BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Menurut World Health Organization remaja merupakan mereka yang berada pada tahap transisi antara anak-anak dan dewasa pada rentang usia 10-19 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) rentang usia yang dikatakan remaja yakni 10-24 tahun dan belum menikah. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 237.641.326 jiwa dan khusus pulau Jawa yang luasnya 6,8 persen dihuni oleh 57,5 persen penduduk (BPS, 2010). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jawa Tengah tahun 2015 jumlah penduduk menurut kelompok umur 10-14 tahun dengan total 2.792.672 jiwa, jenis kelamin perempuan sebanyak 1.368.808 jiwa dan 1.431.864 jiwa laki-laki. Kelompok umur 15-19 tahun berjumlah 2.836.471 jiwa dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 1.378.658 jiwa dan laki-laki 1.457.813 jiwa (BPS, 2015). Permasalahan yang dialami oleh remaja berhubungan dengan masa tumbuh kembangnya yang paling menonjol yaitu permasalahan seputar TRIAD KRR (Seksualitas, HIV dan AIDS serta Napza) (BKKBN, 2012). Di seluruh dunia pada tahun 2013 ada 35 juta orang hidup dengan HIV yang meliputi 16 juta perempuan dan 3,2 juta anak berusia <15 tahun. Jumlah infeksi baru HIV pada tahun 2013 sebesar 2,3 juta yang terdiri dari
1
1,9 juta dewasa dan 240.000 anak usia < 15 tahun. Jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 1,5 juta, sebanyak 1,3 juta dewasa dan 190.000 anak berusia <15 tahun. HIV AIDS sudah menyebar di 386 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah kumulatif kasus infeksi HIV yang dilaporkan sejak tahun 1987 sampai dengan bulan September tahun 2014 sebanyak 150.296 orang dan jumlah kumulatif kasus AIDS
sebanyak
55.799 orang (Kemenkes, 2014). Untuk penemuan kasus infeksi HIV di Provinsi Jawa Tengah tahun 2014 sebanyak 1.399 kasus dan tahun 2013 yaitu sebesar 1.219 kasus. Sedangkan untuk kasus AIDS yang dilaporkan pada tahun 2014 sebanyak 1.081 kasus, dan tahun 2013 hanya 1.063 kasus yang dilaporkan (Dinkes Jateng, 2014). Penemuan kasus baru HIV/AIDS di Kabupaten Boyolali pada tahun 2012 sebanyak 20 kasus dengan angka Prevalen sebesar 90/1.000 penduduk. Sedangkan pada tahun 2013 sebesar 36 kasus dengan angka prevalen sebesar 161/1.000 penduduk dan di tahun 2014 sebanyak 73 kasus dengan angka prevalen sebesar 327/1.000 penduduk. Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
BNN
bekerjasama dengan Puslitkes-UI tahun 2015 mendapatkan angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba berada dikisaran 2,2% atau sekitar 4.098.029 orang dari total penduduk Indonesia usia 10-59 tahun. Di bandingkan dengan hasil penelitian tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 0,02% (BNN, 2015). Jenis Narkoba yang banyak disalahgunakan diantaranya ganja, shabu, dan ekstasi, semua jenis Narkoba tersebut
2
populer di kalangan pelajar/mahasiswa, pekerja, dan rumah tangga (BNN, 2014).
Selain
permasalahan
penyalahgunaan
Narkoba
ada
juga
permasalahan seksualitas yang di hadapi oleh remaja saat ini. Terdapat 2% wanita dan 3% pria kawin umur 15-24 tahun telah melakukan hubungan seksual sebelum umur 15 tahun. Kemudian 16% wanita dan pria kawin umur 18-24 tahun pernah melakukan hubungan seksual sebelum umur 18 tahun (BPS dkk, 2013). Berdasarkan Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Pasal 48 ayat (1b) menyebutkan bahwa peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan, konseling dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga, BKKBN mengembangkan Program Generasi Berencana (GenRe) bagi Remaja melalui wadah Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-Remaja). Keberadaan program PIK-R ini sangat berguna untuk meningkatkan status kesehatan reproduksi melalui pemberian informasi, pelayanan konseling, rujukan pelayanan medis, pendidikan kecakapan hidup (life skills education), serta kegiatan penunjang lainnya (BKKBN, 2012). Tahun 2016 Indonesia mempunyai 23.494 PIK-R/M, sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah total PIK-R/M yang ada sampai tahun 2016 sebanyak 1.979. Terdiri dari PIK-R/M yang ada di sekolah umum maupun agama terbentuk sebanyak 1.006, di Perguruan tinggi terbentuk 51 PIK-M, pada organisasi keagamaan terbentuk sebanyak 181, dan yang terakhir di LSM/Organisasi kepemudaan terbentuk sebanyak 741
3
(BKKBN, 2016). Hingga saat ini di Kabupaten Boyolali sudah terbentuk 4 PIK-R, dua diantaranya ada di Sekolah Menengah Pertama (SMP), satu ada di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan yang satu ada di Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurut Ayu (2013), menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan remaja putri dengan perilaku kesehatan reproduksi dengan (p=0,021), dan ada hubungan antara sikap remaja putri dengan perilaku kesehatan reproduksi dengan (p=0,007). Sejalan dengan penelitian Karudeng (2012) bahwa ada pengaruh promosi kesehatan reproduksi remaja terhadap pengetahuan dan sikap siswa SMP Negeri 08 Bitung. Penelitian diatas tidak sejalan dengan Teguh dkk (2013) yang memaparkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksualitas dengan perilaku seksual pranikah (p=0,714), sikap (p=0,432). Sejalan hasil penelitian Pranoto (2009) tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku seksual remaja (p=0,103). Setelah dilakukan survei pendahuluan di sekolah yang menerapkan PIK-R yaitu SMP N 2 Mojosongo dengan mewawancarai kepala sekolah, guru BK (Bimbingan Konseling), dan 10 siswa mendapatkan hasil bahwa 9 dari 10 siswa mengaku sudah pernah berpacaran dan 1 belum pernah berpacaran. Di sekolah tersebut terdapat perilaku pacaran yang merupakan salah satu perilaku menyimpang di kalangan remaja. Bahkan pernah ada kejadian siswa yang pacaran sedang melakukan ciuman dengan
4
pasangannya di kamar mandi sekolah. Perilaku menyimpang lainnya yang terjadi di lingkungan sekolah yakni kepemilikan video porno yang ada di dalam gadget siswa SMP dan diketahui oleh guru BK. Sepuluh orang siswa yang menjadi responden juga mengaku bahwa mereka mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi dari media sosial karena rata-rata dari mereka mempunyai media sosial. Guru BK juga menjelaskan bahwa selama ini belum pernah ada siswa yang dikeluarkan akibat permasalahan perilaku menyimpang yang dilakukan di lingkungan sekolah. Meskipun sudah terdapat PIK-R (Pusat Informasi dan Konseling Remaja) namun perilaku menyimpang masih sering dilakukan oleh siswa di SMP tersebut. Kemudian peneliti juga mencoba melakukan survei pendahuluan ke sekolah yang tidak menerapkan PIK-R yaitu SMP N 4 Mojosongo yang letaknya tidak begitu jauh dari SMP N 2 Mojosongo. Saat mewawancarai seorang guru BK, beliau menuturkan untuk pengetahuan siswanya tentang kesehatan reproduksi didapatkan dari mata pelajaran biologi dan penyuluhan yang dilakukan oleh Puskesmas setempat dalam kurun waktu satu tahun sekali saja. Siswa di SMP N 4 Mojosongo juga tidak ada yang dikeluarkan akibat kasus kenakalan remaja misal kehamilan yang tidak diinginkan ataupun miras. Ada siswa yang keluar dari SMP tersebut dengan alasan mengikuti pindah dinas orang tua. Dari informasi tersebut menjelaskan bahwa hampir tidak ada siswa yang melakukan kenakalan remaja yang sudah masuk dalam perilaku menyimpang di sekolah tersebut.
5
Peneliti juga memperoleh informasi BP3KAB bidang Kesehatan Reproduksi bahwa sebelumnya belum pernah ada penelitian yang membahas mengenai PIK-R/M di Kabupaten Boyolali. Hal ini membuat peneliti semakin tertarik untuk meneliti terkait dengan perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap siswa SMP tentang kesehatan reproduksi di SMP yang menerapkan PIK-R dan tidak menerapkan PIK-R.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka
rumusan
masalahnya adalah apakah ada perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap siswa SMP tentang kesehatan reproduksi di SMP yang menerapkan PIK-R dan tidak menerapkan PIK-R?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap siswa SMP tentang kesehatan reproduksi di SMP yang menerapkan PIK-R dan tidak menerapkan PIK-R. 2. Tujuan Khusus a. Menganalisis karateristik responden di sekolah yang sudah menerapkan PIK-R dan yang tidak menerapkan PIK-R.
6
b. Menganalisis perbedaan tingkat pengetahuan siswa SMP yang ada di sekolah yang sudah menerapkan PIK-R maupun yang tidak menerapkan PIK-R. c. Menganalisis perbedaan sikap siswa SMP yang ada di sekolah yang sudah menerapkan PIK-R maupun yang tidak menerapkan PIK-R.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi DP2KBP3A Boyolali Hasil penelitian ini sebagai bahan masukan dalam merumuskan program demi pengembangan upaya program promosi kesehatan pada siswa SMP. 2. Bagi Sekolah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada sekolah mengenai tingkat pengetahuan dan sikap siswanya baik yang ada di SMP yang menerapkan PIK-R maupun yang tidak menerapkan PIK-R. 3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Penelitian
ini
dapat
menambah
wawasan
dalam
upaya
meningkatkan kualitas mahasiswa dan menambah kepustakaan tentang Kesehatan Reproduksi.
7
4. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi dan acuan bagi peneliti lain untuk melakukan pengembangan penelitian selanjutnya serta sebagai masukan bagi pihak lain yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
8