertasi ini lebih pada aspek pidana bagi pelaku maupun korban dalam praktik transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia di Indonesia. Berpijak dari fakta tersebut, untuk menjamin originalitas dari penulisan ini, maka penulis menitikberatkan pada aspek hukum pidana, khususnya terkait filosofi pengaturan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia beserta aspek kebijakan penalnya. Berdasarkan pengamatan dan penelusuran yang telah dilakukan, terdapat penulisan dalam disertasi yang berjudul “FUNGSIONALISASI HUKUM PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERDAGANGAN ORGAN TUBUH MANUSIA
KHUSUSNYA
GINJAL
UNTUK
KEPENTINGAN
TRANSPLANTASI” karya DR. dr. Trini Handayani, S.H., M.H. dari Universitas Islam Bandung tahun 2010. Titik berat disertasi ini lebih difokuskan secara khusus pada perbuatan perdagangan organ tubuh manusia khususnya ginjal. Penekanan terhadap transplantasi ginjal sangat diutamakan dengan segala modus perdagangan organ (ginjal) yang terjadi dan dikaji dari sisi fungsi analisasi hukum pidana. Berbeda dengan substansi maupun fokus penulisan disertasi dari penulis yang
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
20
melihat transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia secara mendasar, khususnya dari aspek filosofi pengaturan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia beserta aspek kebijakan penalnya. Hukum pidana tidak hanya dilihat dari segi fungsi, tetapi lebih mendasar pada aspek filosofi, yaitu seberapa besar kepentingan hukum yang hendak dilindungi dengan adanya pengaturan hukum pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia di Indonesia. Selain itu tujuan pemidanaan secara hakiki apakah sesuai dengan tujuan pengaturan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia secara umum di Indonesia. Penulis tidak hanya memfokuskan pada perdagangan organ ginjal semata, melainkan lebih luas lagi, yaitu hati dan kornea mata yang merepresentasi praktik transplantasi organ tubuh lainnya di Indonesia. Selain itu juga terdapat Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Bedah dari Usul Majadi Sinaga berjudul “Peran Dan Tanggungjawab Dalam masalah Pengadaan Donor Organ Manusia”23. Namun secara substansial, baik pidato pengukuhan tersebut maupun penulisan-penulisan ilmiah lainnya, semuanya banyak membahas aspek medis, kalaupun terkait masalah hukum, hanya sebatas pada aspek medico legal (hukum kesehatan) saja. Beberapa penulisan hukum terkait transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia hanya membahas persoalan hukum secara umum diantaranya transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh terpidana mati. Penelitian terbanyak terkait masalah tersebut adalah masalah etika, 23
Usul Majadi Sinaga, “Peran Dan Tanggungjawab Masyarakat Dalam Masalah Pengadaan Donor Organ Manusia”, disampaikan dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Bedah pada Facultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan, 28 Juli 2007.
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
21
moral. dan tanggungjawab maupun perlindungan hukum dokter dalam pelaksanaan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia. Pokok bahasan dalam penulisan disertasi ini yang membedakan dari penelitian yang pernah ada sebelumnya adalah masalah transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia ditinjau dari perspektif hukum pidana, khususnya dari segi filosofi dan kebijakan penal.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang permasalahan tersebut di atas, dapat dirumuskan pokok permasalahan adalah sebagai berikut: 1.
Filosofi pengaturan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia di Indonesia.
2.
Kebijakan penal terhadap pengaturan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia di Indonesia.
3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan
permasalahan
di atas,
maka tujuan penelitian
disertasi ini adalah: a.
Menganalisis dan menemukan filosofi pengaturan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia berdasarkan hukum positif yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
22
Tahun 1945, Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta peraturan-peraturan lain di bawah Undang-Undang, yaitu Peraturan Pemerintah tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta transplantasi alat dan/atau jaringan tubuh manusia sebagai suatu sistim pidana di Indonesia. b.
Menganalisis dan menemukan suatu formulasi dibidang transplantasi organ atau jaringan tubuh manusia berdasarkan aspek hukum pidana, khususnya dari sisi tujuan pemidanaan agar memperoleh suatu model perumusan aturan yang komprehensif dan mendatangkan kemanfaatan, baik secara teoritis maupun praktis dalam kerangka kebijakan penal di Indonesia.
4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis. 1. Manfaat Teroritis a. Melakukan evaluasi terhadap filosofi pengaturan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia guna kepentingan formulasi dan penetapan, serta pengaturan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia berdasarkan aspek hukum pidana. b. Membangun kontruksi hukum yang berkeadilan dan mengandung unsur kepastian hukum terhadap perlindungan hak-hak korban transplantasi organ
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
23
dan/atau jaringan tubuh manusia melalui suatu kebijakan penal di masa mendatang. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan suatu rekomendasi, baik secara teoritis maupun yuridis tentang pentingnya melakukan evaluasi serta pengaturan melalui sebuah naskah akademik untuk menyusun suatu perubahan mendasar dan fundamental melalui amandemen atau melahirkan suatu peraturan perundang-undangan baru dan bersifat khusus (Lex Specialis) dalam sistim hukum pidana yang terkait dengan pelaksanaan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia di Indonesia. b. Memberikan suatu kontribusi pemikiran kepada Pemerintah dan masyarakat, baik yang bergelut langsung dengan masalah kesehatan/medis maupun para penderita penyakit kronik yang mengharuskan sekaligus membutuhkan penyembuhan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia tentang perlunya suatu upaya pengaturan sistim hukum pidana yang tepat, efektif serta bernuansa keadilan dan kepastian hukum yang bersubstansi pada perlindungan hak-hak korban dalam ius constituendum.
5. Metode Penelitian
a.
Tipe penelitian Sebagai penelitian yang bersifat dan memiliki karakter khusus, yaitu sebuah penelitian hukum, maka peneliti berupaya menemukan aturan – aturan hukum,
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
24
prinsip – prinsip hukum, maupun doktrin – doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian yang bersifat yuridis normatif dilakukan guna menghasilkan argumentasi, teori, atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dalam penelitian ini terdapat berbagai isu hukum yang secara rinci terangkum dalam rumusan masalah yang nantinya akan dikaji dan dianalisis dengan berbagai pendekatan. Tipe penelitian hukum normatif merupakan ciri khas ilmu hukum yang bersifat preskriptif dan bersifat terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum. Berbagai hal tersebut akan nampak dan muncul sebagai ciri dalam penelitian ini disamping berbagai pendekatan sebagai pisau analisa untuk menjawab berbagai isu hukum dan masalah yang muncul dalam penelitian ini. b.
Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Statute Approach, Conceptual Approach, dan Comparative Approach, karena penelitian ini meneliti peraturan perundang-undangan terutama substansi yang berkaitan dengan kebijakan penal transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia. Conceptual Approach yakni pendekatan yang didasarkan pada konsep tentang tindak pidana transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, konsep tentang kebijakan penal serta konsep tentang tujuan, fungsi hukum pidana dan
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
25
pemidanaan. Selain konsep-konsep tersebut, juga akan didasarkan pada doktrin-doktrin yang terkait dengan hukum pidana serta juga kebiasankebiasaan dalam praktek. Sedangkan comparative approach karena penelitian ini menitikberatkan pada kebijakan penal yang lebih baik di masa depan sehingga dibutuhkan studi perbandingan terhadap peraturan perundangundangan terkait transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia di Singapura melalui Human Organ Transplant Act (HOTA)24 sebagai perbandingan hukum. Alasan dipilih Singapura karena negara tersebut merupakan negara yang sangat maju dibidang teknologi medis khususnya berkaitan dengan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh serta memiliki perangkat hukum yang komprehensif sehingga dapat dijadikan sebagai suatu perbandingan. Selain itu, alasan mengapa Singapura dipilih oleh penulis sebagai bahan perbandingan karena Singapura sangat intensif dalam melakukan praktik transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia dan mengedepankan prinsip-prinsip hukum dan kemanusiaan sebagai dasar pengaturan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia dalam hukum positifnya. Selain negara Singapura, bahan perbandingan yang dipilih yaitu aturan hukum tentang transplantasi organ yang ada di Belanda dimana Belanda
telah
memberlakukan
The
Organ
Donation
Act.25
Bahan
perbandingan diambil dari negara Belanda mengingat Belanda memiliki
24
Human Organ Transplant Act diatur di Singapura pertama kali dengan Act 15 of 1987, yang kemudian diamandemen dengan Act 22 of 1998 dan terakhir diamandemen dengan Act 1 of 2004 25
The Organ Donation Act diajukan ke Parlemen Belanda pada tahun 1990. Setelah mengalami pembahasan yang panjang, pada tahun 1996 disahkan dan dinyatakan berlaku sejak September 1998.
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
26
kesamaan sistem hukum dengan di Indonesia. Selain itu juga dikemukakan aturan hukum di Amerika Serikat sebagaimana tercantum dalam The Uniform Anatomical Gift Act (UAGA). c.
Bahan hukum Di dalam penelitian ini, bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang bersifat autoritatif atau mempunyai otoritas yang meliputi berbagai aturan hukum yang berkaitan yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, KUHP, Undang-Undang Kesehatan, UndangUndang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan beberapa peraturan-peraturan lain dibawah Undang-Undang yang relevan dengan penelitian ini, baik Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri terkait berbagai instrumen internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Bahan hukum sekunder adalah semua dokumen yang menyangkut publikasi hukum namun bukan merupakan dokumen resmi yang diperoleh dari buku teks, teoriteori, doktrin-doktrin dan literatur hukum maupun di luar hukum yang menunjang penelitian ini.
6. Sistematika Penulisan
Laporan penelitian ini terdiri dari 5 (lima) bab, dan tiap-tiap bab terdiri dari beberapa sub bab.
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
27
Bab I, Pendahuluan. Dalam bab ini dideskripsikan tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk dibidang kesehatan dengan maraknya praktik transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia, yang tidak diimbangi dengan formulasi hukum yang tepat dan komprehensif. Hukum positif yang ada ternyata banyak menimbulkan permasalahan karena ketidakjelasan pengaturan serta berbenturan dengan berbagai prinsip dan tujuan pemidanaan sehingga sulit diterapkan dalam praktik sehari-hari. Dalam bab ini juga disampaikan rumusan masalah yang terdiri dari 2 (dua) masalah pokok, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, sampai pada sistematika penulisan. Bab II, Pembahasan mengenai filosofi pengaturan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia di dalamnya akan dibahas secara mendalam mengenai aspek kemanusiaan dan hak asasi manusia dalam transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia termasuk mengenai hakikat tentang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia serta pembahasan dari norma etika, norma agama dan norma hukum. Setelah itu akan dibahas tentang perkembangan pengaturan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia dalam hukum positif di Indonesia. Pembahasan ini akan dimulai dari pengaturan dalam UUD 1945 sebagai landasan konstitusional, peraturan perundang-undangan tentang kesehatan, pengaturan dalam perspektif Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Bab III, Pembahasan mengenai pengaturan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia yang di dalamnya dibahas pada sub bab kesatu yaitu karakteristik tindak pidana dibidang transplantasi organ
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
28
dan/atau jaringan tubuh manusia. Pada sub bab kesatu tersebut akan dibahas secara mendalam tentang identifikasi tindak pidana terkait dengan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia. Setelah itu pada sub bab kedua akan dibahas tentang landasan pengaturan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia yang meliputi dua bagian. Pada bagian pertama akan dikemukakan tentang asas-asas hukum pidana sebagai dasar pengaturan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia, sedangkan pada bagian kedua akan dikemukakan tentang fungsi dan tujuan pengaturan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia. Bab IV akan membahas tentang kebijakan penal terhadap pengaturan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia yang di dalamnya akan terbagi dalam 3 sub bab. Pada sub bab pertama akan menguraikan tujuan kebijakan penal terhadap pengaturan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia termasuk pemasalahan fungsi dan tujuan hukum pidana, kebijakan penal sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia. Selain itu juga dibahas pengaturan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia di negara lain sebagai perbandingan hukum. Sebagai akhir pembahasan akan dipaparkan mengenai pengaturan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia sebagai ius constituendum yang secara substansial membahas soal konsep pembaharuan hukum pidana materiil dalam RUU KUHP, perumusan tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, pemidanaan serta konsep restorative justice sebagai upaya perlindungan hukum
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
29
dalam pengaturan tindak pidana dibidang transplantasi organ dan/jaringan tubuh manusia. Bab V, Penutup yang merupakan akhir dari penelitian ini. Dalam bab ini akan terbagi menjadi dua yaitu kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan dalam penulisan ini dan saran yang sekaligus memberikan rekomendasi dari adanya simpulan tersebut.
Desertasi
TRANSPLANTASI ORGAN DAN .....
MARTIN SURYANA