BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam penelitian saya ini, saya akan memfokuskan penelitian pada relasi kekuasaan antara Eksekutif dan Legislatif dalam sistem presidensialisme pada pemerintahan SBY-JK. Masalah ini sangat menarik untuk diteliti karena melihat perkembangan sistem politik dan konstitusi Negara Indonesia sudah sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Sebelum jatuhnya Soeharto dan terjadinya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 kekuasaan sangat besar dimiliki eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945 adalah executive heavy yakni kekuasaan dominan berada di tangan Presiden dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif. Konstitusi memberi ruang bagi Presiden untuk sekaligus menjalankan kekuasaan legislatif (pembuat undang-undang) dan kekuasaan eksekutif (yang menjalankan undang-undang). Akibatnya bisa dilihat, selama hampir 32 tahun (19661998) Presiden dalam era Orde Baru menjadi penguasa “tangan besi”. Seluruh sabdanya menjadi perintah yang harus dijalankan tanpa ada bantahan, rakyat dibungkam, siapa yang coba membantah apalagi mengkoreksi perintahnya hanya akan tinggal nama belaka. 1 Presiden sebagai sentral dari kekuasaan. Di bidang legislasi misalnya, presiden memiliki kewenangan yang cukup besar, sementara DPR hanya sebagai lembaga yang menyetujui legislasi yang diajukan presiden.
1
http://hifdzil.wordpress.com/2008/09/08/studi-hubungan-legislatif-dengan-eksekutif/
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi hal itu berakhir sejalan dengan reformasi yang digelorakan para mahasiswa dan kelompok masyarakat. Gerakan ini menandai terjadinya reformasi politik Indonesia yang selama 32 tahun sangat buruk. Gerakan reformasi yang mengakibatkan jatuhnya rezim otoriter Orde Baru yang ditandai dengan pernyataan pengunduran diri Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 memberi peluang bagi bangsa Indonesia untuk menata kembali kehidupan politik, ekonomi dan hukum ke arah yang lebih terbuka, adil dan demokratis. Kebutuhan akan suatu tatanan kehidupan baru tersebut kemudian di suarakan para mahasiswa melalui aksi-aksi demonstrasi menuntut suatu reformasi yang bersifat total dan menyeluruh. Di bidang politik tuntutan itu adalah suatu sitem politik demokratis di datu pihak dan pemerintahan yang bersih dari praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme di pihak lain. 2 Ada beberapa prestasi besar yang dicapai gerakan reformasi Indonesia, terutama di bidang politik dan ketatanegaraan. Reformasi ini dilakukan dengan keberhasilan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia melakukan amandemen
Undang-Undang Dasar 1945 yang selama Orde Baru disakeralkan.
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 ini telah membuka peluang bagi ditatanya kembali sistem politik ke arah yang lebih demokratis dengan menjunjung supremasi hukum dan kedaulatan rakyat. 3 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dengan semangat kenegarawanan melalui tahapan dan pembahasan yang mendalam telah melakukan perubahan terhadap pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 sebanyak empat kali. Perubahan pertama Undang-Undang Dasar 1945 diputuskan dalam Rapat Paripurna 2
Syamsuddinn Haris. Konflik Presiden-DPR dan Dilema Transisi Demokrasi Di Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007, hal. 1 3 Budi Winarno. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi. Yogyakarta: MedPress, 2008, hal. 55
Universitas Sumatera Utara
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-12 tanggal 19 Oktober 1999 Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Perubahan
kedua Undang-Undang Dasar 1945 diputuskan pada Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tanggal 18 Agustus 2000. perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945 diputuskan pada Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-7 tanggal 9 November 2001 Sidang Tahunan MPR RI. Perubahan keempat diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Pemusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-6 tanggal 10 Agustus 2002 Sidang Tahunana MPR RI. 4 Dari empat kali perubahan yang telah dilakukan, dapat di kelompokkan sebagai berikut : 1. Perubahan yang bersifat peralihan kekuasaan. Misalnya peralihan kekuasaan membentuk undang-undang dari Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Perubahan yang bersifat penegasan pembatasan kekuasaan. Misalnya Presiden dan Wakil presiden hanya dapat memangku jabatan paling lama dua kali masa jabatan berturut-turut. 3. Perubahan yang bersifat pengimbangan kekuasaan. Misalnya, hal yang berkaitan dengan pemberian amnesti, abolisi, pengangkatan duta dan penerimaan perwakilan Negara asing harus mengindahkan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat. 4. Perubahan yang bersifat rincian atau penegasan ketentuan yang sudah ada. 5. Perubahan yang bersifat tambahan sebagai sesuatu yang baru.
4
Baca Sekretarian Jenderal MPR RI. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2006
Universitas Sumatera Utara
6. Perubahan yang bersifat meniadakan yang tidak perlu. 7. Perubahan yang bersifat membangun paradigma baru. 5 Kita seharusnya tahu seberapa pentingkah persoalan relasi kekuasaan antara Legislatif dan Eksekutif, kerjasama dan konsolidasi antara dua lembaga Negara tersebut. Setelah jatunya rezim Soeharto dan terjadi amandemen Undang-Undang Dasar 1945 hubungan anatara Eksekutif dan Legislatif sangat dinamis. Namun kemudian, tidak serta-merta kejatuhan rezim tersebut dan perubahan UUD 1945 ini membuat penyelenggaraan kekuasaan negara menjadi lebih baik. Semula sebelum jatunya rezim Soeharto kekuasaan negara cenderung bersifat executive heavy, setelah jatunya Soeharto dan UUD 1945 diamandemen kekuasaan negara cenderung berubah menjadi legislative heavy. Lembaga perwakilan (DPR) seakan menumpahkan seluruh dendam dan serapahnya karena hampir 32 tahun (1966-1998) dikekang dan berada dibawah komando eksekutif (Presiden). Sekilas legislative heavy tersebut diakomodir ke dalam perubahan UUD 1945. sebelumnya dalam UUD 1945, kewenangan DPR hanya pada tataran memberikan persetujuan pada rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden (Pasal 20 ayat (1) UUD 1945), sekarang dalam UUD NRI 1945, kewenangan DPR menjadi berlipat. Mulai dari kewenangan kekuasaan membentuk undang-undang (Pasal 20 ayat (1) UUD NRI 1945) sampai “memaksa” Presiden untuk menyetujui pemberlakuan undang-undang dengan atau tanpa pengesahan dari Presiden (Pasal 20 ayat (5) UUD NRI 1945). 6 Setelah rezim pemerintahan Soeharto jatuh, sangat banyak sekali hak interpelasi maupun hak angket
5 6
yang digunakan Legislatif untuk mengkritisi
Bagir Manan. Perkembangan UUD 1945. Yogyakarta: FH UII Press, 2004, hal. 92-94 http://hifdzil.wordpress.com/2008/09/08/...op cit.
Universitas Sumatera Utara
kebijakan yang di buat pemerintah. Kekuasaan semakin terpusat pada lembaga DPR. Demikian halnya dalam pembentukan UU tidak terjadi keseimbangan kekuasaan. DPR mempunyai posisi yang determinan dalam penyusunan UU, termasuk juga penyusunan APBN. Hal demikianlah yang dapat mengganggu jalannya programprogram pemerintahan yang telah disusun, karena DPR juga sarat dengan kepentingan golongan dan partai politik. Menurut Syamsudin Haris format baru relasi Presiden-DPR ditandai terutama oleh terbangunnya hubungan kekuasaan yang relatif seimbang di antara kedua institusi pemerintahan tersebut. Menurutnya, relasi yang relatif seimbang itu, antara lain tercermin dalam pembentukan undang-undang (UU). Di sisi lain, setelah amandemen konstitusi, ada pergeseran ke arah semakin kuatnya otoritas kontrol dewan terhadap presiden melalui pelembagaan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, dan hak individual anggota dewan dalam mengajukan pertanyaan, usul, dan pendapat. Namun, dia mengingatkan, format baru relasi itu juga rentan terperangkap konflik ditandai terbatasnya otoritas nonlegislasi presiden dalam pengangkatan pejabat publik. Kontrol DPR yang menguat terhadap presiden menghasilkan relasi yang cenderung “sarat DPR” ketimbang suatu hubungan kekuasaan yang benar-benar seimbang antara eksekutif dan legislatif. Akibatnya, format baru tersebut memicu instabilitas dan ketidakefektifan dalam sistem demokrasi presidensial. Namun, juga mengarah pada situasi yang disebut adu prestise antara presiden dan DPR sehingga mengabaikan nasib dan aspirasi rakyat.7 Setelah jatunya rezim Soeharto yang sangat otoriter , setiap lembaga Negara semakin 7
jelas pemisahan kekuasaan dan fungsi kerjanya. Setiap lembaga tinggi
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0812/11/pol04.html
Universitas Sumatera Utara
Negara
saling
tidak
bertanggung
jawab
terhadap
lembaga
lainnya
dan
pertanggungjawabannya hanya terhadap rakyat. 2. Rumusan Masalah Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penilitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah. 8 Berdasarkan yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah di atas, maka saya merumuskan masalah adalah Bagaimanakah relasi kekuasaan antara Legislatif dan Eksekutif dalam konstruksi sistem presidensialisme pada Pemerintahan SBY-JK.. 3. Tujuan Penelitian Yang menjadi tujuan penulis dalam meneliti permasalah ini adalah Untuk menganalisa dan mendeskripsikan relasi kekuasaan antara Legislatif dan Eksekutif dalam konstruksi sistem presidensialisme pada masa pemerintahaan SBY-JK serta memahami relasi antara kedua lembaga tersebut dalam konstruksi sistem presidensialisme pemerintahan SBY-JK. 4. Manfaat Penelitian Sebagai sebuah karya ilmiah setiap penelitian memiliki banyak manfaat. Ada beberapa manfaat dari penelitian ini adalah :
8
Husani Usman dan Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Bumi Aksara, 2004, hal. 26
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk meningkatkan pemahaman peneliti mengenai relasi kekuasaan antara Legislatif dan Eksekutif. 2. Untuk menambah pemahaman masyarakat tentang hubungan kekuasaan antara Legislatif dan Eksekutif serta implementasi teori kekuasaan dan Negara. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan serta tambahan informasi kepada pemerintah, parlemen dan pemangku kepentingan lainnya untuk merumuskan suatu kebijakan dan undang-undang. 5. Kerangka Teori 5.1. Teori Negara Menurut Miriam Budiardjo, Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik, negara adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara sebagai alat dari masyarakat untuk mengatur manusia dan masyarakat dan menertibkan gejalagejala kekuasaan dalam masyarakat.9 Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia selalu
ingin
hidup
mencari
kawan
untuk
berjuang
bersama-sama
untuk
mempertahankan hidup dari berbagai macam ancaman dan bahaya yang dapat mengganggu kehidupan mereka. Atas dasar pemikiran tersebutlah muncul teori perjanjian sosial yang dicetuskan oleh Rousseau yang diyakini sebagai asal mula timbulnya suatu Negara. Perjanjian yang dilakukan masyarakat yang sebelumnya bebas dan tidak terikat batas wilayah dan ikatan kenegaraan untuk mengikatkan diri pada satu wadah yang dapat mengatur dan menjaga mereka dari berbagai ancaman dan bahaya.
9
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: hal 38
Universitas Sumatera Utara
Beberapa pandangan menyatakan bahwa fungsi dasar daripada Negara adalah sebagai pemersatu masyarakat melalui penetapan aturan-aturan yang mengikat. Dalam hal ini Negara dapat dimengerti sebagai kesatuan masyarakat oleh suatu otoritas yang memiliki legalitas dan legitimasi di dalam suatu wilayah tertentu.10Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Roger H. Soltau bahwa Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersaman atas nama masyarakat. 11 Setiap negara harus melaksanakan fungsi penertiban untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah terjadinya konflik, negara harus melaksanakan penertiban, menjadi stabilisator pertahanan, menjaga kemungkinan serangan dari luar,
mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,
menegakkan keadilan melalui badan-badan pengadilan. Max Weber mendefinisikan bahwa negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah dengan berdasarkan system hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberikan kekuasaan memaksa. Dalam konsep dan teori modern saat ini, bentuk negara terbagi dalam kedua yakni Negara kesatuan dan negara serikat. Negara kesatuan merupakan bentuk suatu Negara yang merdeka dan berdaulat. Dengan satu pemerintah yang mengatur seluruh daerah. Dalam negara Kesatuan, pemerintah pusat bisa melimpahkan banyak wewenang kepada kota-kota, kabupaten-kabupaten, atau satuan-satuan pemerintahan lokal. Namun, pelimpahan wewenang ini hanya diatur oleh undang-undang yang dibuat
10 11
Dadang Juliantara, Negara Demokrasi Untuk Indonesia, Jakarta: Pondok Edukasi, 2002, hal. 13 Roger H. Soltau, An Intoduction to Politics, dalam Miriam, op cit hal. 39
Universitas Sumatera Utara
parlemen pusat. Akan tetapi kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan pemerintah pusat. Negara serikat kekuasaan asli dalam Negara federasi merupakan tugas Negara bagian, karena ia berhubungan dengan rakyatnya, semetara negara federasi bertugas untuk menjalankan hubungan luar negeri, pertahanan, keuangan dan urusan pos. Namun selain itu ada juga bentuk Negara yang terdiri dari tiga bentuk yaitu Monarki, Oligarki, Demokrasi. Negara monarki adalah bentuk negara yang dalam pemerintahannya hanya dikuasai dan diperintah oleh satu orang saja. Oligarki ini biasanya diperintah dari kelompok orang. Negara demokrasi adalah rakyat memiliki kekuasaan penuh dalam menjalankan pemerintahan. Ada beberapa unsur dari Negara yaitu : 1. Wilayah. Wilayah kekuasaan suatu Negara yang mencakup darat, laut dan udara mempunyai perbatasan tertentu dengan Negara lainnya. Sesuai dengat batasan tersebutlah Negara bedaulat atas keseluruhan semua yang ada dan terkandung dalam wilayah tersebut. 2. Penduduk. Sesuai dengan teori perjanjian social, maka rakyat merupakan elemen penting dalam suatu Negara. Kekuasaan Negara menjangkau semua penduduk yang ada di wilayah Negara tersebut. 3. Pemerintahan. Setelah adanya rakyat dan wilayah, maka diperlukan suatu pemerintahan yang dapat menjaga semua kepentingan masyarkat yang mendiami suatu wilayah tersebut dan mengatur serta mengendalikan semua penduduk yang sehingga tercapai suatu kebijaksanaan.
Universitas Sumatera Utara
Setiap Negara yang telah terbentuk pasti memiliki tujuan. Ada beberapa tujuan daripada Negara yaitu: Mengusahakan kesejahteraan masyarakat, menegakkan keadilan, menjaga ketahan nasional dan menertibkan masyarakat untuk mencapai tujuan bersama. 5.2. Sistem Pemerintahan. Sistem pemerintahan pada hakekatnya merupakan relasi antara kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif12. Sistem pemerintahan merupakan suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintah yang bekerja saling bergantungan dan mempengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintah. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan; Kekuasaan Legislatif yang berarti kekuasaan membentuk undang-undang; Dan Kekuasaan Yudiskatif yang berarti kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jadi, sistem pemerintaha negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan. Lembaga-lembaga dalam sistem pemerintahan ini akan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan pemerintah yang merupakan tujuan dari suatu Negara. Dalam konteks Indonesia, sistem pemerintahan akan bekerja untuk mencapai tujuan Negara Indonesia yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan 12
Hanta Yuda, Presidensialisme Setengah Hati, PT. Gramedia pustaka Utama, 2010, hal. 10
Universitas Sumatera Utara
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Terdapat dua macam sistem pemerintahan yaitu pemerintahan presidensial dan parlementer.13 5.2.1. Sistem Presidensial Dalam sitem presidensial, badan eksekutif terdiri dari presiden dan para anggota kabinetnya. Badan eksekutif sama sekali terpisah dari badan legislatif sesuai dengan ajaran trias politika. Badan eksekutif tidak dapat dan tidak bias mempengaruhi pekerjaan dari pihak legislatif. Jimli Asshiddiqie merumuskan ciri-ciri dari sitem pemerintahan presidensial yaitu : 1. Masa jabatan presiden dan wakil presiden ditentukan lebih pasti, misalnya 4 tahun atau 5 tahun, sehingga presiden dan wakil presiden tidak dapat diberhentikan di tengah masa jabatannya karena alasan politik. Di beberapa Negara masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi dengan jelas seperti di Indonesia yang hanya dapat menjabat selama 2 periode. Kabinet berada dibawah presiden dan bertanggungjawab kepada presiden. 2. Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen karena presiden tidak dipilih oleh parlemen. Ini merupakan implikasi dari sistem pemilihan langsung terhadap presiden. Presiden hanya dapat diberhentikan apabila ada pelanggaran hukum.
13
Dalam sistem presidensial basis legitimasi presiden bersumber dari rakyat karena secara langsung rakyat memilih sehingga implikasinya presiden tidak secara langsung bertanggung jawab kepada parlemen. Sedangkan dalam sistem pemrintahan parlementer, perdana menteri dipilih oleh anggota parlemen dan langsung bertanggung jawab kepada parlemen. Legitimasi perdana menteri berada pada parlemen dan tidak pada rakyat karena rakyat tidak memilih secara langsung perdana menteri.
Universitas Sumatera Utara
3. Presiden dipilih secara langsung ataupun melalui perantara tertentu yang tidak bersifat perwakilan permanent sebagaimana hakikat lembaga permanen. 4. Presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala Negara. 5. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen demikian juag sebaliknya. 6. Tanggung jawab pemerintahan berada di pundak presiden. Karena itu, presiden yang berwewenang membentuk pemerintahan, menyususn kabinet, serta pejabat-pejabat publik. 14 Ada beberapa kelebihan sistem pemerintahan presidensial. Seperti yang dikemukakan oleh Arend Lijphart bahwa dalam sistem pemerintahan presidensial pemerintahan akan berjalan dengan stabil. Pemerintahan yang terbentuk akan terjaga kepemimpinannya selama masa periodenya. Kedua adalah pemerintaha presidensial bahwa pemilihan kepala pemerintahannya secara langsung dapat dipandang lebih demokratis daripada pemilihan tidak langsung. Ketiga dari pemerintahan presidensial adalah pemisahan kekuasan yang jelas yang dapat menghilangkan otoritarianisme dalam pemerintahan. Presiden dapat menyesuaikan program-programnya sesuai dengan masa periodenya. 15 Namun ada juga kelemahan daripada sistem pemerintahan presidensial yaitu masalah kebuntuan konflik antara eksekutif dan legislatif. Ini dapat berakibat pada mandegnya roda pemerintahan dan pembangunan. Kelemahan yang lain dari sitem pemerintahan presidensial adalah bahwa sistem ini berjalan atas dasar aturan pemenang menguasai semuanya. Presiden tidak berada dibawah pengawasan
14
Jimly Assiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah, dalam Hanta Yuda, op cit hal 14-15 15 Arend Lijphart, Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, hal 14
Universitas Sumatera Utara
parlemen
sehingga
dapat
menimbulkan
kekuasaan
mutlak.
Sistem
pertanggungjawaban kurang jelas. Dalam konstitusi Indonesia telah diterapkan sistem presidensial. Mekanisme check and balances diterapkan sebagai kontrol masing-masing lembaga tinggi pemerintah. Presiden tidak dapat membubarkan DPR. Begitu juga sebaliknya, DPR tidak dapat membubarkan presiden. Mekanisme pengajuan RUU yang dimiliki presiden juga mengandung arti bahwa tingginya kemungkinan musyawarah untuk mufakat dalam hal pembuatan undang-undang. Tujuan-tujuan dari dipilihnya sistem presidensialisme di Indonesia sangat terkait dengan perjalanan sistem pemerintahan yang telah mengalami banyak pergantian semenjak proklamasi kemerdekaan. Sistem parlementer yang pernah dianut di Indonesia dinilai kurang cocok karena terlalu condong kepada demokrasi barat yang berdasarkan individualisme dalam pengambilan keputusan dengan voting:”separuh ditambah satu”. Hal ini dirasakan kurang cocok dengan jiwa bangsa Indonesia yang menganut sistem musyawarah untuk mufakat. 16 Dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah 5.2.2. Sistem Parlementer Dalam sistem parlementer, ada keterikatan antar badan eksekutif dan badan legislatif. Eksekutif yang dipimpin oleh seorang perdana menteri mencerminkan kekuatan-kekuatan yang ada di parlemen. Keberlangsungan suatu pemerintahan
16
Harsyudiono Hartas, Kekuasaan Lembaga Kepresidenan dalam Perspektif Undang-Undang dasar 1945 dan Praktek Politik. Yogyakarta: Pandega Media, 1997
Universitas Sumatera Utara
parlementer sangat tergantung pada konstalasi politik di parlemen. Semakin kuat dukungan dari parlemen maka semakin berkuasa pulalah pemerintahan tersebut. Namun dalam pemerintahan parlementer sering sekali terjadi jatuh bangun suatu kabinet pemerintahan. Ini sering terjadi karena berbagai macam kepentingan partai politik dalam parlemen. Pemerintahan parlementer dapat membubarkan perlemen berdasarkan suatu pertimbangan dan perencananaan. Ciri-ciri dari sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut: 1. Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif. 2. Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang memenangkan pemiihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilihan umum memiliki peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen. 3. Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk melaksakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada pada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari parlemen. 4. Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota parlemen menyampaikan mosi tidak percaya kepada kabinet.
Universitas Sumatera Utara
5. Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri, sedangkan kepala negara adalah presiden dalam negara republik atau raja/sultan dalam negara monarki. Kepala negara tidak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebgai symbol kedaulatan dan keutuhan negara. 6. Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan kabinet maka presiden atau raja atas saran dari perdana menteri dapat membubarkan parlemen. Selanjutnya, diadakan pemilihan umum lagi untuk membentukan parlemen baru. 17 Ada beberapa Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer yaitu pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai. Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan. Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer yaitu Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen. Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar. Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai meyoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan 17
http://witantra.wordpress.com/2008/05/30/sistem-pemerintahan/
Universitas Sumatera Utara
partai, anggota kabinet dapat menguasai parlemen. Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya. 5.3. Teori Kekuasaan Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu. 18 Secara alamiah manusia ingin berkuasa terhadap sekelilingnya. Individu manusia ingin mempengaruhi individu yang lain untuk bernuat sesuai keinginannya. Jadi masalah kekuasaan sangat erat kaitannya dengan pengaruh dan mempengaruhi. Ada beberapa sumber kekuasaan yaitu 1. Kekayaan, cara memperolehnya adalah dengan menguasai sumber-sumber ekonomi, warisan dan pemberian. 2. Kedudukan, cara memperolehnya dengan kekerasan fisik, pewarisan dan sebagainya. 3. Kepercayaan, dengan meraih dukungan dari masyarakat. Dalam perkembangannya, kekuasaan politik adalah kekuasaan yang sangat dicari individu manusia. Dalam hal ini kekuasaan untuk mempengaruhi kebijakan umum dengan tujuan agar kebijakan tersebut sesuai dengan keinginan pemegang kekuasaan itu sendiri. Kekuasaan merupakan suatu hal yang sangat krusial dan sangat rawan disalahgunakan oleh pemegangnya. Karena kekuasaan itu harus dijalankan dan 18
Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar..op cit hal 35
Universitas Sumatera Utara
digunakan maka diperlukan alat atau rambu-rambu untuk mengawasi kekuasaan tersebut. Ada beberapa rambu yang menjadi batas kekuasaan itu agar tidak menimbulakan masalah pada pelaksanaannya adalah: 1. Peraturan Perundang-undangan sebagai batasan umum yang mengharuskan semua orang tunduk kepada kesepakatan komunal, khususnya yang dikeluarkan oleh kekuasaan dalam Negara. 2. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai patokan atas kehidupan asosiatif. 3. Kesepakatan kerja sebagai patokan yang harus dijadikan dasar prilaku yang mengadakan hubungan hukum. 4. Perjanjian khusus yang dibuat sebagai kesepakatan yang merupakan proyeksi atas hal-hal yang muncul senagai konsekuensi dari pelaksanaan hubungan hukum tersebut. 5. kepatutan yang berlaku dalam masyarakat setempat sebagau dasar pemberlakuan moral atas hubungan hukum tersebut. 19 Dalam hal kekuasaan Negara terdapat tiga macam kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif yang merupakan kekuasaan membuat undang-undang, kekuasaan eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang dan kekuasaan yudikatif merupakan kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang. Doktrin ini sebenarnya dikemukakan oleh pencetusnya untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Apabila kekuasaan menumpuk pada satu organisasi maka akan sangat rawan sekali terjadi absolutisme. Orang yang pertama sekali mengeluarkan 19
Samsul Wahidin. Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. hal. 5-6
Universitas Sumatera Utara
doktrin ini adalah John Locke melalui bukunya yang berjudul Two Treatises on Civil Government (1690) yang mengkritik raja-raja inggris pada jaman itu yang sangat absolute. Konsep pemisahan kekuasaan ini diperjelas oleh seorang filsuf Perancis Montesquieu dalam bukunya L’Esprit des Lois untuk menjamin hak-hak warga Negara. Menurut Montesquieu, kemedekaan hak setiap individu hanya bisa dijamin apabila tiga kekuasaan tersebut tidak berada dalam satu badan. Konsep pemisahaan kekuasaan tersebut akan menimbulkan keseimbangan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan Negara. Menurut Montesquiu, ketika kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu lembaga atau berada pada lembaga peradilan, maka tidak ada kemerdekaan. Kebebasan akan berada dalam kontrol sewenang-wenang.kekuasaan itu akan bertindak dengan kekerasan dan penindasan. 20 Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut di berbagai negara. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda. Keuasaan politik terbagi tiga lembaga yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. 5.4. Partai politik Dalam sebuah alam demokrasi, kehadiran partai politik adalah sebuah keharusan. Partai politik merupakan salah satu pilar penyangga untuk terus berlangsungnya sistem demokrasi. Selain itu ada media massa, lembaga swadaya masyarakat sebagai kelompok penekan dan lain sebagainya. Dalam sebuah alam 20
Henry J. Schmandt, Filsafat Politik.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, hal. 374
Universitas Sumatera Utara
demokrasi dioerlukan suatu wadah
atau sarana sebagai saluran politik untuk
menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan keinginan masyarakat. Dan partai politik menrupakan salah satu sarana tersebut. Secara historis, gagasan membentuk partai politik dengan segala perangkatnya telah dibicarakan di Eropa Barat sejak lama. Ketika itu terdapat keinginan untuk melahirkan suatu lembaga politik yang mampu menyalurkan dan menyampaikan sapirasi masyarakat. 21 Pada dasarnya partai politik hanya sebagai artikulasi yang merupakan sebagai penyambung aspirasi rakyat terhadap pemegang kekuasaan dan pelaksana kebijakan. Akan tetapi melihat perkembangan demokrasi, peranan dan fungsi partai politik semakin komplit. Ini diakibatkan karena harapan yang sangat besar terhadap keberadaan partai politik tersebut dalam sistem politik yang berkembang. Maka fungsi dan perana partai politik semakin besar seperti yang dikemukakan oleh Ramlan Surbakti sebagai berikut. 22 1. Artikulasi Kepentingan. Artikulasi kepentingan merupakan suatu proses peng-input-an berbagai kebutuhan, tuntutan, dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislatif, agar kepentingan mereka dapat terwakili dan terlindungi dalam pembuatan kebijakan publik. 2. Agregasi Kepentingan Agregasi kepentingan merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda digabungkan menjadi alternatif21
Miriam. Op cit hal. 159 Ramlan Surbakti. Memahami Ilmu Politik dalam Koirudin. Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004 hal 86 22
Universitas Sumatera Utara
alternatif pembuatan kebijakan publik. Dalam hal ini partai politik harus sebagai pilar umtuk menyampaikan dan berusaha untuk mengabulkan kepentingan masyarakat tersebut dalam sebuah kebijakan yang dikeluarakan pemerintah. 3. Sosialisasi Politik Sosialisasi politik merupakan suatu cara untuk memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau dianut suatu Negara. Sosialiasi politik sebagai salah satu fungsi partai politik memiliki tujuan untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang berbagai hal mengenai praktek-praktek politik yang terjadi di masyarakat. 4. Rekrutmen Politik Rekrutmen politik merupakan salah satu fungsi partai politik yang dalam prosesnya melakukan seleksi anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam menduduki jabatan-jabatan politis maupun administratif. Dalam hal ini partai politik dituntut untuk menghasilkan politisi-politisi yang berkualitas dan dapat menjalankan tugas dan wewenang dengan benar dan bertanggung jawab. 5. Komunikasi Politik Komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang dijalankan oleh partai politik dengan segala struktur yang tersedia, yakni mengadakan komunikasi informasi, ide dan gagasan politik. Berkaitan dengan komunikasi politik tersebut, partai politik dapat mengelola komunikasi politik dalam internalnya dan kemudian melakukan komunikasi politik dengan pihak luar. Dan tentunya hasil dari sebuah komunikasi politik itu adalah rendahnya tingkat konflik yang ada dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Partai politik sebagai satu-satunya organisasi yang ikut dalam pemilihan umum menandakan bahwa peranannya sangat besar dalam suatu perjalanan bangsa. Karena begitu besar peranannya dalam sistem pemerintahan maka partai politik menjadi sarana sekelompok orang atau individu untuk mendapatkan kekuasaan. Jadi peranan partai politik yang pada awalnya adalah sangat mulia menjadi ternodai oleh pragmatisme segelintir orang untuk mencapai kekuasaan. Setelah mencapai kekuasaan tersebut mereka menggunakan partai politik juga untuk memainkan peranan dan mempertahankan kekuasaan tersebut. Atas nama legitimasi dari suara rakyat yang mereka dapatkan di pemilihan umum mereka dengan leluasa melaksanakan suatu kekuasaan. Partai politik menjadi peserta pemilu akan menghasilkan orang-orang yang menduduki jabatan politis seperti presiden dan anggota parlemen. Partai politik tidak lagi menjadi demokratis yang mempunyai derajat representatif yang tinggi terhadapa para pemilihnya. Partai politik sekarang ini sebagai saluran dasar hanya untuk segelintir orang. Partai politik hanya berjuang untuk mengamankan kepentingan pimpinan atau anggotanya saja dan mengabaikan aspirasi dari para konstituennya. 5.5. Legislatif Legislatif adalah lembaga untuk membuat undang-undang. Menurut Miriam Budiardjo, badan legislatif adalah lembaga yang membuat undang-undang. Anggotaanggotanya dianggap mewakili rakyat. 23 Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat (2), kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD, maka legislatif dinggap sebagai representasi dari rakyat yang merumuskan keinginan rakyat melalui penentuan kebijakan-kebijakan umum. Dalam konsep inilah 23
Miriam,dasar-dasar..op cit, hal.173
Universitas Sumatera Utara
sebetulnya kita dapatkan bentuk konkret dari idealisme bahwa di dalam Negara rakyatlah yang berdaulat sepenuhnya. Di dalam Negara demokrasi yang peraturan perundangan harus berdasarkan kedaulatan rakyat, maka badan perwakilan rakyat harus dianggap sebagai badan yang mempunyai kekuasaan tertinggi untuk menyusun undang-undang, badan inilah yang disebut legisltif. 24 Oleh karena itu, rakyat memberikan legalitas kekuasaan kepada Negara untuk melindungi mereka. Karena rakyat tidak mungkin melaksanakan pemerintahan sendiri maka dibuatlah konsep perwakilan politik sebagai dasar legitimasi kekuasaan yang diberikan rakyat tersebut. Mekanisme perwakilan sejatinya adalah hubungan antara wakil dan yang diwakili. Wakil melaksanakan suatu hal yang seharusnya sesuai dengan tuntutan terwakil. Hubungan demikian merupakan tetap berangkat dari kepentingan yang diwakili. Praktek lembaga perwakilan rakyat dapat ditelusuri sejak masa Yunani Kuno dalam Dewan Polis atau Eklesia yang mempunyai tugas memberi pertimbangan kepada eksekutif. Di samping itu juga menetapkan hukum melalui perdebatan anggota. Sejak itu sampai saat ini keberadaan lembaga perwakilan atau legislatif mendapat dukungan dari masyarakat. Ide-idenya selalu berkembang seiring dengan dinamika peradaban manusia itu sendiri. 25 Sejak saat itu lembaga legislatif terus mengalami perkembangan dan penyempurnaan fungsi dan wewenangnya sebagai suatu lembaga Negara. Sejak abad kelima sebelum masehi, di Kekaisaran Romawi terdapat satu lembaga bernama senat yang mempunya wewenang sebagai badan perimbangan, 24
C.S.T.Kansil dan Christine Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta, Bumi Aksara, 2003, hal. 10 25 Paiman Napitupulu, Menuju Pemerintahan Perwakilan. Bandung, PT. Alumni, 2007, hal. 17
Universitas Sumatera Utara
belum sebagai lembaga pembuat undang-undang. Dalam sejarahnya, parlemen dalam bentuknya skarang bermula di Inggris di penghujung abad ke-12. ketika itu ada satu lembaga bernama Magnum Concilium, yang dibentuk oleh Raja Henry III, terdiri dari para tokoh gereja dan para tuan tanah atau para baron. Para baron dan tuan tanah bahkan diangkat langsung oleh raja. Mereka diundang untuk membicarakan masalah kerajaan. Baru pada penghujung abad ke-14 parlemen dimanfaatkan oleh raja Inggris sebagai badan konsultasi dalam pembuatan undang-undang. Kemudian, di awal abad ke-15 parlemen berfungsi sebagai badan pembuat undang-undang namun belum sepenuhnya sebagai badan perwakilan rakyat. Parlemen sebagi badan pembuat undang-undang sekaligus sebagai lembaga perwakilan rakyat melalui pemilihan baru terbentuk di Inggris di abad ke-18. 26 Menurut Antonius Sitepu, sejak demokrasi menjadi simbol Negara modern, maka untuk merealisasikan gagasan demokrasi yang normatif, yaitu suatu pemerintahan yang dijalankan dengan kehendak rakyat maka perlu dibuat suatu lembaga perwakilan. 27 Menurut Paimin Napitupulu ada empat fungsi dari lembaga legislatif sebagai lembaga perwakilan rakyat yaitu: 28 1. Fungsi Integrasi, yang mencakup kewenangan untuk ikut menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan ikut mengendalikan atau memecah pertentanganpertentangan yang timbul dalam masyarakat terutama yang bersifat disintegrasi. 2. Fungsi pemeliharaan sistem ketatanegaraan yang mencakup kewenangan memelihara kesinambungan sistem ketatanegaraan berdasarkan Pancasila dan 26
Ibid, hal. 19 Antonius Sitepu, Sistem Politik Indonesia, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2006, hal. 10 28 Paiman, Op cit, hal 31-32 27
Universitas Sumatera Utara
UUD 1945, membuat agar rakyat merasa terwakili dengan menyalurkan aspirasi mereka, memberikan legitimasi kepada sistem ketatanegaraan, mencegah terjadinya tindakan-tindakan inkonstitusional. 3. Fungsi Pengawasan, yang mencakup kewenangan untuk menjaga agar kehidupan bernegara sesuai dengan haluan Negara, mengusahakan agar para penyelenggara negara peka dan tanggap terhadap kebutuhan dan kepentingan rakyat, tidak menyimpang dari tugas dan kewajiban masing-masing. 4. Fungsi Kepemimpinan, yang mencakup kewenangan untuk ikut dalam penemuan dan pengemblengan pemimpin dan calon pemeimpin politik serta mendorong agar para pemimpin Negara memperhatikan kepentingan nasional. Keberadaan lembaga legislatif sangat penting sebagai representasi dari kedaulatan rakyat. Lembaga legislatif juga yang mempunyai kemampuan untuk mengartikulasikan kepentingan rakyat dalam bentuk undang-undang. Legislatif tidak memiliki kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan eksekutif. Tugasnya adalah mendesain mekanisme pemerintah serta prinsip-prinsip dasar untuk dijalankan pemerintah. 29 5.6. Eksekutif Eksekutif merupakan suatu organ yang berisikan personil yang kineranya selalu dituntut untuk menciptakan kemakmuran bagi rakyatnya. Secara harafiah eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan undang-undang. 30 Menurut Miriam budiardjo, di Negara-negara demokratis badan eksekutif biasanya terdiri dari kepala
29 30
Henry J. Schmandt. op cit, hal. 404 Samsul Wahidin. Op cit. hal. 68
Universitas Sumatera Utara
Negara seperti raja atau presiden beserta menteri-menterinya. 31 Kekuasaan eksekutif dalam suatu negara ialah merupakan kekuasaan dimana dijalankannya segala kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan badan legislatif dan menyelenggarakan undang-undang yang telah diciptakan oleh badan legislatif. Akan tetapi, dalam perkembangannya pada masa negara modern seperti saat ini kekuasaan badan eksekutif jauh lebih luas karena kekuasaannya dapat pula mengajukan rancangan undang-undang pada lembaga legislatif. 32 Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.” Ditinjau dari teori pembagian kekuasaan, yang dimaksud kekuasaan pemerintahan adalah kekuasaan eksekutif. Sebagai kekuasaan eksekutif, penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan presiden dapat dibedakan antara kekuasaan penyelenggaraan
pemerintahan yang
bersifat umum dan kekusaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat khusus.Menurut Samsul Wahidin, eksekutif sebagai lembaga yang sering disebut sebagai pemerintah mempunyai arti sebagai berikut : 1. Menunjukkan aktivitas atau proses pemerintahan yaitu melakukan kontrol atas pihak lain secara eksternaldan secara administratif juga mempunyai mekanisme kontrol internal yaitu melakukan kontrol atas kinerjanya sendiri. 2. Mengklarifikasi masalah-masalah Negara dalam hal berbagai permasalahan itu dijumpai dalam kinerjanya. Hal ini sebagai refleksi dari kinerja yang bersifat luas sehingga ke dalam memerlukan jabaran lebih terrinci terhadap kekuasaan yang dimiliki.
31 32
Miriam, Dasar-Dasar …0p cit, hal. 208 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
3. Menunjukkan kedudukan personil yang memperoleh kekuasaan konkrit dan harus menjalankannya. 4. Menunjukkan mekanisme bagaimana harus melaksanakan kinerja pemerintah terhadap rakyat yang diperintah. 33 Kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum adalah kekuasaan menyelenggarakan administrasi negara. Presiden adalah pimpinan tertinggi penyelenggaraan administrasi negara meliputi lingkup tugas dan wewenang yang sangat luas, yaitu setiap bentuk perbuatan atau kegiatan administrasi negara. Lingkup tugas dan wewenang ini makin meluas sejalan dangan makin meluasnya tugas-tugas dan wewenang negara atau pemerintahan. Tugas dan wewenang tersebut dapat dikelompokan ke dalam beberapa golongan:
34
1. Tugas dan wewenang administrasi dibidang keamanan dan ketertiban umum. Tugas dan wewenang memelihara, menjaga, dan menegakan keamanan dan ketertiban umum merupakan tugas dan wewenang paling awal dan tradisional setiap pemerintahan. Bahkan dapat dikatakan bahwa asal mula pembentukan negara dan pemerintahan pertama-tama ditujukan pada usaha memelihara, menjaga, dan menegakan keamanan dan ketertiban umum. Tugas semacam ini terdapat juga dalam tujuan membentuk pemerintahan Indonesia merdeka, yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia “ 2. Tugas dan wewenang menyelenggarakan tata usaha pemerintahan mulai dari surat- menyurat sampai kepada dokumentasi dan lain-lain. Tugas-tugas
33 34
Samsul Wahidin, Dimensi, op cit, hal. 69-70 Bagir Manan, Kekuasaan Presiden, Yogtakarta: FH UII Press, hal. 122-127
Universitas Sumatera Utara
ketatausahaan termasuk salah satu tugas tradisonal pemerintahan baik berupa surat menyurat maupun pencatatan-pencatan untuk mengetahui keadaan dalam bidang-bidnag tertentu serta memberi pelayanan administrasi kepada masyarakat. 3. Tugas dan wewenang administrasi negara di bidang pelayanan umum. Tugas dan wewenang pelayanan umum makin penting sehingga pekerjaan dan tugas administrasi negara lazim disebut sebagai pelayanan publik. Melayani masyarakat, pada saat ini dipandang sebagai hakikat penyelenggaraan administrasi negara untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Pelayanan umum meliputi penyediaan fasilitas umum seperti jalan, taman, dan lapangan olahraga. Hal-hal seperti perizinan, pemberian dispensasi, dan semacamnya dan pula digolongkan sebagai bentuk-bentuk pelayanan umum termasuk pula ke dalam tugas-tugas pelayanan adalah bantuan-bantuan seperti subsidi atau bentuk-bentuk bantuan lain, yang sekaligus mengandung pula fungsi pengawasan dan ketertiban. 4. Tugas dan wewenang administrasi negara di bidang penyelenggaraan kesejahteraan umum. Baik dalam pembukaan maupun Batang Tubuh UUD 1945 terdapat berbagai ketentuan dan keterangan mengenai kewajiban negara atau pemerintah untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum, membangun sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang bersendikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta
Universitas Sumatera Utara
menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang-undang. Ni’matul Huda berpendapat bahwa dengan terpisahnya
kewenangan
membentuk undang-undang dan pelaksana undang-undang, maka sesungguhnya ditinggalkan pula teori “pembagian kekuasaan” menjadi “pemisahan kekuasaan” (seperation of power) dengan prinsip checks and balances sebagai ciri melekatnya. Hal ini juga merupakan penjabaran lebih jauh dari kesepakatan untuk memperkuat sistem presidensial. 35 Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut, diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances. Walaupun demikian, jalannya Trias Politika di tiap negara tidak selamanya mulus atau tanpa halangan. Dalam prakteknya banyak sekali ketimpangan dan pelanggaran. 6. Metodologi Penelitian 6.1. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian tersebut adalah metode deskriptif. Metode penelitian deskripif dilakukan dengan menganalisa data dan fakta. Metode penelitian deskripstif sebagai sebuah proses pemecahan suatu masalah yang diteliti dengan menerangkan keadaan sebuah objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. 36
35
Huda Ni’Matul. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2005, Hal. 19 Hadar Nawawi. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1987, hal. 63 36
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan itu, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memberikan kesempatan ekspresi dan penjelasan lebih besar dari orang yang melakukan penelitian. 37 Pendekatan ini juga lebih menekankan analisinya pada proses pengambilan keputusan secara induktif dan juga deduktif serta analisis pada fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan metode ilmiah. 38 6.2. Teknik Pengumpulan Data Untuk mencapai penelitian yang baik, dalam kelengkapan data penelitian maka peneliti menggunakan sistem kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data yang bersumber dari kepustakaan. Sumber tersebut diperoleh dengan membaca serta memahami data-data yang bersumber dari buku, majalah, jurnal dan sumber lainnya yang masih berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti dalam karya ilmiah tersebut. 6.3. Teknik Analisa data Setelah
data-data
terkumpulkan,
maka
langkah
selanjutnya
adalah
menganalisis data. Teknik analisis penelitian ini bersifat deskriptif kearah tujuan untuk memberikan gambaran mengenai situasi dan kondisi yang terjadi. Data-data yang terkumpul akan dieksplorasi secara mendalam dan selanjutnya akan menghasilakn kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti. 7. Sistematika Penulisan Adapun sistematika dari penulisan penelitian ini adalah : BAB I : PENDAHULUAN
37 38
Lisa Harrison. Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, hal. 86 Burhan Bungin.Metode Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga University Press, 2001, hal. 47
Universitas Sumatera Utara
Bab ini terdiri dari : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi penelitian dan Sistematika Penulisan BAB II : DESKRIPSI UMUM OBJEK PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai konfigurasi politik pemerintahan SBYJK dan hubungannya dengan relasi kekuasaan antara eksekutif dan legislatif. BAB III : ANALISA HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan disajikan hasil analisa dari penelitian mengenai relasi kekuasaan antara eksekutif dan legislatif dalam konstruksi sistem presidensialisme pada masa pemerintahan SBY-JK. BABA IV : PENUTUP Bab ini merupakan ulasan terakhir yang berisikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian serta saran-saran di dalamnya.
Universitas Sumatera Utara