BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum oleh karena hal tersebut perlu adanya suatu aturan hukum yaitu undang-undang untuk mengatur ketertiban negara. Bagir Manan menyatakan agar dalam pembentukan undang-undang dapat menghasilkan suatu undang-undang yang tangguh dan berkualitas, undang-undang tersebut harus berlandaskan pada: pertama, landasan yuridis (juridische gelding) kedua, landasan sosiologis (sociologische gelding) ketiga, landasan filosofis (philosophical gelding).1 Konsep negara Rule of Law merupakan konsep negara yang dianggap paling ideal saat ini, meskipun konsep tersebut dijalankan dengan persepsi yang berbeda-beda. Terhadap istilah “rule of law” ini dalam bahasa Indonesia sering juga diterjemahkan sebagai “supremasi hukum” (supremacy of law) atau “Pemerintahan berdasarkan atas hukum”. Menurut Franz Magnis Suseno2, paham negara hukum berdasarkan keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang baik dan adil. Jadi ada dua unsur dalam paham negara hukum: Pertama bahwa hubungan antara yang memerintah dan yang diperintah tidak berdasarkan kekuasaan, melainkan berdasarkan suatu norma obyektif yang juga mengikat pihak yang memerintah. Kedua bahwa norma obyektif itu, hukum, memenuhi syarat bukan hanya secara formal, melainkan dapat dipertahankan berhadapan dengan idea hukum. Hukum menjadi landasan segenap tindakan negara serta hukum itu sendiri harus baik dan adil. Baik karena sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat dan hukum, dan adil karena maksud dasar segenap hukum adalah keadilan. Dari segi moral politik ada empat alasan utama 1
Bagir Manan, 1994, Dasar-dasar Konstitusional Peraturan Perundang-undangan Nasional, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, h. 13-21. 2 Franz Magnis Suseno, 2001, Etika Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 294.
untuk menuntut agar negara diselenggarakan dan menjalankan tugasnya berdasarkan hukum: (1) kepastian hukum, (2) tuntutan perlakuan yang sama, (3) legitimasi demokratis, dan (4) tuntutan akal budi. Pemerintah dalam negara hukum modern memiliki tugas dan wewenang dimana Pemerintah tidak hanya menjaga keamanan dan ketertiban (rust en order) tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum (bestuurszorg). Untuk melaksanakan tugas ini, Pemerintah mempunyai wewenang dalam bidang pengaturan (regelen atau besluiten van algemeen strekking) yang berbentuk ketetapan (beschikking). Sesuai dengan sifat ketetapan yaitu konkrit, individual dan final maka ketetapan merupakan ujung tombak instrumen hukum dalam penyelenggaraan Pemerintahan. Salah satu wujud dari ketetapan adalah izin dimana izin merupakan instrumen yuridis yang digunakan Pemerintah untuk mengatur masyarakatnya dalam menyelenggarakan Pemerintahan. Fungsi Pemerintah administrasi Negara adalah mewujudkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah dan sebagai pengambil kebijakan untuk menentukan strategi pengelolaan Pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Bagi aparat Pemerintahan daerah (Pemda) memiliki tugas dalam pengelolaan Pemerintahan daerah. Substansi otonomi daerah sangat penting karena reformasi dalam sistem Pemerintahan di daerah tentang pembangunan ekonomi dapat dilihat dalam aspek sistem pengaturan kebijakan, politik dan keuangan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah kota dan kabupaten. Otonomi daerah berperan penting dalam pembagian wewenang yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah yang kemudian di distribusikan lagi kepada instansi yang mempunyai wewenang untuk itu. Dalam Pasal 1 angka 6 UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ditegaskan tentang pengertian otonomi daerah yaitu : “hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Otonomi daerah adalah peralihan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi melalui penyerahan urusan Pemerintahan pusat kepada Pemerintahan daerah yang bersifat operasional. Dalam rangka sistem birokrasi Pemerintahan, tujuan dari otonomi tersebut adalah untuk mencapai efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan publik. Mengenai tujuan yang dicapai dalam penyerahan urusan ini antara lain menumbuh kembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dan meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan.3 HAW.Widjaya mengutip dalam buku karangan Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik yang berjudul Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik yang mengartikan otonomi daerah merupakan :
a. Hak mengurus rumah tangganya sendiri bagi suatu daerah otonom, hak tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan Pemerintahan (pusat) yang diserahkan kepada daerah. b. Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu di luar batas-batas wilayah daerahnya. c. Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya. d. Otonomi daerah tidak membawahi otonomi daerah lain.4 Beralihnya sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi dan untuk meningkatkan pendapatan Pemerintah Daerah muncullah Pasar Tradisional sebagai salah satu tempat yang menampung Usaha Kecil dan Menengah (UKM). UKM merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi 3
HAW.Widjaya, 2004, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta, Raja Grafindo Persada, h. 21-22. 4 Ibid, h.110.
secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Salah satu pasar yang menjadi pendorong roda perekonomian masyarakat adalah Pasar Tradisional. Berdasarkan Pasal 1 angka 7 Peraturan Walikota Denpasar No 9 Tahun 2009 Pasar Tradisional adalah “pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah Daerah, swasta, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah termasuk kerjasama dengan swasta, Tempat usaha pasar tradisional berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar-menawar”. Seiring perkembangan jaman dan ditandatanganinya letter of intent dengan IMF ada diberikan peluang besar kepada investasi asing untuk masuk di Indonesia5. Salah satunya di bidang industri ritel. Sejak saat itu, peritel-peritel asing atau pasar modern mulai berdatangan dan meramaikan industri ritel Indonesia. Pengusaha pasar modern sangat aktif untuk melakukan investasi baik itu dalam skala Hypermarket, Supermarket dan Minimarket. Salah satu contohnya adalah Continent, Carrefour, Hero, Makro, dan Circle K. Begitu juga dengan pengusaha lokal yang membangun usaha Minimarket seperti Indomaret dan Alfamaret, Alfa midi Dan Alfa express. Hadirnya perusahaan tersebut sekarang membebani usaha kecil. Kehadiran Minimarket jelas mengurangi pendapatan pedagang yang selama ini menghidupi keluarga pedagang tradisional. Maraknya perkembangan Minimarket yang buka 24 jam juga berdampak pada menurunnya daya jual pasar tradisional, mengingat barang atau produk yang dijual Minimarket hampir sama dengan produk yang dijual oleh Pasar Tradisional. Hal ini tentunya berdampak buruk juga bagi 5
24.
Harvey David, 2009, Neoliberalisme & Restorasi Kelas Kapitalis, Yokyakarta Resist Book, h.
perkembangan Pasar Tradisional dimana pembeli (konsumen) lebih memilih kenyamanan dan keefisienan waktu yang ditawarkan pada Toko Modern. Dalam mendirikan Minimarket menurut Pasal 9 ayat (4) Keputusan Walikota Denpasar No 188.45/565/HK/2009
Tentang
Petunjuk
Pelaksanaan
dan
Pembinaan
Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Minimarket harus berjarak 0,5 km dari Pasar Tradisional sementara itu dari observasi ditemukan beberapa minimarket berada berdekatan dengan pasar tradisional seperti yang terjadi di wilayah Pasar Sanglah, Krengeng (Asoka), dan Renon, Pasar Tradisional berada bersebelahan dengan Minimarket. Oleh karena hal tersebut, terjadi kesenjangan antara das sollen (Law in Book) dan das sein (law in Action) berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menganalisis secara mendalam, yang hasilnya dituangkan dalam bentuk penelitian dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASAR TRADISIONAL DI KOTA DENPASAR DARI KEBERADAAN MINIMARKET”. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: 1. Bagaimanakah ketentuan tentang penerapan dari peraturan Walikota No 9 Tahun 2009 dari keberadaan Minimarket terhadap Pasar Tradisional di Kota Denpasar ? 2. Bagaimanakah upaya hukum dalam melindungi keberadaan pasar tradisional dari keberadaan Minimarket ? 1.3
Ruang Lingkup Masalah Untuk
menghindari
pembahasan
yang
menyimpang
dan
keluar
dari
permasalahan yang dibahas maka perlu terdapat pembatasan dalam ruang lingkup masalah. Adapun pembatasannya adalah sebagai berikut :
1. Pertama akan membahas mengenai produk hukum yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Kota
Denpasar
mengenai
keberadaan
Mini
Market
dan
penerapannya di lapangan. 2. Kedua akan membahas mengenai upaya hukum dalam melindungi keberadaan pasar tradisional dari keberadaan minimarket. 1.4
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini ada dua, yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun
tujuan tersebut antara lain: 1.4.1 Tujuan umum Secara umum tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum terhadap
pasar tradisional di Kota Denpasar.
Perlindungan hukum yang dibahas adalah terhadap keberadaan minimarket. 1.4.2 Tujuan khusus Adapun tujuan khusus yang menjadi tujuan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui ketentuan dalam produk hukum Pemerintah Kota Denpasar mengenai keberadaan Mini Market terhadap keberadaan Pasar Tradisional dan penerapannya di lapangan. 2. Untuk mengetahui upaya hukum dalam melindungi keberadaan pasar tradisional dari keberadaan minimarket. 1.5
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang di dapat dari penelitian ini yakni terdapat dua manfaat
yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 1.5.1 Secara teoritis Seluruh hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan penelitian selanjutnya
bagi lembaga Fakultas Hukum Universitas Udayana dan sebagai bahan refrensi pada perpustakaan. Selain itu hasil dari penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan pengembangan ilmu hukum Pemerintahan terkait dengan perlindungan pasar tradisional. 1.5.2 Secara Praktis Manfaat Praktis dari penelitian ini adalah keberadaan usaha minimarket di wilayah Kota Denpasar, agar dapat berdiri dan beroperasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu hasil penelitian dapat menjadi pedoman bagi mahasiswa sehingga mengetahui jalannya praktek hukum di masyarakat. 1.6
Landasan Teoritis Sebelum membahas permasalahan dalam skripsi ini secara lebih mendalam,
maka terlebih dahulu akan diuraikan beberapa teori atau landasan-landasan yang dimungkinkan untuk menunjang pembahasan permasalahan yang ada. Dengan adanya teori-teori yang menunjang, diharapkan dapat memperkuat, memperjelas, dan mendukung untuk menyelesaikan permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini adapun teori-teori yang digunakan sebagai pisau analisis permasalahan yang di kemukakan adalah : a)
Teori Negara Hukum Negara Republik Indonesia menganut prinsip negara hukum kesejahteraan. Hal
ini dapat kita lihat dari alinea keempat Pembukaan Undang–Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang menyatakan bahwa negara Indonesia berdasarkan kedaulatan rakyat dengan bersumber pada Pancasila turut serta dalam meningkatkan kecerdasan bangsa, mensejahterakan rakyat dan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Prinsip mensejahterakan rakyat kemudian diuraikan dalam Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29 UUD NRI
1945 (setelah amandemen). Sebagai negara hukum kesejahteraan maka ada beberapa unsur-unsur : 1. Adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. 2. Adanya pembagian kekuasaan. 3. Pemerintahan dijalankan berdasarkan undang-undang. 4. Adanya Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam UUD NRI 1945 Pasca Amandemen Pasal 1 ditambahkan dengan satu ayat yang berbunyi: “(3) Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Paham tentang Hukum dan Negara Hukum berasal dari abad ke-18 yang menganggap Hukum identik dengan undang-undang dan kodifikasi. Karena itu, paham “Negara Hukum” di abad itu diartikan sebagai negara yang berdasarkan undang-undang, yang mengikat baik warga negara maupun Pemerintah dan Penguasa. Tetapi di abad ke-20 paham Negara Hukum seperti itu sudah dirasakan terlalu sempit, karena membuat “Hukum” menjadi Undang-undang atau peraturan perundang-undangan semata, yang seringkali menghapus unsur kepatutan dan keadilan. Karena itu di abad ke-20 Negara Hukum diartikan sebagai negara yang sistem hukum dan penyelenggaraan negara tidak hanya memelihara ketertiban dan keamanan, tetapi juga karena itu suatu Negara Hukum di abad ke-20 diukur berdasarkan tingkat kesejahteraan masyarakat pada umumnya di negara itu.
6
Sayang sekali, walaupun bangsa-bangsa yang lain sudah lama
meninggalkan paham yang legalistik-sempit dari abad ke-18 ini, ternyata banyak Sarjana Hukum Indonesia, anggota DPR, para hakim dan para pemimpin-pemimpin bangsa, hingga saat ini masih terus menggunakan paham yang sempit, yang lahir dari Revolusi Perancis, ketika dianggap bahwa unifikasi dan kodifikasi hukum yang dibuat
6
Sunaryati Hartono,2010, Ombudsman, Lembaga Negara Ombudsman, Jakarta, h. 11.
oleh rakyat di Parlemen merupakan jaminan akan kepastian hukum dan keadilan bagi semua orang/penduduk. Perjalanan sejarah politik dan sejarah hukum pada abad ke-19 dan 20 menunjukkan, bahwa paham sempit yang formal dan teknis-yuridis ini justru membawa masyarakat semakin jauh dari keadilan Itulah saatnya paham Negara Hukum mulai dikaitkan dengan kewajiban Negara untuk membawa keadilan dan kesejahteraan, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD NRI 1945 kita. Mulailah paham Negara Hukum dikaitkan dengan kewajiban negara untuk meningkatkan Kesejahteraan dan Keadilan, sehingga Negara Hukum sekaligus juga harus merupakan Negara Kesejahteraan (Welfare State). Paham Welfare State itu membebani lembaga-lembaga Pemerintah dengan semakin banyak kewajiban untuk menyediakan berbagai kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, pendidikan, kesehatan dan berbagai kemudahan yang diperlukan dibutuhkan oleh warga masyarakat. Timbullah berbagai lembaga, dewan dan panitia, sehingga kekuasaan Eksekutif menjadi semakin besar, luas dan berkuasa. Bagaimana pun berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan oleh anggota masyarakat itu tidak mungkin lagi dapat diperolehnya, tanpa bantuan dan penyediaan yang disediakan oleh lembaga Eksekutif itu.
b)
Teori Perlindungan Hukum Menurut Satjipto Raharjo, Teori perlindungan hukum bahwa hukum bertujuan
mengintegrasikan dam mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalulintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain
pihak. 7 Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan Pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat. Menurut Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat merupakan tindakan Pemerintah yang bersifat preventif dan resprensif.8 Perlindungan Hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan Pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan perlindungan yang resprensif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan. Menurut Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra bahwa hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga predektif dan antipatif.9 Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif maupun dalam bentuk yang bersifat represif, baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum. Hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. 7
Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum Bandung, PT Citra Aditya Bakti, h. 53. Phillipus M Hadjon,1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia Surabaya, PT Bina Ilmu, h. 2. 9 Lili Rasjidi dan I B Wyasa Putra, 1993, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung, Remaja Rusdakarya, h. 118. 8
c)
Teori Hukum Perizinan Menurut Juniarso Ridwan mengutip buku Ateng Syafrudin mengatakan, izin
bertujuan dan berarti menghilangkan halangan di mana hal yang dilarang menjadi boleh. Penolakan atas permohonan izin memerlukan perumusan limitatif. Kemudian Asep Warlan Yusuf mengatakan bahwa izin sebagai suatu instrumen Pemerintah yang bersifat yuridis preventif, yang digunakan sebagai sarana hukum administrasi untuk mengendalikan perilaku masyarakat10. Sejalan dengan hal tersebut, Juniarso Ridwan mengutip buku Ateng Syafrudin Ateng Syafrudin membedakan perizinan menjadi empat macam :11 a) Izin, bertujuan dan berarti menghilangkan halangan; hal dilarang menjadi boleh penolakan atas permohonan izin memerlukan perumusan yang limitatif. b) Dispensasi, bertujuan untuk menembus rintangan yang sebenarnya secara formal tidak diizinkan, jadi dispensasi hal yang khusus. c) Lisensi, adalah izin yang memberikan hal untuk menyelenggarakan suatu perusahaan. d) Konsesi, merupakan suatu izin sehubungan dengan pekerjaan besar berkenaan dengan kepentingan umum yang seharusnya menjadi tugas Pemerintah, namun oleh Pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya kepada pemegang izin yang bukan pejabat Pemerintah. Bentuknya dapat berupa kontraktual, atau bentuk kombinasi atau lisensi dengan pemberian status tertentu dengan hak dan kewajiban serta syarat-syarat tertentu. Izin di sini dimaksudkan untuk menciptakan kegiatan yang positif terhadap aktivitas pembangunan. Suatu izin yang dikeluarkan Pemerintah dimaksudkan untuk memberikan keadaan yang tertib dan aman sehingga yang menjadi tujuannya akan 10
Juniarso Ridwan, 2010, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung, h. 31. 11 Ibid.
sesuai dengan yang menjadi peruntukannya pula. Dalam hal ini Juniarso Ridwan memberi pengertian tentang izin yaitu :12 ”Izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam hal kontrol berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan perundangundangan yang berlaku.” Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa izin adalah perangkat hukum administrasi yang digunakan Pemerintah untuk mengendalikan warganya agar berjalan dengan teratur dan untuk tujuan ini diperlukan perangkat administrasi.
e) Teori Penegakan Hukum Menurut Soekanto inti dari penegakan hukum adalah keserasian hubungan antara nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan berwujud dengan perilaku sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut dikatakan bahwa penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundangundangan, walaupun kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian.13 Sedangkan, Satjipto Rahardjo menjelaskan bahwa hakekat dari penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan atau ide-ide hukum menjadi kenyataan. Keinginan-keinginan hukum adalah pikiran-pikiran badan pembentuk undang-undang yang berupa ide atau konsep-konsep tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial yang dirumuskan dalam peraturan hukum itu.14
12
Ibid. 13 Soerjono Soekanto, 2005, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo, Jakarta, h. 5. 14 Satjipto Rahardjo, 2000, Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru, h. 15.
Berdasarkan
penjelasan-penjelasan
diatas
dapatlah
ditarik
kesimpulan
sementara, bahwa masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktorfaktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut15: 1. Faktor hukumnya sendiri, yaitu faktor dari undang-undangnya; 2. Faktor penegak hukum, yakni para pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum; 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup; Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolok ukur daripada efektivitas penegakan hukum. 1.7 Metode Penelitian Metode penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni. Oleh karena itu, penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten.16 Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.7.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam membahas masalah ini adalah penelitian hukum empiris yang beranjak dari kesenjangan antara das sollen (Law in Book) dan das sein (law in Action) terkait dengan pelaksanaan Pasal 9 ayat (4) Keputusan Walikota Denpasar No 188.45/565/HK/2009 Minimarket harus berjarak 0,5 km dari Pasar Tradisional. Menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum empiris atau
15
Soerjono Soekanto, op. cit, h. 8. H. Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 17.
16
sosiologis, yang terdiri dari penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektivitas hukum.17
1.7.2 Jenis Pendekatan Dalam penelitian ada beberapa jenis pendekatan, yaitu pendekatan perundangundangan (the statue approach), pendekatam kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan konseptual (analitical conceptual approach), pendekatan fakta (fact approach), dan pendekatan perbandingan (comparatif approach).18 Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan fakta (fact approach), pendekatan perundang-undangan (the statue approach) dan pendekatan konseptual (analitical conceptual approach). Pendekatan fakta dilakukan dengan mengkaji implementasi dari peraturan perundang-undangan terhadap fakta yang terjadi di lapangan, pendekatan perundang-undangan digunakan karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam penelitian ini19, dan pendekatan konseptual kenapa peraturan-peraturan itu bisa terbentuk. 1.7.3 Sifat Penelitian Penulis merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara tepat, keadaan, gejala untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam penelitian ini dirujuk teori-teori, ketentuan peraturan, norma-norma hukum, karya tulis yang dimuat baik dalam 17
Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia,
h. 51.
18
Jakarta,
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Primada Media, Jakarta, h. 97. Ibrahim Johnny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, h. 302 19
literatur maupun jurnal, doktrin, serta laporan penelitian terdahulu. Penelitian deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan realita dari adanya peraturan mengenai perlindungan pasar tradisional. 1.7.3 Data dan Sumber Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu baik dari responden maupun dari informan20 dari Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu & Penanaman Modal Kota Denpasar dan dinas yang terkait. Data Sekunder adalah suatu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum. Adapun data sekunder yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif) yang terdiri dari (a) peraturan perundang-undangan, (b) catatan-catatan resmi atau risalah pembuatan suatu peraturan perundang-undangan, dan (c) putusan hakim.21 Adapun bahan-bahan hukum yang digunakan adalah: -
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
-
Undang-Undang No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
-
Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
-
Peraturan Presiden No 112 Tahun 2007 Tentang Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern
20
Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 69. 21 H. Zainuddin Ali I, op cit, h. 47.
-
Peraturan Walikota Denpasar No 9 Tahun 2009 Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, Dan Toko Modern
-
Keputusan Walikota Denpasar No 188.45/565/HK/2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum. Adapun bahan hukum sekunder yang digunakan adalah buku-buku tentang negara hukum, buku-buku hukum administrasi negara dan buku-buku hukum perizinan dan buku penunjang lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), dan ensiklopedia. Adapun bahan hukum tertier yang digunakan adalah kamus hukum, majalah dan artikel-artikel dari internet.
1.7.4 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian hukum empiris dikenal teknik–teknik untuk mengumpulkan data yaitu studi dokumen, wawancara, observasi, dan penyebaran quisioner/angket. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: a. Teknik studi dokumen
Studi dokumen merupakan langkah awal dari setiap penelitian hukum (baik normatif maupun empiris), karena penelitian hukum selalu bertolak dari premis normatif. b. Teknik wawancara (interview) Menurut M. Mochtar 22 , teknik wawancara adalah teknik atau metode memperoleh informasi untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan Tanya jawab secara langsung (tatap muka), antara pewawancara dengan responden. Selain dengan cara tatap muka wawancara juga akan dilakukan secara tidak langsung dengan telepon atau surat dengan para responden. Informasi yang di di peroleh dalam penulisan Skripsi ini adalah melalui wawancara dengan Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu & Penanaman Modal Kota Denpasar dan Kepala bidang Penegakan Perundang–undangan Daerah Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar. c. Teknik observasi/pengamatan Teknik observasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu teknik observasi langsung dan teknik observasi tidak langsung. Sedangkan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi langsung dimana dalam pengumpulan data peneliti mengadakan pengamatan secara langsung atau tanpa alat terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki baik pengamatan dilakukan dalam situasi buatan, yang khusus diadakan. 1.7.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Keseluruhan data yang diperoleh dan sudah terkumpul baik melalui studi dokumen, wawancara, ataupun dengan observasi kemudian di olah dan di analisis secara kualitatif yaitu dengan menghubungkan antara data yang ada yang berkaitan 22
M Mochtar, 1998, Pengantar Metodologi Penelitian, Sinar Karya Dharma IIP,
78.
Jakarta, h.
dengan pembahasan dan selanjutnya disajikan secara deskriptif analisis. Data yang telah rampung tadi dipaparkan dengan disertai analisis sesuai dengan peraturan perundang-undangan teori yang terdapat pada buku-buku literatur guna mendapatkan kesimpulan sebagai akhir dari penulisan skripsi ini.