BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Manusia dalam menjalani hidupnya tidak terlepas dari memenuhi berbagai kebutuhan ekonomi (homo economicus). Kebutuhan manusia sebagai makhluk ekonomi secara garis besar dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu : 1. Kebutuhan akan barang bentuk material 2. Kebutuhan barang dalam bentuk abstrak. Biasanya yang disebutkan terakhir ini dalam bentuk jasa. Pemenuhan kebutuhan ekonomi manusia pada dasarnya guna mencapai kemakmuran. Di Indonesia, kemakmuran merupakan hak konstitusi setiap warga negara sebagaimana yang ditentukan di dalam Pasal 28H Amandemen UUD 1945, inti kemakmuran terletak pada terpenuhinya kebutuhan.1 Semua kebutuhan manusia akan benda ekonomi dapat dipenuhi dan akan memiliki makna serta nilai apabila ada berhubungan antara satu manusia dengan manusia lainnya, sebab pada dasarnya manusia mempunyai sifat keterbatasan. Keterbatasan manusia yang satu akan dipenuhi dan dipunyai oleh manusia lainnya. Dalam konteks hubungan manusia dengan manusia itulah hukum menampakkan jati 1
Tom Gunadi, Ekonomi dan Sistem Ekonomi Menurut Pancasila dan UUD 1945, Buku I, (Bandung, Angksa, 1995), hlm 8 mensitir pendapat Wells, mengatakan bahwa sering orang mendefinisikan Ekonomi sebagai ilmu yang mempelajari manusia dalam usahanya mencapai kemakmuran, atau studi sistematis tentang kemakmuran dan tentang cara-cara bagaimana kemakmuran diproduksi atau dilipatgandakan, bagaimana didistri-busikan dan diputarkan serta di konsumsi.
1
Universitas Sumatera Utara
2
dirinya dan hal inilah yang merupakan ciri khas dari hukum yang membedakannya dengan ekonomi.2 Salah satu aturan yang mengatur aktivitas ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhannya adalah hukum kekayaan. Menurut kajian hukum, dalam kehidupan ekonomi, setiap perseorangan memiliki 4 (empat) tuntutan kehidupan ekonomi, yaitu : 3 a. tuntutan menguasai harta benda. b. tuntutan kebebasan industri dan kontrak sebagai suatu harta milik perseorangan. c. tuntutan terhadap keuntungan yang dijanjikan terhadap pelaksanaan bernilai ekonomi yang dijanjikan oleh orang lain d. tuntutan supaya terjamin terhadap campur tangan orang lain yang mengganggu hubungan perekonomian yang menguntungkan dengan orang lain lagi baik hubungan kontrak, pergaulan, perdagangan, ja-batan, maupun hubungan di dalam rumah tangga. Berdasarkan tuntutan kehidupan ekonomi perseorangan tersebut seseorang memiliki kebebasan untuk melakukan aktivitas ekonomi baik dalam memproduksi,
2
Sebagaimana dikatakan oleh Aristoteles, hukum merupakan gejala sosial, Ubi societas ubi ius. Lihat juga Melikul Adil yang mengatakan ciri khas dan yang diatur oleh hukum pada intinya adalah hubungan manusia dengan manusia lainnya. Hukum pada hakekatnya adalah perhubungan antara subjek dengan subjek: tiada perhubungan ini, maka tiada pula hukum. Perhubungan itu telah ada, bila kekuasaan (hak) dari suatu subjek hukum harus diindahkan oleh subjek hukum lainnya, jadi tidak boleh dilanggar. Kalau subjek A memiliki sesuatu, maka orang lain semuanya tidak boleh melanggar hak milik itu. Sama sekali tidak dikehendaki adanya benda untuk perhubungan itu, walaupun harus diakui, bahwa biasanya perhubungan itu melalui benda. Di sinilah pada pokoknya perbedaan antara hukum dan ekonomi. Yang dipindahkan ke tangan lain adalah pada hakekatnya kekuasaan (hak) mengenai sesuatu. Sesuatu itu dapat merupakan bermacam-macam hal; ada yang merupakan benda dan ada pula yang merupakan bukan benda. Dapat dipindahkan ke tangan lain hak tuntutan terhadap seseorang, dapat juga dipindahkan kepada hak tentang satu merek, pendapat, hak cipta dan lain-lain sebagainya yang tidak bersangkut paut dengan benda. Pemindahan itu dalam intinya tidak berbeda dengan pemindahan hak milik atas satu benda, pemindahaan yang terakhir ini hanyalah merupakan satu species dari genusnya (Soetan Malikoel Adil, Hak-hak Kebendaan, Jakarta, PT.Pembangunan, 1959, hlm.,41). 3 Rouscoe Pound, An Introduction to the Philosophy of Law, terjemahan Mohamad Radjab, Ctk. 3, (Jakarta, Bhratara, 1982), hlm, 117
Universitas Sumatera Utara
3
mendistribusi dan mengkonsumi barang dan atau jasa. Kebebasan di bidang ekonomi tersebut akan mempengaruhi prilaku pelaku usaha di lingkungan bisnis. Perilaku pelaku usaha bisnis untuk menguasai barang dan/ atau jasa guna menguasai pasar untuk mencari keuntungan yang maksimal secara berlebihan sudah menjadi insting setiap pelaku usaha. Insting yang demikian itu menimbulkan praktikpraktik bisnis yang didominasi oleh pelaku usaha yang kuat dan menindas pelaku usaha ekonomi yang lemah. Pada sisi lain, insting yang demikian itu juga menghilangkan demokrasi di bidang ekonomi yang menjadi hak setiap anggota masyarakat. Karena tidak setiap pelaku usaha dapat masuk dan keluar dari pasar untuk mendistribusikan barang dan atau jasa yang dipunyainya. Insting bisnis untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya selalu diraih dengan cara-cara yang tidak adil, tidak jujur, dan melanggar prinsip-prinsip dan etika bisnis yang baik dan sehat sebagaimana terlihat pada praktik monopoli. Praktik yang demikian itu merupakan bentuk ketidakadilan di pasar, karena ada cengkraman pihak-pihak pengusaha bermodal kuat terhadap yang kecil dan lemah, atau perbuatan pedagang bermodal kuat yang hanya mengutamakan laba semata tanpa peduli terhadap kesejahteraan dan kepentingan orang lain. 4 Monopolistik di bidang ekonomi akan menjadi sangat berbahaya dan merugikan kepentingan umum secara keseluruhan apabila diciptakan dan didukung oleh pemerintah. Mematikan jalannya mekanisme pasar yang sehat dan kompetetif, serta pada akhirnya akan dapat melumpuhkan sistem politik yang demokratis.
4
Sutan Remy Sjahdeni, “Latar Belakang, Sejarah, dan Tujuan UU Larangan Monopoli” Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 19, Mei-Juni 2002, hlm., 4
Universitas Sumatera Utara
4
Untuk mencegah terjadinya praktik monopoli yang merugikan kepentingan umum dan hilangnya demokrasi ekonomi maka dibutuhkan persaingan yang sehat dalam kegiatan ekonomi. Persaingan adalah suatu hal yang harus ada dalam kegiatan ekonomi,
hal
ini
sejalan
dengan
keterbatasan
pemuas
kebutuhan
dan
ketidakterbatasan keinginan manusia dalam memenuhi kebutuhan. Menurut kajian ilmu ekonomi, persaingan diartikan sebagai tindakan positif dan independen terhadap pencapaian equilibrium. Jadi tujuan persaingan antar pelaku usaha dilakukan secara sehat, dan konsumen tidak dieksploitasi oleh pelaku usaha. Zwarensteyn menerangkan : 5 Tujuan yang bersifat khusus dari persaingan, antara lain di Amerika Serikat, adalah untuk melindungi sistem kompetisi (preserve competitive system), di Jerman untuk memajukan kesejahteraan dan kebebasan warga negara, dan di Swedia untuk mencapai pemanfaatan optimal dari sumber-sumber yang ada di masyarakat. Untuk itulah persaingan usaha perlu diatur di dalam peraturan perundangundangan, sebab bila persaingan tersebut tidak diatur dengan baik dan dibiarkan sebebas-bebasnya sedemikian rupa akan menciptakan kondisi monopolistis. Praktik monopoli telah terjadi di Indonesia sejak tahun 1891 oleh Koninklijke Paketvaart Maskapai yang diberi oleh Pemerintah Hindia Belanda hak monopoli untuk angkutan laut dan angkutan niaga di seluruh wilayah perairan Hindia Belanda. Tanjung Priok dibangun tahun 1872, menyusul Tanjung Perak dan Belawan.6 Praktik monopoli ini juga menjadi dasar kebijakan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang 5 6
Ibid. Djon Pakan, Kembali ke Jati Diri Bangsa Indonesia (Jakarta, Millennium Publisher,2002),
hlm., 86.
Universitas Sumatera Utara
5
berdampak munculnya penjajahan oleh bangsa Belanda atas bangsa Indonesia pada waktu itu.7 Setelah Indonesia merdeka, khususnya pada era orde baru praktik monopoli juga merajalela. “Praktik ini tumbuh subur akibat pemerintah orde baru yang penuh dengan beranekaragam praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme serta perbuatanperbuatan pura-pura di dalam bisnis dan pengaturan di bidang ekonomi.8 Kebijakan ekonomi orde baru yang memperhatikan dan memperlakukan secara istimewa para konglomerat, sedangkan di lain pihak pengusaha kecil dan menengah kurang mendapat perhatian yang memadai hingga akhirnya menimbulkan krisis moneter pada tahun 1998. Ada beberapa alasan mengapa praktik monopoli terjadi pada masa pemerintahan orde baru. 9 Alasan pertama adalah karena Pemerintah menganut konsep bahwa perusahaan-perusahaan besar perlu ditumbuhkan untuk berfungsi menjadi lokomotif pembangunan. Perusahaan-perusahaan tersebut hanya mungkin menjadi besar untuk kemudian menjalankan fungsinya sebagai lokomotif pembangunan apabila perusahan-perusahaan itu diberi perlakukan khusus. Alasan kedua, pemberian fasilitas monopoli perlu ditempuh karena perusahaan itu telah bersedia menjadi pioneer di sektor yang bersangkutan. Tanpa fasilitas 7
Sebagaimana diungkapkan A.M. Djuliati Suroyo, “Penanaman Negara di Jawa dan Negara Kolonial” dalam J.Thomas Lindblad, Fondasi Historis Ekonomi Indonesia, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 34 : Sistem Tanam Paksa adalah unik dalam arti bahwa sistem ini tidak dipraktikkan oleh berbagai negara kolonial di negara-negara Asia Tenggara lainnya dengan kondisi alam dan ekonomi serta struktur sosial yang mirip. Keunikan ini memang mempunyai akar-akar permulaan kolonialisme Belanda di Indonesia. VOC sebagai perusahaan dagang sejak awal telah melaksanakan monopoli dagangnya. Untuk mengamankan persediaan komoditas-komoditas ekspor, monopoli VOC diperluas ke arah monopoli sistem produksi. 8 C.F.G Sunaryati Hartono, “Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia Dalam Rangka Mewujudkan Perilaku Bisnis dan Persaingan Usaha Yang Sehat”, dalam A.F.Elly Erawaty, SH. LLM, Membenahi Perilaku Bisnis Melalui Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Bandung, 1999, Citra Aditya Bakti) hlm.,1 9 Sutan Remy Sjahdeni, Op.cit., hlm., 5- 6
Universitas Sumatera Utara
6
monopoli dan proteksi, sulit bagi Pemerintah untuk dapat memperoleh kesediaan investor menanamkan modalnya disektor tersebut. Alasan ketiga, adalah untuk menjaga berlangsungnya praktik KKN demi kepentingan kronikroni mantan Presiden Suharto dan pejabat-pejabat yang berkuasa pada waktu itu. Kegiatan ekonomi dalam rangka menguasai pasar, menentukan harga, memegang posisi dominan oleh pihak yang ekonominya kuat atau pemilik modal yang kuat merupakan permasalahan dunia ekonomi. Viccusi menulis : 10 Persoalan yang tidak dibenarkan oleh hukum adalah kemungkinan terjadinya kebijakan yang tidak efisien dan meningkatkan hambatan masuk (barrier to entry) bagi pesaingnya. Apabila ini terjadi, maka akibatnya adalah penggunaan resources yang tidak efektif dan terdistorsinya pasar”. Untuk itulah, pengaturan perilaku pelaku usaha dalam suatu peraturan perundang-undangan menjadi diperlukan agar semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk mencapai kemakmuran terhadap dirinya sendiri dan itu semua ditujukan agar terciptanya kemakmuran yang merata sebagai wujud dari keadilan sosial. Dalam praktik kegiatan ekonomi, perbuatan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dapat dilakukan dengan sengaja oleh para pelaku usaha melalui perjanjian. Dalam hukum dikenal asas kebebasan berkontrak sebagai asas yang berlaku universal. Asas kebebasan berkontrak dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata yang mengatakan: “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undangundang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya“.
10
Ade Maman Suherman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 84
Universitas Sumatera Utara
7
Kalau dipersandingkan antara prinsip ekonomi yakni mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan asas hukum perjanjian yang bersifat universal yaitu asas kebebasan berkontrak maka dalam praktik akan timbul masalah, terjadinya kesenjangan dalam memperoleh kemakmuran. Kesenjangan itu dapat dilihat bahwa pihak yang kuat baik dari sisi ekonomi, pengetahuan dan teknologi akan menindas pihak yang lemah. Penindasan tersebut dapat terjadi dengan menguasai pasar dengan cara monopoli dan melakukan persaingan usaha tidak sehat, akibatnya kedudukan keseimbangan para pihak dalam memenuhi kebutuhan nya menjadi tidak terwujud sama sekali. Sebaliknya yang terjadi adalah penindasan manusia atas manusia lainnya. Akibat asas kebebasan berkontrak sebagai asas hukum dalam perjanjian maka pihak yang lemah tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Pada hal berdasarkan falsafah ideologi bangsa Indonesia, Pancasila, bahwa keadilan baik dalam ekonomi maupun hukum adalah milik setiap orang. Hal ini terlihat secara eksplisit dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang mengatakan bahwa: Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;…” Makna yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ini sesungguhnya Negara Indonesia menganut demokrasi ekonomi. Bahkan dalam Pasal 28H Amandemen UUD 1945 tegas dikatakan bahwa setiap warga Negara Indonesia mempunyai hak konstitusi untuk mewujudkan kesejahteraan dirinya. Sebagaimana dimaklumi, “bahwa pandangan atau faham, nilai dan falsafah atau ideologi seseorang,
Universitas Sumatera Utara
8
termasuk negara, terhadap bagaimana memperoleh dan mempergunakan kebutuhan dari sudut ekonomi, sangat menentukan isi dari suatu hukum, termasuk isi dan makna dari kebebasan berkontrak”.11 Hukum perjanjian sebenarnya menjelaskan bagaimana seseorang mencapai kemakmuran bagi dirinya. Dalam hukum perjanjian ditentukan apa yang harus diperbuat oleh seseorang untuk memperoleh dan mengalihkan hak atas kekayaannya kepada orang orang lain, dan demikian pula sebaliknya bagaimana seseorang menyerahkan hak atas kekayaannya kepada orang lain. Oleh karena itu hukum perjanjian merupakan hak perorangan yang berkaitan dengan kekayaan. Namun hak kebebasan pribadi seseorang untuk melakukan kegiatan ekonomi demi mewujudkan kesejahteraan pribadinya yang dilakukan melalui ketentuan hukum membuat perjanjian pada kenyataannya tidak menimbulkan kesejahteraan bagi kedua belah pihak, melainkan dipergunakan untuk melindungi pihak yang kuat secara ekonomi, ilmu dan teknologi. Dengan demikian cita-cita untuk mensejahterakan diri bagi setiap orang pada kenyataannya menimbulkan kesengsaraan atau penindasan pada pihak lain atau masyarakat luas. Sebagaimana dapat dilihat dalam perjanjian standar (contract standart) perjanjian perburuhan dan perjanjian kredit. Dimana pihak yang lemah menerima demikian saja syarat-syarat yang ditentukan oleh pihak yang kuat walaupun syarat-syarat itu merugikan pihak yang lemah.
11
Pandangan atau ideologi yang menekankan dan lebih mengutamakan pada nilai pemenuhan kebutuhan sosial melahirkan sistem ekonomi sosialis, sedangkan idiologi yang menekankan dan lebih mengutamakan pada nilai pemenuhan kebutuhan individu pribadi melahirkan sistem ekonomi individualis.
Universitas Sumatera Utara
9
Secara praktik, pembatasan asas kebebasan berkontrak oleh pemerintah dalam rangka melindungi kepentingan umum dan kesejahteraan sosial dapat dilihat dari Putusan MARI (Mahkamah Agung Republik Indonesia) Nomor 255K/Pdt.sus/2009 tertanggal 28 Mei 2009. Dalam kasus yang diperiksa oleh Mahkamah Agung tersebut dapat diketahui bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha (selanjutnya disebut KPPU) menerima laporan mengenai adanya dugaan pelanggaran Pasal 16 Undangundang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh Astro All Asia Networks, Plc dan PT Direct Vision dengan ESPN STAR Sports dan Pasal 19 huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh Astro All Asia Networks, Plc dan PT Direct Vision berkaitan dengan Hak Siar Eksklusif
Liga Inggris atau Barclays
Primier League (selanjutnya disebut BPL). Hak siar eksklusif yang dimiliki oleh Astro All Asia Networks, Plc, didasarkan dengan perjanjian yang dilakukan oleh Astro All Asia Networks, Plc, dengan ESPN STAR Sports yang tertuang di dalam Broadcast Affiliation Agreement yang ditandatangani pada tanggal 11 Mei 2005 yang berlaku surut sejak tanggal 1 Juni 2004. Perjanjian tersebut meliputi channel ESPN dan STAR SPORT yang di dalamnya telah meliputi content BPL. BPL memiliki daya tarik luar biasa bagi pelanggan TV berbayar sehingga menyebabkan mereka rela pindah (churn) ke provider yang menayangkan liga tersebut, fakta empiris menunjukkan hal tersebut seperti:
Universitas Sumatera Utara
10
1. Dua dari tiga responden (67,94%) yang menyukai olahraga menyatakan bahwa Liga Inggris harus ada di dalam paket sport, hal tersebut terutama dinyatakan oleh pelanggan ASTRO; 2. Sebanyak 64,99% responden yang menyukai olahraga menyatakan bahwa liga Inggris tidak dapat digantikan oleh liga sepakbola lainnya; 3. Bila Liga Inggris ditayangkan di TV berbayar lain, 62,22 % (enam puluh dua koma dua puluh dua perseratus) pelanggan ASTRO akan pindah ke provider TV yang menyiarkan Liga Inggris tersebut; Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap para pelapor pada tanggal 11 Februari 2008, para pelapor memandang BPL sebagai konten yang penting. Kehilangan content tersebut mengakibatkan kerugian Telkomvision, Indovision, dan IM2 berupa kehilangan pelanggan sehingga Indovision menuntut ganti rugi sebesar Rp 1,2 triliun (satu koma dua triliun rupiah); Berdasarkan fakta itu KPPU memeriksa perkara dimaksud dan hasil dari pemeriksaan perkara tersebut KPPU memberi putusan dengan isi amar putusannya adalah : 1.
Menyatakan bahwa Terlapor III: ESPN STAR Sports dan Terlapor IV: All Asia Multimedia Networks, FZ-LLC terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 16 UU No 5 Tahun 1999;
2.
Menyatakan bahwa Terlapor I: PT Direct Vision dan Terlapor II: Astro All Asia Networks, Plc, tidak terbukti melanggar Pasal 16 UU No 5 Tahun 1999;
Universitas Sumatera Utara
11
3.
Menyatakan bahwa Terlapor I: PT Direct Vision, Terlapor II: Astro All Asia Networks, Plc, dan Terlapor IV: All Asia Multimedia Networks, FZ-LLC tidak terbukti melanggar Pasal 19 huruf a dan c UU No 5 Tahun 1999;
4.
Menetapkan pembatalan perjanjian antara Terlapor III: ESPN STAR Sports dengan Terlapor IV: All Asia Multimedia Networks, FZ-LLC terkait dengan pengendalian dan penempatan hak siar Barclays Premiere League musim 20072010 atau Terlapor IV: All Asia Multimedia Networks, FZ-LLC memperbaiki perjanjian dengan Terlapor III: ESPN STAR Sports terkait dengan pengendalian dan penempatan hak siar Barclays Premiere League musim 2007-2010 agar dilakukan melalui proses yang kompetitif di antara operator TV di Indonesia;
5.
Memerintahkan Terlapor IV: All Asia Multimedia Networks, FZ-LLC untuk menjaga dan melindungi kepentingan konsumen TV berbayar di Indonesia dengan tetap mempertahankan kelangsungan hubungan usaha dengan PT Direct Vision dan tidak menghentikan seluruh pelayanan kepada pelanggan sampai adanya penyelesaian hukum mengenai status kepemilikan PT Direct Vision. Terhadap Putusan KPPU ini ESPN dan All Asia Multimedia Networks, FZ-
LLC mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (selanjutnya disebut MARI) dan dalam putusannya Mahkamah Agung menguatkan putusan KPPU tersebut. Dari amar putusan MARI ini dapat dilihat bahwa pembatasan asas kebebasan berkontrak yang dilakukan oleh KPPU atas perjanjian yang dilakukan dalam kegiatan ekonomi yang menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat
Universitas Sumatera Utara
12
didasarkan pada ketentuan undang-undang. Jadi, pembatasan asas kebebasan berkontrak dilakukan oleh Negara dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal yang menarik dalam gugatan mengajukan pembatalan perjanjian dalam perkara tersebut bukan dilakukan oleh para pihak (otonomi partij) tetapi dilakukan oleh pihak yang tidak terlibat dalam membuat perjanjian, atau pembatalan perjanjian monopoli dilakukan oleh pihak ketiga, hal ini bertentangan dengan prinsip yang diatur di dalam Hukum Acara Perdata maupun dalam ketentuan hukum perdata materil yang mensyaratkan bahwa pembatalan perjanjian hanya dapat dilakukan oleh para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata dan Pasal 1340 KUHPerdata. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, perlu dikaji lebih jauh tentang “Pembatasan Asas Kebebasan Berkontrak Melalui Campur Tangan Negara Dalam Persaingan Usaha Tidak Sehat”. (Studi kasus putusan MARI nomor 255K/Pdt.Sus/2009).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Apa yang menjadi dasar kekuasaan pemerintah membatasi asas kebebasan berkontrak terhadap perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat?
Universitas Sumatera Utara
13
2. Bagaimana bentuk pembatalan perjanjian yang dilakukan oleh pemerintah terhadap perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli atau persaingan tidak sehat? 3. Siapa sajakah pihak yang dapat memohon pembatalan perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli atau persaingan tidak sehat?
C. Tujuan Penelitian Tujuan
dilakukannya
penelitian
tentang
pembatasan
perjanjian
yang
menimbulkan praktik monopoli adalah: 1. Untuk mengetahui dasar bagi pemerintah dalam melakukan pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak terhadap perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli atau persaingan tidak sehat. 2. Untuk mengetahui bentuk batalnya suatu perjanjian yang diambil oleh pemerintah terhadap perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. 3. Untuk mengetahui pihak yang dapat memohon pembatalan perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
D.
Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat menghasilkan manfaat baik
secara teoretis maupun praktis. 1.
Manfaat teoretis, secara teoretis penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh landasan nilai dan asas-asas hukum untuk pengembangan teori hukum yang
Universitas Sumatera Utara
14
berkaitan dengan pembatasan asas kebebasan dalam rangka menganalisis konflik hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, untuk menghasilkan harmonisasi hukum antara beberapa ketentuan undang-undang. Pada sisi lain penelitian ini juga bermanfaat menambah khasanah ilmu hukum khususnya ilmu hukum di bidang hukum ekonomi dan di samping itu bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum. 2.
Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para praktisi hukum, para pelaku usaha untuk menyelesaikan kasus-kasus atau perkara yang berkaitan dengan perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli dilakukan oleh para pelaku usaha dalam kegiatan bisnis.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Penelitian mengenai “Pembatasan Asas Kebebasan Berkontrak oleh Negara dalam Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No. 255K/ Pdt.sus/2009 tertanggal 28 Mei 2009)”
belum pernah dilakukan penelitian oleh
peneliti sebelumnya. Kalaupun ada penelitian yang berkaitan dengan asas kebebasan berkontrak secara substansinya sangat berbeda dengan penelitian ini. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada dapat dilihat dalam hal substansinya yaitu penelitian ini membatasi asas kebebasan berkontrak sedangkan
Universitas Sumatera Utara
15
penelitian yang sudah ada mengukuhkan keberadaan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian, sebagaimana terlihat dalam penelitian: 1. Rudi Siagian, NIM : 057005045, berjudul “Kebebasan Berkontrak Dalam Dunia Maya Kaitannya dengan Perlindungan Para Pihak di Indonesia”. 2. Mila Siregar, NIM : 002111031, berjudul “Eksistensi Notaris Dalam Kebebasan Berkontrak Dalam Rangka Penanaman Modal Asing Bidang Usaha Industri di Sumatera Utara”. 3. Sabrina Sharon, NIM : 027011056, berjudul “Pelaksanaan Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Sewa Beli”. Dari penelusuran kepustakaan tersebut di atas dapat dibuktikan bahwa penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya baik dari permasalahan maupun substansinya berbeda dari penelitian yang sudah pernah dilakukan.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1.
Kerangka Teori Dalam suatu tulisan ilmiah atau penelitian teori mempunyai peranan yang
sangat penting. Teori memberikan dukungan kepada penelitian dan di lain pihak penelitian juga memberikan kontribusi kepada teori. Teori dapat memandu penelitian sehingga penelitian yang dilakukan memberikan hasil yang diharapkan. Menurut Melly G. Tan, “teori pada pokoknya merupakan pernyataan mengenai sebab akibat atau mengenai adanya suatu hubungan positif antara gejala yang diteliti dengan satu atau beberapa faktor tertentu dalam
Universitas Sumatera Utara
16
masyarakat.“12 Dengan kata lain teori adalah sebuah rangkaian generalisasi yang saling berhubungan yang masih perlu diamati dengan diuji secara empiris. Oleh karena itu fungsi teori menurut Kenneth R.Hoover, adalah untuk memberikan arti dan motivasi pada metode dengan memungkinkan untuk menafsirkan apa yang di amati (diteliti)13, sedangkan Tan Kamelo dalam disertasinya menyebutkan fungsi teori adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.14 Dengan kata lain fungsi teori untuk membuat generalisasi (gambaran abstrak) tentang sifat suatu kenyataan. Jadi, penggunaan teori dalam pemikiran ilmiah adalah : 15 a. Menyediakan pola-pola bagi interpretasi data. b. Mengkaitkan satu studi dengan lainnya. c. Memberikan kerangka dalam mana konsep-konsep dan variabel memperoleh keberartian khusus. d. Menafsirkan makna yang lebih besar dari temuan-temuan bagi peneliti dan bagi orang-orang lain. Berdasarkan pengertian teori dan fungsi serta daya kerja teori tersebut di atas dihubungkan dengan judul penelitian ini tentang pembatasan asas kebebasan berkontrak melalui campur tangan pemerintah dalam persaingan usaha tidak sehat, maka dipergunakan beberapa teori, yaitu :
12
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Cetakan IX (Jakarta, Gramedia 1989) hlm. 19 13 Kenneth R.Hoover, Unsur-unsur Pemikiran Ilmiah dalam Ilmu-Ilmu Sosial, terjemahan, Cetakan II (Yogyakarta, Tiara Wacana, 1990), hlm. 13 14 Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung, Alumni, 2006), hlm 17 15 Kenneth R.Hoover, Op.Cit .hlm. 29
Universitas Sumatera Utara
17
a. Teori kedaulatan negara. Teori kedaulatan negara merupakan grand teory, dipergunakan untuk menganalisis atau menjelaskan tentang dasar dan wewenang untuk melakukan pembatasan asas kebebasan berkontrak sebagai asas dari suatu perjanjian. Teori kekuasaan negara (sourvereniteit) yang mengatakan: 16 Negaralah yang berdaulat terhadap masyakarat yang berdiam dalam wilayah Negara tersebut. Itu berarti negaralah yang memiliki kekuasaan tertinggi untuk mengambil keputusan terhadap masyarakat yang berdiam dalam wilayah Negara itu. Pengertian mengambil keputusan termasuk membuat peraturanperaturan, mengatur tata tertib dan menjalankan peraturan itu sendiri. Tentang teori kedaulatan negara ini, Solly Lubis mengatakan: “Negaralah sumber kedaulatan dalam negara. Dari itu negara (dalam arti guvernment) dianggap mempunyai hak yang tidak terbatas terhadap life, liberty and property dari warganya. Warga negara bersama-sama hak milik tersebut, bila perlu dapat dikerahkan untuk kepentingan kebesaran negara“.17 Teori kedaulatan negara ini dianut oleh George Jellinek dan Paul Laband. Selain itu, untuk alat analisis tentang kewenangan pemerintah atau negara membatasi asas kebebasan berkontrak dipandang dari sudut ekonomi yaitu dipergunakan middle teory yaitu teori welfare state. Teori ini mengatakan: Negara kesejahteraan mengacu pada peranan yang dimainkan Negara dalam menyediakan berbagai layanan dan manfaat bagi para warga Negara nya terutama dalam pemeliharaan pendapatan dan kesehatan bahkan juga perumahan, pendidikan dan 16
hlm,73
17
Muchtar Pakpahan, Ilmu Negara dan Politik, (Jakarta, Bumi Intitama Sejahtera,2006), M.Solly Lubis, Ilmu Negara, Cet. keenam (Bandung, Mandar Maju, 2007), hlm. 49
Universitas Sumatera Utara
18
kegiatan sosial.18 Edi Suharto mengutip pendapat Spicker menyatakan bahwa negara kesejahteraan “…stands for a developed ideal in which welfare is provided comprehensively by the state to the best possible standards.”19 Menurut Goran Adamson dosen di Lund University, Sweden, konsep Negara kesejahteraan adalah: 20 Konsep modernitas bagi Negara kesejahteraan, Konsep modernitas dimaknai sebagai kemampuan Negara dalam memberdayakan masyarakatnya. Peran dan tangung jawab Negara menjadi begitu besar terhadap warga negaranya karena negara akan bersikap dan memposisikan dirinya sebagai “teman” bagi warga negaranya. Makna kata teman merujuk pada kesiapan dalam memberikan bantuan jika warga negaranya mengalami kesulitan dan membutuhkan bantuan. Birokrat merupakan alat dan garda depan negara yang secara langsung melayani warga Negara. Birokrat “diharuskan” bersikap netral dengan cara tidak menjadikan latar belakang politik dan sosial warga Negara sebagai dasar pertimbangan pemberian pelayanan. Dari pernyataan ini dapat dipahami bahwa Negara Kesejahteraan (welfare state) adalah sistem yang memberi peran lebih besar kepada Negara (pemerintah) dalam menjamin kesejahteraan sosial secara terencana, melembaga, dan berkesinambungan. Jadi pada hakekatnya negara kesejahteraan menunjuk pada sebuah model ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif kepada warganya.
18
Fiona Williams, “Welfare State”, Open University dalam Adam Kuper, Jessica Kuper. Ensiklofedia Ilmu-Ilmu Sosial, Edisi Kedua, (Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2000), hlm. 1143. 19 Edi Suharto, makalah dalam seminar yang bertajuk Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan melalui Desentralisasi- Otonomi di Indonesia dilaksanakan di Wisma MMUGM, Yogyakarta pada tanggal 25 Juli 2006, hlm 2. 20 http://www.makalah.net, makalah teori negara kesejahteraan menurut diakses tgl 29/6/2011, pukul 20.26 wib.
Universitas Sumatera Utara
19
Gagasan ini muncul pada akhir abad 19 dan mencapai puncaknya pada era "golden age" pasca Perang Dunia II.21 Faktor utama pendorong berkembangnya negara kesejahteraan menurut Pierson adalah : 22 Industrialisasi yang membawa perubahan dramatis dalam tatanan tradisional penyediaan kesejahteraan dan ikatan keluarga, seperti akselerasi pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan populasi penduduk, munculnya pembagian kerja (divison of labour), perubahan pola kehidupan keluarga dan komunitas, maraknya pengangguran siklikal, serta terciptanya kelas pekerja nirlahan (landless working class) beserta potensi mobilisasi politis mereka. Perkembangan negara kesejahteraan ini mengalami penyesuaian dengan kondisi di masing-masing negara. Suatu negara dikatakan sejahtera apabila memiliki empat pilar utama yaitu : 23 (1) Social citizenship, (2) Full democracy, (3) Modern industrial relation systems, dan (4) Rights to education and the expansion of modern mass education systems. Dalam konsep negara kesejahteraaan, negara dituntut untuk memperluas tanggungjawabnya kepada masalah-masalah sosial ekonomi yang dihadapi rakyat banyak. Perkembangan inilah yang memberikan legalisasi bagi negara intervensionis abad ke-20. Negara justru perlu dan bahkan harus melakukan intervensi dalam berbagai masalah sosial dan ekonomi untuk menjamin terciptanya kesejahteraan bersama dalam masyarakat.24
21
C Pierson, “Late Industrializers an the Development of The Welfare State” (UNSRID, 2004) dalam Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, (Jakarta, LP3ES, 2006), hlm 24. 22 Ibid. 23 http://www.nasyiah.or.id Powered by Joomla! @copyright (C) 2005 Open Source MattersG. Aenll errigahtetsd : 29 Juli, 2011, 20:00 24 Jimly Asshidiqqie, Gagasan Keadulatan Rakyat Dalam Konstitusi Dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta, PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1994), hlm. 223
Universitas Sumatera Utara
20
Dari uraian di atas dapat diambil esensinya bahwa konsep negara kesejahteraan tidak
hanya
mencakup
deskripsi
mengenai
sebuah
cara
pengorganisasian
kesejahteraan (welfare) atau pelayanan sosial (social services). Melainkan juga sebuah konsep normatif atau sistem pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap orang harus memperoleh pelayanan sosial sebagai haknya. Selain dipergunakannya teori kedaulatan negara dan teori negara kesejahteraan, dalam penelitian ini juga dipergunakan teori hukum pembangunan yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmaja yang mengatakan “Apabila kita teliti maka semua masyarakat yang sedang membangun dicirikan oleh perubahan, bagaimanapun kita mendefinisikan pembangunan itu dan apapun ukuran yang kita pergunakan bagi masyarakat dalam pembangunan. Peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara teratur”.25 Dari pernyataan ini sesungguhnya Mochtar Kusumaatmaja ingin menegaskan bahwa perlunya keteraturan dan ketertiban dalam pembangunan dimana hukum dijadikan sarananya (instrumen). Lilik Mulyadi melakukan kajian deskriptif analisis tentang teori hukum pembangunan dari Mochtar Kusumaatmaja mengatakan : 26 Mochtar Kusumaatmaja secara cemerlang mengubah pengertian hukum sebagai alat (tool) menjadi hukum sebagai sarana (instrument) untuk membangunan masyarakat. Pokok-pokok pikiran yang melandasi konsep tersebut adalah bahwa ketertiban dan keteraturan dalam usaha pembangunan dan pembaharuan memang diinginkan, bahkan mutlak perlu, dan bahwa hukum dalam arti norma 25
Muchtar Kusumaatmaja, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, Cet.II (Bandung, Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, 1986), hlm. 3 26 http://www.pn.pandegelang.go.id Lilik Mulyadi, Teori Hukum Pembangunan, Prof, Dr. Mochtar Kusumaatmaja, SH, LLM, diakses tanggal 10Juli 2011, pukul 20.30 wib.
Universitas Sumatera Utara
21
diharapkan dapat mengarahkan kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan itu. Oleh karena itu, maka diperlukan sarana berupa peraturan hukum yang berbentuk tidak tertulis itu harus sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Dasar Lilik Mulyadi menganalisis tentang teori hukum pembangunan yang dilontarkan oleh Mochtar Kusumaatmadja yang secara lengkap dikutip sebagai berikut: 27 Bahwa pengertian hukum sebagai sarana lebih luas dari hukum sebagai alat karena: 1. Di Indonesia peranan perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum lebih menonjol, misalnya jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang menempatkan yurisprudensi (khususnya putusan the Supreme Court) pada tempat lebih penting. 2. Konsep hukum sebagai “alat” akan mengakibatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penerapan “legisme” sebagaimana pernah diadakan pada zaman Hindia Belanda, dan di Indonesia ada sikap yang menunjukkan kepekaan masyarakat untuk menolak penerapan konsep seperti itu. 3. Apabila “hukum” di sini termasuk juga hukum internasional, maka konsep hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat sudah diterapkan jauh sebelum konsep ini diterima secara resmi sebagai landasan kebijakan hukum nasional. Lebih detail Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, bahwa: Hukum merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Mengingat fungsinya sifat hukum, pada dasarnya adalah konservatif artinya, hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi demikian diperlukan dalam setiap masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang membangun, karena di sini pun ada hasil-hasil yang harus dipelihara, dilindungi dan diamankan. Akan tetapi, masyarakat yang sedang membangun, yang dalam definisi kita berarti masyarakat yang sedang berubah cepat, hukum tidak cukup memiliki memiliki fungsi demikian saja. Ia juga harus dapat membantu proses perubahan masyarakat itu. Pandangan yang kolot tentang hukum yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan ketertiban dalam arti statis, dan menekankan sifat konservatif dari hukum, menganggap bahwa hukum tidak dapat memainkan suatu peranan yang berarti dalam proses pembaharuan.
27
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
22
b. Teori bargaining position Teori bargaining position yaitu teori yang mengatakan bahwa posisi keseimbangan para pihak yang membuat perjanjian. Di atas telah diuraikan secara singkat bahwa perjanjian sebagai sarana hukum bagi seseorang untuk mencapai kesejahteraan, dan dalam hukum perjanjian dikenal asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak ini lahir berkaitan dengan paham ekonomi yaitu persaingan bebas. Dari paham ini dapat diketahui bahwa perjanjian sangat erat kaitannya dengan upaya seseorang untuk mencapai kesejahteraannya. Sjahdeni mengatakan kebebasan berkontrak berkaitan dengan pasar bebas. 28 Asas kebebasan berkontrak ini muncul secara bersamaan dengan lahirnya paham ekonomi klasik yang mengagungkan laissez faire atau persaingan bebas. Keduanya saling mendukung dan berakar pada paham hukum alam. Kedua paham ini berpendapat bahwa individu pada umumnya mengetahui kepentingan mereka yang paling baik dan cara pencapaiannya. Oleh karenanya menurut hukum alam individuindividu harus diberi kebebasan untuk menetapkan langkahnya, dengan sekuat akal dan tenaganya, untuk mencapai kesejahteraan yang seoptimal mungkin. Jika individu mencapai kesejahteraan maka masyarakat yang merupakan kumpulan dari individuindividu tersebut akan sejahtera pula. Lebih lanjut Remy Sjahdeni mengatakan: 29 Dalam perkembangannya, kebebasan berkontrak hanya bisa mencapai tujuannya bila para pihak mempunyai bargaining position yang seimbang. Jika salah satu pihak lemah maka pihak yang memiliki bargaining position lebih 28
Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta, Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm. 8 29 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
23
kuat dapat memaksakan kehendaknya untuk menekan pihak lain, demi keuntungan dirinya sendiri. Syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan dalam kontrak semacam itu akhirnya akan melanggar aturan-aturan yang adil dan layak. Konsekuensi dari asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian maka lahirlah asas mengikatnya suatu perjanjian (pacta sund servanda). Sebagaimana dikemukakan oleh Hugo Grotius, yang berpendapat : 30 Bahwa hak untuk mengadakan perjanjian adalah salah satu dari hak-hak asasi manusia. Grotiuslah yang mengemukakan bahwa ada suatu supreme body of law yang dilandasi oleh nalar manusia (human reason) yang disebut sebagai hukum alam (natural law). sebagai wujud dari asas kebebasan berkontrak. Ia beranggapan bahwa suatu kontrak adalah suatu tindakan sukarela dari seseorang di mana ia berjanji sesuatu kepada orang lain dengan maksud bahwa orang lain itu akan menerimanya. Kontrak tersebut adalah lebih dari sekedar suatu janji, karena suatu janji tidak memberikan kepada pihak yang lain atas pelaksanaan janji itu. Pendapat ini dipergunakan untuk menjelaskan dan menganalisis tentang dasar mengikatnya suatu perjanjian sebagai implementasi dari asas kebebasan berkontrak sebagai asas umum dalam hukum perjanjian. Janji itu mengikat diakui sebagai aturan bahwa semua persetujuan yang dibuat oleh manusia-manusia secara timbal balik pada hakikatnya bermaksud untuk dipenuhi dan jika perlu dapat dipaksakan, secara hukum mengikat. Soedjono Dirdjosisworo mengatakan : 31 Semula istilah pacta ini mempunyai suatu pengertian yang sangat terbatas tentang persetujuan-persetujuan di mana pada penghapusan suatu hutang atau penangguhan pembayaran diberikan, dan persetujuan-persetujuan itu sendiri tidak dapat dipaksakan dengan suatu tagihan. Jadi, mereka ini hanya mengakibatkan pemberian suatu alat penangkis (eksepsi) terhadap suatu tagihan, yang dengannya hutang ditagih. 30
Ibid, hlm, 19-20 Soedjono Dirdjosisworo, Misteri di balik Kontrak Bermasalah, (Bandung, Mandar Madju, 2002), hlm., 22. 31
Universitas Sumatera Utara
24
Menurut teori ini suatu perjanjian menciptakan sebuah kewajiban hukum dan bahwa ia terikat pada janji-janji kontraktualnya dan harus memenuhi janji-janji itu, dipandang sebagai sesuatu yang dengan sendirinya dan bahkan orang tidak lagi mempertanyakan mengapa hal itu demikian. Suatu pergaulan hidup hanya dimungkinkan antara lain bagaimana seseorang dapat mempercayai kata-kata orang lain. Tentang janji itu mengikat Soedjono Dirdjosisworo mengatakan : 32 Nampaknya untuk hak ini, ilmu pengetahuan tidak dapat menjelaskan lebih lanjut selain mengatakan bahwa kontrak tersebut mengikat oleh karena hal itu adalah sebuah janji atau kesanggupan sama halnya dengan undang-undang, yang pada hakikatnya merupakan perintah pembuat undang-undang. Apabila kepastian pemenuhan kesanggupan-kesanggupan yang dikandung oleh kontrakkontrak ini habis, maka tidak dapat tiada seluruh sistem tukar-menukar di dalam masyarakat akan ambruk. Inilah yang menyebabkan bahwa “kesetiaan terhadap kata yang diucapkan oleh karena itu tak lain adalah tuntutan akan sehat alami“. Prinsip bahwa orang terikat pada perjanjian-perjanjian tujuan memperkirakan adanya suatu kebebasan tertentu di dalam masyarakat untuk dapat turut serta di dalam lalu lintas yuridis dan hal ini mengimplikasikan pula prinsip kebebasan berkontrak. Bilamana antara para pihak telah diadakan suatu perjanjian maka diakui bahwa ada kebebasan kehendak pada para pihak tersebut. Bahkan di dalam kebebasan kehendak ini dipersangkakan adanya suatu kesetaraan minimal. Pada intinya suatu kesetaraan ekonomis antara para pihak seringkali tidak ada. Dan jika kesetaraan antara para pihak tidak ada, maka nampaknya tidak ada kebebasan untuk mengadakan kontrak. Kebebasan berkontrak adalah begitu esensial, baik itu untuk kepentingan individu untuk mengembangkan diri dalam kehidupan pribadi dan di dalam lalu lintas 32
Ibid, hlm., 20.
Universitas Sumatera Utara
25
kemasyarakatan maupun untuk mengindahkan kepentingan-kepentingan harta kekayaannya, maupun bagi persekutuan-persekutuan hidup sebagai satu kesatuan, sehingga hal-hal tersebut oleh para pakar maupun undang-undang sebagai suatu hak dasar bagi setiap manusia (individu). Negara mempunyai kewajiban untuk turut campur tangan dalam membatasi berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam kegiatan ekonomi atau bisnis karena dalam kegiatan ekonomi di pasar penindasan pelaku ekonomi yang kuat terhadap pelaku ekonomi yang lemah acap kali terjadi yang menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM secara horizontal melalui perjanjian. Ifdal Kasim mengutip pendapat Asbjorn Eide mengatakan : 33 Salah satu kewajiban negara, dalam rangka melindungi HAM atas hak ekonomi, adalah memberi perlindungan terhadap kebebasan bertindak dan penggunaan sumber daya dari subjek-subjek yang lebih agresif, atau terhadap kepentingan-kepentingan ekonomi yang lebih berkuasa, dan menuntut perlindungan terhadap penipuan, atau terhadap perilaku perdagangan dan hubungan kontraktual yang tidak etis atas produk-produk berbahaya dan risiko kecurangan pasar dan dumping. Hal senada juga dikemukakan oleh Bambang Sugiharto yang mengatakan “campur tangan pemerintah diperlukan sejauh itu menunjang kebebasan dan keadilan”.34 Turut campur tangan nya Pemerintah dalam mengatur hak-hak individu dalam bidang ekonomi bagi Negara Indonesia merupakan suatu amanah yang harus dilaksanakaan. 33
Ifdal Kasim, Op.cit, hlm 37. Elly Erawaty, Membenahi Perilaku Bisnis Melalui Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999). hlm 18. 34
Universitas Sumatera Utara
26
Dari beberapa teori yang dipergunakan di atas akan dijadikan pisau analisis dalam memecahkan masalah pembatasan asas kebebasan berkontrak oleh Negara sebagaimana isu inti dalam penelitian ini. 2.
Konsepsi Konsepsi yang dimaksud disini adalah bagian yang menjelaskan hal-hal yang
berkaitan dengan konsep yang digunakan penulis. Menurut Merton : “konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati; konsep menentukan antara variabelvariabel mana kita ingin menentukan adanya hubungan”. 35 Mengingat pentingnya arti konsep dalam suatu penelitian, dalam penelitian tesis ini perlu dikemukakan konsepsi dari gejala-gejala yang akan diamati dalam suatu penelitian. Untuk itulah, konsepsi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kerangka konseptual merupakan bagian yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan konsep yang digunakan. Untuk menemukan pemahaman yang seragam tentang beberapa gejala atau variabel dan dalam upaya menentukan kejelasan tujuan yang akan diraih dalam penelitian ini dikemukakan beberapa konsepsi dalam bentuk definisi operasional yaitu: a. Pembatasan, pembatasan yang dimaksudkan di dalam penelitian ini adalah mengurangi daya berlakunya asas kebebasan berkontrak pada saat membuat perjanjian khususnya terhadap perjanjian yang dapat menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat dalam menjalankan kegiatan 35
Koentjaraningrat, Op.cit, hlm. 21
Universitas Sumatera Utara
27
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha. b. Asas kebebasan berkontrak, asas kebebasan berkontrak yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah prinsip hukum yang mengatakan setiap orang bebas melakukan perjanjian kepada siapa saja, bebas menentukan isi dan syarat-syarat perjanjian. Asas kebebasan berkontrak ini dalam ketentuan undang-undang dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan
oleh undang-undang. Perjanjian itu harus dilaksanakan dengan
itikad baik”. Asas ini dikenal dengan istilah pacta sund servanda. c. Campur tangan, dalam penelitian ini yang dimaksud campur tangan adalah intervensi Negara dalam membatalkan perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha yang menyebabkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. d. Persaingan Usaha Tidak Sehat, persaingan usaha tidak sehat dalam penelitian ini adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Konsepsi ini diambil dari definisi yuridis tentang istilah persaingan usaha tidak sehat sebagaimana yang ditentukan di dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Monopoli.
Universitas Sumatera Utara
28
e. Praktik monopoli, dalam penelitian ini yang dimaksud dengan praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Konsepsi ini diambil dari definisi yuridis yang terdapat pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Monopoli. f. Pelaku Usaha, pelaku usaha dalam penelitian ini adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. Konsepsi ini diambil dari definisi yuridis sebagaimana terdapat pada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Monopoli.
G. Metode penelitian 1.
Sifat dan Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yuridis. Sifat penelitian ini adalah deskriptif.
Dikatakan deskriptif karena penelitian ini menguraikan atau menggambarkan secara sistematis, menyeluruh dan mendalam tentang landasan pemikiran tentang norma yang ada dibalik ketentuan UU Monopoli khususnya ketentuan mengenai perjanjian yang dilarang. Dikatakan yuridis karena dalam penelitian ini akan menguraikan, menjabarkan, dan menilai aspek norma hukum yang termuat di dalam UU Monopoli
Universitas Sumatera Utara
29
khususnya menemukan makna norma hukum yang berkaitan dengan larangan membuat perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli sehingga dapat diketahui dasar pembenar pembatasan perjanjian dalam kegiatan ekonomi bisnis khususnya untuk mencegah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. 2.
Teknik Pengumpulan Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dengan cara melakukan penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pemikiran konseptual dan penelitian yang telah dilakukan oleh pihak lain yang relevan dengan penelitian ini dengan cara menelaah dan menginventarisasi pemikiran atau pendapat juga sejarah atau latar belakang pemikiran larangan melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pemikiran dan gagasan serta konsepsi tersebut dapat diperoleh melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku, literatur dari para pakar yang relevan dengan objek penelitian ini, artikel yang termuat baik dalam bentuk jurnal, majalah ilmiah, ataupun yang termuat di dalam data elektronik seperti pada website maupun dalam bentuk dokumen atau putusan Pengadilan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.
3.
Jenis Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder, yaitu
terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.
Universitas Sumatera Utara
30
Bahan hukum primer terdiri dari norma atau kaedah dasar sebagaimana yang terdapat pada: a. UU Dasar 1945; b. UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat LN Republik Indonesia No. 33 Tahun 1999; c. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, LN Tahun 1999 Nomor 165; d. Undang-Undang
No.
11
Tahun
2005
tentang
Pengesahan
Kovenan
Internasional hak ekonomi, sosial dan budaya; e. Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahaan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politik; f. Kitab Undang-undang Hukum Perdata Stb 1847-23 tanggal 30 April 1847; g. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha RI No. 2 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap Perjanjian yang berkaitan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual; h. Putusan MARI No. 255K/Pdt.Sus/2009 tanggal 28 Mei 2009. Di samping itu juga dipergunakan data sekunder lainnya yang terdiri dari bahan hukum sekunder yang terdiri dari pendapat para ahli yang termuat di dalam literatur, artikel, media cetak maupun media elektronik. Data sekunder lainnya yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum tertier yaitu kamus hukum, atau ensiklopedia yang berhubungan dengan materi penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
31
4.
Alat Pengumpulan Data Berdasarkan sifat penelitian ini adalah penelitian doktrinal yaitu mengkaji dan
menganalisis nilai yang ada di balik norma hukum atau peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini alat yang dipergunakan untuk pengumpulan data adalah studi dokumen berupa buku, surat kabar, jurnal hukum, majalah, artikel dan putusan pengadilan dan keputusan KPPU. Metode dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang asas kebebasan berkontrak, dan pembatasan asas kebebasan
berkontrak yang ditentukan di dalam undang-undang maupun dalam putusan pengadilan dan keputusan KPPU.
5.
Analisis Data Data yang terkumpul diklasifikasi dan disistematisasikan sesuai dengan masalah
yang telah ditetapkan. Kemudian data yang telah diklasifikasi dan disistematisasikan tersebut dilakukan analisis data. Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan cara melakukan penafsiran data dengan menggunakan penafsiran autentik, gramatikal, teleoligis, historis dan filosofis terhadap ketentuan hukum dan pertimbangan KPPU dan Hakim dalam putusannya yang memeriksa perkara perjanjian yang dilarang. Dari penafsiran yang dilakukan untuk menemukan makna atau arti (contens) yang terkandung di dalam data tersebut kemudian dijadikan dasar untuk menjawab permasalahan yang ada sehingga ditemukan kesimpulan dengan menggunakan cara berpikir induktif ke cara berpikir deduktif. Artinya dari kasus yang diteliti dicari atau dibentuk kesimpulan yang berlaku umum.
Universitas Sumatera Utara