BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo (Mebidangro) memiliki keterkaitan langsung satu dengan yang lain. Kawasan Mebidangro ini pada awalnya dibentuk atas dasar dan tujuan meningkatkan daya saing nasional dengan perekonomian dan infratruktur di daerah yang merata dan memadai. Kawasan Mebidangro merupakan perwujudan dari keseriusan pemerintah dalam pengelolaan tata ruang perkotaan dalam rangka menyokong perkembangan Mebidangro sebagai kota metropolitan. Adapun rencana tata ruang perkotaan Mebidangro ini bertujuan untuk mewujudkan kawasan perkotaan yang aman, nyaman, produktif, berdaya saing nasional dan berkelanjutan sebagai pusat kegiatan nasional di bagian utara Pulau Sumatera. Pembentukan Mebidangro sebagai sebuah Kawasan Strategis Nasional (KSN) bertujuan untuk mengembangkan wilayah Sumatera Utara sebagai daerah yang memiliki potensi khusus dan dianggap strategis bagi negara, yang oleh karenanya diprioritaskan penataan ruangnya. Salah satu hal yang menggunakan Mebidangro sebagai instrumen yang strategis bagi penyelenggaraaan urusan negara dapat dilihat dalam kerja sama ekonomi tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand Growth Triangle (IMT-GT), dimana Indonesia diwakilkan oleh Sumatera Utara (Mebidangro) karena wilayahnya yang paling strategis dan dekat dengan dua negara tersebut. Kebijakan yang mengatur KSN ini merupakan alat koordinasi dalam penyelenggaraan pembangunan di kawasan tersebut dan
1
Universitas Sumatera Utara
didukung pula oleh kebijakan yang telah ada sebelumnya, yaitu Undang – Undang Nomor 26 tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008. Meskipun telah memiliki kebijakan yang jelas, namun sebenarnya tidak mudah untuk menjalankan tujuan secara sepihak karena menyangkut lebih dari satu wilayah. Secara eksplisit dapat diamati lebih seksama bahwa keutuhan pelaksanaan kebijakan akan ditunjang oleh koordinasi yang nyata oleh para pemimpin/pemerintah
daerah
masing
–
masing
wilayah
Mebidangro.
Diprioritaskan menjadi suatu kawasan terpadu membuat koordinasi antar daerah menjadi hal yang sangat penting karena kebijakan yang diambil bersifat kausal dan influence terhadap wilayah lainnya. Pada sisi lain, didorong oleh ambisi peningkatan ekonomi yang masif dan cepat, maka kegiatan ekonomi berupa aktivitas industrial maupun pembangunan infrastruktur juga meningkat intensitas dan frekuensinya. Kegiatan ini sedikit atau banyak berpengaruh langsung terhadap lingkungan. Pembangunan yang tidak sinkron dengan Rencana Tata Ruang akan memicu masalah perkotaan, seperti kemacetan dan penting untuk digarisbawahi adalah membeludaknya sampah. Memiliki tujuan yang begitu kompleks dan krusial bagi perekonomian daerah dan daya saing nasional, kebijakan Kawasan Perkotaan Mebidangro ternyata tidak mengaplikasikan konsep koordinasi dalam aspek makro saja. Koordinasi tidak hanya dibutuhkan dalam penyelenggaraan aktivitas daerah, namun juga dalam aspek mikro seperti pengelolaan masalah perkotaan yang mungkin timbul, yaitu pengelolaan sampah (waste management). Tertulis dalam Perpres No.62 Tahun 2011 bahwa peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan perkotaan salah
2
Universitas Sumatera Utara
satunya dilakukan melalui pengelolaan sampah. Adapun pengelolaan sampah ini dianggap sangat penting dalam menciptakan kegiatan perkotaan yang kondusif. Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara periode sebelumnya, Ir. H Riadil Akhir Lubis, yang menyatakan dalam Sumut Pos 3 April 2012, bahwa pengelolaan sampah di kawasan Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo (Mebidangro) menjadi perhatian pemerintah agar percepatan pembangunan di empat daerah yang diatur dalam Perpres No 62/2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro dapat terlaksana dengan baik. Apabila memperhatikan Perpres yang disebutkan sebelumnya, maka pada pasal 46 ditemukan sebuah ketentuan tentang adanya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang terintegrasi di Kawasan Mebidangro. Ketentuan tersebut secara tidak langsung mengharapkan sebuah hubungan/koordinasi karena sifatnya yang terpadu dan menyangkut lebih dari satu daerah. Menurut kebijakan ini TPA yang paling ideal adalah di wilayah Kabupaten Deli Serdang karena wilayahnya memiliki lahan kosong yang lebih luas dibandingkan dengan daerah lainnya. Disebutkan pula dalam kebijakan ini TPA – TPA yang berada di Kabupaten Deli Serdang tersebut, yaitu TPA Namobintang di Kecamatan Pancur Batu, TPA Durian Tonggal di Kecamatan Pancur Batu, TPA Tadukan Raga di Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hilir, dan TPA Batang Kuis di Kecamatan Batang Kuis di Kabupaten Deli Serdang. Berjalannya kebijakan pengelolaan sampah di Mebidangro selama ini menunjukkan koordinasi Kabupaten Deli Serdang dan daerah lainnya terlihat cukup kondusif. Namun apakah demikian, belum dapat dipastikan secara konkret.
3
Universitas Sumatera Utara
Pasalnya dalam kacamata awam, menyediakan lahan sebagai TPA bagi daerah lain adalah sebuah keputusan yang menuntut pertimbangan mendalam, karena seolah – olah tidak memberikan keuntungan apapun. Akan tetapi tentunya Kabupaten Deli Serdang tidak serta merta menyetujui wacana tersebut, melainkan memiliki alasan tertentu sebagai pertimbangan. Koordinasi yang ditargetkan sejauh ini hanya sebatas penyediaan lahan dan proses pendistribusian sampah ke TPA, begitu pula halnya antara Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan secara khusus. Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan Kota Medan dan dikutip dari Medan Bisnis Daily.com, Kota Medan memproduksi setidaknya 1700 – 1800 ton sampah setiap harinya,
yang membuatnya tercatat sebagai daerah penghasil sampah
terbesar se-kawasan Mebidangro. Meskipun memiliki TPA-nya sendiri tidak menjamin Medan dapat dengan tenang menghadapi produksi sampah yang naik terus - menerus. Pasalnya dalam waktu lebih kurang lima tahun, TPA Terjun akan mencapai limit atau tidak dapat menampung sampah lebih banyak lagi. Selain itu, TPA Namobintang yang membantu TPA Terjun dalam menampung sampah di Kota Medan tersebut juga telah ditutup pada tahun 2013. Berdasarkan Laporan Periodik Cawu I TPA Terjun dari Dinas Kebersihan Kota Medan, timbulan sampah yang terangkut ke TPA sampai bulan April 2014 adalah 164.369,11 ton (80,57%) dan tentu akan bertambah lagi sampai akhir tahun. Rata – rata produksi sampah Kota Medan yang tinggi setiap harinya tentu mengharuskannya mencari partner yang mampu dan bersedia berkoordinasi mengatasi masalah persampahan. Deli Serdang merupakan wilayah yang diharapkan oleh Kota Medan untuk mengatasi masalah tersebut karena kondisinya
4
Universitas Sumatera Utara
yang sangat ideal sebagai penyedia lahan TPA. Oleh sebab itu rancangan mengenai TPA Terpadu Regional adalah sebuah alternatif
yang diharapkan
mampu menganggulangi masalah tersebut. Melihat masalah yang dipaparkan di atas, penting untuk mengetahui bagaimana sebenarnya koordinasi yang dijalin oleh kedua daerah dalam mengelola sampah. Hal ini merujuk pada kebijakan Kawasan Perkotaan Mebidangro yang mencanangkan sebuah TPA Terpadu untuk tidak hanya melayani Deli Serdang namun juga Kota Medan. Maka penting bagi penulis untuk melihat hal ini lebih terperinci dan melihat apa yang terjadi dalam aktivitas tersebut untuk mengetahui bagaimana koordinasi yang dijalankan antara Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan. 1.2. Fokus Masalah Dalam aktivitasnya sebagai sebuah kawasan perkotaan metropolitan, maka Mebidangro melakukan banyak kegiatan ekonomi, industrial, dan pembangunan secara fisik. Aktivitas ini sedikit banyak mempengaruhi lingkungan dan tata ruang perkotaan yang berimplikasi pada timbulnya sampah. Permasalahan sampah ini ternyata bukanlah sebuah ‘barang baru’ dalam masalah perkotaan. Maka berdasarkan hal tersebut pemerintah sudah mengantisipasi masalah pengelolaan sampah dalam sebuah kebijakan dan menunjuk Kabupaten Deli Serdang sebagai lokasi TPA yang terintegrasi. Terintegrasinya TPA di kawasan ini akan berbanding lurus dengan koordinasi yang kuat antar daerah, khususnya Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan. Maka dengan itu secara khusus peneliti ingin fokus mengamati bagaimana
5
Universitas Sumatera Utara
koordinasi antara Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan dalam pengelolaan sampah berdasarkan Perpres yang mengatur hal tersebut. 1.3. Rumusan Masalah Penelitian pada dasarnya dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang antara lain dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Kedudukan masalah yang akan diteliti sangat sentral dalam suatu penelitian. Oleh karena itu, pemilihan masalah penelitian haruslah dipertimbangkan secara sungguh – sungguh (Sanapiah, 2007:37). Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah yang ingin diteliti oleh peneliti pada penelitian ini adalah “Bagaimana Koordinasi Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan dalam Pengelolaan Sampah di TPA Terpadu?” 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana koordinasi pemerintah daerah Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan dalam pengelolaan sampah di TPA Terpadu. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Segi Ilmiah Sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, sistematis, bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan menuliskan karya ilmiah di lapangan berdasarkan kajian – kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara. 2. Segi Praktis
6
Universitas Sumatera Utara
Untuk menambah pengetahuan, referensi, dan alternatif bagi pelaksana kebijakan tentang koordinasi Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan dalam pengelolaan sampah ini, guna mengoptimalkan keberhasilan kebijakan. 3. Segi Akademis Untuk memperkaya khasanah ilmiah dan memberikan kontribusi secara langsung dalam penelitian – penelitian sosial khususnya bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU.
7
Universitas Sumatera Utara