1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial
yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia hingga saat ini. Menurut Sumarna (2007) sejak abad ke-9 Jati telah dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi. Di Indonesia, jati digolongkan sebagai kayu mewah (fancy wood) dan memiliki kelas awet tinggi yang tahan gangguan rayap serta jamur dana awet (mampu bertahan hingga 500 tahun). Selain memiliki sifat yang awet dan kuat, kayu jati mudah dikerjakan baik menggunakan mesin maupun menggunakan alat tangan atau alat manual. Itulah alasan masyarakat menggunakan kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kudakuda dan kusen, perabot rumah tangga, bahkan sebagian besar bahan baku kerajinan ukir-ukiran menggunakan bahan baku kayu jati (Martawijaya et al., 2005). Dari segi estestika kayu jati juga memeliki kestimewaan pada keindahan permukaan kayunya yang mampu memberikan kesan elegan dan nilai prestisius yang tinggi bagi setiap pemiliknya. Dengan sederet keistimewaannya tersebut tidak heran jika kayu jati merupakan jenis komoditas kayu komersial yang sangat diminati dan digemari oleh masyarakat saat ini walaupun harganya relatif mahal. Tanaman jati tumbuh dengan baik dan banyak ditemukan di berbagai daerah Indonesia. Daerah jati di Indonesia yang utama adalah Pulau Jawa (Anonim, 1986). Di Pulau Jawa tanaman jati dikembangkan sebagai hutan tanaman dan
2
pengelolaannya dilakukan oleh Perhutani. Kelas perusahaan jati yang dikelola oleh Perhutani hingga tahun 2013 mencapai 1.080.690 Ha atau hampir 59,83% dari total kawasan hutan produksi yang dikelola oleh Perhutani (Statistik Perhutani, 2014). Akan tetapi dari keseluruhan total kawasan tersebut tidak semua memiliki potensi seperti yang diharapkan, Hutan tanaman jati tersebut saaat ini mengalami penurunan produktivitas dan memiliki struktur luas hutan yang tidak normal yang diindikasikan dengan tegakan muda (umur 1 -20 tahun) yang dominan. Tahun 2011 luas tegakan jati umur muda mencapai sekitar 435 ribu ha atau 79 % dari total luas kelas hutan jati produktif di Perum Perhutani (Perhutani, 2011; Rohman et al., 2013). Banyaknya tebangan yang tidak terencana akibat illegal logging menyebabkan distribusi standing stock yang tidak seimbang yang lebih banyak didominasi kelas umur muda yang berdampak kurang baik terhadap kelestarian hasil (Ichwandi et al., 2009; Rohman et al., 2013). Perbaikan produktifitas dan peningkatan standing stock dapat dilakukan melalui upaya penanaman jenis jati yang memiliki materi genetik lebih unggul dan memiliki umur tebang yang relatif lebih pendek. Guna mendukung upaya tersebut, Perhutani melalui bagian Puslitbang terus melakukan serangkaian kegiatan pemuliaan dengan berkerjasama dengan berbagai pihak. Salah satu hasil dari upaya pemuliaan pohon tersebut akhirnya melahirkan varietas jati unggul yang disebut JPP (Jati Plus Perhutani). Sebagai bibit unggul JPP mempunyai nilai ekonomi tinggi dengan beberapa keunggulan seperti, adaptif di berbagai tempat tumbuh, tingkat keseragaman tinggi, batangnya silindris dan lurus serta dapat tumbuh lebih cepat jika dibandingkan dengan tanaman jati biasa. Berdasarkan asal bibit, di lapangan
3
telah ditanam JPP asal bibit dari perbanyakan generatif dengan menggunakan biji dari sumber benih Kebun Benih Klon dan telah pula ditanam JPP asal bibit dari perbanyakan vegetatif dengan menggunakan stek pucuk dari sumber benih kebun pangkas. Sesuai dengan daur, JPP sudah dapat dipanen pada umur 20 tahun (Rodiana, 2014). Perhutani sebagai pengelola hutan tanaman jati tentunya mengharapkan pertumbuhan jati yang optimal dengan pertumbuhan batang yang lurus, diameter besar, tinggi bebas cabang tinggi, percabangan ringan serta bebas dari serangan hama dan penyakit. Untuk mewujudkan semua harapan tersebut dibutuhkan pengamatan terhadap dinamika tegakan JPP melalui pengamatan terhadap pertumbuhan diameter, tinggi dan perkembangan tajuk pohon penyusun tegakan sebagai dasar acuan untuk menentukan perlakuan silvikultur yang tepat. Pada penelitian ini yang menjadi fokus pengamatan adalah tajuk pohon karena penelitian mengenai tajuk pohon memiliki kontribusi pada beberapa atribut penting dari ekosistem hutan seperti keanekaragaman hayati, produktivitas, pengelolaan hutan, lingkungan hutan, dan satwa liar (Avery dan Burkhart, 2002; Özçelik et al., 2014). Pengamatan terhadap tajuk pohon penting untuk dilakukan karena tajuk pohon merupakan sumber karbohidrat dari fotosintesis, ukuran tajuk pohon dan variable terkait menarik untuk memodelkan pertumbuhan tegakan, kompetisi dan dinamika tegakan. Ukuran tajuk merupakan variabel penting karena berfungsi sebagai indikator yang baik dari vigoritas pohon, kemampuan fotosintesis dari tajuk dan akumulasi semua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan selama pengembangan tegakan (Meng et al., 2007). Dalam pengamatan mengenai tajuk
4
pohon salah satu variable yang penting untuk diamati adalah volume tajuk. Volume tajuk dikombinasikan dengan unsur-unsur lain dari struktur tajuk (diameter, panjang, area permukaan tajuk, rasio total tinggi pohon dan panjang tajuk, dll) adalah faktor penting dalam penelitian struktur tegakan hutan. Hal ini terutama berlaku dalam kasus bagian atas tajuk, bagian tajuk yang terekena cahaya memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan sinar matahari dan penggunaannya dalam proses fotosintesis. Crown Projection Area bersama-sama dengan volume tajuk juga menentukan jumlah curah hujan yang diterima dan mengatur jumlah curah hujan yang mencapai lantai hutan. Dengan bantuan luas Crown Projection Area dan volume tajuk, mudah untuk menghitung kanopi cover dan penutupan kanopi. Menagatur penutupan kanopi penting dalam menentukan kondisi iklim mikro di dalam tegakan hutan, seperti jumlah penyebaran cahaya, udara, tanah, suhu, dan kelembaban tanah, yang semuanya faktor yang sangat penting dalam proses pertumbuhan pohon dan regenerasi tegakan (Dubravac et al., 2009). Ukuran, bentuk dan lokasi relatif dari tajuk dapat menentukan dan menanggapi efek naungan dan penyempitan yang menjadi ciri di atas interaksi tanah antara pohon (von Gadow dan Hui, 1999; Davies dan Pommerening, 2008). Akibatnya, dimensi tajuk sering digunakan untuk memodelkan persaingan dan pertumbuhan (Biging dan Dobbertin, 1992; Moravie dan Robert, 2003; Davies dan Pommerening, 2008). Saat ini JPP mulai banyak dipakai dalam kegiatan pembuatan tanaman baru di petak-petak bekas tebangan Perhutani. Salah satu contohnya adalah KPH Madiun yang mulai melakukan pembuatan tanaman baru dengan jenis JPP KBK sejak tahun
5
2002. Namun dari serangkaian penelitian Perhutani menunjukan bahwa JPP KBK memiliki produktifitas yang lebih rendah dari JPP SP. Menurut Perhutani (2014) JPP asal benih KBK pada umur 10 tahun keliling mencapai 59 cm dan tinggi 18,5 m, sedangkan JPP asal Klon unggul pada umur 5 tahun sudah mampu mencapai keliling 54 cm dan tinggi 18 m. Hal inilah yang kemudian mendasari alasan dipilihnya JPP SP untuk pembuatan tanaman baru mulai tahun 2009 di KPH Madiun. Guna mendukung keberhasilan upaya pembangunan tegakan JPP tersebut diperlukan kajian terhadap pertumbuhan dan perkembangan tajuk JPP di lapangan. Dari kajian tersebut diharapkan dapat berkontribusi membantu dalam upaya untuk merumuskan pengelolaan tegakan yang tepat. Menurut Rodiana (2014) JPP dikembangkan dengan cara yang berbeda dalam pola tanam dan pertumbuhan, sehingga JPP memerlukan teknik silvikultur yang berbeda pula dalam pengelolaannya.
1.2
Rumusan Masalah Dalam konteks tegakan hutan, tajuk pohon memegang peranan penting
dalam menggambarkan dinamika tegakan yang ada. Pengamatan mengenai dinamika tegakan melalui tajuk, salah satunya dapat dilakukan dengan menilai ukuran dan dimensi tajuk dalam bentuk volume tajuk selama periode waktu tertentu. Volume tajuk dapat dijadikan indikator penting dalam menilai potensi pertumbuhan, control kualitas batang dan kerapatan tegakan yang kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam evaluasi jarak tanam. Pada satu kesatuan tajuk pohon, volume tajuk pohon bagian atas yang terkena cahaya penting untuk diteliti
6
karena sangat berkaitan dengan produktifitas pohon. Dalam melakukan penentuan terhadap volume tajuk, bentuk tajuk yang tidak beraturan menjadi kendala tersendiri dalam menentukan formulasi yang tepat untuk mendapatkan taksiran volume tajuk terbaik. Menurut pendapat Dubravac et al. (2009) karena variasi yang besar dalam ukuran dan bentuk tajuk setiap jenis pohon hutan, hampir tidak mungkin untuk menghitung volume tajuk secara akurat. Oleh karena itu, volume tajuk biasanya didekati dengan geometri bentuk seperti kerucut atau paraboloid. Maka dari itu dibutuhkan hasil taksiran volume tajuk berdasarkan prinsip dasar geometris sesuai dengan bentuk tajuk yang diamati sebagai kontrol, untuk melihat formulasi mana yang lebih baik untuk menaksir volume tajuk terkena cahaya. Dari pemaparan di atas penelitian ini akan menjawab pertanyaan mengenai: 1. Bagaimanakah perbandingan hasil penentuan volume tajuk terkena cahaya JPP stek pucuk Perhutani KPH Madiun pada umur 3-6 tahun dengan menggunakan metode kalkulus dan metode geometri? 2. Bagaimanakah formulasi terbaik untuk menentukan volume tajuk terkena cahaya JPP stek pucuk Perhutani KPH Madiun pada umur 3-6 tahun? 3. Bagaimanakah model penduga volume tajuk terkena cahaya JPP stek pucuk Perhutani KPH Madiun pada umur 3-6 tahun?
7
1.3
Tujuan Penelitian 1. Membandingkan hasil penentuan volume tajuk terkena cahaya JPP stek pucuk di Perhutani KPH Madiun pada umur 3-6 tahun dengan metode kalkulus dan metode geometri. 2. Menentukan formulasi terbaik untuk menentukan volume tajuk terkena cahaya JPP stek pucuk di Perhutani KPH Madiun pada umur 3-6 tahun. 3. Menentukan model penduga volume tajuk terkena cahaya JPP stek pucuk di Perhutani KPH Madiun pada umur 3-6 tahun
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis maupun
akademis bagi berbagai pihak. Manfaat praktis bagi penulis pribadi diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai dinamika tajuk tegakan JPP asal stek pucuk. Bagi pihak lain hasil penelitian ini diharapkan dapat diterima sebagai kontribusi untuk menambah informasi dasar mengenai tajuk JPP asal stek pucuk sehingga dapat dijadikan rujukan dalam membantu merencanakan pengelolaan tegakan JPP asal stek pucuk dikemudian hari. Manfaat akademis dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pustaka dan literatur mengenai tajuk JPP asal stek pucuk.