BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan jumlah produksi yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa peluang untuk pengembangan hortikultura masih besar. Hortikultura Indonesia memiliki beberapa kelemahan yaitu harga yang berfluktuasi, kualitas dan kuantitas yang rendah, kontinuitas yang belum tercapai serta kemasan dan promosi yang belum baik. Hal tersebut menyebabkan sulitnya hortikultura Indonesia untuk menembus pasar internasional. Pada kesempatan kali ini, penelitian akan difokuskan pada salah satu tanaman hortikultura yang termasuk dalam kelompok tanaman buah, yaitu stroberi (English: strawberry) atau yang memiliki nama ilmiah Fragaria sp. Stroberi bukanlah tanaman buah tropis asli Indonesia, tetapi merupakan tanaman yang banyak tumbuh di negara beriklim subtropis. Walaupun begitu, stroberi dapat dibudidayakan di Indonesia di daerah dataran tinggi. Stroberi memiliki kenampakan yang menarik karena bentuk buahnya yang kerucut dengan warna merah mencolok. Stroberi banyak disukai oleh konsumen dari berbagai usia mulai dari anak-anak, dewasa, hingga lanjut usia. Buah stroberi berwarna merah. Buah yang biasanya dikenal adalah buah semu, yang sebenarnya merupakan receptacle yang membesar. Buah sejati adalah biji-biji berwarna putih yang disebut achene. Achene berasal dari ovul yang mengalami penyerbukan dan
1
berkembang menjadi buah kering dengan biji keras. Struktur achene yang terbentuk ditentukan oleh jumlah pistil dan keefektifan penyerbukan. Bunga primer mempunyai pistil terbanyak yaitu lebih dari 400 buah, jumlah pistil pada bunga sekunder antara 200-300 buah, sedangkan pada bunga tersier hanya 50-150 buah. Berikut adalah contoh gambar buah stroberi:
Gambar 1.1. Buah Stroberi (Fragaria sp.), (Sumber: Anonim, 2012)
Walaupun
stroberi
bukan
merupakan
tanaman
asli
Indonesia,
pengembangan komoditas ini yang berpola agribisnis dan agroindustri dapat dikategorikan sebagai salah satu sumber pendapatan baru dalam sektor pertanian. Fakta ini didasari dengan semakin banyaknya penggemar buah stroberi baik dalam konsumsi segar maupun buah yang telah diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman (Rukmana, 1998). Stroberi juga sudah banyak dibudidayakan di Indonesia walaupun jumlahnya tidak sebanyak komoditas buahbuahan lain. Banyaknya produksi buah stroberi dibandingkan dengan komoditas
2
lain serta persentase pertumbuhannya ditunjukkan melalui tabel berikut ini (BPS, 2012) : Tabel 1.1 Produksi Buah-Buahan di Indonesia Tahun 2007-2011 No.
Tahun/Year (ton)
Komoditas
1 Alpukat 2 Belimbing 3 Duku/Langsat 4 Durian 5 Jambu Biji 6 Jambu Air 7 Jeruk Siam/Keprok 8 Jeruk Besar 9 Jeruk 10 Mangga 11 Manggis 12 Nangka/Cempedak 13 Nenas 14 Pepaya 15 Pisang 16 Rambutan 17 Salak 18 Sawo 19 Markisa 20 Sirsak 21 Sukun 22 Apel 23 Anggur 24 Melon 25 Semangka 26 Blewah 27 Stroberi (Sumber: BPS, 2012)
2007 201.635 59.984 178.026 594.842 179.474 94.015 2.551.635 74.249 2.625.884 1.818.619 112.722 601.929 2.237.858 621.524 5.454.226 705.823 805.879 101.263 106.788 55.798 92.014 59.814 350.780 57.725 -
2008 244.215 72.397 158.649 682.323 212.260 111.495 2.391.011 76.621 2.467.632 2.105.085 78.674 675.455 1.433.133 717.899 6.004.615 978.259 862.465 120.649 138.027 55.042 113.778 160.794 21.970 56.883 371.498 55.991 128.701
2009 257.642 72.443 195.364 797.798 220.202 104.885 2.025.840 105.928 2.131.768 2.243.440 105.558 653.444 1.558.196 772.844 6.373.533 986.841 829.014 127.876 120.796 65.359 110.923 262.009 9.519 85.861 474.327 75.124 19.132
2010 224.278 69.089 228.816 492.139 204.551 85.973 1.937.773 91.131 2.028.904 1.287.287 84.538 578.327 1.406.445 675.801 5.755.073 522.852 749.876 122.813 132.011 60.754 89.231 190.609 11.700 85.161 348.631 30.668 24.846
2011 275.953 80.853 171.113 883.969 211.836 103.156 1.721.880 97.069 1.818.949 2.131.139 117.595 654.808 1.540.626 958.251 6.132.695 811.909 1.082.125 118.138 140.895 59.844 102.089 200.173 11.938 103.840 497.650 62.928 41.035
Pertumbuhan/ GROWTH (%) 2011 over 2010 23,04 17,03 -25,22 79,62 3,56 19,99 -11,14 6,52 -10,35 65,55 39,10 13,22 9,54 41,79 6,56 55,28 44,31 -3,81 6,73 -1,50 14,41 5,02 2,03 21,93 42,74 105,19 65,16
Walaupun stroberi bukan merupakan komoditas buah-buahan dengan hasil produksi terbanyak, stroberi memiliki prospek yang cerah untuk pengembangan ke depan. Hal ini dapat diketahui dari banyaknya makanan olahan dengan bahan baku stroberi. Selain itu, munculnya kebun agrowisata seperti di daerah Garut,
3
Ciwidey, Purbalingga, dan Batu mendorong untuk semakin dikembangkannya standarisasi stroberi di Indonesia, yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI). Namun, di dalam budidaya stroberi di Indonesia masih sering mengalami kendala, terutama pada saat pasca panen. Stroberi yang telah dipanen sering mengalami penanganan atau handling yang buruk. Penanganan yang buruk dapat menyebabkan stroberi lebih cepat membusuk dan tidak tahan lama. Hal ini disebabkan karena penanganan buruk dapat menimbulkan cacat pada buah sehingga pembusukan akan terjadi lebih cepat. Akibatnya seringkali produsen mengalami kerugian karena stroberi telah busuk sebelum sampai di tangan konsumen. Konsumen juga sering mengalami kerugian karena stroberi yang baru saja diterima ternyata telah membusuk dalam waktu yang singkat. Stroberi yang membusuk tersebut tentu kehilangan nilai jual yang cukup besar sehingga banyak menimbulkan kerugian di kalangan produsen. Stroberi yang semula dapat dijual dengan harga tinggi justru mengalami penurunan nilai jual akibat penanganan yang buruk. Penanganan pasca panen untuk buah harus dilakukan secara tepat dan tidak boleh sembarangan karena memiliki karakteristik yang berbeda dengan benda mati pada umumnya. Produk pascapanen seperti buah masih mengalami proses hidup seperti respirasi dan metabolisme. Perlakuan pada penyimpanan akan berpengaruh terhadap kondisi fisik serta kandungan kimiawi buah tersebut. Metabolisme yang terjadi pada buah pasca panen tidak sama dengan metabolisme yang terjadi pada tanaman induknya. Buah sudah tidak bertumbuh sesuai dengan lingkungan aslinya. Hal ini terjadi karena suplai nutrisi dan keadaan lingkungan
4
yang telah berbeda dengan lingkungan alam saat buah tersebut tumbuh. Buah memiliki kondisi pasca panen yang sangat berbeda sebelum dipanen terkait akan ketersediaan CO2 dan O2, keadaan suhu, ketersediaan sumber nutrisi, dsb. Kondisi yang ideal adalah sesuai dengan lingkungan aslinya sebelum dipanen saat masih berada pada tanaman induk. Maka dari itu, diciptakan kondisi penyimpanan yang sesuai dengan kebutuhan metabolisme buah tersebut. Hal ini umumnya dilakukan untuk buah yang dapat mengalami proses pematangan buah setelah dipanen yang mengalami proses klimakterik. Buah klimaterik adalah buah yang ditandai dengan peningkatan CO2 secara mendadak, yang dihasilkan selama pematangan. Pola laju respirasi berbanding lurus dengan jumlah produksi CO2 yang dihasilkan. Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang khas pada buahbuahan tertentu (pisang, pepaya, mangga, dll) dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembentukan etilen. Produksi CO2 dan produksi etilen dari buah klimakterik mengalami lonjakan produksi pada saat buah matang, sementara untuk buah non klimakterik tidak terjadi lonjakan produksi baik CO2 maupun etilen. (Syarief, R dan A. Irawati, 2002). Buah stroberi termasuk pada kelompok buah non klimakterik. Buah non klimakterik adalah buah yang menghasilkan sedikit etilen dan tidak memberikan respon terhadap etilen kecuali dalam hal degreening atau penurunan kadar klorofil (Febrianto, 2009). Pada buah stroberi tidak dapat dilakukan proses pematangan layaknya buah klimakterik seperti pisang dan pepaya. Buah stroberi dipanen pada saat buahnya telah matang yang ditunjukkan oleh warna merah pada buah. Proses
5
pematangan buah non klimakterik setelah dipanen adalah proses menuju senescence atau penuaan. Oleh karena itu, penyimpanan stroberi adalah hal yang sangat berpengaruh terhadap metabolisme pasca panen buah stroberi segar. Hal ini juga disebabkan karena bentuk buah stroberi yang cenderung mungil dan rentan terhadap benturan. Bentuknya yang khas dan mengerucut menyebabkannya sangat perishable atau mudah rusak. Kondisi penyimpanan yang sesuai sangat berpengaruh terhadap masa simpan buah stroberi. Untuk memperlambat proses senenscence buah stroberi segar dilakukan dengan cara menghentikan atau memperlambat aktivitas enzimatis, respirasi, serta metabolisme buah. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menciptakan kondisi penyimpanan yang sesuai untuk memperlambat proses penuaan tersebut. Kerusakan pasca panen disebabkan karena organ pada buah yang telah dipanen masih melakukan proses metabolisme dengan menggunakan cadangan makanan yang terdapat dalam buah. Berkurangnya cadangan makanan tersebut tidak dapat digantikan karena buah sudah terpisah dari pohonnya sehingga mempercepat proses hilangnya nilai gizi buah dan mempercepat terjadinya senescense. Difusi gas ke dalam dan keluar buah yang terjadi melalui lentisel yang tersebar di seluruh permukaan buah (Santoso, B.B., 2010). Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan erat dengan kehilangan air, kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa. Masa simpan produk segar dapat diperpanjang dengan menempatkannya dalam lingkungan yang dapat memperlambat laju respirasi dan
6
transpirasi melalui penurunan suhu produk, mengurangi ketersediaan O2 atau meningkatkan konsentrasi CO2, dan menjaga kelembaban nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk tersebut (Utama, M.S., 2009). Untuk itulah, perlu diteliti bagaimana penanganan yang tepat untuk stroberi agar memiliki umur simpan (shelf life) yang lebih lama dengan tetap mempertahankan karakteristik mutu stroberi. Penyimpanan
yang
baik
adalah
penyimpanan
yang
mampu
memperpanjang shelf life buah, khususnya buah stroberi segar. Penghambatan proses metabolisme dilakukan agar buah tetap segar dan tidak mudah busuk. Selain itu, kondisi kemasan juga merupakan hal yang penting untuk diperhatikan karena kemasan adalah bahan yang bersentuhan langsung dengan buah stroberi. Pada umumnya, buah stroberi dikemas dalam kemasan plastik mika jenis polyethylene terephthalate atau yang sering pula disingkat sebagai PET atau PETE. Kemasan berguna untuk mempermudah penanganan buah stroberi pasca panen untuk proses pendistribusian ke pasar. Dengan kemasan PET tersebut maka buah akan lebih mudah untuk dipasarkan, dipindahkan, ataupun disimpan. Kemasan PET banyak digunakan ditingkat pengepul dan pengecer buah stroberi segar. Adanya kemasan berguna untuk mempermudah proses penanganan buah stroberi segar. Akan tetapi, pengaruh kemasan terhadap kondisi fisik dan kimiawi buah stroberi segar kurang diperhatikan. Oleh karena itu, dilakukanlah penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kemasan terhadap keadaan fisik, kimiawi, dan biologis buah stroberi segar sesuai dengan kualitas buah. Selain itu, akan diketahui pula setting kemasan
7
PET terbaik untuk penyimpanan buah stroberi segar. Hal ini penting untuk dilakukan karena pada umumnya perdagangan stroberi khususnya di Indonesia banyak menggunakan kemasan PET sehingga setting yang baik terhadap kemasan akan dapat berguna untuk proses pengemasan stroberi segar selanjutnya demi proses penyimpanan yang lebih baik. Sebelumnya akan diteliti mengenai kondisi fisik, kimiawi, dan biologis buah stroberi segar selama penyimpanan terkait kadar air, pH, tekstur, warna, dan kandungan mikroba. Kemudian untuk menentukan setting yang paling sesuai terhadap kemasan PET stroberi akan digunakan suatu metode yang telah dikenal sebelumnya yaitu metode taguchi. Metode taguchi cocok diterapkan pada penelitian ini karena merupakan metode perbaikan mutu dengan prinsip memperkecil akibat dari variasi tanpa menghilangkan penyebabnya. Dengan metode taguchi ini akan diketahui bagaimanakah langkah-langkah pengemasan yang perlu ataupun tidak perlu dilakukan sebelum stroberi disimpan ke dalam kemasan plastik PET. Metode taguchi adalah metode yang digunakan dalam kegiatan off line control pada tahap desain salah satu proses produksi. Dalam metode ini dikenal faktor kendali yaitu faktor yang dapat dikendalikan untuk mencapai respon produk yang diinginkan. Selain itu, dikenal pula faktor noise yaitu faktor yang tidak dapat atau sulit untuk dikendalikan tetapi berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan dan menjadi penyebab variasi atau menurunnya mutu stroberi. Diharapkan penelitian ini dapat diterapkan oleh para pembudidaya buah stroberi segar lokal saat menggunakan kemasan plastik PET. Selain itu,
8
diharapkan pula penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber referensi dalam penyusunan SNI buah stroberi segar lokal. Perkembangan buah stroberi di Indonesia masih membutuhkan banyak dukungan agar komoditas buah-buahan ini dapat turut serta menjadi penopang dalam perkembangan perekonomian di Indonesia.
B.
Perumusan Masalah Stroberi adalah salah satu tanaman hortikultura yang memiliki
kenampakan buah dengan bentuk dan warna yang menarik. Namun, di Indonesia yang notabene merupakan negara tropis belum memiliki standard kualitas khusus baik dalam penanaman, grading, ataupun penyimpanan. Di dalam penyimpanan stroberi harus dikondisikan dengan atribut kualitas buah yang sesuai yaitu kadar air, pH, tekstur, warna, dan jumlah mikroba. Penelitian ini difokuskan pada cara penyimpanan stroberi dengan menggunakan plastik polyethylene terephthalate (PET) pada suhu dingin. Akan diteliti mengenai cara penyimpanan buah stroberi segar lokal yang baik sebelum dikemas ke dalam plastik PET. Hal ini dilakukan agar para pembudidaya stroberi tetap dapat menyimpan buah stroberi segar lokal sesuai dengan kualitasnya sesuai dengan setting plastik PET yang terbaik.
C.
Batasan Masalah 1. Sampel penelitian adalah stroberi segar lokal jenis Holibert (Earlibrite) di Supermarket Kota Yogyakarta yang berasal dari Desa Barudua, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
9
2. Objek penelitian adalah stroberi segar (fresh strawberry) yang belum diolah menjadi produk makanan lain. 3. Karakteristik mutu yang menjadi acuan adalah karakteristik mutu secara fisikawi (warna, tekstur), kimiawi (kadar air, pH) dan biologis yang menyangkut jumlah mikroba (angka lempeng total/total plate count). 4. Kondisi penyimpanan yang diteliti merupakan kondisi buah stroberi segar (fresh strawberry) saat penyimpanan yaitu faktor terkontrol meliputi luas lubang udara kemasan, suhu showcase, kerekatan kemasan, jumlah stroberi/kemasan, perlakuan sebelum penyimpanan, ukuran kemasan plastik PET, dan penggunaan alas karton.
D.
Tujuan Penelitian 1.
Mengidentifikasi karakteristik mutu buah stroberi segar lokal.
2.
Mengetahui faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap kualitas buah stroberi segar selama penyimpanan.
3.
Menentukan kondisi penyimpanan yang terbaik untuk stroberi segar lokal dengan menggunakan plastik polyethylene terephthalate (PET) pada suhu dingin berdasarkan pendekatan metode taguchi.
E.
Manfaat Penelitian 1. Diketahui kondisi fisikawi, kimiawi, dan biologis buah stroberi segar lokal selama penyimpanan dengan menggunakan plastik PET dan suhu dingin.
10
2. Dapat mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyimpanan stroberi segar. 3. Dapat memberikan perbaikan bagi penanganan dan penyimpanan stroberi pasca panen dengan memperhatikan karakteristik mutu stroberi segar dan kondisi pengemasan. 4. Diketahui langkah-langkah pengemasan yang baik untuk stroberi segar dengan menggunakan plastik PET sebelum disimpan pada suhu dingin. 5. Para pembudidaya stroberi dapat memperbaiki cara pengemasan buah stroberi segar sesuai dengan kualitas buah dengan kombinasi langkah yang telah ditentukan dengan metode taguchi. 6. Konsumen dapat menerima stroberi dengan kondisi yang lebih segar sehingga tidak cepat membusuk sebelum dikonsumsi.
11