1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecantikan merupakan sebuah kebutuhan primer (utama) saat ini bagi kaum perempuan. Tampil cantik bagi perempuan merupakan sebuah tuntutan untuk menunjang sikap percaya diri dalam setiap aktivitas. Penulis menilai saat ini aktivitas perempuan tidak hanya terbatas pada lingkungan rumah untuk mengurus kebutuhan rumah tangga. Adanya emansipasi wanita saat ini memberikan ruang gerak untuk wanita melakukan aktivitas yang lebih luas, baik dalam urusan profesi atau pekerjaan maupun pendidikan. Hal ini membuat munculnya istilah wanita karier yang mendorong perempuan untuk aktif di luar rumah. Aktivitas yang dilakukan di luar ruangan tentu membawa efek yang kurang baik bagi kesehatan kecantikan saat ini. Polusi yang tinggi di perkotaan tentu menjadi masalah besar ketika kita beraktivitas di luar ruangan. Segala macam bentuk polusi yang ada tentunya membuat perempuan sangat konsen dalam merawat kecantikan. Selain untuk menghindari polusi yang tinggi, merawat kecantikan menjadi tuntutan bagi beberapa bidang profesi yang mengharuskan tampil cantik. Kaum wanita menganggap kecantikan saat ini menjadi suatu barang mewah untuk diperoleh. Pada dasarnya kecantikan dibagi menjadi dua bagian yaitu; pertama kecantikan bersumber dari dalam dan kedua kecantikan bersumber langsung pada bentuk fisik. Kecantikan dari segi bentuk dan fisik kini menjadi populer di masyarakat sehingga menciptakan banyak solusi atau alternatif untuk mendapatkannya. Cara-cara modern banyak disediakan oleh salon-salon
2
kecantikan, yaitu mulai dari menggunakan laser, suntik, dan bahan kimia lainnya. Padatnya aktivitas yang dilakukan kaum perempuan saat ini menuntut mereka untuk mendapatkan kecantikan yang cepat dan instan. Solusi dengan cara modern memberikan solusi mudah bagi kaum perempuan untuk tampil cantik, akan tetapi semua itu memiliki risiko bagi kesehatan. Risiko yang besar ditimbulkan dari cara modern ini memunculkan cara-cara tradisional menjadi alternatif untuk merawat dan menjaga kecantikan. Cantik dengan cara herbal tradisional merupakan suatu alternatif bagi kaum perempuan untuk mendapatkan kecantikan. Kecantikan herbal tradisional terfokus kepada bahan-bahan alami. Penggunaan bahan-bahan nonkimia ini tentu memberikan jaminan keamanan untuk perempuan. Dewasa ini obat-obat kecantikan dengan bahan-bahan herbal tradisional banyak bermunculan. Banyaknya cara dan resep yang ada menuntut perempuan tetap selektif memilih cara yang akan ditempuh. Guna mengatasi hal ini, masyarakat Bali telah peka dalam permasalahan ini. Melalui karya sastra, masyarakat Bali telah memiliki cara tersendiri dalam merawat dan mempercantik diri yang dibahas dalam teks Indrani Sastra dan Rukmini Tatwa. Kedua naskah ini termasuk ke dalam jenis tatwa. Menurut Zoetmulder (2006:1223) kata tatwa dalam bahasa jawa kuno adalah ajaran tentang kenyataan yang ada, filsafat, sungguh-sungguh. Sementara itu, menurut Agastia (1994:6) tutur dan tatwa termasuk dalam bagian wariga. Isinya ternyata tidak saja berkaitan dengan ajaran tentang filsafat agama termasuk uraian tentang kosmos, tetapi juga memuat penjelasan-penjelasan tertentu, seperti pengetahuan pengobatan atau penyembuhan. Dalam pembahasan mengenai
3
kecantikan perempuan teks Indrani Sastra lebih relevan untuk digunakan sebagai objek penelitian, karena teks Indrani Sastra lebih mendetail membahas secara rinci tentang kecantikan. Indrani Sastra memuat resep-resep pengobatan kecantikan untuk wanita, tidak hanya mengulas resep kecantikan. Pada awalnya teks ini mengisahkan Dewi Rukmini yang merupakan istri Kresna. Rukmini mengharapkan bantuan pada Dewi Saci untuk mengharmoniskan hubungan suami istri. Dewi Saci memberikan informasi bagaimana cara untuk mempercantik diri agar dikasihi suami. Seperti halnya teks Rukmini Tatwa, Indrani Sastra ini tidak menampilkan cerita secara utuh sebagai satuan narasi. Cerita-cerita yang disampaikan dirangkai bersama dengan resep-resep yang diceritakan oleh Dewi Saci kepada Dewi Rukmini. Dewi Saci disebut juga Indrani yang merupakan istri Dewa Indra yang ber-stana di Istana Indra. Ajaran Bhatari Saci dikenal dengan Indrani Sastra1. Ajaran inilah yang membuat seorang istri akan kembali menemukan kegadisannya jika mengikuti resep-resep yang terdapat di dalamnya. Ajaran utamanya adalah Indrani Pratama Prawala, yakni membuat seorang wanita berumur 100 tahun akan tetap menjadi seorang gadis. Perawatan kecantikan dalam perspektif Indrani Sastra bagi penulis terfokus pada perawatan organ intim wanita, selain perawatan kulit, rambut dan mulut dilihat dari resep yang ada. Cantik berarti mulia atau suci yang mencerminkan seorang wanita pantas mendapatkan tempat yang layak di 1
Indrani Sastra merupakan ajaran Bhatari Saci tentang kecantikan. Ajaran ini kemudian diajarkan Saci kepada Rukmini. Nama Indrani Sastra sekaligus menjadi judul teks yang ditemukan di UPT Perpustakaan Lontar Universitas Udayana, Pusat Dokumentasi Budaya Bali, Gedong Kirtya.
4
hati seorang laki-laki. Selain terfokus pada usaha wanita mendapatkan kegadisan atau keperawanan, ada beberapa resep tentang perawatan tubuh. Selain memuat resep-resep kecantikan juga memuat simbolisasi yang terdapat dalam tubuh seorang wanita. Simbolisasi dilukiskan dalam bentuk simbol-simbol Dewi yang berada dalam organ-organ tubuh wanita. Simbolisasi dewi-dewi yang terdapat pada tubuh wanita ini dikatakan dalam naskah akan muncul jika semua ajaran Indrani Sastra dilakukan. Setiap dewi yang ber-stana dalam tiap-tiap organ tubuh memiliki makna tersendiri. Penelitian ini selain mengulas bentuk, cara, dan fungsi kecantikan dalam teks Indrani Sastra, juga membahas makna simbol-simbol yang terdapat di dalamnya. Salah satu simbol yang ada dalam Indrani Sastra memuat simbolsimbol dewi yang terdapat di beberapa organ tubuh wanita dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dewi Lomawati disimbolkan ber-stana pada rambut seorang wanita. Lomawati dalam bahasa Jawa Kuno berarti rambut pada diri manusia, yang mengarah pada kuatnya akar pohon. Ber-stana-nya Dewi Lomawati pada rambut seorang wanita diharapkan rambut akan kuat bagaikan akar pohon. Dewi Siti Sundari berada pada kedua telapak kaki wanita. Dewi Siti Sundari dalam tokoh pewayangan merupakan anak Dewa Wisnu dan Pratiwi. Dewi Siti Sundari merupakan istri Abimanyu yang merupakan anak Arjuna dengan Subadra. Dalam cerita Mahabrata ketika Abimanyu tewas dalam peperangan, Siti Sundari melakukan satya-nya dengan bunuh diri masuk ke dalam api pembakaran jenazah Abimanyu. Pada telapak kaki ber-stana Dewi Siti Sundari diharapkan seorang wanita memiliki kesetiaan ke mana pun suami melangkah hingga akhir hayatnya.
5
Simbol dewi yang terdapat dalam organ-organ tubuh wanita, diharapkan dapat membuka wawasan bagi perempuan untuk menjadi wanita yang baik secara jasmani dan rohani. Melalui pemaknaan secara semiotika tentang kecantikan menurut teks Indrani Sastra masyarakat Bali khususnya tidak hanya mengenal istilah 3B (brand, beauty, and behavior) dalam kecantikan. Istilah 3B sebelumnya terkenal digunakan dalam ajang-ajang kontes kecantikan, baik taraf provinsi, nasional, maupun internasional. Simbolisasi dewi dalam teks Indrani Sastra memberikan gambaran menjadi wanita cantik dari segi luar dan dalam. Pada lingkup di Bali ajang kecantikan pemilihan putri Bali nantinya dapat menggunakan konsepsi pemaknaan dari simbol-simbol dewi tersebut. Pemakaian konsepsi dewi sebagai referensi penilaiannya yang bersumber kepada teks-teks kuno akan menambah nilai tersendiri. Indrani Sastra tidak menjadi salah satu teks sastra yang membicarakan kecantikan tradisional Bali, selain itu teks Rukmini Tatwa menjadi bahan bacaan tambahan bagi penulis dalam menafsirkan resep kecantikan. Kecantikan dalam teks Indrani Sastra menjadi fokus penelitian ini. Bentuk-bentuk kecantikan berupa perawatan kesehatan dan kecantikan wanita terdapat dalam teks. Perawatan kecantikan memberikan pengaruh kepada diri sendiri dan lingkungan. Simbol dewi-dewi yang terdapat dalam teks menjadi acuan dalam pemaknaan kecantikan.
6
1.2 Rumusan Masalah Pada penelitian ini ada tiga masalah yang dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah bentuk dan cara perawatan wacana kecantikan dalam Indrani Sastra? 2. Bagaimanakah fungsi teks Indrani Sastra bagi masyarakat? 3. Bagaimanakah makna wacana kecantikan yang terdapat dalam Indrani Sastra?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua tujuan tersebut diuraikan sebagai berikut.
1.3.1
Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan
seputar kecantikan perempuan dalam Indrani Sastra, juga diharapkan pembaca memiliki pengetahuan tambahan tentang resep kecantikan herbal tradisional berdasarkan teks sastra. Penelitian ini nantinya diharapkan dapat mendorong minat masyarakat terhadap hasil karya sastra klasik.
1.3.2
Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bentuk dan cara perawatan wacana kecantikan perempuan Indrani Sastra. 2. Untuk mengetahui fungsi teks Indrani Sastra bagi masyarakat.
7
3. Untuk mengetahui makna wacana kecantikan perempuan Indrani Sastra.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat Teoretis Penelitian terhadap Indrani Sastra nantinya diharapkan menjadi referensi
terhadap penelitian sejenis lainnya pada masa mendatang. Penelitian ini terfokus kepada masalah kecantikan. Penelitian mengenai wacana kecantikan yang mengacu kepada teks Indrani Sastra merupakan hal baru yang dapat menambah referensi penelitian terhadap kajian semiotika. Selain itu, penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman terhadap karya sastra pada kajian wacana naratif melalui wacana kecantikan.
1.4.2
Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan agar bermanfaat bagi masyarakat
khususnya pada kaum perempuan untuk memahami kecantikan tradisional yang terfokus kepada kesehatan, sehingga diharapkan kaum perempuan lebih selektif dalam merawat kecantikan dan kesehatan dirinya. Kecantikan saat ini menjadi sesuatu yang mewah untuk didapatkan. Melalui penelitian ini diharapkan perempuan mampu memahami arti kecantikan yang sederhana dan mampu melepaskan kecantikan dengan kesan yang mewah. Diharapkan pula perempuan mengetahui tujuan dalam merawat kecantikannya bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan juga untuk pasangannya (suami).
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Kajian terhadap karya sastra jenis tatwa telah banyak dilakukan oleh peneliti sastra. Apresiasi terhadap karya sastra tatwa sangat tinggi, mengingat nilai-nilai filsafat yang tinggi pada tatwa. Rukmini Tatwa sebelumnya telah diteliti oleh Putu Adhi Kirtiningrat dengan judul “Analisis Struktur dan Fungsi Rukmini Tatwa” (2003). Penelitian ini memuat bagaimana struktur dan fungsi Rukmini Tatwa sebagai resep kecantikan dan kejantanan bagi perempuan dan laki-laki. Dalam penelitian skripsi ini tidak disinggung mengenai keberadaan teks Indrani Sastra sebagai suatu teks berdampingan yang isinya memiliki kemiripan dengan Rukmini Tatwa. Penelitian Rukmini Tatwa memiliki relevansi dengan penelitian Indrani Sastra karena memang kedua teks ini memiliki kemiripan dalam hal resep perawatan kecantikan. Jika Rukmini Tatwa sebagian besar resepnya ditulis dengan bahasa Bali sedangkan Indrani Sastra berbahasa Jawa Kuno dan Sanskerta. Penelitian sebelumnya mengenai Rukmini Tatwa membantu memecahkan masalah penelitian dalam Indrani Sastra khusunya mengenai resep kecantikan. Sudiarta dalam penelitian tesis yang berjudul “Rekonstruksi Visual Konsep-konsep Kecantikan Tradisional Wanita Bali dan Manifestasinya di dalam kehidupan Masyarakat Bali Masa Kini” (2006). Penelitian ini terfokus kepada istilah-istilah yang sering diucapkan dalam masyarakat Bali. Salah satu contoh pembahasan penelitian ini adalah penggunaan istilah bahasa Bali “Gusine sakadi Ngembang Rijasa” layaknya seorang gadis memiliki gusi yang berwarna seperti
9
bunga rijasa. Penggunaan istilah bahasa Bali pada pelukisan wanita cantik dalam penelitian ini memiliki keterkaitan dengan penelitian Indrani Sastra terkait dengan interpretasi simbol dewa dan dewi pada tubuh wanita yang menggambarkan kemuliaan seorang wanita. Wiasti pada penelitian disertasi yang berjudul “Konstruksi Kecantikan Tubuh Perempuan Bali yang Berkarir di Kota Denpasar, Provinsi Bali” (2010). Ada tiga konsep kecantikan perempuan Bali yang diungkapkan dalam disertasi itu. Pertama, kecantikan perempuan Bali mengarah kepada citra kemudaan dan kesegaran, yang menegaskan sebuah kesan baru mengenai sesuatu yang halus dan rapi. Kedua, kecantikan sebagai sebuah ikon global, kecantikan dapat diukur melalui standar-standar universal. Ketiga, kecantikan sebagai pencitraan dan gaya hidup adalah makna yang paling dominan dan menonjol dalam budaya Bali. Disertasi mengenai kecantikan ini berdasarkan pengamatan di lapangan dan tidak tertuju kepada suatu teks yang menjadi acuannya, namun penelitian ini memberikan gambaran umum tentang perkembangan kecantikan dalam penelitian Indrani Sastra kaitannya dengan fungsi perawatan kecantikan. Helen Creese juga berbicara tentang perempuan dalam buku Perempuan dalam Dunia Kakawin Perkawinan dan Seksualitas di Istana Indic Jawa dan Bali (2012). Penelitian mengenai perempuan dalam dunia kakawin yang dilakukan Helen Creese memberikan pengetahuan dan pembuktian bahwa seorang wanita tidak akan lepas dengan keindahan. Penelitian yang dilakukan Helen terfokus kepada kekawin. Penelitian yang dilakukan terhadap perempuan dalam kakawin
10
terkesan hanya mengambil bagian-bagian dari kakawin yang mengandung adegan atau cerita tentang tokoh perempuan. Nyoman Karmini meneliti sosok perempuan dalam buku Perempuan dalam Geguritan Bali (2013). Penelitian ini terfokus pada perempuan dalam sembilan teks Geguritan, yakni Geguritan Dreman, Geguritan Diah Sawitri, Geguritan Damayanti, Geguritan Ni Candrawati, Geguritan Brayut, Geguritan Saci, Geguritan Dyah Arini, Geguritan Cilinaya, dan Geguritan Sakuntala. Penelitian yang dilakukan Karmini melihat relevansi antara sosok perempuan dalam teks geguritan dan kehidupan nyata perempuan Bali. Penelitian Hellen Creese dan Nyoman Karmini terhadap perempuan dalam dunia sastra memiliki kaitan dalam penelitian Indrani Sastra khususnya penafsiran simbol dewa dan dewi dalam tubuh wanita. Sebagian besar nama-nama dewa dan dewi yang terdapat dalam tubuh wanita masih asing didengar. Penelitian perempuan dalam dunia sastra oleh Hellen Creese dan Nyoman Karmini sangat membantu dalam memecahkan permasalahan ketika membahas mengenai simbol dewa dan dewi dalam tubuh wanita.
2.2 Konsep 2.2.1 Kecantikan Kata ”cantik” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti molek, indah, sedangkan kecantikan berarti keindahan atau kemolekan (Alwi dkk., 2005:193). Kecantikan identik dengan seorang wanita. Kategori cantik bagi perempuan ada dua yaitu, cantik dari luar dan cantik dari dalam.
11
1. Kecantikan dari luar adalah kecantikan yang dilihat dari segi fisik. Kecantikan ini bisa dibentuk dengan perawatan diri. 2. Kecantikan dari dalam adalah kecantikan yang terpancar dari sifat wanita itu sendiri. Kriteria cantik dalam suatu daerah berbeda-beda, cantik tidak harus putih dan berhidung mancung. Pandangan seputar cantik terbentuk dari orang yang melihat dan menilai. Kecantikan seorang perempuan tidak muncul begitu saja, sehingga butuh perawatan untuk menjaga kecantikan. Berikut beberapa fungsi kecantikan bagi perempuan. 1. Kecantikan dipandang sebagai salah satu upaya mengharmoniskan dalam rumah tangga. Bagi perempuan yang telah menjadi seorang ibu umumnya jarang memperhatikan masalah perawatan kecantikan. 2. Kecantikan tidak semata-mata agar enak dipandang, tetapi dengan merawat kecantikan sama halnya merawat kesehatan tubuh. 3. Kecantikan berguna sebagai penunjang penampilan dalam pergaulan terutama bagi wanita karir. Menurut Putrawan perempuan ‘mengagitasi’ kaum laki-laki, baik dengan karisma kecantikan maupun pesona kelemahlembutannya. Dia menundukkan lakilaki secara halus dengan menginfeksi struktur terkecil dari unsur pikiran sehingga bagi kaum pria yang telah tergoda perempuan, mereka tidak mampu berbuat apaapa. Karena dahsyatnya daya pesona kecantikan ini, maka dalam Hinduisme kecantikan itu diidentikkan dengan istri (sakti) para dewa atau power para dewa. Power (sakti) itu akan tampak cantik bilamana berada dalam kelemahlembutan,
12
kebaikan, kasih sayang, welas asih, dan kedamaian. Kecantikan dalam ranah spiritual adalah kemampuan memberdayakan power (kekuatan) diri untuk hal-hal kebaikan dalam memelihara ketenteraman dan kedamaian. Kecantikan merupakan ekspresi rohani yang matang dari seorang penyembah, baik laki-laki maupun perempuan, yang bermahkotakan kemuliaan. Jadi kecantikan spiritual itu tidak berjenis kelamin (2013:7). Kecantikan menurut Windhu Sancaya dipandang sebagai sesuatu yang luhur. Keindahan dan kecantikan seorang wanita dilukiskan sama indahnya dengan kecantikan dan keindahan alam semesta. Keindahan itu dalam khazanah Hindu merupakan turunan dari sifat-sifat Tuhan Yang Mahaindah sehingga terefleksi dalam simbolisasi keagamaan, misalnya Dewi Saraswati sebagai simbol Dewi ilmu pengetahuan. Dewi Saraswati dilukiskan demikian cantiknya sehingga menarik minat semua orang untuk meraihnya. Keindahan dan kecantikan dalam hal ini tidak dapat dipisahkan dari kebenaran dan kesucian, sesuai dengan konsepsi satyam, siwam, sundaram (kebenaran, kesucian, dan keindahan). Kecantikan dan keindahan dapat menjadi motivator dan provokator. Ia menegaskan aspek dualitas dari kecantikan rupa ini bahwa dalam berbagai cerita dikisahkan banyak orang suci (sadu/rsi) jatuh dari kehidupan spiritualnya karena tidak tahan oleh godaan kecantikan para bidadari. Namun, di sisi lain, siapa pun yang dapat melewati godaan kecantikan itu maka ia akan dapat mencapai cita-cita tertinggi kehidupan spiritualnya (dalam Putrawan, 2013:9)2. 2
Nyoman Putrawan “Kecantikan dalam Khazanah Hindu: Antara Motivator dan Provokator”, Majalah Raditya Edisi 195 Oktober 2013 : Cantik Menurut Hindu Sisi Lain dari Ajang Miss World
13
Usaha-usaha wanita untuk mempercantik diri dapat dilihat dari maraknya salon-salon kecantikan yang berkembang di Indonesia, bahkan di dunia. Kecantikan yang dipaparkan dalam naskah Indrani Sastra ialah bagaimana seorang perempuan mampu merawat kecantikan dan kesehatan dirinya. Perawatan yang dilakukan ialah menggunakan ramuan-ramuan tradisional. Melalui usaha perawatan kesehatan dan kecantikan diharapkan perempuan nantinya memiliki sifat layaknya seperti dewi. Indrani Sastra dan Rukmini Tatwa menjelaskan bahwa kecantikan secara fisik membutuhkan suatu perawatan, tetapi kecantikan fisik tidak semata-mata menjadi faktor utama seorang itu disebut cantik. Wanita dapat dikatakan cantik apabila mampu menyeimbangkan kecantikan luar dan dalam.
2.2.2 Kesehatan Kesehatan dalam kecantikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Dewasa ini kaum perempuan cenderung melupakan faktor kesehatan dalam kecantikan. Merawat kesehatan tubuh secara tidak langsung membawa dampak positif bagi penampilan secara fisik. Indrani Sastra memuat tentang bagaimana merawat kecantikan tanpa harus meninggalkan unsur kesehatan di dalamnya. Bagi beberapa perempuan proses perawatan kecantikan secara berkala merupakan hal yang membosankan dan kalangan inilah lebih mementingkan segi instan dalam mendapatkan kecantikan. Mengandalkan segi instan tentu memiliki sisi negatif bagi tubuh. Suntik botox menjadi salah satu sarana cepat untuk mendapatkan kulit kencang dan bersih. Dampak negatif yang ditimbulkan tentu tidak langsung
14
dirasakan, tetapi efek ini akan dirasakan dalam beberapa tahun kemudian yang dapat menyebabkan kematian. Dampak buruk yang ditimbulkan dari cara instan untuk mendapatkan kecantikan membuat para perempuan lebih selektif. Kaum perempuan ada yang lebih memilih menjadi perempuan sehat. Tubuh yang sehat tentu ditunjang dari asupan gizi yang masuk ke tubuh. Pengaturan pola makan menjadi solusi paling cermat dalam menjaga kesehatan. Indrani Sastra menguraikan resep-resep kecantikan dengan bahan-bahan tradisional yang tetap
memprioritaskan
kesehatan. Cantik itu sehat dan sehat itu sudah tentu cantik. Oleh karena itu, kecantikan dan kesehatan akan menjadi saling berhubungan.
2.2.3 Indrani Sastra Tatwa merupakan jenis teks prosa yang berisikan tentang filsafat atau ajaran-ajaran. Klasifikasi lontar Gedong Kirtya memasukkan naskah tatwa ke dalam bagian wariga, sedangkan dalam klasifikasi naskah lontar Fakultas Sastra masuk dalam kategori filsafat. Isi tatwa itu sendiri tidak saja berkaitan dengan ajaran tentang filsafat agama termasuk uraian tentang kosmos, tetapi juga memuat tentang penjelasan-penjelasan tertentu, seperti pengetahuan pengobatan atau penyembuhan. Naskah-naskah ini kebanyakan memakai bahasa Jawa Kuno, tetapi ada juga yang memakai bahasa Bali (Agastia, 1994:6). Dalam Kamus Bahasa Bali-Indonesia, kata tutur dibedakan atas dua pengertian: pertama, tutur berarti tatwa (filsafat atau cerita). Kedua, tutur berarti nasihat atau peringatan. Dari pengertian yang kedua, lalu timbul istilah pitutur, tuturina yang berarti dinasihati (Warna dkk., 1991:757). Dalam kamus Bahasa
15
Jawa Kuno-Indonesia, tatwa berarti ajaran tentang kenyataan, filsafat, tulisan yang berisi tentang ajaran (Zoetmulder, 2006:1223). Indrani Sastra termasuk ke dalam jenis karya sastra tatwa yang mengajarkan tentang resep-resep perawatan kecantikan perempuan. Umumnya, perawatan kesehatan dengan menggunakan resep-resep yang termasuk ke dalam jenis usada. Menurut Jirnaya (2011:23) konsep mengenai karya sastra usada adalah sebuah karya sastra yang bermuatan usada atau pengobatan tradisional. Indrani merupakan sebutan lain dari Dewi Saci yang merupakan istri dari Dewa Indra. Menurut Zoetmulder arti nama “Indra” dalam Kamus Jawa Kuno berarti pangeran atau raja (2006:386). Interpretasi penulis terhadap kata “Indrani” yang mendapatkan akhiran (-ni/-i) merupakan bentuk sifat feminim, seperti halnya pada kata “dewa-dewi”, “karmana-karmani”. Indra sebagai raja para dewa tentu bersanding dengan Indrani sebagai ratu para dewi yang mengajarkan tentang kecantikan.
2.3 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan teori semiotika dan fungsi untuk menganalisis teks Indrani Sastra. Teori-teori tersebut akan diuraikan sebagai berikut. 2.3.1 Teori Semiotika Semiotika adalah ilmu tanda. Istilah tersebut berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda terdapat di mana-mana: kata adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur film, bangunan, atau nyanyian burung dapat dianggap
16
sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda. Ahli filsafat dari Amerika, Charles Sanders Peirce, menegaskan bahwa kita hanya dapat berpikir dengan sarana tanda, tanpa tanda kita tidak dapat berkomunikasi. Pierce menggunakan kata semiotika sebagai sinonim dari kata logika. Logika harus mempelajari bagaimana orang “bernalar”. Penalaran menurut Peirce dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda memungkinkan kita untuk berpikir dan memberikan makna pada apa yang ditampilkan semesta. Saussure menganggap bahasa merupakan simbol tanda atau sistem tanda. Sausurre cenderung memakai kata semiologi yang cenderung mengarah ke arah linguistik. Semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimnya, dan penerimanya oleh mereka yang menggunakannya. Peirce mengungkapkan bahwa makna tanda sebenarnya adalah mengemukakan sesuatu atau representamen (Zoest, 1992:1-5). Menurut Paul Cobley dan Litza Janz semiotika berasal dari kata “seme” yang berasal dari kata Yunani memiliki arti penafsir tanda. Sumber lain mengatakan semiotika berasal dari kata “semion” yang berarti tanda. Dalam pengertian yang lebih luas, semiotika berarti studi sistematis mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya, apa manfaatnya terhadap kehidupan manusia. Pemahaman tentang tanda pada awalnya ditelusuri oleh Plato dan Aristoteles mengenai kebahasaan.
Ada dua aliran semiotik yang
dikembangkan oleh Saussure dan Piercean. Saussure menggunakan istilah semiotik dengan kata semiologi, sedangkan Peirce mengunakan istilah semiotika.
17
Dalam perkembangannya istilah semiotika lebih sering dipakai (dalam Ratna, 2004:97--98). Menurut Umberto Eco, semiotika berhubungan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda. Sebuah tanda adalah segala sesuatu yang secara signifikan dapat menggantikan sesuatu yang lain. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berbohong. Umberto Eco menyebutkan bahwa semiotik dapat dipakai pada beberapa bidang penerapan yang dianggap relevan (dalam Ratna, 2004:105--107). Indrani Sastra sebagai karya sastra menggunakan bahasa sebagai simbol tanda. Interpretasi terhadap simbol dewa dan dewi pada tubuh wanita akan mendapatkan makna wacana kecantikan perempuan dalam Indrani Sastra.
2.3.2 Teori Fungsi Fungsi sastra dalam masyarakat masih sering lebih wajar dan terbuka untuk penelitian ilmiah. Khususnya masalah hubungan antara fungsi estetik dan fungsi lainnya (agama, sosial, budaya) dalam variasi dan keragamannya dapat diamati dari dekat dengan dominan tidaknya fungsi estetik demikian pula kemungkinan perbedaan fungsi untuk golongan kemasyarakatan tertentu (Teeuw, 1984:304). Luxemburg (1984:94) menyebutkan bahwa fungsi sebuah teks adalah keseluruhan sifat yang bersama-sama menuju tujuan yang sama serta dampaknya. Sastra tidak hanya mencerminkan kenyataan,
tetapi juga turut membangun
masyarakat dan hendaknya berperan sebagai guru. Karya sastra harus menjalankan fungsi didaktik, hendaknya tidak hanya membuka mata orang bagi
18
kekurangan-kekurangan di dalam tata masyarakat, tetapi juga menunjukkan jalan keluar. Damono (1978:4) menyebutkan bahwa karya sastra berfungsi mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur. Karya sastra dapat berfungsi sebagai pembaharu dan perombak. Karya sastra tidak hanya berfungsi sebagai hiburan belaka. Berpegang pada pendapat ini, maka karya sastra tidak hanya memiliki fungsi sarana hiburan, tetapi juga memiliki fungsi pendidik (dalam Ratna, 2004:503). Fungsi karya sastra tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga berfungsi sebagai pendidik dan pembaru. Berdasarkan teori fungsi ini akan dikaji fungsi wacana kecantikan perempuan Indrani Sastra bagi masyarakat.
19
2.4 Model Penelitian
Indrani Sastra
Teori Semiotika dan Fungsi
Wacana Kecantikan
Bentuk dan Cara Perawatan Wacana Kecantikan Perempuan dalam Teks Indrani Sastra
Keterangan Model Penelitian = Objek Penelitian = Teori = Objek Kajian = Hasil Penelitian = Hubungan Langsung
Fungsi Teks Indrani Sastra Bagi Masyarakat
Makna Wacana Kecantikan Perempuan Teks Indrani Sastra
20
Penjelasan Model Penelitian: Indrani Sastra adalah objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Teks ini dibedah dengan menggunakan teori semiotika dan fungsi. Penelitian ini terfokus kepada masalah kecantikan yang ada dalam teks. Dari hasil penelitian nantinya diperoleh bagaimana bentuk serta cara, fungsi, dan makna wacana kecantikan menurut Indrani Sastra.
21
BAB III METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian Indrani Sastra adalah metode kualitatif. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya, misalnya dalam penelitian ilmu sastra sumber datanya adalah karya, naskah, data penelitiannya, sebagai data formal adalah kata-kata, kalimat, dan wacana. Penggunaan metode kualitatif karena (1) memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek, yaitu sebagai studi cultural, (2) lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga makna selalu berubah, (3) tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek penelitian sebagai instrumen utama, sehingga terjadi interaksi langsung diantaranya, (4) desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka, (5) penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konteks sosial budayannya masingmasing (Ratna, 2008:47). 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini memiliki tahapan penelitian. Tahapan tersebut meliputi tahap persiapan, tugas lapangan, dan tahap analisis. Tahap persiapan dalam hal ini meliputi pemilihan judul, studi pustaka, perumusan masalah, perumusan tujuan, penentuan metode penelitian, dan penetapan waktu penelitian. Pemilihan judul dilakukan dengan terlebih dahulu membaca teks Indrani Sastra. Setelah membaca dan memahami isi teks tersebut, kemudian mencari inti permasalahan yang terdapat pada dua teks tersebut.
22
Langkah selanjutnya ialah studi pustaka, di mana dalam penelitian ini diperlukan buku-buku penunjang dalam penyusunan penelitian. Pemilihan bahan buku-buku tentu saja berkaitan dengan rumusan masalah yang telah ditentukan. Perumusan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan pola pemikiran yang diutarakan oleh Marzuki (dalam Purnama, 2012:41), yaitu manageable (topik penelitian terjangkau oleh peneliti), ontainable (permasalahan dirumuskan dengan mempertimbangkan ketersediaan bahan-bahan pustaka), significance (masalah yang digarap cukup penting untuk diteliti), dan interest (masalah yang diangkat mengaktifkan niat). Tahapan selanjutnya adalah tugas lapangan. Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan bahan-bahan pustaka, wawancara dengan orang yang berkompeten di bidangnya dalam hal ini berkaitan dengan teks Indrani Sastra yang merupakan suatu ajaran kecantikan yang di dalamnya berisi resep-resep tradisional, serta mencari bahan bacaan melalui internet. Tahapan wawacara ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai masalah-masalah yang terkait dengan teks.
3.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa teks Indrani Sastra koleksi Pusat Dokumentasi Budaya Provinsi Bali. Sumber data primer adalah lontar Indrani Sastra yang ditransliterasi dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sumber data sekunder adalah teks Rukmini Tatwa, informan, jurnal, buku-buku, serta internet.
23
3.2.1 Deskripsi Teks Indrani Sastra Indrani Sastra merupakan karya sastra jenis tutur/tatwa yang mengajarkan kecantikan pada perempuan. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa Kuno, Kawi-Bali, dan Sanskerta. Pada bagian awal isi naskah diceritakan bagaimana Dewi Rukmini menanyakan perihal resep kecantikan kepada Dewi Saci. Keperawanan menjadi inti sari dari kecantikan yang diajarkan oleh Dewi Saci kepada Rukmini. Sebagian perawatan kecantikan dalam Indrani Sastra mengacu kepada bagaimana menjadi gadis kembali setelah masa berumah tangga. Bagian selanjutnya berisikan tentang perawatan tubuh (kulit, rambut, serta mulut) seorang perempuan . Dalam bagian akhir Indrani Sastra terdapat makna-makna simbolis tentang dewi-dewi yang ber-stana di tubuh perempuan, berisikan ajaran Aji Suksma Dyahina dan Kama Tantra sebagai inti ajaran yoga utama. Seperti dijelaskan pada latar belakang bahwa Indrani Sastra merupakan nama ajaran yang sekaligus dijadikan judul oleh pangawi. Resep-resep kecantikan yang digunakan dalam teks bersumber pada tanaman herbal. Teks Indrani Sastra yang digunakan dalam penelitian masih dalam bentuk lontar. Berikut identifikasi teks Indrani Sastra yang terdapat pada UPT Perpustakaan Lontar Universitas Udayana. 1. Judul
: Indrani Sastra
2. No Kode
: Krop 191 No. Rt 409
3. Ukuran Lontar
: Panjang 50 cm. Lebar 3 cm.
4. Jumlah Lontar
: 15 lembar
5. Kalimat Awal
: Indrani subagen dewam, Rukminim pari pracati
6. Kalimat Akhir
: Om Dirgghayu rastu tat astu astu, tlas.
24
7. Tahun
: Icaka 1888
8. Ditulis oleh
:-
9. Pengarang
:-
10. Keterangan
:-
3.3 Instrumen Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, sehingga yang menjadi instrument penelitian adalah penulis itu sendiri. Menurut Bogdan (dalam Suardiana, 2009:72) bahwa dalam penelitian kualitatif manusialah dalam hal ini peneliti sendiri adalah sebagai instrument penelitian yang berperan aktif serta dalam menentukan dan memilih serta memilah data yang diperlukan dalam penelitian. Peneliti didukung dengan menggunakan kartu data, Mp3 player, dan media internet. Kartu data digunakan untuk pengelompokan data yang relevan dengan masalah penelitian. Selain itu, kartu data digunakan dalam proses pencatatan data agar tidak tercecer dalam pengumpulan data. Mp3 player digunakan untuk merekam data wawancara yang diperoleh dari hasil wawancara bebas
terbuka
dengan
informan.
Media
internet
dimanfaatkan
untuk
mengumpulkan data penunjang dalam penelitian ini.
3.4 Metode dan Teknik 3.4.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam tahap pengumpulan data adalah metode membaca teks Indrani Sastra. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memeroleh pesan, yang hendak disampaikan oleh
25
penulis melalui media kata atau kata bahasa tulis (Tarigan, 1979:7). Metode membaca ini dilakukan secara berulang-ulang untuk dapat lebih memahami isi naskah tersebut. Dalam menerapkan metode membaca, tentunya dibantu dengan teknik pencatatan, yaitu mengumpulkan hal-hal yang berhubungan dengan data penelitian dengan cara mencatat. Teknik pencatatan dilakukan untuk menghindari data yang tertinggal dan terlupakan karena keterbatasan ingatan. Hal ini serupa dengan pendapat Hadi (1977:165) yang mengatakan bahwa teknik pencatatan bertujuan agar data yang didapat lebih terjamin kebenarannya serta untuk menghindari kelupaan sebagai terbatasnya kemampuan ingatan. Selain itu, digunakan juga metode studi pustaka untuk memperoleh buku-buku yang berkaitan dan menunjang penelitian. Metode selanjutnya dibantu dengan metode wawancara (interview). Metode digunakan untuk memeroleh data sekunder dengan melakukan wawancara kepada sejumlah informan yang dianggap mampu dalam bidang tersebut. Metode wawancara dalam hal ini adalah wawancara bebas terbuka dimaksudkan untuk mendiskusikan permasalahan-permasalahan
yang masih meragukan,
baik
mengenai data, terjemahan, maupun mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan analisis didiskusikan kepada orang yang mempunyai pengetahuan dalam bidang kejawakunoan dan terkait dengan teks Indrani Sastra dan masalah kecantikan. Metode wawancara ini dibantu dengan teknik perekaman. Perekaman ini bertujuan agar data yang diperoleh mudah diingat.
26
3.4.2 Metode dan Teknik Analisis Data Tahap pertama dilakukan pengolahan data, yaitu memeriksa data yang terkumpul lalu dianalisis dengan metode deskriptif analitik. Metode deskriptif analitik dalam penelitian diterapkan dengan cara mendeskripsikan data terlebih dahulu untuk menemukan unsur-unsurnya, kemudian disusul dengan analisis semiotik dan fungsi. Teori semiotika digunakan untuk menganalisis makna yang terkandung dalam teks Indrani Sastra dan teori fungsi digunakan menganalisis fungsi wacana teks Indrani Sastra bagi masyarakat.
3.4.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Metode dan teknik penyajian hasil analisis data yang digunakan dalam penelitian wacana kecantikan perempuan Indrani Sastra adalah metode informal. Metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa, tidak menggunakan penyajian secara formal seperti tanda dan lambang (Sudaryanto, 1993:145). Dalam penelitian ini penyajian dilakukan dengan menggunakan kalimat dan kata-kata dalam bahasa Indonesia.
27
BAB IV BENTUK DAN CARA PERAWATAN KECANTIKAN DALAM INDRANI SASTRA
4.1 Bentuk Kecantikan dalam Indrani Sastra Kecantikan menurut Windhu Sancaya dipandang sebagai sesuatu yang luhur. Keindahan dan kecantikan seorang wanita dilukiskan sama indahnya dengan kecantikan dan keindahan alam semesta. Keindahan itu dalam khazanah Hindu merupakan turunan dari sifat-sifat Tuhan Yang Mahaindah, sehingga terefleksi dalam simbolisasi keagamaan, misalnya Dewi Saraswati sebagai simbol Dewi ilmu pengetahuan. Dewi Saraswati dilukiskan demikian cantiknya sehingga menarik minat semua orang untuk meraihnya. Keindahan dan kecantikan dalam hal ini tidak dapat dipisahkan dari kebenaran dan kesucian, sesuai dengan konsepsi satyam, siwam, sundaram (kebenaran, kesucian, dan keindahan) (dalam Putrawan, 2013:9). Bentuk kecantikan perempuan dalam Indrani Sastra dilukiskan melalui perwujudan dewa dan dewi di dalam tubuh perempuan. Ber-stana-nya dewa dan dewi dalam tubuh wanita tentunya mengharuskan wanita untuk tetap menjaga dan merawat organ-organ tubuh yang diistanai oleh para dewa dan dewi ini. Selain berguna untuk kesehatan tubuh, perawatan tersebut tentunya akan menjaga agar dewa dan dewi tetap ber-stana dan memberikan dampak positif. Perawatan kecantikan wanita dalam Indrani Sastra dibagi menjadi dua kecantikan fisik dan dalam atau inner beauty. Dewa dewi dalam Indrani Sastra berjumlah 40 terdiri atas 2 Dewa dan 38 Dewi yang tersebar dalam tubuh wanita dalam Indrani Sastra.
28
Berikut tabel Dewa dan Dewi yang terdapat dalam tubuh wanita dalam Indrani Sastra. Tabel I Dewa Dewi dalam Organ Tubuh Wanita No
Dewa dan Dewi
Organ Tubuh
1
Dewa Madana Atmika
Kepala
2
Dewi Lomawati
Rambut
3
Dewi Wistarawati
Ubun-ubun
4
Dewi Candra Kirana
Wajah
5
Dewi Citrawati
Alis
6
Dewi Kumārika
Mata
7
Dewi Śaśingkini
Pipi
8
Dewi Śruti Kānti
Telinga
9
Dewi Susumya
Bibir
10
Dewi Mani Wimala
Gigi
11
Dewi Saraswatī
Lidah
12
Dewi Manon Mana
Leher
13
Dewi Tūla Wahini
Bahu
14
Dewi Wimba Darini
Hidung
15
Dewi Rekha Wati
Rahang
16
Dewi Śrī Kusuma
Tulang Selangka
17
Dewi Dhārmika
Lengan
18
Dewi Manggala
Pergelangan Tangan
29
19
Dewi Kumuda
Jari Jemari Tangan
20
Dewi Sādhya Wahini
Telapak Tangan
21
Dewi Amrta Manggala
Kaki
22
Dewi Uma Wati
Hati
23
Dewi Krsna
Empedu
24
Dewi Pundarika
Pusar
25
Dewi Jala Wasini
Perut
26
Dewi Gomayi
Tengkuk
27
Dewi Marnamayi
Punggung
28
Dewi Lowati
Pinggang
29
Dewi Sronika
Bokong
30
Dewi Arnawi
Kandung Kemih
31
Dewi Ambika
Rahim Kanan
32
Dewi Ambilika
Rahim Kiri
33
Dewi Padma Wamini
Dekat Kemaluan
34
Dewi Rasa Suksmika
Dalam Vagina
35
Dewa Kusumāyudha
Cakra Seks
36
Dewi Ratih
Cakra Seks
37
Dewi Ratanggini
Paha
38
Dewi Woksamahija
Betis
39
Dewi Sinharini
Jeriji Kaki
40
Dewi Siti Sundari
Telapak Kaki
30
Empat puluh dewa dan dewi dalam organ tubuh yang perlu diperhatikan oleh wanita dalam Indrani Sastra. Perawatan kecantikan dalam Indrani Sastra tercermin dari beberapa resep di dalamnya. Keperawanan menjadi fokus perawatan dalam beberapa resep kecantikan Indrani Sastra. Dewi Lomawati letaknya di rambut. Di dalam Indrani Sastra terdapat resep perawatan rambut yang berfungsi menguatkan rambut dan menghitamkan rambut. Pada wajah ber-stana Dewi Candra Kirana. Dalam teks juga disebutkan beberapa perawatan wajah agar tetap bersinar layaknya bulan purnama, namun dalam teks tidak disebutkan resepresep yang digunakan dalam merawat 40 organ tubuh wanita. Simbol dewa dan dewi tentunya memberikan pemahaman tentang pentingnya perawatan kesehatan organ-organ tubuh. Pada subbab selanjutnya dibahas beberapa resep kecantikan yang terdapat dalam Indrani Sastra.
4.2 Cara Perawatan Kecantikan dalam Indrani Sastra 4.2.1 Pengertian Kosmetika Modern dan Herbal Perawatan dan pengobatan kecantikan tentu tidak lepas dari peranan kosmetika sebagai sarana mendapatkan kecantikan. Kosmetika dibagi menjadi dua periode kosmetika tradisional dan modern. Kosmetika tradisional dibagi menjadi dua yakni (1) kosmetika tradisional murni dan (2) kosmetika semi tradisional. Kosmetika tradisional murni adalah kosmetika yang berasal dari alam dan diolah secara tradisional (tanpa peralatan modern dan zat kimiawi tambahan). Kosmetika tradisional murni bisa diperoleh dari penjual-penjual jamu atau dari praktisi pengobatan tradisional. Kosmetika tradisional murni, misalnya bedak
31
dingin, lulur, mangir, atau cem-ceman. Kosmetika semi tradisional adalah kosmetika tradisional yang pengolahannya dilakukan secara modern dengan mencampurkan bahan kimia, seperti bahan pengawet. Bagi orang yang menyukai kosmetika yang terbuat dari bahan-bahan alami, tetapi tidak mau repot dalam menggunakannya, biasanya memilih kosmetika semacam ini. Kosmetika modern juga dibagi menjadi dua, yakni sebagai berikut. Pertama, cosmedic (cosmetics medicated) adalah kosmetika yang dibuat berdasarkan formulasi ilmiah sesuai dengan konsep kesehatan dengan menggunakan bahan-bahan kimia tertentu. Bahan kimiawi tersebut dapat berupa obat atau bahan aktif. Kedua, kosmetika hipoalergik adalah kosmetika tanpa zat-zat yang dapat menyebabkan reaksi alergi atau iritasi kulit. Contoh kosmetika hipoalergik adalah yang khusus diperuntukkan bagi wajah sensitif atau berjerawat. Penentuan memilih kosmetika sangat perlu diperhatikan, terkadang harga mahal tidak selalu menjadi jaminan bahwa kosmetika tersebut mengandung bahan yang aman bagi kesehatan. Pastikan kosmetika yang akan digunakan terutama kosmetika modern yang telah mendapat lisensi BPOM (Tjahyaningtyas, 2012:8--15). Kecantikan menggunakan kosmetika semi tradisional memang terkesan lebih populer saat ini di Bali. Sebagai contoh beberapa lulur yang dibentuk dalam kemasan krim yang dibuat dengan bahan-bahan alam dan dicampur dengan bahan pengawet. Menurut Dayu Rusmarini yang merupakan pakar atau praktisi pengobatan herbal tradisional hal ini merupakan suatu fenomena yang terjadi di lapangan. Kosmetika semi tradisional yang mengunakan bahan pengawet di dalamnya tentu memiliki kelebihan dalam hal masa waktu bertahannya obat itu.
32
Namun, kembali lagi bahan kimia tentu memiliki kandungan yang berbahaya pada kemudian hari. Dayu Rusmarini menyarankan agar masyarakat lebih waspada dalam menggunakan kecantikan semi tradisional yang memakai bahan kimia dalam kosmetika. Kosmetika murni tradisional tentu memerlukan waktu yang cukup lama dalam pembuatannya dan kosmetika ini digunakan sekali pakai dalam penyajian segar. Hal ini tentu lebih memberikan efek yang positif bagi tubuh dan tentunya bebas efek samping (Ida Ayu Rusmarini, 8 September 2013)3. Indrani Sastra memuat resep kecantikan tradisional murni dengan penggunaan bahan dari alam, serta alat-alat tradisional dalam pembuatannya. Pada subbab selanjutnya dibahas mengenai beberapa bentuk resep kecantikan yang terdapat pada teks Indrani Sastra.
4.2.2 Keperawanan sebagai Inti Sari Kecantikan Keperawanan menjadi inti sari dari ajaran Indrani Sastra. Sebagian besar resep-resep kecantikan yang diturunkan oleh Dewi Saci memuat bagaimana membuat seorang wanita dewasa atau berumur menjadi kembali gadis. Gadis atau perawan dalam hal ini bukanlah memiliki makna denotatif (bentuk ukuran fisik organ intim wanita yang berubah), melainkan merupakan makna konotatif (sensasi rasa atau kenikmatan seperti perawan kembali). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata perawan merupakan (1) perempuan yang sudah patut kawin; anak dara gadis; (2) belum pernah bersetubuh dengan laki-laki; masih
3
Ida Ayu Rusmarini merupakan praktisi kesehatan herbal tradisional dan juga pendiri kelompok Putri Toga Turus Lumbung Puri Damai yang terletak i Banjar Tumon, Desa Singakerta, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali.
33
murni, sedangkan kata keperawanan memiliki arti perihal perawan, kesucian, atau kemurnian seorang gadis atau kegadisan (Alwi dkk., 2005:855). Indrani Sastra menekankan dalam menjaga keharmonisan keluarga berawal pada diri sendiri. Memeroleh kecantikan berawal dari bagaimana cara menjaga dan merawat kesehatan tubuh. Hal yang wajib dilakukan untuk memeroleh kecantikan. Ajaran ini diperuntukkan bagi wanita yang sudah memasuki masa berumah tangga. Meskipun ajaran ini lebih mengkhusus kepada wanita yang sudah berumah tangga, di sisi lain ada beberapa bagian teks yang berisi tentang perawatan tubuh bagi wanita muda. Pada dasarnya Indrani Sastra mengajarkan bagaimana kegadisan atau keperawanan menjadi hal penting bagi seorang wanita. Pada era modern saat ini kegadisan atau keperawan tidak lagi memiliki makna yang berarti. Ajaran ini akan kembali mengingatkan pada generasi muda untuk pentingnya menjaga kegadisan sebelum memasuki gerbang berumah tangga. Pembahasan mengenai kegadisan atau keperawanan akan dibagi ke dalam beberapa bagian, yaitu (1) resep kegadisan dalam bentuk krim; (2) resep kegadisan dalam bentuk serbuk; (3) resep kegadisan dalam bentuk oil/minyak.
1). Resep keperawanan dengan sarana krim Resep Indrani Sastra yang pertama dibahas dalam bentuk krim atau salep. Krim dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti (1) kepala susu, (2) alat kosmetik berupa salep untuk kulit (Alwi dkk., 2005:600). Salep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti (1) obat luar yang terbuat dari campuran obat dengan zat yang berkonsistensi, seperti mentega, untuk dioleskan pada kulit, (2)
34
minyak kental atau vaselin untuk campuran bahan obat luar, pomade, dsb. (Alwi dkk., 2005:984). Resep pertama untuk wanita yang sudah tidak perawan akan menjadi seperti perawan kembali berikut kutipannya: ...yan atuhekang stri, tĕngah tuwuh, malwi kanya, inggu mica, babakan kapundung putih, bungan siddhawayah, panggal bwaya, ika ta kabeh, klaring lĕnga, klupakan pusuh biyu, angge mangoreng, pasukakning yoni, pisu ngaranika, waluyakanya (hal 3b-4a lontar Indrani Sastra). Terjemahan: Jika ada wanita, paruh baya, akan kembali menjadi perawan/gadis dengan sarana, inggu, merica, kulit pohon kepundung putih, sidhawayah, panggal buaya, itulah semua, ditetesi minyak, kelopak jantung pisang yang sudah digoreng atau sangrai, dioleskan pada tengah kelamin wanita atau vagina, pisu namanya, niscaya akan kembali menjadi gadis. Dari kutipan di atas terlihat penggunaan ramuan-ramuan herbal tumbuhan yang digunakan dalam resep-resep seperti merica, kulit pohon kepundung, kelopak jantung pisang. Penggunaan tumbuh-tumbuhan alami menjamin kemurnian dari hal kimiawi. Semua sarana yang diperlukan di atas disangrai menjadi satu dan dihancurkan hingga halus menjadi serbuk. Serbuk atau bubuk halus dari bahan-bahan alami itu kemudian dicampurkan dengan minyak hingga menjadi seperti salep. Salep ini digunakan sebelum melakukan hubungan suami istri. Selain itu, bisa digunakan secara berkelanjutan tanpa harus melakukan hubungan suami istri.
35
Resep kedua untuk menjadikan wanita kembali menjadi seperti perawan dilakukan dengan cara mengoleskan salep selama tujuh hari berturut-turut pada kemaluan (vagina) wanita. Berikut kutipan resep salep yang digunakan selama tujuh hari. Nihan lepana megawe kanya muwah, byu kladi, kulit juwuk purut, babakan kamaloko, mur, remek daging, tki, akah tabya bun, inggu, babakan kayu manis, yeh tĕbu emeng, lĕngis lĕnga, sarining tunjung biru, uyah, babakan kĕpundung putih, bungan sidhawayah, akah silagwi, bungan dĕlima, ika ta kabeh sama bhaga, pipis (hal.5b-6a Lontar Indrani Sastra ) Terjemahan: Inilah resepnya untuk membuat seperti gadis, pisang keladi, kulit jeruk purut, kulit pohon kamaloko, campur dihancurkan dengan daging, rumput teki, akar lada, inggu, kulit kayu manis, air tebu hitam, minyak wijen, sari teratai biru, garam, kulit kayu pohon kepundung putih, bunga sidhawayah, akar silaguri, bunga delima, itulah semuanya dalam porsi yang sama haluskan.
Resep pada kutipan di atas jika dilakukan secara disiplin selama tujuh hari tujuh malam, dampak yang akan dirasakan ketika berhubungan suami istri akan berbeda. Suami akan merasakan sensasi keperawanan atau kegadisan sang istri. Selain itu, ada beberapa minyak yang digunakan untuk merawat alat kelamin wanita seperti minyak wijen dan lemak bulus. Menggunakan minyak wijen dan lemak bulus akan mengencangkan otot-otot vagina. Resep ketiga untuk menjadi seperti perawan yang diberikan Bhatari Saci kepada Sang Rukmini adalah seperti berikut. Nyan magawe kanya waneh, witning padma, susuning wiwi, pipis, winandĕlakning pusuh yatika pinasukaken ing yoni, limang we lawasnya (hal 8a Lontar Indrani Sastra).
36
Terjemahan: Inilah resep untuk membuat kembali gadis, akar bunga teratai merah, air susu kambing, dicampur dan dihaluskan menjadi satu, kemudian dioleskan pada bagian vagina dilakukan selama lima hari.
Pada kutipan resep di atas diperlukan waktu lima hari dalam proses tahapan untuk medapatkan kegadisan. Dalam lontar Rukmini tatwa memiliki sedikit perbedaan pada resepnya, yakni ditambahkan kelopak jantung pisang dalam campuran salepnya. Saat melakukan hubungan suami istri akan kembali merasakan sensasi menjadi perawan kembali.
2) Resep keperawanan dengan sarana serbuk Resep dengan sarana serbuk dilakukan dalam beberapa tahapan olahan, tetapi tetap menggunakan bahan-bahan herbal tradisional. Serbuk merupakan bentuk kedua mendapatkan kembali kegadisan. Penggunaan resep dalam bentuk serbuk ada beberapa pantangan yang dianjurkan agar tidak melakukan hubungan suami istri selama penggunaan resep ini. Berikut kutipan bahan yang digunakan dalam membuat resep bentuk serbuk: Kuliting jambu pimpali karun garĕm, lĕngā watu, rowangnya waneh... madu ikur huwaya ika ta kabeh sama baga pipis, pahalit, guliga, tĕlas inisisakna... Ikang guli gacurunan ya karuhun, tĕlas winuwurakening yoni, (hal 11b-12a Lontar Indrani Sastra) Terjemahan: Kulit pohon jambu biji, akar tumbuhan karuk, garam, minyak wijen dicampurkan semuanya...madu, panggal buaya dilumatkan dalam bagian yang sama, dihaluskan, dikeringkan menjadi sebuah tablet, tablet atau pil itu terlebih dahulu dihaluskan menjadi serbuk, setelah itu ditaburkan pada vagina, Penggunaan resep dalam bentuk serbuk ini memiliki beberapa pantangan dalam pemakaiannya. Selama proses pengobatan dilarang untuk melakukan
37
hubungan suami istri. Dalam teks tidak dicantumkan jangka waktu yang harus dilakukan dalam penggunaan resep berbentuk serbuk ini. Jika mengikuti semua pantangan dan proses resep, maka wanita yang sudah dewasa akan menjadi seperti gadis kembali.
3) Resep keperawanan dengan sarana minyak Minyak merupakan langkah ketiga dalam upaya mendapatkan sensasi keperawanan kembali dalam teks Indrani Sastra. Dalam pengobatan herbal sarana minyak atau bentuk cair lumrah digunakan dan dijualbelikan di masyarakat. Minyak atau bahan jamu dapat digunakan melalui dua cara, yaitu (1) dilakukan dengan cara meminum langsung dan (2) dengan cara mengoleskannya langsung pada alat vital (vagina). Beragamnya jenis jamu dan minyak yang beredar di masyarakat tidak menjamin semua kemasan yang berlabel herbal menjadi aman untuk dikonsumsi. Berikut resep campuran minyak dan bahan rempah yang terdapat dalam teks Indrani Sastra akan diuraikan melalui kutipan di bawah.
Prianggu, inggu, siamaka, watutwan, rodra, jirĕk, sriwistām kĕmbangining dataki, maduka, kayu manis, tripala, jaha, pala, kapalaka, arjuna, kalpu, udumbara, lwa, ksodra madu, dalima twaca, kuliting dalima, patali, padalisara, dantala ikur huwaya, ika ta kabeh kinĕla ring lĕngā (hal 11b-12a Lontar Indrani Sastra). Terjemahan: Prihanggu, inggu, siamaka, watutwan, rodra, jirek, sri wistam, bunga sidhawayah, maduka, kayu manis, tripala, jahe, pala, kamaloko, termelia arjuna (pohon Arjuna), kalpu (dewandaru?), udumbara, ara, madu, tunas dalima, cempaka, panggal buaya, semua dicampur dan digoreng dengan minyak.
38
Bahan-bahan yang telah diolah dengan ramuan rempah-rempah tradisional akan berbentuk berupa minyak. Minyak yang sudah jadi kemudian dioleskan pada vagina. Meskipun wanita sudah berumur seratus tahun, dia akan kembali menjadi seperti gadis. Ajaran inilah yang dinamakan Indrani Pratama Prawala. Indrani Pratama Prawala merupakan ajaran utama Dewi Saci kepada Rukmini dalam upaya Rukmini agar selalu mendapatkan kasih sayang dari suaminya. Dalam teks juga disebutkan beberapa minyak yang dapat digunakan untuk mengencangkan otot vagina, di antaranya minyak wijen, minyak bulus, atau lemak bulus.
4.2.3 Perawatan Kulit dalam Indrani Sastra Kulit indah dan bersinar tentu sangat didambakan oleh setiap perempuan. Berbagai cara dilakukan golongan perempuan dari muda hingga tua untuk memiliki kulit sehat. Memiliki kulit bersih dan putih memerlukan perawatan dan biaya. Perempuan masa kini lebih cenderung menggunakan cara instan untuk mendapatkan kulit sehat dan bersih. Suntik vitamin C merupakan salah satu cara instan yang dilakukan wanita untuk memeroleh kulit putih. Salon kecantikan, klinik kecantikan, dan rumah sakit menyediakan layanan suntik vitamin C. Saat ini suntik vitamin C sedang popular di kalangan artis dan golongan masyarakat menengah ke atas. Biaya yang diperlukan untuk medapatkan suntik vitamin C berkisar Rp 200.000,00 sampai dengan Rp 500.000,00 per sekali suntikan (Prima, 4 September 2013)4.
4
Prima Diaz Merisca salah satu pengguna suntik vitamin C, informan bekerja di salah satu perusahaan swasta.
39
Walaupun penggunaan suntik vitamin C tidak disarankan pemakaiannya secara berlebihan, beberapa wanita justru tidak peduli tentang bahaya yang ditimbulkan cara ini. Bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan suntik vitamin C berlebihan dapat berakibat fatal pada ginjal dan berujung pada gagal ginjal. Pada dasarnya suntik vitamin C memiliki fungsi mengembalikan kulit tubuh ke bentuk asalnya, bukan untuk memutihkan kulit. Adapun cara modern lainnya yang populer saat ini adalah penggunaan terapi laser sebagai perawatan kulit. Terapi laser dipercaya dapat memperbaiki flek, bopeng jerawat, pori-pori besar, kusam, kendur dan lain-lain. Terapi ini juga memiliki beberapa risiko pada kulit yaitu, bagi yang memiliki kulit sensitif tentu harus berpikir dua kali untuk menggunakan terapi ini. Beberapa kelemahan dari terapi ini adalah kulit akan menjadi kemerah-merahan, kulit akan menjadi lebih sensitif terhadap terik sinar matahari, dan kulit menjadi tidak tahan dengan panas. Kecantikan tradisional akhirnya menjadi solusi yang aman dan murah dalam mendapatkan kulit sehat dan cantik. Menurut Hellena seorang penekun kecantikan organik memaparkan soal teori ilmuwan kuno China tentang prinsipprinsip berlawanan. Dalam teori ini semua kekuatan alam pada dasarnya ada dua sisi yang saling berlawanan; kelebihan dan kekurangan, dingin dan panas, resesif dan dominan, negatif dan positif, gelap dan terang. Yin dan Yang mewakili dua kekuatan fundamental di jagat raya ini. Saat Yin dan Yang bisa sinkron, maka harmoni dalam bentuk kesehatan dan kecantikan bisa didapatkan. Energi Yang merupakan energi yang sifatnya panas. Sebaliknya, energi Yin memiliki sifat yang sejuk atau dingin. Konsep dasar yang diterapkan Hellena, yakni dalam
40
penggunaan resep-resep tradisional yang mengandung unsur Yin dan Yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan kulit wajah. Kulit wajah sehat atau normal memiliki energi Yin dan Yang berimbang. Pada kulit wajah berminyak, maka energi yang berlebih adalah energi Yang. Perawatan kulit wajah berminyak, yakni dengan resep-resep tradisional yang bahan-bahannya memiliki sifat Yin (dingin), seperti masker buah mentimun, strawberry, madu, lemon, dan lain-lain (Hellena, 2012:7,8,107). Berbagai cara yang ditempuh untuk memeroleh kulit sehat dan cantik dari cara modern hingga tradisional. Kedua cara ini tentu memberikan dampak positif dan negatif bagi kesehatan kulit wajah. Indrani Sastra memuat mengenai perawatan kulit tubuh dan wajah alami. Adapun beberapa cara dan resep yang dimuat dalam Indrani Sastra dapat berupa masker, bedak, dan lulur yang terbuat dari bahan-bahan alami. Seperti yang telah disampaikan Hellena bahwa teknik pengelolaan energi pada kulit akan memengaruhi bahan yang digunakan untuk perawatan. Perawatan kulit pada Indrani Sastra dipercaya dapat membuat kulit wajah bersinar layaknya cahaya bulan purnama, cahaya api. Adapun beberapa jenis bentuk perawatan, seperti (1) bedak, (2) masker, dan (3) lulur yang ada pada Indrani Sastra.
1) Bedak tradisional Indrani Sastra Bedak atau pupur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan serbuk halus untuk mempercantik muka atau untuk obat kulit; pupur. Beberapa jenis bedak yang terdapat pada Kamus Besar Bahasa Indonesia terdiri atas (1) bedak bayi adalah bedak yang dikhususkan untuk bayi, biasanya untuk menyerap
41
air dan keringat, dapat juga mencegah lecet karena gesekan pakaian; (2) bedak Dingin berfungsi sebagai menyejukkan muka supaya kulit tidak cepat rusak karena sinar matahari (biasanya dipakai malam hari); (3) bedak padat adalah bedak yang berbentuk padat, dibubuhkan dengan spons atau kuas besar agar hasilnya halus dan rata; (4) bedak serbuk adalah bedak berbentuk serbuk yang pemakaiannya sama dengan bedak padat; (5) bedak tabur adalah bedak yang komponennya berupa bubuk tanpa diberi zat pelekat; (6) bedak tumpat sama halnya dengan bedak padat; (7) bedak wangi adalah bedak harum baunya (2005:120). Indrani Sastra menyajikan tentang bagaimana cara pembuatan dan pemakaian bedak di dalamnya. Berikut kutipan resep dan cara pembuatan bedak yang menjadikan kulit bercahaya layaknya bulan purnama. Sasawi kuning, jirĕk, cit, ika ta kabeh pipis, ya ta panamba muka, kadi hulun purnama muka denya (Halaman 14a Lontar Indrani Sastra). Terjemahan: Sesawi kuning, kulit pohon kepundung putih, cit, semua dihaluskan menjadi satu, itulah kemudian di oleskan pada muka, muka akan bercahaya layaknya bulan purnama. Semua bahan pada kutipan di atas dicampur dan dihaluskan ke dalam bentuk serbuk atau bedak. Bedak tradisional ini dapat digunakan dalam keseharian.
2). Masker tradisional Indrani Sastra Masker merupakan alternatif lain dalam perawatan wajah bagi wanita. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2005:720) masker berarti alat untuk menutup muka; topeng, kain penutup mulut dan hidung (seperti yang
42
dipakai oleh dokter, perawat di rumah sakit). Masker dalam hubungan kecantikan adalah sediaan yang berwujud cair atau bahan lunak yang dioleskan untuk membersihkan dan mengencangkan kulit, terutama kulit wajah. Bahan-bahan yang digunakan dalam masker pada umumnya berupa tumbuhan atau buah-buahan segar. Dewasa ini berbagai jenis bahan masker yang berkembang dalam perawatan kulit wajah dapat dibagi ke dalam tabel sebagai berikut. Tabel II Jenis Masker Herbal Alami No
Bentuk Masker
1
Masker Wajah Bahan bangkoang, Dasar Buah
Bahan Dasar Masker
almont,
apokat,
lemon,
strawberry,
anggur,
nanas,
papaya, tomat, pisang, kiwi, wortel, labu kuning, persik, dll. 2
Masker Wajah Bahan putih telur, madu, cokelat, lidah Dasar Non Buah
buaya, beras, yoghurt, dll.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan masker di atas merupakan bahan-bahan nonkimia yang dipastikan aman untuk digunakan. Bahan dasar masker buah dan nonbuah memiliki manfaat yang beragam dan memberikan asupan vitamin bagi kulit. Indrani Sastra memuat bagaimana resep dalam pembuatan masker tradisional Bali. Resep masker diuraikan satu per satu seperti yang ada pada kutipan berikut.
43
Resep 1. Uyuh ning lĕmbu homayanya kuning pineh, ikur huwaya, ya ta pada nampĕl muka, pitung we lawasnya kadi tejaning apwi maka denya (hal 14a-14b Lontar Indrani Sastra). Terjemahan: Susu lembu yang sudah direbus matang, kembang tiris ekor buaya (ikur huwaya), semua itu digunakan untuk masker wajah, digunakan selama tujuh hari, hasilnya wajah bersinar seperti cahaya api.
Resep masker pertama berguna untuk membuat wajah menjadi lebih bersinar. Pada kutipan dikatakan bahwa wajah akan bersinar kadi teja (seperti api) merupakan suatu bentuk gaya bahasa hiperbola yang ada pada teks. Sinarnya seperti api memiliki makna, yakni wajah perempuan akan memiliki daya tarik yang dapat mencuri perhatian lawan jenis. Resep masker ini digunakan secara rutin selama tujuh hari. Masker pada umumnya digunakan pada malam hari menjelang waktu tidur. Setelah seharian beraktivitas kulit berinteraksi dengan matahari, debu, dan polusi, pada malam hari menjadi waktu yang tepat untuk memanjakan kulit wajah.
Resep 2. Miñaking sapi ta pwan kinĕla, kuti kĕmbang ning palasa, sama baga kabeh, pipis, panampĕl muka (Hal 14b Lontar Indrani Sastra). Terjemahan: Minyak sapi yang dipanaskan, kelopak bunga palasa (butea frondosa) semuanya dalam komposisi yang sama, dilumat hingga halus, digunakan sebagai masker wajah. Resep kedua yang terdapat pada Indrani Sastra dalam komposisinya menggunakan minyak sapi, mengutip apa yang dikatakan Hellena soal bahan yang mengandung unsur Yang (panas) seperti halnya minyak, maka masker ini dapat
44
digunakan pada kulit wajah yang cenderung lembap atau unsur Yin yang tinggi pada kulit wajah. Pada kutipan tidak dijelaskan jangka waktu penggunaan masker. Resep 3 Sari wani padma, susuning lĕmbu, kĕmbang ing dataki, ika ta kabeh pipis, pahalit, panampĕl muka, kadi ulan purnama muka denya (Hal 14b-15a Lontar Indrani Sastra). Sari bunga padma, susu lembu, bunga sidhawayah, semua itu dilumat sampai halus, wajah akan seperti bulan purnama. Resep yang ketiga dari Indrani Sastra didominasi oleh unsur dingin atau Yin yang berasal dari bunga-bunga dan ditambah susu lembu sebagai kompres atau penyejuk. Resep ini dikhususkan bagi wanita yang memiliki masalah pada wajah berminyak. Penggunaan bahan dasar yang sejuk dari masker ini akan membuat wajah menjadi lebih lembap. Pada akhir kutipan dijelaskan bahwa resep ini akan menjadikan wajah seperti bulan purnama. Sifat sinar bulan purnama cenderung menyejukkan sinergi dengan bahan yang digunakan dalam pembuatan masker. Resep 4. Watutwan mirica, mramangsi, kĕmbang padma, riñuk, husir, jyotismati, mipalimula, witning cabe, jalu kumapang, ciraka, kembang ning cemara, jambu, bunga landĕp, sama baga kabeh, pipis, panampĕl muka, byakta kadi wulan purnama denya ikang muka (hal 18a-18b Lontar Indrani sastra) Terjemahan: Biji merica, mangsi, bunga teratai merah, dihancurkan, diaduk, jyotismati, mipalimula, biji cabai, akar jalu mampang, ciraka, bunga cemara, jambu, bunga landep, komposisi seluruhnya sama, dilumat, untuk masker wajah sehingga bercahaya seperti bulan purnama
45
Resep masker keempat Indrani Sastra menggunakan bahan-bahan yang beragam dan banyak. Dilihat dari kutipan resep di atas diketahui bahwa bahanbahan yang dipakai memiliki energi Yin dan Yang berimbang. Unsur Yin diwakili oleh bunga-bunga yang masuk ke bagian resep. Sebaiknya unsur Yang diwakili oleh masuknya tanaman rempah seperti merica dan biji cabai. Kulit wajah normal memiliki energi Yin dan Yang berimbang. Resep ini cenderung dipakai sebagai perawatan kulit normal. Tanaman akar jalu mampang berkhasiat sebagai obat bengkak yang dapat menghilangkan jerawat ataupun bisul pada wajah. Tanaman bunga pada resep berguna sebagai pelembap kulit untuk mencegah timbulnya jerawat. Manfaat rempah lada atau merica pada resep adalah mengembalikan kulit wajah putih seperti sediakala. Resep 5 Cabe jyotismati, pipis gomutra wayanya, panampĕl muka, tan pirwa tinampĕkakĕn, hilang wyadining muka denya (hal 19a Lontar Indrani sastra). Terjemahan: Cabai, jyotismati, dicampur dengan air seni (kencing) sapi, untuk masker wajah, jangan ditempelkan dua kali, akan menghilangnya penyakit pada wajah Resep kelima dari Indrani Sastra berfungsi sebagai obat pada wajah. Bahan-bahan yang digunakan tidak terlalu banyak. Sesuai dengan kutipan di atas penggunaan masker ini hanya pada saat kulit wajah sakit. Tanaman jyotismati digunakan sebagai obat penahan rasa sakit sama halnya dengan tanaman-tanaman yang digunakan sebagai bahan dasar narkoba. Tanaman Jyotismati hanya
46
digunakan dalam takaran secukupnya. Jyotismati lebih populer penggunaannya di India. Penggunaan secara berlebihan tentu akan berakibat fatal. Resep 6
Ampruning mĕrak, kuliting antiganing dara, jahakling maliwadi, pipis, gomutra wayanya, tinampĕl ning tambra bojana, wĕkasan tampĕlakna ring tuha-tuha, tan pingrwa hilang denya (hal 20a Lontar Indrani sastra). Terjemahan: Empedu burung merak, kulit telur burung dara, jahe hitam, kulit pohon ampelas, lumat, dicampur dengan air kencing sapi, diletakkan di atas bejana tembaga, kemudian oleskan pada kulit yang sudah tua, tidak sampai dua kali akan hilang. Resep keenam dari Indrani Sastra ialah masker yang berfungsi untuk kulit keriput. Masker ini akan menjadi pamungkas bagi para wanita yang sangat takut akan keriput dan kerutan di wajah. Keriput sudah pasti akan dijumpai oleh semua orang. Namun, sesuai dengan kutipan pada Indrani Sastra dikatakan bahwa kulit bisa kencang kembali. Kulit telur burung dara dipercaya sebagai solusi melawan penuaan dini. Akan tetapi, uji klinis perlu dilakukan untuk membuktikan soal fungsi dari beberapa resep masker Indrani Sastra.
3) Lulur tradisional Indrani Sastra Lulur merupakan langkah ketiga dalam perawatan kulit pada Indrani Sastra. Lulur dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:687) merupakan bedak kuning dengan wangi-wangian untuk membersihkan badan dan menghaluskan kulit; lutut. Penggunaan lulur dalam upaya mempercantik dan merawat kulit merupakan cara yang lumrah dilakukan bagi kalangan wanita. Lulur telah digunakan sejak zaman dahulu hingga era modern saat ini. Cara ini masih tetap
47
menjadi solusi kecantikan kulit. Bahan dasar alami dan murah serta penggunaannya yang mudah menjadikan lulur sebagai cara yang umum mendapatkan kulit sehat. Indrani Sastra sebagai naskah yang mengulas kecantikan juga menjelaskan penggunaan lulur sebagai salah satu bentuk perawatan kulit. Perbedaan lulur dan masker terletak pada letak dan cara penggunaannya. Lulur pada umumnya dapat digunakan di seluruh bagian tubuh, sementara penggunaan masker hanya terbatas pada bagian muka. Berbagai jenis lulur tersedia di pasaran dari harga ribuan hingga ratusan ribu. Khasiat dalam penggunaan lulur tentu membersihkan kulit dari kotoran yang menempel serta mengangkat flek-flek hitam pada kulit. Beberapa resep lulur pada Indrani Sastra diuraikan sebagai berikut. Resep 1. Sasawi kuning, ya ta pangluluda muka, iwĕkasan tinampĕl ri kĕmbangning putih muwang kuliting camara, pipis pahalit, susuning lĕmbu pinaka sirnya kinĕla, sampunya asat, hinaywan susu muwah ping pitu diwasanya tinampĕlakĕn, kadi ulan purnama muka denya (hal 15b-16a Lontar Indrani Sastra).
Terjemahan: Sasawi kuning, itulah lulur untuk wajah, kemudian ditempel dengan bunga putih serta kulit cemara, lumatkan hingga halus, susu lembu yang dimasak digunakan sebagai pencair, sesudah kering, kembali ditambah dengan susu tujuh hari lamanya dioleskan, wajah akan seperti bulan purnama. Resep lulur Indrani Sastra pada kutipan di atas memiliki beberapa tahapan. Sasawi kuning, bunga putih, kulit pohon cemara tiga bahan lulur dihaluskan. Setelah halus kemudian dimasak bersama dengan susu lembu hingga
48
mengental atau kering. Setiap menggunakan lulur ini perlu dilarutkan kembali dengan air susu. Proses ini dilakukan selama tujuh hari berturut-turut hingga akhirnya kulit akan tampak bercahaya layaknya sinar rembulan. Demikianlah beberapa resep kecantikan kulit yang terdapat dalam Indrani Sastra. Uji klinis dan laboratorium tentang manfaat yang terkandung dalam resepresep tentu diperlukan. Resep kecantikan kulit dalam bentuk bedak, masker, dan lulur Indrani Sastra tentunya dapat menambah pengetahuan terkait dengan kecantikan kulit tradisional.
4.2.4 Perawatan Rambut Indrani Sastra Rambut merupakan bulu yang tumbuh di bagian atas kepala manusia, Bagi wanita, rambut merupakan mahkota yang membuat semakin anggun untuk dipandang. Beragam jenis model rambut berkembang saat ini, yaitu dari rambut yang sengaja diluruskan ataupun dikeritingkan. Mewarnai rambut juga menjadi suatu mode yang dapat membuat wanita tampil modis. Keinginan tampil modis ini memiliki dampak yang kurang baik terhadap kesehatan rambut ataupun kulit kepala. Rambut rontok, bercabang, hingga masalah ketombe sering menjadi masalah. Perawatan rambut sangat diperlukan untuk menunjang penampilan modis. Bagi wanita,
keperluan salon-menyalon merupakan suatu hal yang wajib
terutama dalam urusan perawatan rambut. Perawatan rambut umumnya menggunakan shampoo dan conditioner yang dapat dilakukan di rumah. Beragam jenis shampoo diperjualbelikan di pasaran. Indrani Sastra memberikan satu resep
49
tradisional dalam merawat rambut agar tetap sehat dan hitam alami. Berikut kutipan teks yang mengungkapkan perawatan rambut ala Indrani Sastra.
Resep 1 Nyan pacamĕng kesā, sunguning wĕdus padu, jambu hirĕng, gĕdang warangan, tunu ika katiga apisan, wamañuhu hĕning jĕruk, pupurĕk, wĕkasan karamasĕmĕhan (hal 20a Lontar Indrani sastra). Terjemahan: Inilah penghitam rambut, tanduk domba, jambu hitam, pisang kekuning-kuningan, panggang ketiganya dan jadikan satu, basahi dengan air jeruk, dilumatkan hingga lembut, kemudian berkeramas. Resep untuk menghitamkan rambut seperti kutipan di atas terdiri tanduk domba, jambu hitam, pisang kuning yang dihaluskan menjadi satu, kemudian disangrai. Setelah melalui proses sangrai hingga menjadi serbuk kemudian dilembutkan dengan campuran air jeruk hingga wujudnya seperti cream atau shampoo. Perasan air jeruk berfungsi untuk menyuburkan rambut dan menyehatkan kulit kepala. Tanduk domba merupakan bahan yang relatif mahal yakni Rp 50.000,00 -- Rp 150.000,00 per buah dan sulit mendapatkannya.
4.2.5 Perawatan Mulut Indrani Sastra Perawatan mulut sangat diperlukan terutama dalam mengatasi bau mulut menjadi penting bagi setiap orang. Bau mulut akan berdampak langsung pada pergaulan dalam berkomunikasi sehari-hari. Ada dua jenis bau mulut yang timbul akibat gangguan pencernaan dan jenis makanan yang dikonsumsi. Gangguan pencernaan lambung atau panas dalam dapat menyebabkan bau mulut yang kurang sedap. Bau mulut yang ditimbulkan langsung dari makanan seperti pete
50
(petai atau melanding), jengkol, buah durian, dan sebagainya dapat mengganggu dalam komunikasi sehari-hari. Menggosok gigi dua kali sehari menjadi hal dasar dalam perawatan mulut dan gigi. Selain menggosok gigi, berkumur dengan rendaman air sirih menjadi solusi dalam perawatan bau mulut. Indrani Sastra mengulas bagaimana mengatasi bau mulut dengan beberapa ramuan tradisional. Resep mengenai mengatasi bau mulut ditunjukkan kedalam kutipan di bawah ini. Resep 1 Nyan waneh pangilang wyadi pamulutang ning awak, dewa dari kayu dewa daru, prihanggu, inggu, apa margga, dang gangan, sinama baga, yeka sinanggan lepya ngarannya, dinilat dening amangan (hal 17a-17b Lontar Indrani Sastra). Terjemahan: Berikut resep lain untuk menghilangkan bau mulut pada diri, dewa kayu atau yang lebih dikenal pohon dewadaru, prihanggu, inggu, begitulah prosesnya, dangdangan, komposisinya sama, itulah yang disebut lepya (odol), dikunyah atau dikumur setelah makan. Hal yang terungkap dalam kutipan sebagai resep menghilangkan bau mulut ala Indrani Sastra. Kayu Dewandaru (Eugenia uniflora) dipercaya memiliki antioksidan yang mampu mematikan kuman dan bakteri yang berada di mulut. Selain berfungsi bagi kesehatan dewandaru merupakan salah satu kayu yang dinilai memiliki unsur spiritual yang tinggi dan dapat dikatakan sebagai kayu mulia di kalangan spiritual. Tanaman inggu berfungsi mengobati pembengkakan lidah. Seluruh bahan resep takaran yang dipakai sama. Kegunaan resep juga dijelaskan pada kutipan di bawah. Malilang ikang tutuk mari mĕbo denya, waja tan molah palanya, galigraha atilang denya (Hal 17b Lontar Indrani Sastra)
51
Terjemahan Rongga mulut menjadi bersih dan baunya hilang, dan gigipun menjadi kuat, rongga tenggorokan menjadi bersih.
Kutipan di atas menjelaskan bagaimana kegunaan resep untuk bau mulut, tidak hanya bau mulut, organ-organ mulut, gigi, dan tenggorokan menjadi sehat. Dengan adanya resep ini diharapkan masalah bau mulut tidak lagi menjadi halangan bagi orang untuk berinteraksi. Resep perawatan bau mulut merupakan tahapan terakhir yang terdapat pada Indrani Sastra dalam upaya mempercantik diri. Sebagai wanita khususnya menjaga dan merawat tubuh merupakan hal penting dalam menunjang kecantikan.
52
BAB V FUNGSI TEKS INDRANI SASTRA BAGI MASYARAKAT
5.1 Fungsi Pengobatan dan Perawatan Setiap wanita tentu mendambakan yang namanya cantik. Segala daya dan upaya akan dilakukan demi mendapatkan kecantikan. Dr. Martha Tilaar dalam buku Kecantikan Perempuan Timur menjelaskan bahwa keinginan untuk cantik secara universal adalah dorongan alamiah dari dalam diri setiap manusia. Namun, pemahaman kata cantik bisa dipersepsikan berbeda oleh setiap orang, setiap bangsa. Perempuan cantik pada relief candi-candi di Jawa Tengah, juga seperti di banyak negara Asia lainnya, adalah perempuan yang bertubuh subur. Sama halnya dengan lukisan-lukisan di Eropa dari Abad ke-15 dan ke-16 yang memandang perempuan bertubuh subur sebagai model dari sesuatu yang cantik. Martha Tilaar menilai bahwa zaman ke zaman pandangan tentang kesempurnaan perempuan itu berjalan sesuai dengan perkembangan nilai-nilai dan pandangan masyarakat serta lingkungan etnik, kebudayaan, bahkan geografisnya. Akan tetapi, pada dasarnya tuntutan tentang syarat-syarat kesempurnaan itu berangkat dari standar yang tidaklah jauh berbeda (1999:34--37). Mengacu kepada apa yang diungkapkan Martha Tilaar soal kecantikan merupakan suatu hal yang dipandang relatif dan memiliki batasan-batasan serta ukuran masing-masing. Standar kecantikan di Eropa tentu berbeda dengan kecantikan yang berada di kawasan Afrika. Kecantikan tradisional di Indonesia justru muncul dalam beberapa karya sastra sebagai acuan. Dalam kitab Serat Wulang Wanito atau Wulang Estri, pandangan tentang perempuan ideal
53
diungkapkan dalam wejangan para raja. Dalam kitab yang ditulis oleh Pakubuwono IX pada tahun 1811 Saka (sekitar tahun 1889 Masehi) itu diungkapkan pedoman bertingkah laku yang baik bagi perempuan. Seluruh isinya ada 4 pupuh dan 63 pada (bait). Menurut serat itu, seperti tertulis dalam pupuh Asmarandhana pada 5 dan 7 “perempuan yang baik” adalah perempuan yang tahu soal kebersihan, baik kebersihan rumah maupun kebersihan badan (Martha, 1999:37). Pada masa lampau nenek moyang kita telah melakukan perawatan kecantikan untuk menjaga bentuk tubuh demi penampilan sederhana dengan menggunakan kosmetik seadanya yang bahan bakunya berupa tumbuhan yang terdapat di sekitar rumah. Cara meramunya juga sederhana sesuai dengan tingkat pengetahuan dan budaya pada saat itu. Pengetahuan untuk merawat tubuh yang sederhana ini diperoleh secara turun-temurun dari nenek moyangnya yang ditularkan secara lisan serta harus diketahui dan dilakukan oleh setiap remaja sebagai penerus menjelang perkawinan yang sesuai dengan adat dan tradisinya. Cara meramu dan penyajiannya juga masih sangat sederhana karena umumnya dibuat dalam bentuk segar, dicuci bersih, dipotong kecil-kecil atau dirajang halus, ada yang langsung direbus dan ada pula yang ditumbuk atau dipipis untuk diambil sarinya ataupun hanya dioleskan ke seluruh atau sebagian permukaan kulit (Martha, 1992:34). Indrani Sastra merupakan teks sastra yang berfungsi sebagai teks pengobatan dan perawatan kecantikan tradisional. Seperti yang diungkapkan oleh Martha Tilaar tentang cara meramu resep kecantikan tradisional yang sederhana
54
tertuang juga pada Indrani Sastra. Pada Bab IV telah diuraikan bagaimana resep pengobatan dan perawatan Indrani Sastra disajikan dalam bentuk segar. Pengobatan dan perawatan tradisional tentunya akan membawa informasi penting bagi masyarakat umum khususnya kaum wanita. Indrani Sastra memberikan alternatif pilihan dalam mengatasi masalah kewanitaan. Pengobatan pada Indrani Sastra dikhususkan kepada organ intim perempuan. Tidak hanya soal organ intim kewanitaan, Indrani Sastra juga memuat soal pentingnya merawat kulit wajah dan tubuh. Perawatan dan pengobatan kecantikan tradisional ditanamkan sejak remaja pada zaman dulu. Pentingnya pengetahuan soal perawatan diri bagi kaum perempuan untuk dirinya sendiri juga menjaga kelangsungan harmonisnya rumah tangga itu sendiri. Penanaman pengetahuan soal pengobatan dan perawatan tradisional merupakan suatu usaha pelestarian warisan budaya dalam khazanah ilmu pengobatan. Sejalan dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan, kecantikan tradisional tidak lantas ditinggalkan. Sekitar tahun 1950 masyarakat Indonesia terutama di kota-kota besar di Indonesia mengenal kosmetika untuk perawatan kecantikan produksi luar negeri yang lazim disebut dengan kosmetika modern. Penggunaan kosmetika ini sangat mudah dan praktis, sehingga saat itu hampir semua kaum wanita berpaling menggunakan kosmetika modern tanpa menghiraukan efek samping yang ditimbulkannya. Kira-kira pada tahun 1972 masyarakat mulai menyadari efek samping penggunaan kosmetika tersebut. Tidak cocoknya penggunaan kosmetika modern yang datang dari luar negeri disebabkan oleh faktor letak geografis dan iklim yang memengaruhi tubuh. Pada tahun 1973
55
ada gerakan yang muncul untuk kembali menggunakan kosmetika yang kembali ke alam (Martha, 1992:35--36). Kecantikan tradisional yang mengacu pada alam atau herbal masih digunakan hingga kini. Ramuan lulur, masker, sabun, shampoo, dan alat-alat kecantikan lainnya pada dasarnya sebagian besar masih menggunakan bahanbahan alami atau herbal. Martha Tilaar dapat dikatakan sebagai tokoh perempuan Indonesia yang ikut menjaga dan melestarikan kecantikan tradisional melalui beberapa produk yang dihasilkannya. Resep-resep yang terdapat pada Indrani Sastra akan menjadi pilihan alternatif bagi masyarakat khususnya kaum perempuan dalam menjaga dan merawat kecantikannya.
5.2 Fungsi Pelestarian Tanaman Herbal Kekayaan flora Indonesia yang meliputi sekitar 30.000 jenis tumbuhan dan diperkirakan merupakan kira-kira 10% dari flora dunia, banyak di antaranya sebagai sumber obat, kosmetika, ataupun jamu. Kekayaan flora ini perlu digali dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai salah satu tujuan perjuangan bangsa. Pemanfaatan tumbuhan sebagai sumber obat atau bahan obat sebenarnya sudah dilakukan di Indonesia sejak zaman dulu. Menurut Steinman, pada gambar-gambar relief di candi-candi Borobudur, Prambanan, Panataran, Sukuh, dan Tegawangi dapat ditemukan gambar-gambar pohon kamboja, maja, maja keling, tengkawang, buni, pucung, nyamplung, negasari atau cangkok kurung, cendana wangi, cendana jenggi, kembang sepatu, sukun, nangka, jamblang, calincing, kecubung, pinang, siwalan,
56
kelapa, dan lain-lain. Sebagian di antarannya menghasilkan bahan obat, komestika, ataupun bahan jamu yang sampai sekarang ini masih digunakan. Namun, dengan tidak adanya catatan-catatan tertulis, pengetahuan pada waktu itu dan sesudahnya mengenai tumbuhan obat dan jamu tidak berkembang seperti yang semestinya (Sutarjadi, 1992:16--17). Penelitian tentang tumbuhan-tumbuhan obat banyak dilakukan oleh peneliti asing. Penelitian tentang tumbuhan di Indonesia dimulai oleh Rhumpius pada tahun 1660--1701 yang diberi judul “Het Aboinisch Kruidbock” atau “Herbarii Amboinense”. Penelitian ini menguraikan morfologi, nama-nama daerah, cara penanaman, kegunaan, dan sebagainya. Rintisan Rhumpius meneliti tanaman obat diikuti oleh beberapa peneliti Eropa lainnya, seperti C.F Horsfield, F.A.C. Waitz, J.K. Hasskarl, A.G Vorderman, J.E. Jasper, M. Greshoff, dan W.G. Boorsma. Karya tulis Boorsma banyak mengulas bahan jamu Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Tulisan tentang ilmu pengobatan dan praktik pengobatan di Bali diuraikan oleh Weck dalam bukunya yang berjudul Heilkunde und Volkstum auf Bali yang diterbitkan untuk pertama kali tahun 1937. Penelitian Weck menggunakan 256 Lontar sebagai referensi penelitian serta melakukan beberapa wawancara dengan beberapa narasumber (Sutarjadi, 1992:17--18). Pengobatan herbal di Bali tercermin melalui karya sastranya yang dianggap monumental, seperti Usada Taru Pramana. Usada Taru Pramana menceritakan tumbuh-tumbuhan yang datang menghadap Mpu Kuturan untuk mengemukakan khasiatnya masing-masing yang dapat dijadikan obat-obatan. Lebih lanjut diceritakan bahwa untuk mengobati suatu penyakit, bagian tertentu
57
tumbuh-tumbuhan, seperti daun, buah, kulit, batang, akar, dan tunas dapat dijadikan obat berupa obat luar dan obat dalam, misalnya param, kompres, sembur, tetes, jamu, dan urap atau boreh. Bagian tumbuh-tumbuhan ada pula yang harus dicampur untuk dijadikan obat. Usada Taru Pramana masih digunakan hingga kini, masih dipercayai dan dimanfaatkan oleh masyarakat dan banyak manfaatnya untuk mengobati orang sakit. Pada era globalisasi dan modernisasi dewasa ini khususnya mengenai obat-obatan ada kecenderungan di masyarakat untuk kembali memanfaatkan yang alami (Sukersa, 1996:8--9). Ramuan herbal menjadi kunci kecantikan tradisional. Hal ini tidak dapat dipisahkan mengingat pentingnya tanaman-tanaman dan rempah-rempah yang digunakan dalam resep. Pentingnya tanaman-tanaman herbal dalam resep kecantikan Indrani Sastra mau tidak mau teks ini memberikan peranannya dalam melestarikan tanaman yang digunakan sebagai resep. Keberadaan beberapa tanaman dalam resep Indrani Sastra mulai sulit ditemukan saat ini. Berikut beberapa bagian tumbuhan yang digunakan dalam resep, seperti bunga, buah, daun, kulit, batang, serta bahan rempah lainnya. Berikut beberapa tanaman obat yang digunakan dalam resep kecantikan Indrani Sastra. Akan tetapi, tidak disebutkan dengan jelas bagian yang digunakan dalam resep seperti yang tertera pada tabel di bawah.
58
Tabel III Tanaman Obat yang Digunakan pada Resep No Nama
Latin
1
Baccaurea
Kepundung Putih
Gambar
Racemosa
2
Panggal Buaya
3
Pohon
Zanthoxylum rhetsa
Kamaloka/ Emblica officinalis
Malaka
4
Silaguri/Sidaguri
Citrus DC
×
hystrix
59
5
Rumput Teki
Cyperus
rotundus
.L
6
Karuk
Piper sarmentosum Roxb. Ex. Hunter
7
Pohon Arjuna
Terminalia arjuna
8
Ekor Buaya
Lizard Tail
9
Ara (Pohon Tin)
Ficus carica L
60
10
Jalu
Mampang Monstera pertusa
(Akar)
11
Jyotismati
Celastrus paniculata
12
Pohon Amplas
Ficus ampelas
13
Daun Mangsi
Achalypha wilkesiana
14
Dewandaru
Eugenia uniflora
61
15
Jirek
Symplocos fasciculata
16
Inggu
Ruta angustifolia
17
Keladi
Caladium
Sumber Foto: www.google.com
Berikut daftar beberapa tanaman bunga yang digunakan dalam resep Bunga merupakan bagian tumbuhan yang akan menjadi buah dan biasanya berbau harum (Alwi, 2005:176). Bunga menjadi salah satu faktor penting dalam pembuatan resep kecantikan ala Indrani Sastra.
62
Tabel IV Bunga Obat yang Digunakan pada Resep No Nama
Latin
1
Bunga Delima
Punica Granatum
2
Bunga Palasa
Butea monosperma
3
Cempaka
Magnoliaceae
(Padalisara)
4
Bunga Landep
Barleria prionitis L.
Gambar
63
5
Bunga Cemara
Casuarinaceae
6
Teratai Biru
Nymphaea stellata
7
Teratai Merah
Nymphaea rubra
8
Bunga Sidhawayah
Wordfordia fructicosa L. Kurz
9
Udumbara
Ficus racemosa
Sumber Foto: www.google.com
64
Selain bagian bunga berikut beberapa biji rempah dan buah-buahan yang digunakan dalam resep. Rempah merupakan berbagai jenis tanaman yang beraroma, seperti pala, cengkih, lada untuk memberikan bau dan rasa khusus pada makanan (Alwi dkk., 2005:945). Tabel V: Rempah yang Digunakan pada Resep No
Nama
Latin
1
Merica atau Lada
Piper Ningrum
2
Kulit Kayu Manis
Cinnamomum verum
3
Jahe
Zingiber officinale
Gambar
65
4
Cabai
Capsicum annum
5
Jeruk Purut
Citrus × hystrix DC
6
Tebu Hitam
Saccharum .L
7
Jambu Biji
Psidium guajava
66
8
Wijen (Minyak)
Sesamum
indicum
L.
9
Buah Mangsi
Phyllanthus Reticulatus
Sumber Foto: www.google.com
Selain beberapa tanaman di atas, terdapat beberapa tambahan bahan seperti minyak, susu, dan air kencing sapi (gomutra) sebagai pelumas resep. Pelumas ini tidak hanya berfungsi sebagai pelumas resep, tetapi juga memiliki kandungan yang berguna bagi tubuh. Indrani Sastra melalui resep-resep kecantikannya memberikan pengetahuan tentang tanaman-tanaman herbal dan bahan-bahan resep tradisional yang memiliki khasiat yang tinggi bagi tubuh.
67
Gambar: Urine Sapi yang dijual di India Sumber Foto: http://www.pkp.in/gallery/index.php/Gomutra
Menurut praktisi pengobatan herbal tradisional, Dayu Rusmarini teks sastra sebagai penyelamat lingkungan hidup terutama pelestarian tanaman obat sangat penting. Sebagai praktisi herbal, ia mengatakan bahwa peranan teks sastra semacam usadha, tutur, dan teks sastra lainnya tidak lain menerangkan bagaimana peranan dan fungsi beberapa tanaman khususnya yang difungsikan sebagai tanaman obat. Pengetahuan tentang khasiat tanaman tentu akan menarik minat masyarakat kembali ke alam, dengan pemanfaatan dan pelestarian tanaman sebagai obat alternatif. Kesulitan mendapatkan tanaman-tanaman langka merupakan salah satu dampak acuh tak acuhnya masyarakat masa kini yang cenderung mengeksploitasi lingkungan tanpa adanya konservasi lingkungan yang dilakukan. Rusmarini mengatakan bahwa pentingnya kepedulian terhadap lingkungan dimulai dari diri sendiri. Beberapa tanaman obat yang digunakan untuk mengobati panas, flu, dan sakit tengorokan seharusnya bisa ditanam di pekarangan rumah yang tentunya tidak memerlukan ruang yang terlalu banyak.
68
Indrani Sastra dan Rukmini Tatwa merupakan teks yang membicarakan tentang pengobatan dan perawatan kecantikan tradisional. Menurut Dayu Rusmarini, tanaman yang digunakan pada resep-resep itu masih ada sampai sekarang. Hal ini tentu mengacu kepada koleksi tanaman yang dimilikinya mencapai 300 spesies tanaman obat hingga tanaman langka sekalipun. Ia menambahkan pentingnya penelitian seputar tanaman berdasarkan teks-teks sastra sehingga semakin menyadarkan masyarakat tentang pentingnya alam dalam kehidupan.
5.3 Fungsi Ekonomi Indrani Sastra membicarakan perawatan dan pengobatan kecantikan tentu selain memiliki peranan sebagai pengetahuan dan manfaatnya secara tidak langsung dalam pelestarian lingkungan alam. Di samping itu, juga memiliki fungsi ekonomi. Menjamurnya usaha-usaha kecantikan, baik usaha rumahan maupun pabrik, memberikan dampak postif bagi perekonomian masyarakat. Secara tidak langsung resep-resep tradisional kecantikan yang berdasarkan alam memberikan peluang bisnis bagi masyarakat, khususnya praktisi penggelut dunia pengobatan herbal. Berbicara tentang konsep untuk membangun ekonomi, Jirnaya (2011:83) dalam penelitian disertasinya mengungkapkan bahwa Bali telah memiliki konsep yang berbasis kearifan lokal (local genius). Salah satu konsep masyarakat Bali, yaitu pageh, puguh, lan jengah. Pageh berarti tekun, setia dengan ketetapan hati; puguh artinya sungguh-sungguh serta konsentrasi dalam pekerjaan; sedangkan jengah bermakna rasa malu kalau kondisi ekonominya pas-pasan akibat malas
69
bekerja atau belum mendapatkan pekerjaan yang baik dan bisa mendatangkan uang akibat malu belajar. Dayu Rusmarini mengatakan bahwa peluang bisnis soal kecantikan tradisional Bali terutama yang berdasarkan sastra tentu memberikan nilai lebih dibandingkan dengan kecantikan tradisional lainnya. Masa kini dan ke depan masyarakat memiliki kecenderungan untuk kembali menggunakan sarana alam dalam menyelesaikan masalah kesehatan kecantikan. Pengobatan dengan tanaman herbal menurutnya memiliki sifat ekonomis dibandingkan dengan obat-obat generik yang dijual di pasaran. Pada dasarnya pelestarian tanaman herbal menjadi modal dasar jika ingin mengembangkan kecantikan tradisional herbal secara lebih luas. Ia membuka secara terbuka kerja sama dalam hal ini peneliti sastra yang berkaitan
dengan
kecantikan,
pengobatan
tradisional
herbal
untuk
mengembangkan penelitian ini hingga memberikan keuntungan secara finansial bagi masyarakat Bali, (wawancara dengan Ida Ayu Rusmarini, 8 September 2013). Indrani Sastra sebagai sumber resep kecantikan memberikan pengaruh bagi kesejateraan dalam bidang perekonomian masyarakat. Usaha tanaman dan budi daya tumbuhan akan bangkit kembali selaras dengan fungsi-fungsi khusus dari bermacam-macam tumbuhan pada resep. Tanaman langka dan berkhasiat akan menaikkan nilainya dari segi harga. Bisnis bercocok tanam tanaman obat tentu bukan usaha musiman seperti budi daya anthurium atau adenium yang konon dapat mencapai ratusan juta rupiah. Pada tahun 2000-an budi daya tanaman
70
obat mahkota dewa sangat marak di pasaran seiring dengan pengetahuan tentang kegunaan tanaman ini sebagai obat. Pembuatan lulur tradisional herbal Indrani Sastra dapat dikembangkan menjadi salah satu bisnis rumahan. Saat ini Pemerintah memberikan dukungan kepada masyarakat dan kelompok-kelompok kecil yang ingin mengembangkan usaha-usaha kecil dengan memberikan pinjaman dana dengan bunga kecil. Pembuatan lulur dengan resep-resep sederhana seperti yang telah dibahas pada Bab IV, tidaklah memerlukan dana yang besar untuk memulai usaha rumahan ini. Pengolahan lulur juga tidak memerlukan mesin-mesin modern saat ini dan menggunakan bahan pengawet dalam kandungannya. Melalui kemasan yang menarik dan komposisi yang benar-benar alami tidak mengherankan jika produk yang dihasilkan dari resep Indrani Sastra nantinya akan disukai masyarakat.
71
BAB VI MAKNA WACANA KECANTIKAN DALAM TEKS INDRANI SASTRA
6.1 Simbol Dewa-Dewi dalam Tubuh Wanita Berbicara tentang seputar simbol dewa dan dewi merupakan bagian penting dalam kecantikan perempuan pada Indrani Sastra. Kemuliaan perempuan Bali sesungguhnya telah terlukiskan dari beberapa karya sastra melalui simbol tokoh-tokoh dewi. Hellen Creese merupakan peneliti asing yang mengulas perempuan dalam karya sastra kakawin. Hellen Creese merunut secara sistematis bagaimana kehidupan seorang wanita di dalam kerajaan mulai dari keterbatasan ruang gerak seorang wanita sewaktu muda hingga akhirnya berujung pada kematian dan kesetiaan. Para putri raja dilukiskan pada kakawin adalah sesuatu yang
tidak ternilai harganya,
yang merupakan mitra potensial untuk
memperkokoh sekutu dengan kerajaan-kerajaan sekitarnya. Merupakan kewajiban bagi semua pengasuh untuk tetap menjaga dan melindungi putrinya dengan baik. Mereka merupakan perhiasan istana yang patut disembunyikan, dilindungi dari pemikiran tentang keterikatan-keterikatan rasa cinta (Hellen Creese, 2012:49). Putri raja dalam dunia kakawin mencerminkan bagaimana perhatian dan perlakuan yang didapat sangat istimewa terkait dengan perannya sebagai salah satu upaya memperkuat wilayah sekutu. Tidak mengherankan jika setiap raja menginginkan putrinya tampil cantik dan menawan sehingga banyak putra raja dan kesatrya yang ingin memilikinya. Wanita khususnya putri raja memiliki kesan yang eksklusif atau elite sehingga memaksa seorang putri harus membatasi ruang geraknya hanya di seputaran kawasan kerajaan.
72
Kematian dan kesetiaan begitu erat dengan wanita dalam dunia kakawin. Seorang istri dianggap wajar meninggal dengan cara bunuh diri ketika sang suami gugur dalam medan peperangan. Kesetiaan tertinggi inilah menggambarkan sosok istri dan kekasih yang sempurna. Pengarang atau pangawi menanamkan kepada pembaca khususnya peran seorang istri tentang pentingnya nilai-nilai kesetiaan dan tidak mementingkan diri sendiri yang membangun hubungan-hubungan sosial. Satyawati, Citrawati, Marmmawati, Ksitisundari, dan Sita merupakan sosok wanita yang mengakhiri hidupnya atas dasar kesetiaan pada suaminya (Hellen Creese, 2012:230). Kemuliaan perempuan tidak hanya terlukiskan pada kakawin. Citra perempuan juga ditemukan pada beberapa karya sastra jenis gaguritan. Karmini dalam penelitiannya yang berjudul “Perempuan dalam Geguritan Bali” menjelaskan sosok perempuan yang kuat, berpendidikan, mampu menentukan sikap, mampu mengambil keputusan, mampu melaksanakan tugas berat, mampu mempertahankan citra diri, perempuan yang tahan uji, sabar, setia, dan sosok sebagai ibu. Sifat perempuan ini ditemukan dalam beberapa gaguritan seperti gaguritan Dreman, Diah Sawitri, Damayanti, Ni Candrawati, Brayut, Saci, Dyah Arini, Cilinaya,dan Dewi Sakuntala (Karmini, 2013:304). Gaguritan
Dreman
menceritakan
bagaimana
keteguhan
hati
I
Suanggadarmi sebagai wanita yang diduakan cintanya oleh sang suami yang menikah kembali. Pada akhir cerita suami Suanggadarmi dan istri keduanya mengalami siksa neraka, sedangkan Suanggadarmi mendapatkan surga karena tetap setia melayani suami walaupun harus melawan sakit hati yang dialaminya
73
(Karmini, 2013:165--167). Suanggadarmi memberikan contoh kepada perempuan Bali bahwa ketidakadilan tidak menjadi alasan sebagai seorang istri mengabaikan kesetiaan. Karya sastra kakawin dan gaguritan memberikan gambaran bahwa bagaimana seharusnya seorang wanita bertindak dan berperilaku. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memberikan penghargaan yang besar pada perempuan. Hal itu dapat dilihat dari pemujaan yang ditunjukan kepada dewi yang dianggap dapat membantu kehidupan manusia di dunia. Pemujaan sebagai tanda bakti dan terima kasih dilakukan kepada Dewi Sri (Dewi Padi atau kesuburan) yang merupakan sumber kehidupan manusia. Pemujaan sebagai tanda bakti dan terima kasih juga ditujukan kepada Dewi Saraswati (Dewi Pengetahuan) yang dilambangkan sebagai seorang perempuan bertangan empat, berdiri di atas bunga teratai. Ia merupakan simbol perempuan yang harus diteladani karena dengan tasbih di tangan pertama, ia menyembah Hyang Widhi Wasa, dengan daun lontar di tangan kedua ia mendalami ilmu pengetahuan, dengan alat musik di tangan ketiga ia menikmati dan mengumandangkan keindahan dan seni, serta dengan sekuntum bunga di tangan keempat ia menyebarkan keharuman dan kelembutan. Dewi Saraswati berdiri di atas bunga teratai melambangkan Ia sebagai perempuan mampu berdiri di dalam kondisi apa pun. Dewi Durga, merupakan istri Dewa Siwa, mempunyai kekuatan magis yang luar biasa dapat memberikan kekuatan dan menghancurkan kehidupan ini. Dewi Sri Sedana, merupakan Dewi Uang yang memengaruhi perekonomian seseorang. Dari pemujaan yang dilakukan masyarakat Hindu terhadap dewi-dewi
74
itu, bahwa masyarakat Bali Hindu memberikan penghormatan dan pemujaan yang sama terhadap Dewi dan Dewa yang masing-masing mempunyai tugas dan kemampuan yang berbeda (Suryani, 2003:43--44). Dalam konsep Hindu dikenal adanya Tri Murti yakni tiga kekuatan Sanghyang Widhi Wasa dalam wujud dewa dan saktinya sebagai dewi. Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa merupakan perwujudan dewa mayor dalam falsafah Hindu. Perwujudan Sakti dari Dewa Brahma adalah Dewi Saraswati, Dewa Wisnu adalah Dewi Sri, dan Dewa Siwa adalah Dewi Uma. “Tiga Dewi” ini menjadi landasan penting bagaimana seorang wanita bertindak dan berprilaku yang baik. Pemuliaan wanita juga tercermin dalam teks Manawa Dharmasastra. Dalam teks ini wanita sangat dihormati dan memiliki peranan yang penting. Manawa Dharma Sastra buku ketiga, sloka 55, menyatakan bahwa wanita harus dihormati, dan disayang oleh ayah-ayahnya, kakak-kakaknya, suami, ipar-iparnya yang menghendaki kesejahteraan bagi dirinya. Pada sloka 56, dinyatakan bahwa di mana wanita dihormati, di sanalah para dewa menjadi senang, tetapi di mana mereka tidak dihormati, tidak ada upacara suci apa pun yang akan berpahala. Demikian juga ditegaskan bahwa sebuah negara yang melindungi wanitanya, yang memberikan rasa aman dan kesejahteraan bagi mereka, dinyatakan bahwa usaha tersebut akan membuat senang para dewa hingga korban suci apa pun yang dilakukan oleh negara tersebut akan segera mendapatkan pahala. Sebaliknya, di mana wanita merasa hidup dalam tekanan, ancaman, diskriminasi gender, dan lain-lain yang membuat mereka tidak bahagia, maka tidak akan ada upacara apa
75
pun yang dilakukan oleh negara atau dilakukan dalam lingkungan negara tersebut yang akan menghasilkan pahala sesuai dengan tujuannya. Pada Sloka 57 juga disebutkan bahwa di mana ada keluarga yang wanitanya hidup dalam kesedihan, maka keluarga itu akan cepat hancur, tetapi di keluarga mana wanita itu hidup bahagia, keluarga itu senantiasa bahagia. Demikian juga bagi sebuah keluarga yang menyebabkan wanita dalam keluarga tersebut bersedih atau tidak bahagia, maka tinggal menunggu waktu saja, kehancuran itu secara lambat laun pasti akan datang memusnahkannya (Aryana, 2008:17--18). Pada Sloka 60, 61, 62 Menawa Dharma Sastra menjelaskan bahwa wanita dalam sebuah keluarga adalah cahayanya, warnanya, ia adalah sumber kebahagiaan sekaligus pelangsung keturunan. Wanita secara kodrati adalah penjaga masa depan keluarga. Sebuah keluarga tetap akan dapat meneruskan keberlangsungan keluarganya dan menjaga kualitas diri mereka dengan cara menyayangi wanita-wanitanya (Aryana, 2008:19). Peran Dewi Rukmini sebagai seorang istri dalam naskah Indrani Sastra, yakni bagaimana usaha Rukmini dalam menjaga keharmonisan rumah tangga dengan menjaga dan merawat kecantikan diri sehingga sang suami tidak berpaling. Simbol dewa dan dewi merupakan suatu tanda yang dibuat oleh pengarang yang dilukiskan ke dalam tubuh wanita. Pierce mengungkapkan bahwa tanpa adanya
tanda
kita
tidak
dapat
berkomunikasi.
Peneliti
berusaha
mengomunikasikan maksud dan tujuan pengarang dalam menempatkan dewa dan dewi dalam organ-organ tubuh wanita. Dalam mengungkapkan makna tanda sebenarnya adalah mengemukakan sesuatu atau representasi sesuai dengan logika.
76
Melalui pengungkapan tanda secara representamen atau interpretasi melalui arti nama dewa dan dewi yang ber-stana dalam tubuh wanita akan diperoleh pemaknaan kecantikan menurut Indrani Sastra. Simbol dewa dan dewi dalam Indrani Sastra akan muncul ketika seorang wanita telah menjalani resep-resep yang telah diajarkan oleh Bhatari Saci. Ajaran yang diberikan oleh Bhatari Saci akan menghidupkan dewi-dewi yang ber-stana dalam tubuh seorang wanita. Tiga puluh delapan dewi dan dua dewa ber-stana pada tubuh wanita dari ujung rambut hingga ujung kaki. Melalui simbol-simbol dewi ini, seorang wanita dapat memahami bagaimana bertindak dan berperilaku sebagai wanita yang cantik. Dewi dalam Kamus Jawa Kuno berarti dewi, ratu, putri, wanita (Zoetmulder, 2006:216). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian dewi adalah dewa perempuan, seorang perempuan yang cantik (Alwi, 2005:260). Simbol dewi melambangkan seorang wanita yang berparas cantik dan memiliki sifat layaknya dewa. Berikut kutipan teks Indrani Sastra beberapa dewi yang ber-stana pada tubuh wanita. Sidirastu, Dewa madanatmika ring sirah, Dewi Lomawati ring rambut, Dewi wistarawati ring wunwunan, Dewi Candra Kirana ring rahi, Dewi Kumarika ring mata kalih, Dewi Sasingkini ri-ng pipi kalih, Dewi Citrawati ring alis kalih, Dewi Sruti Kanti ring karnna kalih, Dewi Susumya ring lambe, isor iluhur, Dewi Maniwimala ring untu sor iru-hur, Dewi Saraswati ring lidah, Dewi Manonmana ring guru, Dewi Tulawahini ring bawu kalih. Dewi Wimba Darini ring tungtungning hirung, Dewi Rekawati ring wehang, Dewi Sri Kusu-ma ring salang-salang, Dewi Darmika ring lengen kalih, Dewi Manggala ring paglangan tangan ka-lih, Dewi-
77
Kumuda ring jarijining tangan kalih, Dewi Sadyawahini ring lepalepaning tangan kalih, dewi Am-rotamanggala ring suku Kalih. Dewi Umawati ring hati, Dewi Kresna ring ampru, Dewi Pundarika ring udel, Dewi Jala-wasini ring weteng, Dewi Gomayi ring punuk, Dewi Marnamayi ring gigir, Dewi Lowati ring tĕngah, Dewi Sronika ring bobokong, Dewi Arnawi ring kekempung, Dewi AmbiKa pundaking kakawadonaning tengen, Dewi Ambilika pundaking Kawawadonaning kiwa, Dewi Padma Wamini Wiparaning Kawawadonan. Dewi Rasa Suksmika jeroning kawawadonan. Sanghyang Kusuma Yuda lawan Batari Ratih ring madya jeroning rahasya sira wisesaning murti, kadi rupaning sekar ring bunga tĕlĕng rangkep lwirnya, lingning Smara Tantra. Dewi Ratanggini ringPupu kalih, Dewi Woksamahija ring wetis kalih, Dewi Sinharini ring jarijining suku kalih, Dewi Siti Sundari ring dalemakaning suku kalih.
Terjemahan: Semoga berhasil. Dewa Madana Atmika di kepala, Dewi Lomawati di rambut, Dewi Wistarawati di ubun-ubun, Dewi Candra Kirana di wajah, Dewi Kumārika di kedua mata, Dewi Śaśingkini di kedua pipi, Dewi Citrawati di kedua alis, Dewi Śruti Kānti di kedua telinga, Dewi Susumya di bibir, di atas bawah, Dewi Mani Wimala di gigi atas dan bawah, Dewi Saraswatī di lidah, Dewi Manon Mana di leher, Dewi Tūla Wahini di kedua bahu. Dewi Wimba Darini di ujung hidung, Dewi Rekha Wati di wehang, Dewi Śrī Kusuma di tulang selangka, Dewi Dhārmika di kedua lengan, Dewi Manggala di kedua belah pergelangan tangan, Dewi Kumuda di jari-jemari tangan, Dewi Sādhya Wahini di kedua telapak tangan, Dewi Amrta Manggala di kedua kaki. Dewi Uma Wati di hati, Dewi Krsna di empedu, Dewi Pundarika di pusar, Dewi Jala Wasini di perut, Dewi Gomayi di tengkuk, Dewi Marnamayi di punggung, Dewi Lowati di pinggang, Dewi Sronika di bokongan, Dewi Arnawi di kekempung, Dewi Ambika di rahim kanan, Dewi Ambilika di rahim kiri, Dewi Padma Wamini di dekat kemaluan.
78
Dewi Rasa Suksmika di dalam vagina. Dewa Kusumāyudha bersama Dewi Ratih di tengah vagina menjadi kunci rahasianya, keduanya adalah perwujudan yang sudah terkemuka, seperti tumbuhan bunga teleng rangkep, seperti termuat di dalam Smara Tantra. Dewi Ratanggini di kedua paha, Dewi Woksamahija di kedua betis, Dewi Sinharini di jeriji kedua kaki, Dewi Siti Sundari di telapak kedua kaki.
Tiga puluh delapan dewi dan dua dewa yang terdapat dalam tubuh wanita akan muncul setelah mengikuti ajaran Indrani Sastra. Beberapa nama dewa-dan dewi yang dijumpai dalam teks Indrani Sastra masih asing terdengar. Dalam menginterpretasi simbol dewa dan dewi penulis dibantu dengan kamus Namanama Sanskerta, Jawa Kuno, Bali, teks sastra (kakawin, geguritan, tatwa, dll.), Atlas Pewayangan dan beberapa narasumber. Penafsiran dan pemaknaan sesuai dengan karakter sifat dewi, dalam karya sastra maupun arti nama dari dewi yang ber-stana pada setiap organ. Penafsiran yang diberikan akan mengacu kepada bagaimana selayaknya wanita yang cantik bersikap dan bertindak dalam kehidupan.
1) Dewa Madana Atmika Dewa Madana Atmika letaknya di kepala seorang wanita. Letaknya di kepala menandakan bahwa Dewa ini sangatlah utama. Madana dalam kamus Bahasa Jawa Kuno berarti cinta atau Dewa Cinta (Zoetmulder, 2006:623). Atmika dalam bahasa Jawa Kuno disebut juga Atmaka yang berarti memiliki sifat dasar, mengambil bentuk dari, penjelmaan dari (Zoetmulder, 2006:80). Dewa Madana Atmika merupakan simbol cinta kasih seorang wanita kepada laki-laki, di dalam
79
pikiran seorang wanita yang sedang di mabuk asmara maka di pikirannya hanya akan ada seorang laki-laki yang dicintainya.
2) Dewi Lomawati Dewi Lomawati letaknya di rambut. Secara etimologis kata Loma dalam bahasa Jawa Kuno memiliki arti rambut pada tubuh manusia dan hewan. Arti kedua kata Loma dalam bahasa Sanskerta adalah bermurah hati, dermawan (Zoetmulder, 2006:608). Sesuai dengan arti kata Loma pada bahasa Sanskerta, wanita baik untuk memiliki sifat murah hati dan dermawan. Dalam Kamus NamaNama Sanskerta, Lomasa merupakan pelayan Dewi Durga. Orang yang memiliki nama Lomasa juga berarti seorang ahli filsafat agung dan pencerita puranas (Wijaya dkk., 2007:176). Ber-stana-nya Dewi Lomawati pada rambut seorang wanita memiliki kaitan antara arti kata Loma dan penempatannya pada rambut. Rambut merupakan salah satu mahkota bagi kaum hawa untuk menarik lawan jenis. Kesehatan dan keindahan rambut membuat seorang wanita akan tampil percaya diri di hadapan umum. Indrani Sastra juga mengulas perawatan rambut agar tetap sehat dan hitam. Seorang wanita khususnya sebagai orang Bali, layaknya mempertahankan rambut hitamnya tanpa mewarnai dan mengubah apa yang sudah diberikan oleh Tuhan. Wanita Bali akan terlihat anggun dengan rambut panjang dan hitamnya. Sesuai dengan arti nama-nama dalam Sanskerta Dewi Lomawati yang berarti ahli filsafat, wanita harus paham tentang bagaimana etos kerja dan filsafat hidup orang Bali.
80
3) Dewi Wistarawati Dewi Wistarawati letaknya di ubun-ubun. Dewi ini bersifat unggul dan pandai. Kata Wistara dalam bahasa Sanskerta berarti pandai. Dalam Kamus Jawa Kuno, Wistara memiliki arti luas, panjangnya, dapat juga berarti mengetahui dengan pasti (Zoetmulder, 2006:1453). Berdasarkan pengertian kata Wistara di atas dapat disimpulkan bahwa dewi yang ber-stana pada ubun-ubun memiliki makna kepandaian atau pengetahuan yang luas. Pendidikan bagi kaum perempuan Bali dalam penelitian Darma Putra sudah mulai tampak melalui bukti yang dimuat pada majalah Djatajoe (25 Juli 1938) berisikan tentang wanita Bali saat itu mulai berduyun-duyun mengikuti pendidikan, baik formal maupun informal (2007:55). Pendidikan bagi kaum perempuan saat ini terbuka luas, lain halnya pada zaman RA. Kartini pendidikan hanya dikhususkan pada kaum borjuis. Ada pandangan bahwa wanita berpendidikan cenderung melupakan kodratnya sebagai ibu dan tugas-tugasnya. Hal ini tentu perlu dicermati dan diingat kembali bahwa kodrat wanita adalah sebagai ibu. Pendidikan formal dan informal merupakan sarana bagi wanita agar tidak selalu menjadi objek pembodohan kaum laki-laki. Kecantikan wanita saat ini tidak hanya berdasarkan fisik semata, tetapi juga memiliki kepandaian dan kecerdasan. Kepandaian seseorang tentu memengaruhi bagaimana cara bicara dan etika berbicara kepada setiap orang. Hal ini menunjang dan memengaruhi dalam pergaulan sehari-hari dalam memosisikan diri.
81
4) Dewi Candra Kirana Dewi Candra Kirana letaknya di wajah. Dalam cerita Panji Semirang Dewi Candra Kirana diceritakan sebagai Putri Kerajaan Daha. Candra dalam bahasa Jawa Kuno berarti bulan, sedangkan Kirana berarti sinar. Diharapkan setelah mengikuti ajaran kecantikan ini wajah perempuan bagaikan sinar rembulan yang lembut dan menenangkan. Pada Bab IV dijelaskan bagaimana resep-resep kecantikan yang membuat wajah seorang wanita bersinar bagaikan rembulan. Wajah merupakan hal pertama yang menjadi fokus ketika seseorang berinteraksi satu dengan yang lainnya. Kesan lembut dan menyejukkan tentu membuat banyak orang akan simpati pada setiap wanita yang wajahnya bersinar bagaikan bulan.
5) Dewi Kumarika Dewi Kumarika letaknya di kedua mata. Kumara atau Kumari dalam bahasa Jawa Kuno berarti berarti anak kecil, anak laki-laki, muda (Zoetmulder, 2006:534). Bagi rakyat Nepal, Dewi Kumari merupakan dewi pelindung dari si jahat dan lambang keberuntungan serta kemakmuran. Secara harfiah, Kumari berarti perawan. Gadis yang terpilih menjadi Kumari harus menjalani 32 tes kesempurnaan. Calonnya dipilih dari komunitas Budha untuk merepresentasikan Dewa Hindu. Berikut foto Matina Shakya yang ditunjuk menjadi representasi Dewi Kumari di Nepal (Vivanews, Ita Lismawati, 11 Januari 2012).
82
Gambar: Representasi Dewi Kumarika Sumber Foto: dunia.news.viva.co.id
Seorang perempuan harus memiliki pandangan untuk melindungi keluarga dari segala bahaya. Sebagaimana mestinya seorang ibu yang melindungi anaknya dari segala yang mengancam. Saat ini fenomena yang berkembang di masyarakat bagaimana seorang ibu justru tega mengarborsi janinnya. Selain memiliki sisi feminism, seorang wanita juga memiliki sisi maskulin dalam hal melindungi. Memiliki mata yang indah dan sehat tentu menjadi idaman setiap wanita. Menilai soal mata indah merupakan hal yang relatif, sama halnya dengan berbicara seputar kecantikan seseorang. Wanita masa kini tidak jarang mengeksploitasi matanya dengan memakai lensa kontak sehingga membuat bola mata hitamnya menjadi biru atau cokelat sehingga tampak lebih menawan. Hal ini tentu menjadi mode dalam dunia fashion. Namun, yang terpenting menjadi cantik alami faktor utamanya adalah kesehatan. Menjaga kesehatan mata tentu diperlukan dengan mengonsumsi buah-buahan yang mengandung vitamin A.
83
6) Dewi Sasingkini Dewi Sasingkini letaknya di pipi, Sasi dalam bahasa Jawa Kuno berarti bulan, seperti yang diharapkan pada resep lulur dan masker pada bab sebelumnya, yaitu wajah akan menyerupai sinar bulan. Memiliki pipi yang bersih dan mulus tentu memerlukan perawatan dan pengobatan. Bagian pipi merupakan bagian yang paling sensitif akan munculnya jerawat. Jika seorang wanita tidak pandai dan tidak peduli akan kesehatan wajah, tentu yang muncul adalah sindiran, dikatakan wajahnya benar-benar bagaikan bulan purnama. Bulan purnama yang dimaksud adalah permukaan bulan yang tidak rata akibat jerawat dan bekas jerawat yang ada di muka. Cibiran akan membuat wanita berpikir untuk tidak mengabaikan merawat kesehatan wajahnya.
7) Dewi Citrawati Dewi Citrawati letaknya di alis. Dalam pewayangan Dewi Citrawati diceritakan sebagai titisan Dewi Sri, karakter wanita yang selalu ingin memanfaatkan kekuasaan suaminya untuk kesenangannya sendiri. Dewi Citrawati salah sseorang contoh wanita yang banyak menggunakan pertimbangan pikiran daripada perasaannya. Dalam Kamus Nama-Nama Sanskerta, Citravati berarti hiasan dan merupakan putri Kresna (Wijaya dkk., 2007:74). Citrawati dalam Kakawin Arjunawijaya ditampilkan sebagai seorang istri yang setia. Ia rela mati ketika mengetahui Arjuna mati terbunuh oleh Dasamukha. Kesetiaan inilah juga yang membawa dia kembali hidup karena berita akan Arjuna meninggal adalah
84
tidak benar. Citrawati ditakdirkan mati apabila Arjuna benar-benar mati meninggalkannya.
Gambar: Dewi Citrawati Sumber Foto: wayang.wordpress.com Pembahasan sebelumnya mengenai citra perempuan dalam teks sastra tentunya dapat menginspirasi setiap wanita harus memiliki kesetiaan terhadap pasangannya. Fungsi alis sendiri sebagai pelindung mata dari keringat yang akan jatuh dari dahi. Sesuai dengan fungsinya sebagai pelindung mata dari keringat, kecenderungan wanita saat ini mengabaikan fungsi alis itu. Wanita kerap menguris alisnya dan menggantinya dengan pensil rias khusus membuat alis. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu (1) tipisnya alis yang dimiliki; (2) tidak meratanya bulu alis yang tumbuh; dan (3) faktor kebutuhan fashion. Saat ini berkembang sulam alis dan tato alis untuk mempercantik dan memperhias wajah.
8) Dewi Sruti Kanti Dewi Sruti Kanti letaknya di kuping. Secara etimologis kata Sruti Kanti terdiri atas kata Sruti dalam bahasa Jawa Kuno berarti apa yang didengar, ilmu
85
pengetahuan yang disampaikan secara lisan (Zoetmulder, 2006:1125), Kanti dalam bahasa Jawa Kuno dapat berarti teman dan juga dapat berarti kecantikan atau keindahan (Zoetmulder, 2006:455). Sesuai dengan pengertian Sruti Kanti diharapkan seorang perempuan memiliki kemampuan dalam memfilterisasi segala pembicaraan yang didengar. Mendengar pembicaraan tentang orang lain atau yang lebih dikenal dengan gosip sebaiknya tidak dilakukan oleh seorang perempuan. Bergosip akan melahirkan pikiran negatif terhadap orang lain dan dapat memengaruhi emosi seseorang. Tingkat emosi seseorang akan berpengaruh pada tingkat stres yang akan mempercepat proses penuaan.
9) Dewi Susumya Dewi Susumya letaknya di bibir. Dalam Kamus Nama-nama Sanskerta, Susumna berarti yang ramah; sesama; urutan ke-3 dari 7 sinar utama matahari (V. Puranas) (Wijaya dkk., 2007:323). Sesuai dengan posisinya letaknya di bibir, seorang wanita akan terlihat sempurna jika mampu mengendalikan apa yang keluar dari ucapan atau perkataannya. Tidak mencela, menghina, menghujat, serta berkata-kata kasar tentu memberikan kesan yang baik bagi wanita itu sendiri. Selain itu, bibir merupakan salah satu bagian tubuh wanita yang sering dieksploitasi para wanita. Lipstick, lipgloss, dan berbagai istilah untuk mempercantik bibir digunakan oleh kaum perempuan. Lipgloss khususnya merupakan bahan yang membuat bibir tampil mengkilat dan memiliki efek bercahaya. Lipgloss ini juga membuat tampilan bibir lebih segar (Tjahyaningtyas 2012:15).
86
10) Dewi Maniwimala Dewi Maniwimala letaknya di gigi. Secara etimologis kata Maniwimala terbentuk dari kata mani dan wimala. Dalam Kamus Besar Jawa Kuno kata mani berasal dari bahasa Sanskerta yang memiliki arti permata, manikam, mutiara, kristal, sedangkan kata wimala berarti tidak ternoda, murni, bersih. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Dewi Maniwimala merupakan dewi yang memiliki kesucian yang murni yang tidak ternoda. Mempercantik gigi saat ini menjadi trand di kalangan menengah ke atas, trand memasang kawat gigi telah mengalami pergeseran fungsi. Pemakaian kawat gigi atau yang lebih populer disebut dengan behel biasanya digunakan untuk merapikan gigi. Saat ini behel menjadi trand seiring dengan perkembangan behel dengan model baru dan warnawarni yang menarik minat para remaja. Dewi Maniwimala ber-stana pada gigi wanita memiliki makna bahwa seorang wanita yang cantik harus bisa merawat kesehatan organ-organ tubuhnya termasuk giginya. Bagaimana wanita yang cantik memiliki gigi yang bersih layaknya mutiara yang bersinar. Senyuman wanita akan tampak lebih indah ketika menampakkan giginya yang putih dan bersih.
11) Dewi Saraswati Dewi Saraswati letaknya di lidah. Dewi Saraswati menurut kepercayaan Hindu adalah dewinya ilmu pengetahuan. Dewi Saraswati merupakan sakti Dewa Brahma yang disebut juga sebagai dewa pengetahuan dan kebijaksanaan. Menurut
87
Kamus Besar Bahasa Jawa Kuno, kata Saraswati berasal dari kata Sanskerta yang berarti dewi kefasihan berbicara dan sebagai ilmu pengetahuan (Zoetmulder, 2006:1040).
Gambar: Dewi Saraswati Sumber Foto: cerita.kbatur.com Sesuai dengan letaknya di lidah, simbol Dewi Saraswati menjadi sangat tepat, tanpa adanya lidah pada mulut tidak akan tercipta suatu bunyi atau suara. Wanita yang cantik harus memiliki tutur kata yang lembut layaknya dewi. Perkataan yang keluar hendaknya memiliki manfaat bagi orang yang mendengarnya. Sebagai dewi ilmu pengetahuan, seorang wanita yang memiliki kecerdasan dalam berbicara layak disebut cantik. Kemuliaan dari seorang wanita bersumber pada apa yang diucapkan. Dalam Kakawin Nitisastra dijelaskan bagaimana bahasa atau tutur kata membuat orang menemukan kebahagiaan, kematian, kesusahan, dan sahabat.
88
12) Dewi Manonmana Dewi Manonmana letaknya di leher. Kata Manon biasanya sebagai sebutan yang ditujukan kepada Tuhan, biasanya tertulis dalam karya sastra Hyang Manon yang berarti Tuhan yang Mahatahu. Kata manon berasal dari bentuk kata dasar ton yang mendapatkan prefik maN- (nasal) sehingga menjadi manon. Dalam Kamus Jawa Kuno manon berarti melihat, memandang (Zoetmulder, 2006:1268), sedangkan kata mana dalam Kamus Jawa Kuno berarti kebanggaan, kepercayaan diri, keberanian, tidak menghiraukan kesulitan-kesulitan atau tidak pantang menyerah (Zoetmulder, 2006:640).
13) Dewi Tūla Wahini Dewi Tūla Wahini letaknya di kedua bahu. Kata Tula dalam Kamus NamaNama Sanskerta berarti seimbang juga mengacu pada lambang zodiak libra (2007:337). Sedangkan kata vahini memiliki arti angkatan perang, kekuatan badan, istri Raja Kuru (Wijaya dkk., 2007:350). Sifat Dewi Tula Wahini dilihat dari etimologis kata memiliki arti bahwa seorang wanita harus kuat dalam segala hal, mampu bertanggung jawab terhadap segala sesuatu. Sebuah anggapan bahwa wanita merupakan makhluk lemah dan harus dilindungi harus dibuang jauh-jauh dari benak wanita itu sendiri. Wanita masa kini harus memiliki pemikiran yang maju dan meyakini bahwa diri mereka mampu mengerjakan semua hal.
89
14) Dewi Wimba Darini Dewi Wimba Darini letaknya di ujung hidung. Kata Vimba dalam Kamus Nama-Nama Sanskerta berarti titik terang, sinar yang hangat dari matahari (Wijaya dkk., 2007:371). Dalam Kamus Jawa Kuno, Wimba berarti cakra, khususnya perputaran matahari atau bulan, bola (Zoetmulder, 2006:1439). Darini merupakan nama dewi yang juga istri Bhagawan Suwandageni. Diceritakan Dewi Darini merupakan sosok wanita yang tidak suka hidup di pertapaan yang sepi di pinggir hutan. Ia selalu merasa kesepian tinggal di pertapaan. Pada saat beberapa tahun setelah kelahiran anak pertamanya, ketidaksenangannya diungkapkan saat melayani suaminya di tempat tidur. Ia mengunggapkan hanya raksasalah yang tinggal di hutan. Namun, untungnya suaminya tidak tersinggung atas ucapannya dan memberikan pengertian bahwa sudah selayaknya sebagai seorang pertapa tinggal jauh dari keramaian (Aizid, 2012:150).
Gambar: Dewi Darini Sumber Foto: Artkimianto.blogspot.com
90
Sesuai dengan fungsi hidung sebagai alat pernapasan manusia, arti kata Wimba yang berarti cakra atau perputaran mengambarkan keluar masuknya napas dari hidung. Manusia tidak akan mampu hidup tanpa adanya oksigen (udara). Oleh karena itu, menjaga kelestarian alam merupakan salah satu cara agar udara tetap sehat.
15) Dewi Rekha Wati Dewi Rekha Wati letaknya di rahang, kata Rekha dalam Kamus Bahasa Jawa Kuno berarti garis, gambar, rupa, bentuk, bentuk penjelmaan dari Siwa (Zoetmulder, 2006:947). Kata Rekha dalam Kamus Nama-Nama Sanskerta berarti garis, lapisan, seorang pembantu Bhanumati istri Duryodhana (Wijaya dkk., 2007:259). Dewi Rekha Wati sering disebut juga dengan Dewi Wirandi. Dewi Wirandi merupakan anak raja siluman kepiting bernama Sanghyang Rekatama. Dewi Wirandi merupakan istri Sanghyang Tunggal. Ia memeroleh pawisik untuk menikah dengan Hyang Tunggal dalam mimpi. Tujuan Dewi Wirandi menikah dengan Hyang Tunggal selain karena rasa cinta, juga ada tujuan menguasai Tri Bhuwana. Dewi Rekha Wati memberikan cerminan kepada setiap perempuan bahwa dalam hidup harus memiliki tujuan dan cita-cita.
16) Dewi Śrī Kusuma Dewi Śrī Kusuma letaknya di tulang selangka. Śrī dalam Kamus NamaNama Sanskerta bersifat feminin berarti pancaran yang menyebar, kemakmuran, kemuliaan, kesejahteraan, kuasa, keagungan (2007:303). Kata Kusuma berarti
91
seperti bunga, sekuntum bunga (Wijaya dkk., 2007:170). Jadi, wanita layaknya Dewi Śrī Kusuma memberikan kemakmuran bagi siapa pun yang dekat dengannya.
17) Dewi Dhārmika Dewi Dhārmika letaknya di kedua lengan. Dharmika dalam bahasa Jawa Kuno berarti adil, baik, saleh, berbudi (Zoetmulder, 2006:200). Dewi Dharmika ber-stana pada lengan wanita. Sehubungan dengan itu, diharapkan seorang wanita memiliki kecakapan yang baik dalam melakukan pekerjaan yang dikerjakan. Lengan menjadi bagian tubuh wanita yang sering menjadi masalah ketika mengalami penumpukan lemak dan terlihat kendur. Fashion busana wanita saat ini rata-rata tidak berlengan. Hal ini mewajibkan mereka memiliki lengan yang kencang agar tetap tampil menawan. Seseorang yang memiliki lengan kencang atau kuat biasanya bertipe pekerja keras dan rajin bekerja. Sebagai seorang perempuan walaupun tidak dianugerahi kekuatan fisik seperti seorang laki-laki, mereka juga harus mampu menghidupi dirinya sendiri dan anak-anaknya kelak.
18) Dewi Manggala Dewi Manggala letaknya di kedua belah pergelangan tangan. Kata Manggala dalam Kamus Jawa Kuno berarti, kebahagiaan, kemakmuran, (Zoetmulder, 2006:649). Berdasarkan makna kata manggala diketahui bahwa pergelangan tangan wanita merupakan sumber kemakmuran dan kebahagiaan. Selain tangan fungsi pergelangan tangan sangat penting dalam organ tubuh
92
manusia. Pergelangan tangan membuat fungsi tangan dan jemari menjadi optimal saat mengambil sesuatu atau pekerjaan. Seorang penari Bali mempertunjukkan kelentikan jari jemari dan gerakan tangannya dalam tarian menandakan peran pergelangan tangan sangatlah krusial dalam seni pertunjukan tari. Segala upaya dan usaha yang dilakukan melalui tangan seorang perempuan akan melahirkan kebahagiaan bagi dirinya sendiri dan orang lain
19) Dewi Kumuda Dewi Kumuda letaknya di jari-jemari tangan. Secara etimologis kata kumuda berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti bunga tunjung putih (bahasa latinya nymphaea sculenta). Jari-jemari seorang wanita layaknya kelopak bunga tunjung yang memiliki nilai kemuliaan yang tinggi. Filosofi bunga tunjung memiliki nilai kemuliaan yang tinggi, yaitu, akarnya hidup di tanah, batangnya hidup di air, dan bunganya berada di udara. Kaitan dengan Dewi Kumuda yang berada pada jari jemari seorang wanita adalah apa pun pekerjaan yang diambil, baik mulia maupun kasar, seorang wanita tetap memancarkan kemuliaannya.
20). Dewi Sādhya Wahini Dewi Sadhya Wahini di kedua telapak tangan. Nama Sadhya dalam Kamus Sanskerta berarti pemenuhan, kesempurnaan, seorang putri Daksa, istri Dharma, dan Ibu Sadhyas (Wijaya dkk., 2007:267). Dalam Kamus Jawa Kuno, Sadhya berarti dilaksanakan, dipenuhi, tujuan, maksud, mempunyai tujuan, berhasrat (Zoetmulder, 2006:975). Wahini dalam Kamus Nama-Nama Sanskerta merupakan
93
kekuatan badan, angkatan perang, istri raja Kuru (Wijaya dkk., 2007:350). Dewi Sādhya Wahini mencerminkan seorang wanita yang memiliki sifat giat dan rajin bekerja. Segala sesuatu yang dikerjakan dapat dipenuhi dan diselesaikan dengan baik. Itu berarti bahwa menjadi sebuah kewajiban bagi seorang wanita memiliki sifat dan perilaku layaknya Dewi Sādhya Wahini, baik wanita yang sudah berumah tangga maupun wanita remaja.
21) Dewi Amrota Manggala Dewi Amrota Manggala letaknya di kedua kaki. Amrta dalam Kamus Nama-Nama Sanskerta bersifat feminin berarti di luar kematian (abadi), seperti minuman para dewa, seorang dewi, puteri seorang raja Magandha adalah istri Anasya dan ibu Parikesit, seorang kakak perempuan Amrtodana, seorang Daksayani (Wijaya dkk., 2007:15). Manggala dalam Kamus Jawa Kuno berarti kebahagiaan, kemakmuran (Zoetmulder, 2006:649). Keberadaan seorang wanita bagaikan air pada musim semi dan menjadi api pada musim dingin yang memberikan kehidupan. Sesuai dengan letaknya di kedua kaki, setiap langkah seorang wanita di mana pun berada dan dalam kondisi apa pun seorang wanita mampu memberikan kehidupan terutama kepada anak-anaknya kelak.
22) Dewi Uma Wati Dewi Uma Wati letaknya di hati. Dewi Uma merupakan sakti Dewa Siwa yang memiliki paras cantik. Dewi Uma juga memiliki sebutan lain dalam kondisi berbeda. Saat Uma marah ia memiliki sebutan Bhatari Durga dengan sosok yang menyeramkan layaknya raksasa.
94
Gambar: Dewi Uma Sumber Foto: triwidodo.wordpress Kecantikan seorang wanita berdasarkan inner beauty terletak pada hati atau sikapnya. Wanita yang memiliki hati yang lembut dan baik hati pada saat itulah dia diandaikan seperti Dewi Uma yang cantik. Bilamana wanita yang memiliki hati yang keras dan temperamental, ia bagaikan Dewi Durga dengan sosok menyerupai raksasa.
23) Dewi Kresna Dewi Kresna terletak di empedu, Secara etimologis kata Kresna sebagai perwujudan Dewa Wisnu memiliki simbol warna hitam dalam tataran pembagian Dewata Nawa Sanga. Warna hitam merupakam dasar warna empedu manusia. Fungsi empedu dalam tubuh manusia ialah sebagai filterisasi racun-racun dalam tubuh.
95
Gamba: Dewi Kresna atau Rukmini Sumber Foto: pitoyo.com Dalam falsafah Bali, empedu disebut juga nyali. Seseorang yang tidak memiliki nyali dikatakan sebagai orang yang penakut. Kaitannya dengan Dewi Kresna letaknya di empedu diharapkan seorang wanita memiliki keberanian dalam menghadapi segala hal di dunia. Selain itu, dari fungsi kesehatan, bagaimana seorang wanita mampu menjaga agar empedu tetap berfungsi baik dan benar dengan menjaga pola makan dengan baik.
24) Dewi Pundarika Dewi Pundarika letaknya di pusar. Dalam Kamus Nama-Nama Sanskerta Pundarika berarti menyerupai bunga teratai. Dia juga seorang putri Vasistha atau Wasista dan istri Prana (Wijaya dkk., 2007:244). Wasista merupakan satu dari saptaresi atau tujuh tokoh orang suci. Pada pusar dalam ajaran prana kundalini dikenal adanya cakra pusar. Cakra pusar sangat penting dalam mempertahankan vitalitas seseorang karena pada cakra pusar ini sendiri dihasilkan jenis prana
96
sintesis. Cakra pusar juga mengendalikan dan memberikan energi kepada usus besar dan usus kecil. Kebersihan cakra ini sangat perlu dalam hubungan keluarga dan rasa kepuasan. Cakra pusar yang kotor atau tersumbat menyebabkan seseorang tidak pernah merasa puas terhadap apa yang dimilikinya (Irmansyah, 2006:83--84). Seorang wanita tentu harus memiliki sifat pengendalian diri yang kuat, terutama mengatur keuangan rumah tangga.
25) Dewi Jala Wasini Dewi Jala Wasini letaknya di perut. Kata jala dalam Kamus Jawa Kuno berarti air (Zoetmulder, 2006:407). Wasini dalam bahasa Jawa Kuno dikenal dengan kata wasi atau dalam bahasa Sanskerta dikenal dengan kata wasin artinya mempunyai kemauan, kekuasaan, mempunyai wibawa, menguasai, menguasai diri sendiri; pertapa yang nafsunya ditundukkan (Wijaya dkk., 2007:1399). Sesuai dengan letak Dewi Jala Wasini di perut, seorang wanita layaknya mampu mengendalikan emosi dan nafsu keinginannya dalam segala hal. Tidak seperti perut seorang laki-laki, perut wanita menyimpan kehidupan selama sembilan bulan bayi berada dalam kandungan ibu. Perilaku ibu hamil dalam keseharianya akan memengaruhi perilaku bayi itu sendiri.
26). Dewi Gomayi Dewi Gomayi letaknya di tengkuk. Kata Gomayi berasal dari urat kata Go dalam Kamus Nama-Nama Sanskerta berarti sapi jantan, sinar halilintar, bulan, matahari, seorang istri ahli filsafat Pulastya dan ibu Vaisravana, seorang putri raja Kakutstha dan istri Yayati, nama lain untuk Gauri (Wijaya dkk., 2007:109). Dewi
97
Gomayi mengacu kepada sakti Dewa Siwa yang tidak lain adalah Dewi Uma atau Dewi Durga dalam wujud lainnya. Kendaraan Dewa Siwa dan Dewi Uma adalah seekor sapi jantan yang bernama Nandini yang sangat setia mengantar ke mana pun keduanya bepergian. Seorang wanita dicerminkan sebagai pembuka jalan dan pengarah jalan bagi pasangannya ke arah yang benar. Bentuk visual dari Lembu Nandini digunakan juga dalam kepercayaan Hindu dalam acara ngaben. Lembu putih biasanya digunakan pada golongan sulinggih, sedangkan lembu hitam digunakan pada golongan ksatria.
27) Dewi Marnamayi Dewi Marnamayi letaknya di punggung. Kata Marnamayi berasal dari urat kata marna dan maya. Kata marna berasal dari kata parna setelah mendapatkan prefik (N-) (nasal) menjadi marna. Parna dalam Kamus Bahasa Bali berarti terka, menerka (1991:502), sedangkan kata maya dalam Kamus Bahasa Bali berarti samar, maya, (Warna dkk., 1991:440). Dewi Marnamayi mencerminkan seorang wanita harus pandai menerka dan memperhitungkan segala sesuatu yang akan terjadi. Sesuai dengan letaknya di punggung yang dalam arti sesuatu yang terjadi tanpa sepengetahuan di belakangnya. Stephen Knapp dalam bukunya Proof of Vedic Culture’s Global Existence dalam menelusuri jejak penyebaran Veda di Italy kata Marna merupakan dewi penguasa hujan yang dipuja di Gaza (Rama Putra, Jejak-jejak Peradaban Veda di Italy, 14 Desember 2009, Vedasastra). Dewi Marnamayi menggambarkan sosok seorang wanita yang diharapkan memberikan
98
penghidupan dalam kondisi kekeringan. Marna juga mengacu pada penyebutan kata Maruna atau Varuna yang merupakan dewa lautan atau samudra.
28) Dewi Lowati Dewi Lowati letaknya di pinggang, Dewi Lowati diceritakan merupakan istri kedua Prabhu Brawijaya V atau biasa dikenal dengan Bhre Kertabhumi yang merupakan keturunan terakhir Kerajaan Majapahit (1464--1478 M), karena enggan diislamkan oleh putranya sendiri yang bernama Raden Fatah, Raja I Demak. Ibu Raden Patah itu adalah orang Cina yang sudah masuk Islam, sehingga Raden Fatah sendiri menjadi penganut Islam yang fanatik. Dikejar oleh anaknya sendiri, Brawijaya V berkelana malang-melintang ke daerah-daerah pedalaman dan pesisir. Ketika tiba di pantai yang kini bernama Ngobaran itu, mereka menemukan jalan buntu. Mereka dihadang oleh laut selatan yang sangat ganas ombaknya sehingga tidak tahu harus berlari ke mana lagi. Akhirnya, Brawijaya V memutuskan untuk membakar diri. Sebelum menceburkan diri ke dalam api yang telah disiapkan, ia bertanya kepada kedua istrinya. “Wahai, istriku! Siapa di antara kalian yang paling besar cintanya kepadaku?” Dewi Lowati menjawab “Cinta saya kepada Tuan sebesar gunung,” sedangkan Bondang Surati menjawab “Cinta saya kepada Tuan, sama seperti kuku ireng, setiap selesai dipotong pasti akan tumbuh lagi.” Begitulah cinta Bondang Surati kepada suaminya. Jika cinta itu hilang, maka cinta itu akan tumbuh lagi. Setelah mendengar jawaban dari kedua istrinya, Brawijaya V langsung menarik tangan Dewi Lowati lalu menceburkan diri ke dalam api yang membara. Pada saat itulah keduanya tewas dan hangus terbakar.
99
Prabu Brawijaya V memilih Dewi Lowati bercebur ke dalam api karena cinta istri keduanya itu lebih kecil dibandingkan dengan istri pertamanya. Dari peristiwa membakar diri inilah kawasan pantai ini diberi nama Ngobaran. Ngobaran berasal dari kata “kobong” atau “kobaran”, yang berarti terbakar atau membakar diri (Arjana, Menelusuri Jejak Prabhu Brawijaya di Gunung Kidul, 27 Oktober 2012, Majalah Raditya)5.
29). Dewi Sronika Dewi Sronika letaknya di bokong. Dalam Kamus Sanskerta, Sroni berarti pantat atau bokong (1982:255). Bagi sebagian wanita memiliki bokong yang indah menjadi sebuah impian. Wanita memiliki bokong atau pantat yang berisi dan kencang tentu akan menambah sensualitas seorang wanita. Melakukan olahraga dan senam merupakan cara yang tepat untuk memperindah bokong. Terkadang perempuan masa kini enggan untuk meluangkan waktu untuk berolah raga dan mengambil cara instan dengan melakukan suntik atau implan pada bokong, tetapi cara ini beresiko sangat tinggi.
30) Dewi Arnawi Dewi Arnawi letaknya di kekempung atau kandung kemih. Arnawa atau Arnawi dalam bentuk femininnya dalam Kamus Nama-Nama Sanskerta berarti laut, matahari, udara, arus, banjir ombak atau gelombang (Wijaya dkk., 2007:28).
5
Nyoman Arjana “Menelusuri Jejak Prabu Brawijaya di Gunung Kidul”, Majalah Raditya Edisi 27 Oktober 2012.
100
Sesuai dengan letaknya di kantung kemih, yaitu tempat pengelolaan cairan limbah atau urin pada manusia. Mengonsumsi air mineral 2--4 liter sehari diperlukan untuk menjaga kesehatan kandung kemih dan ginjal. Selain itu, mengonsumsi air secara teratur (minimal 2--4 liter) akan menjaga kesehatan kulit.
31) Dewi Ambika dan Dewi Ambalika Dewi Ambika dan Dewi Ambalika letaknya di pundak kawawadonan (rahim) di kanan dan kiri. Dewi Ambika merupakan putri Raja Kasi dan memiliki dua saudara perempuan bernama Dewi Amba dan Dewi Ambalika. Dewi Ambika dan Ambalika merupakan istri Abiyasa yang dipersembahkan Bhagawan Bhisma setelah memenangkan sayembara oleh Raja Kasi. Ambalika dalam Kamus NamaNama Sanskerta berarti ibu, orang yang peka. Sedangkan Ambika berarti seorang ibu, peka, dan belas kasihan, seorang perempuan yang baik, wujud dewi dari kekuatan semua dewa untuk mengalahkan para asura, nama lain Parvati (Wijaya dkk., 2007:13).
Gambar: Kiri Dewi Ambalika, Kanan Dewi Ambika Sumber Foto: Ambalika dari wayangsewu.wordpress.com Ambika dari wayang.wordpress.com
101
Dewi Ambika berada di rahim sebelah kanan perempuan. Melalui rahim Dewi Ambika melahirkan keturunan Korawa. Dewi Ambalika merupakan istri kedua Abiyasa yang melahirkan keturunan Pandawa. Rahim perempuan merupakan jendela dunia bagi seseorang yang akan lahir ke dunia. Sebagai seorang perempuan mereka akan menjadi perempuan yang sempurna ketika memiliki seorang buah hati atau keturunan. Korawa dan Pandawa yang lahir dari rahim Ambika dan Ambalika tentu mempunyai makna rwa bnineda. Baik atau buruk sifat yang dilahirkan oleh rahim perempuan tidak akan memengaruhi kemuliaan seorang wanita itu sendiri.
32) Dewi Padma Wamini Dewi Padma Wamini letaknya di dekat kemaluan wanita Dewi Padma Wamini terdiri atas dua kata, yaitu Padma dan Wamini. Padma dalam Kamus Nama-Nama Sanskerta berarti bunga Padma. Bunga padma dikatakan muncul dari pusar Dewa Wisnu ini mendukung Brahma dan mewakili ciptaannya (Wijaya dkk., 2007:222). Wamini atau Wamana dalam bahasa sanskerta berarti kecil. Warna merah bunga tunjung merupakan cerminan dari kelamin wanita yang masih suci atau gadis.
Gambar: Refleksi Padma pada Vagina, sumber foto: dharmavada.wordpress.com
102
Sebagai seorang wanita terutama bagi gadis, menjaga kegadisannya merupakan hal yang penting. Saat ini kecenderungan para gadis-gadis kurang memerhatikan dan menghargai kegadisan mereka. Hal ini tentu akibat dari pergaulan bebas yang terjadi di kalangan remaja tidak dapat dihindari. Seorang wanita harus mampu membentengi dirinya dengan kegiatan yang positif dan keteguhan iman. Dewi Saci telah mengajarkan bagaimana pentingnya menjaga kegadisan melalui resep-resep yang telah diuraikan dalam Indrani Sastra.
33) Dewi Rasa Suksmika Dewi Rasa Suksmika terdapat di dalam kawawadonan atau vagina. Kata Rasa dalam Kamus Jawa Kuno berarti inti sari dari sesuatu, isi atau esensi, substansi makna, pokok isi, arti (Zoetmulder, 2006:926). Suksmika berasal dari kata Suksma dan ika, suksma dalam Kamus Nama-Nama Sanskerta terklasifikasi dalam golongan kata maskulinum berarti tipis, sulit dipisahkan (Wijaya dkk., 2007:314). Pada bagian tengah vagina wanita dikenal adanya bagian selaput dara, biasanya hal ini yang menandakan apabila seorang wanita masih gadis atau sudah tidak gadis lagi. Bagian ini merupakan bagian yang bentuknya sangat tipis sama halnya dengan uraian pengertian nama Dewi Rasa Suksmika. Hal ini tentunya dapat dikatakan bahwa kegadisan seorang wanita merupakan sebuah inti sari dari kecantikan itu sendiri.
34) Dewi Ratih dan Dewa Kusuma Yudha Dewi Ratih dan Dewa Kusuma Yudha merupakan perwujudan dari cinta kasih atau Smara letaknya di cakra seks pada tubuh wanita. Kedua Dewa dan
103
Dewi ini disimbolkan sebagai inti ajaran asmara yang terletak pada kenikmatan bercinta yang dilakukan oleh pasangan suami istri. Kakawin Smara Tantra menjelaskan bagaimana seorang wanita merawat kecantikannya hingga tidak terkecuali kemaluaannya. Melakukan hubungan seks selain memiliki fungsi untuk mendapatkan keturunan, hubungan seks merupakan salah satu yoga yang utama dalam ajaran Kama Tantra.
35). Dewi Ratanggini Dewi Ratanggini terdapat letaknya di kedua paha. Ratanggini berasal dari dua kata, yaitu Rat dan Anggini. Rat dalam Kamus Jawa Kuno berarti dunia, dunia yang kelihatan dan dihuni manusia, makhluk (Zoetmulder, 2006:929). Hal ini mencerminkan bahwa dunia dalam pangkuan seorang wanita. Istilah Ibu Pertiwi sering digunakan sebagai tempat di mana kita berpijak ini. Anggini adalah seorang istri dari Resi Jaladara atau Prabhu Baladewa.
36) Dewi Woksamahija Dewi Woksamahija letaknya di kedua betis, Woksamahija terdiri atas dua kata, yaitu Woksa dan Mahija. Kata Woksa atau Moksa (p,b,m,w merupakan satu letak
artikulasi
bilabial)
dalam
Kamus
Nama-Nama
Sanskerta
berarti
keselamatan, tujuan akhir, nama lain Gunung Meru (Wijaya dkk., 2007:202). Kata Mahija dalam Kamus Nama-Nama Sanskerta bersifat maskulinum berarti putra bumi dan nama lain planet Mars (Wijaya dkk., 2007:185).
104
37). Dewi Sinharini Dewi Sinharini letaknya di jeriji kaki. Dalam Kamus Nama-Nama Sanskerta kata Sinha berarti seorang yang kuat, singa, pahlawan, pemimpin (Wijaya dkk., 2007:297). Jeriji kaki menjadi pusat perhatian ketika seorang wanita memakai sepatu atau high heels. Kebersihan jeriji patut menjadi perhatian setiap wanita. Wanita yang memiliki jeriji kaki yang sehat dan bersih menandakan bahwa wanita ini memiliki sifat teliti dan perhatian terhadap hal-hal kecil. Sesuai dengan makna kata Sinha mengacu pada sifat kepahlawanan dan kepemimpinan. Seorang wanita harus mampu memimpin keluarga terutama menjadi seorang ibu harus menjadi panutan bagi anak-anak.
38) Dewi Siti Sundari Dewi Siti Sundari letaknya di telapak kedua kaki. Secara etimologis arti nama Siti Sundari terdiri atas kata Siti dan Sundari. Dalam bahasa Jawa Kuno siti atau ksiti berarti bumi, tanah, negeri. Sundari dalam bahasa Jawa Kuno berarti wanita cantik. Dewi Siti Sundari dalam cerita-cerita Itihasa merupakan anak Prabhu Kresna dengan Dewi Pratiwi. Dewi Siti Sundari memiliki perwatakan baik budi, setia, sabar, dan sangat berbakti.
105
Gambar: Dewi Siti Sundari Sumber Foto:www.google.com Siti Sundari merupakan istri Abimanyu anak Arjuna dengan Subadra. Dalam cerita, Siti Sundari memiliki kesetiaan terhadap suaminya. Ketika Abimanyu tewas di medan perang, Siti Sundari memilih untuk ikut suaminya dengan masuk ke api pembakaran jenasah Abimanyu. Seorang wanita layaknya selalu berjalan pada kesetiaan, di mana ada wanita di sanalah simbol kesetiaan. Demikianlah paparan mengenai 40 dewa-dewi yang ber-stana dalam tubuh wanita. Indrani Sastra memberikan gambaran kedudukan dan penilaian terhadap seorang karakter wanita melalui simbol dewa-dewi dalam tubuh wanita.
6.2 Ajaran Aji Suksma Dyahina Aji Suksma Dyahina merupakan ajaran rahasia yang tidak banyak diketahui oleh orang. Ajaran ini merupakan ilmu dewata yang sangat rahasia yang bernama Ratna Dukara yang menyebabkan Dewi Saci selalu gadis. Ajaran ini memberikan Dewi Saci menjadi gadis atau perawan, harum wangi, cantik, serta memiliki aura yang menyerupai sinar rembulan. Ajaran ini dipelajari oleh Dewi
106
Saci sebelum mengetahui bagaimana hubungan suami istri dalam tataran perkawinan. Dalam upacara Manusa Yadnya ajaran ini bisa dihubungkan dengan upacara menek bajang atau Raja Swala untuk seorang wanita remaja dan Raja Singa untuk upacara laki-laki remaja. Namun, dalam Indrani Sastra dijelaskan bahwa ajaran ini dipelajari oleh Dewi Saci sebelum akhirnya mempelajari ajaran Kama Tantra yang berkaitan dengan hubungan suami istri. Upacara Menek Kelih biasanya dilakukan ketika seseorang akan memasuki masa remaja, bagi laki-laki ditandai dengan mengalami perubahan suara yang membesar serta tumbuhnya rambut pada beberapa bagian tubuhnya. Tanda bagi seorang wanita ditentukan ketika pertama kali ia mengalami dtang bulan atau haid. Pada siklus hidup orang Bali ada istilah-istilah mengenai pertumbuhan wanita. Wanita yang berumur delapan tahun dinamai Gauri. Yang berumur sembilan tahun disebut Rohini. Yang berumur sepuluh tahun dinamai Kanya, dan wanita yang lebih dari sepuluh tahun dinaai Raja Swala. Upacara Ngeraja Swala ini sering disebut Malaspas Awungan yang artinya “peresmian pembukaan terowongan”. Hal ini tentu hanya arti kiasan. Sejak upacara itu sang gadis sudah dianggap meningkat dewasa dan sudah “kawin” dengan Sanghyang Smara Ratih. Sanghyang Smara Ratih ini adalah perlambang cinta kasih nafsu birahi. “Kawin” dengan Smara Ratih ini dimaksudkan sejak saat itu gadis sudah dimasuki oleh rasa asmara terhadap lawan jenisnya, masa puberteit (pancaroba)nya sudah mulai. Karena wanita dianggap lemah, maka dari saat itu ia harus bisa menjaga diri, sudah bisa menilai lawan jenisnya, mana yang nantinya membawa kebahagiaan untuk keluarganya (Sudartha, 2006:42).
107
Upacara Ngeraja Swala diawali dengan prosesi panyekeban atau pengasingan. Dalam hal ini gadis yang menginjak masa haid dianggap kotor dan perlu diasingkan di suatu tempat selama beberapa hari. Prosesi nyekeb saat ini cenderung sering diinstankan hanya sebatas semalam atau sehari sebelum diadakan upacara Ngeraja Swala. Ritual panyekeban ini masih dilakukan di daerah Tabanan Bali. Proses panyekeban ini dilakukan tanpa sepengetahuan orang banyak. Konon prosesi panyekeban dilakukan untuk melindungi si gadis dari marabahaya yang bersifat niskala. Saat melakukan persiapan berhias si gadis dilakukan pada saat orang-orang (masyarakat sekitar) masih tidur atau dilakukan pada waktu subuh. Upacara Ngeraja Swala biasanya berkaitan dengan prosesi potong gigi atau mapandes. Menurut Ida Bagus Sudarsana, dalam upacara pangekeban digunakan beberapa perangkat upakara sebagai simbol Sang Kama Abang dan Sang Kama Putih, yakni sanggah Arda Candra yang dipasang di antara pintu kiri dan kanan tempat pangekeban. Selain itu, sanggah Ardha Candra menjadi simbol Sanghyang Smarajaya dan Sang Smara Ratih, karena yang melaksanakan upacara telah mengalami perubahan alam kehidupan, yaitu dari alam anak-anak ke alam remaja. Oleh karena itu, dimohonkanlah ke hadapan Dewa Asmara, agar dia menjadi seorang remaja yang berbudi luhur, dan dianugerahi ketampanan, kecantikan, dan kecerdasan sebagai seorang remaja (Sudarsana, 2000:79--80). Ajaran Aji Suksma Dyahina dalam Indrani Sastra dianjurkan dilakukan pada saat hari baik. Berikut kutipan ajaran Aji Suksma Dyahina dalam Indrani Sastra.
108
Sang Kuranta dalamakaning suku, tapaking wintang ngalih ring wĕtis, sang Menaka ring pupu, sang Tilotama ring manĕpi, sang Gagarmayang ring dada, sang Tohok ring susu, sang Lĕng-lĕng Mandunu ring kanta, sang Sulasih ring gulu, sang Tunjung Biru ring tapuking mata, Sang Supraba ring polah, Bhaṭarī Uma ring rahi, Bhaṭarī Raja Laksmi ring panon, Bhaṭarī Sawitri ring pangucap, Bhaṭarī Saraswati ring kaprajñan, Megandrawela ring sojar, Tanwa Madapa ring prabangkara, tabla mas ring baga, kuñci pĕpĕt wiwaraning baga, suntagi manik ring itip, cucupu manik pasalitning untuning panengahan, Baga milĕt ring kĕndit, sawang gatra ring ken, palampitalukar wiru-wiruning ken, jelada suksma, ring wastra, lulut honĕng ring utari, margati ring pasanggaman. Iti Aji Suksmadyahinang, kawruhakna haywa lupa, byasakna nangkin we hayu (Lontar Indrani Sastra, 23b-24b).
Terjemahan: Sang Kuranta di telapak kaki, rajahan bintang dari telapak kaki menuju ke betis, Sang Menaka di paha, Sang Tilotama di pinggang, Sang Gagar Mayang di dada, Sang Tohok di payudara. Sang Lĕnglĕng Mandunu di leher, Sang Sulasih di kerongkongan, Sang Tunjung Biru di kelopak mata, Sang Suprabha di tingkah laku, Dewi Uma di wajah, Dewi Rajalaksmi di mata, Dewi Sawitri di lidah, Dewi Saraswati di kepintaran, Megandra Wela di kata-kata, Tanwa Madapa di jari-jari, Tabla Mas di Vagina, Kunci Pepet di lubang vagina, Suntagi Manik di itip, Cupu Manik di tonjolan penyumbat, Bhaga Milet di ikat pinggang, Sawang Gatra di kain, Palampita Lukar di lipatan kain, Jalada Suksma di kain luar, Lulut Honeng di utari, Mergati di persetubuhan. Inilah ajaran rahasia Aji Suksma Dyah Inang, ketahuilah jangan dilupakan, laksanakan selalu pada saat hari baik.
Pada kutipan di atas terdapat beberapa simbol yang berada pada tubuh dan perlengkapan busana dari seorang wanita. Akhir kutipan disebutkan bahwa ajaran ini dilakukan pada hari-hari baik dan jangan sekali-kali melupakan ajaran ini. Dalam Indrani Sastra ajaran ini dilakukan oleh Bhatari Saci sebelum mempelajari ajaran Kama Tantra untuk memuaskan suaminya. Ajaran Aji Suksma Dyahina dalam kaitannya dengan Upacara Menek Kelih atau Ngeraja Swala seperti penjelasan di atas upacara ini dikhususkan bagi gadis remaja yang akan memasuki
109
tahapan dewasa yang sudah mengenal cinta dan lawan jenis. Begitu pula dengan Bhatari Saci, sebelum beliau mengetahui hubungan suami istri ia memahami dirinya melalui ajaran Aji Suksma Dyahina. Secara fisik perubahan bentuk anak gadis menjadi wanita dewasa jelas terlihat dibandingkan laki-laki yang ditandai suara yang membesar dan beberapa bagian terdapat bulu-bulu yang tumbuh. Seorang wanita remaja tentu akan mengalami perubahan bentuk dari dada yang membesar, pinggul yang melebar, serta ditandai dengan menstruasi atau datang bulan.
110
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Indrani Sastra merupakan teks yang mengulas perempuan dari perawatan hingga sifat-sifat yang harus diteladani menjadi seorang perempuan. Ajaran utama dari Indrani Sastra adalah bagaimana mengupayakan seorang perempuan untuk tetap awet muda melalui simbol dewa dan dewi. Perawatan kecantikan Indrani Sastra terdiri atas perawatan organ intim kewanitaan, kulit wajah dan tubuh, perawatan rambut, perawatan bau mulut. Sebagai seorang wanita, merawat organ intim kewanitaan sangat penting bagi kesehatan, selain itu perawatan Indrani Sastra dikhususkan untuk mengembalikan organ intim menjadi gadis kembali. Perawatan organ intim kewanitaan dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu (1) bentuk krim atau salep; (2) bentuk serbuk; dan (3) bentuk minyak. Ketiga bentuk perawatan organ intim kewanitaan ini dipercaya dapat mengembalikan kegadisan seorang wanita, baik dari segi rasa atau sensasinya maupun dari segi bentuk dan ukuran organ intim kewanitaan. Perawatan pada kulit dalam Indrani Sastra dibagi ke dalam beberapa bentuk, seperti (1) resep dalam bentuk bedak; (2) resep dalam bentuk masker; dan (3) resep dalam bentuk lulur. Perawatan kulit bertujuan untuk menjaga agar kulit tetap sehat dan bersih sehingga tampak bagaikan sinar rembulan. Indrani Sastra tentu layaknya teks-teks lain memiliki fungsi utama sebagai ilmu pengetahuan dan informasi kepada setiap orang yang membacanya. Fungsi perawatan dan pengobatan jelas terdapat dalam Indrani Sastra mengingat isinya
111
seputar pengobatan dan perawatan kecantikan perempuan. Teks ini termasuk ke dalam jenis Tatwa, tetapi terdapat unsur Usadha di dalamnya yang mengkhusus pada perawatan kecantikan. Selain fungsi perawatan dan pengobatan, Indrani Sastra memiliki peranan dalam pelestarian alam menginggat bahan-bahan yang digunakan dalam resep sebagian besar bersumber dari bahan herbal. Pengetahuan tentang fungsi dan kegunaan tumbuhan-tumbuhan akan memberikan motivasi bagi masyarakat untuk ikut menjaga populasi beberapa tumbuhan langka. Maraknya kosmetika tradisional khususnya yang berkembang di Bali menjadikan Indrani Sastra sebagai pedoman dalam menjalankan usaha dalam bidang kecantikan. Resep-resep kecantikan yang terdapat dalam Indrani Sastra memberikan dampak positif dalam perekonomian terutama usaha kecil yang bergelut dalam bidang kecantikan herbal. Indrani Sastra memberikan makna tersendiri tentang citra perempuan melalui simbol-simbol dewi yang terdapat dalam tubuh seorang wanita. Dari ujung rambut ber-stana Dewi Lomawati hingga ujung kaki ber-stana-nya Dewi Siti Sundari memberikan beberapa pemahaman tentang seorang perempuan. Tiga puluh delapan jumlah dewi yang ber-stana dalam tubuh wanita tentu memberikan pemahaman yang luas mengenai seorang wanita, sehingga tidak selalu berpaku pada 3B (brand, beauty, and behaviour). Selain pemaknaan dewi-dewi yang terdapat dalam tubuh wanita ada pula ajaran Dewi Saci, yakni Aji Suksma Dyahina merupakan ajaran kecantikan yang paling utama dari Dewi Saci sebelum memahami ajaran Kama Tantra. Ajaran Aji Suksma Dyahina merupakan aplikasi dari upacara Menek Bajang atau Ngraja Sewala bagi anak gadis yang akan
112
beranjak dewasa. Sebelum mengetahui cinta dan lawan jenis seorang gadis tentunya harus paham tentang beberapa perubahan bentuk tubuhnya, di samping itu, juga bagaimana sikap dan sifat yang harus dipegang teguh sebagai seorang wanita dewasa nantinya. Simpulan dari wacana kecantikan perempuan Indrani Sastra ialah teks ini mengajarkan tentang menjaga keseimbangan antara kecantikan dari luar (fisik) dan kecantikan dari dalam (inner beauty).
7.2 Saran Penelitian ini tentunya masih memiliki beberapa hal yang harus disempurnakan dan diperbaiki sehingga nantinya memberikan tambahan tentang penelitian di bidang wacana sastra khususnya dalam teks-teks tradisional yang berbahasa Jawa Kuno ataupun Bali, serta penelitian di bidang farmasi berkaitan dengan resep-resep kecantikan yang terdapat dalam Indrani Sastra.
113
DAFTAR PUSTAKA
Agastia, Ida Bagus. 1994. Kesusastraan Hindu Indonesia. Denpasar: Yayasan Dharma Sastra Aizid, Rizem. 2012. Atlas Tokoh-Tokoh Wayang. Jogjakarta: Diva Press. Alwi, Hasan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan, Balai Pustaka. Aryana, I.B. Putra M. 2008 Wadhu Tattwa (Sekelumit Catatan Tentang Hakekat Wanita Dalam Wadhu Tattwa) Seks Ala Bali II. Denpasar: Bali Aga. Atmaja, Made Jiwa. 1987. “Strukturalisme-Genetik: Sebuah Pengantar” Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana Bagus, I Gusti Ngurah. 1979 “ Penerjemahan Karya Sastra Tradisional ke Dalam Bahasa Indonesia”. Dalam Bahasa dan Sastra, No. 5. Th. V. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud. Budiman, Arif. 1981. Pembagian Kerja Secara Seksual. Jakarta: Gramedia Creese, Helen. 2012. Perempuan dalam Dunia Kekawin Perkawinan dan Seksualitas di Istana Indic Jawa dan Bali. Denpasar: Pustaka Larasan. Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Effendi, Irmansyah. 2006. Kundalini Teknik Efektif untuk Membangkitkan, Membersihkan, dan Memurnikan Kekuatan Luar Biasa dalam Diri Anda. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Fakih, Mansour. 2003. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Hadi, Sutrisno. 1977. Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Hellena. 2012. Cantik Organik Resep-Resep Praktis Sehat dan Awet Muda dengan Herbal. Surabaya: Penerbit Liris
114
Jendra, I Wayan. 1981. Suatu Pengantar Ringkas Dasar-Dasar Penyusunan Rancangan Penelitian. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana Jirnaya, I Ketut. 2011. “Usada Budha Kacapi: Teks Sastra Pengobatan Tradisional Masyarakat Bali” (disertasi). Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana Karmini, I Nyoman. 2013. Perempuan dalam Geguritan Bali. Denpasar: Pustaka Larasan Luxemburg, Jan Van dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT Gramedia. Purnama, I Gede Gita. 2012. “Representasi Multikulturalisme dalam Trilogi Novel Sembalun Rinjani Karya Djelantik Santha” (tesis). Denpasar: Pascasarjana Universitas Udayana Putnam, Tong Rosemarie. 2010. Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif kepada Arus Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra Putra, I Nyoman Darma. 2007. Wanita Bali Tempo Doeloe Perspektif Masa Kini. Denpasar: Pustaka Larasan Putrawan, Nyoman. 2013. Cantik Menurut Hindu Sisi Lain dari Ajang Miss Word. Denpasar: Majalah Raditya Edisi 195, Oktober 2013 Ratna, I Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ratna, I Nyoman Kutha. 2011. Antropologi Sastra Peranan Unsur-Unsur Kebudayaan dalam Proses Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Slamet, St, Y. 2007. Dasar-Dasar Ketrampilan Berbahasa Indonesia. Surakarta: UNS Press. Suardiana, I Wayan. 2009. “Geguritan I Gede Basur dan Ketut Bungkling karya Ki Dalang Tangsub Analisis Interteks dan Resepsi” (disertasi). Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana. Suarka, I Nyoman. 2007. Larasan.
Kidung Tantri Pisacarana. Denpasar: Pustaka
115
Sudarsana. I.B. Putu. 2000. Ajaran Agama Hindu Uparengga. Denpasar: Penerbit Yayasan Dharma Acarya. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sudharta, Tjok Rai. 2006. Manusia Hindu dari Kandungan sampai Perkawinan. Denpasar: Penerbitan Yayasan Dharma Naradha. Sudiarta, I Wayan. 2006. “Rekonstruksi Visual Konsep-Konsep Kecantikan Tradisional Wanita Bali dan Manifestasinya di dalam Kehidupan Masyarakat Bali Masa Kini” (tesis). Denpasar: Pascasarjana Universitas Udayana. Sukersa, I Wayan. 1996. “Usada Taru Pramana: Satu Kajian Filologis” (tesis). Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Suryani, Luh Ketut. 2003. Perempuan Bali Kini. Denpasar: Pustaka Bali Post Sutarjadi. 1992. Tumbuhan Indonesia Sebagai sumber Obat, Kosmetika dan Jamu dalam Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani. Cisarua Bogor 19--20 Februari 1992. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Perpustakaan Nasional RI. Tarigan. 1979. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa. Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta: Pustaka Jaya. Tilaar, Martha. 1992. Kosmetika Tradisional: Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan dalam Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani.
Cisarua Bogor 19--20 Februari 1992. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Perpustakaan Nasional RI. Tilaar, Martha. Ed, Dorothe Rosa Herliany. 1999. Kecantikan Perempuan Timur. Magelang: Penerbitan Indonesia Tera. Tjahyaningtyas, 2012. Tips Cantik Sehari-hari Berdandan Menawan dalam Waktu Singkat. Surabaya: Penerbit Stomata.
116
Warna, I Wayan dkk. 1991. Kamus Bahasa Bali- Indonesia. Denpasar: Dinas Pengajaran Propinsi Daerah Tingkat I Bali. Wijaya, A.A. Ngurah Prima Surya dkk. 2007. Kamus Nama-Nama SanskertaIndonesia. Surabaya: Penerbit Paramita. Zoest, Aart Van dan Panuti Sudjiman. 1992. Serba- Serbi Semiotika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Zoetmulder, P.J. 1985. Kalangwan Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Penerjemah Dick Hartoko SJ. Jakarta : Djambatan. Zoetmulder, P.J. dan S. O. Robson. 2006. Kamus Jawa Kuna-Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Artikel Internet Arjana, Nyoman. “Menelusuri Jejak Prabhu Brawijaya di Gunung Kidul” dalam http://majalahhinduraditya.blogspot.com/2012/10/menelusuri-jejakprabu-brawijaya-di.html Ita Lismawati F. Malau. titisan Dewi Kumari ini hanya muncul ke hadapan publik, 13 kali. Dalam http://dunia.news.viva.co.id/news/read/279156foto--bocah-titisan-dewi-kumari-di-nepal Rama Putra Iswara. 2009. “Jejak-Jejak Peradaban Veda di Italy” dalam http://www.vedasastra.com/2009/12/14/jejak-jejak-peradaban-vedadi-italy/ Wayang
Indonesia.
Dalam
http://wayang.wordpress.com/2010/03/06/dewi-
citrawati-tidak-gegabah-memilih-calon-suami/
Sumber Foto Buah Internet Kepundung Putih = http://tumbuhanbali.blogspot.com Panggal Buaya
= http://www.batavia.cz
Pohon Kamaloka = http://www.gardenworld.in
117
Sidaguri
= http://www.iptek.net.id
Rumput Teki
= http://wongleran.wordpress.com
Karuk
= http://www.roasehat.com
Pohon Arjuna
= http://en.wikipedia.org/wiki/Terminalia_arjuna
Ekor Buaya
= http://dpkusumofarmnusery.indonetwork.co.id
Ara (Pohon Tin)
= http://pohonaradankhasiatnya.blogspot.com/
Jalu Mampang
= http://biojana.com/khasiat-akar-tanaman-jalu-mampang/
Jyotismati
= http://www.indianetzone.com/38/jyotismati_plant.htm
Pohon Amplas
= http://margi-rekaos.blogspot.com/p/first-introduction-of-
bonsai.html Daun Mangsi
= http://talktoplant.blogspot.com
Dewandaru
= http://fruitwarehouse.blogspot.com
Jirek
= http://www.imagejuicy.com
Inggu
= http://www.iptek.net.id
Keladi
= http://bloghokite.blogspot.com
Bunga Delima
= http://icanhear.wordpress.com
Bunga Palasa
= http://id.wikipedia.org/wiki/Palasa
Cempaka
= http://id.wikipedia.org/wiki/Cempaka
Bunga Landep
= http://www.tabloidcempaka.com
Bunga Cemara
=
http://www.flickr.com/photos/62283462@N02/5669749802/ Teratai Biru
= http://nimadesriandani.wordpress.com
Teratai Merah
= http://dharmavada.wordpress.com
118
Sidhawayah
= http://en.wikipedia.org/wiki/Woodfordia_fruticosa
Udumbara
= http://chazzw.wordpress.com/2012/01/29/udumbara-
flower/ Merica
= http://tipskesehatan.web.id/manfaat-lada-untuk-kesehatan
Kayu Manis
= http://www.bolaria.net/2013/01/0-manfaat-kayu-manis-
untuk-kesehatan.html Jahe
= http://newalchemistupdate.blogspot.com
Cabai
= http://evaabida.wordpress.com/2011/10/19/55/
Jeruk Purut
= http://tanamanherba.com/jeruk-purut-2/jaruk-purut.html
Tebu Hitam
= http://www.guruspiritual.com/?54,tebu-wulung-siker-
pulut Jambu Biji
= http://eemoo-esprit.blogspot.com
Wijen
=
http://health.detik.com/read/2010/03/19/094519/1320936/769/herbal-wijen Buah Mangsi bunga.html
= http://yellow-up-yourlife.blogspot.com/2012/11/mencari-