PERENCANAAN DETAIL REKLAMASI DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL HASIL KERUKAN UNTUK PENGEMBANGAN TERMINAL PETI KEMAS TANJUNG PERAK DI MOROKREMBANGAN, SURABAYA Nama Mahasiswa : Nelson Panjaitan NRP : 3106.100.138 Jurusan : Teknik Sipil FTSP-ITS Dosen Pembimbing : 1. Prof. Dr. Ir. Herman Wahyudi, DEA 2. Ir. Fuddoly, Msc.
Abstrak Reklamasi adalah suatu pekerjaan atau usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong atau berair menjadi lahan yang berguna dengan cara pengurukan atau pengeringan. Pada perencanaan ini, reklamasi dilakukan pada lahan yang berair yaitu daerah pantai Morokrembangan, Surabaya dengan tujuan sebagai lapangan penumpukan peti kemas. Pada lahan yang berair umumnya memiliki tanah dasar yang lunak sehingga ketika ditimbun maka akan terjadi settlement pada tanah dasar. Dalam perencanaan lapangan penumpukan peti kemas ini direncanakan juga shore protection yang terbuat dari pasangan batu untuk sisi utara dan barat. Sedangkan untuk sisi timur akan direncanakan dengan menggunakan sheetpile karena dikhawatirkan proyek reklamasi tersebut akan memberikan dampak terhadap struktur trestle yang tidak jauh dari lokasi reklamasi. Material yang akan digunakan dalam perencanaan ini merupakan material hasil kerukan yang terdapat pada selat Madura, Jawa Timur. Sehingga perlu direncanakan jumlah alat keruk yang akan digunakan serta metode pelaksanaan dari pengerukan tersebut sehingga material dapat sampai ke lokasi reklamasi dengan penggunaan peralatan yang efisien. Kata kunci: reklamasi, shore protection, sheet pile, pengerukan.
BAB I. PENDAHULUAN 1.1
LATAR BELAKANG Lokasi pelabuhan Tanjung Perak yang strategis dan didukung oleh daerah hinterland Jawa Timur yang potensial maka menjadikan pelabuhan Tanjung Perak menjadi pusat pelayaran kawasan timur Indonesia. Hal ini mengakibatkan pelabuhan Tanjung Perak menjadi pusat distributor maupun kolektor di kawasan timur Indonesia yang secara tidak langsung berakibat juga pada kenaikan arus peti kemas pada terminal peti kemas Tanjung perak. Hal inilah yang mendasari dibutuhkannya terminal peti kemas atau container yard yang di lokasi Morokrembangan, Surabaya. Perluasan container yard ini bermaksud untuk menampung arus peti kemas di lokasi Jawa Timur yang diprediksi akan mengalami overflow pada tahun 2011. 1.2
LINGKUP PEKERJAAN Adapun lingkup pekerjaan yang akan dibahas dalam tugas akhir ini antara lain: • Pekerjaan pengerukan material (dredging). • Perhitungan geoteknis reklamasi. • Desain sheetpile. • Desain shore protection. • Metode pelaksanaan. • Perhitungan rencana anggaran biaya (RAB). 1.3
BATASAN MASALAH Batasan-batasan yang akan digunakan dalam penulisan tugas akhir ini antara lain: • Data yang digunakan adalah data sekunder. • Layout sudah ditentukan sebelumnya. • Lokasi pengerukan (quarry) sudah ditentukan. 1.4
TUJUAN Tujuan dari penulisan tugas akhir ini antara lain: • Dapat merencanakan detail reklamasi yang menggunakan material hasil kerukan dengan mempertimbangkan kondisi teknis di lapangan. • Dapat merencanakan sheetpile yang akan digunakan sebagai penahan tanah. • Dapat merencanakan shore protection.
• •
1.5
Dapat merencanakan anggaran biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan reklamasi. Dapat merencanakan metode pelaksanaan yang akan digunakan untuk pelaksanaan reklamasi di lapangan.
1.5.3 Perhitungan Geoteknis Reklamasi Hal-hal yang perlu diperhitungkan dalam perhitungan geoteknis reklamasi antara lain: a. Penurunan tanah/settlement. b. Waktu konsolidasi tanah. c. Perencanaan vertical drain. d. Perencanaan tinggi timbunan.
METODOLOGI PENULISAN Pendahuluan
pengumpulan data dan analisa data Perhitungan geoteknis reklamasi
Perencanaan sheetpile
Perencanaan shore protection Perencanaan pengerukan material (dredging) Perencanaan metode pelaksanaan
Perhitungan RAB
Kesimpulan
Gambar 1. Diagram alir perencanaan detail reklamasi di Morokrembangan, Surabaya.
1.5.4
Perencanaan Sheetpile Perencanaan sheetpile disini berfungsi untuk menggantikan sandbag sebagai tanggul penahan tanah karena adanya struktur trestle berdekatan dengan lokasi reklamasi. Maka untuk menghindari kerusakan pada trestle tersebut maka digunakan sheetpile sebagai penahan tanah. 1.5.5
Perencanaan Shore Protection Shore protection pada perencanaan detail reklamasi ini berfungsi agar tanah material reklamasi tidak mengalami kerusakan akibat arus maupun gelombang air laut. Shore protection adalah suatu konstruksi yang diharapkan dapat melindungi segala sesuatu yang berada di balik shore protection tersebut dari kerusakan akibat gelombang air laut. Pada perencanaan detail reklamasi ini menggunakan pasangan batu sebagai shore protection.
1.5.1 Pendahuluan Pada pendahuluan berisi tentang: a. Persiapan : yaitu mengenal dan mempelajari permasalahan-permasalahan yang akan dihadapi dalam perencanaan detail reklamasi. b. Studi literatur : yaitu mempelajari konsepkonsep perhitungan yang akan digunakan dalam merencanakan detail reklamasi.
1.5.6
1.5.2 Pengumpulan Data dan Analisa Adapun data-data yang akan dibutuhkan dalam perencanaan reklamasi antara lain: a. Data Bathymetri dan Topografi. b. Data tanah, mencakup: • Tes Volumetry dan Gravimetry. • Hasil analisa ayakan dan Hydrometer. • Tes Atterberg Limit. • Tes Triaxial UU. • Standard Penetration Test (SPT). Data yang akan dianalisa dalam perencanaan reklamasi ini adalah data-data tanah.
1.5.7
Perencanaan Pengerukan Material (Dredging) Adapun proses-proses yang direncanakan dalam perencanaan dredging antara lain: a. Proses pengerukan di lokasi quarry. b. Proses pengangkutan material dari quarry ke lokasi reklamasi. c. Proses pengurukan material ke lokasi reklamasi. Perencanaan Metode Pelaksanaan Beberapa hal yang perlu direncanakan dalam metode pelaksanaan antara lain: a. Persiapan lahan, yaitu membersihkan dan meratakan tanah dasar dari vegetasi dan kotoran lainnya. b. Pengerukan material reklamasi (dredging). c. Pemasangan tanggul. d. Pelaksanaan detail reklamasi. 1.5.8
Perhitungan Rencana Anggaran Biaya Adapun yang perlu diperhitungkan dalam merencanakan anggaran biaya untuk pelaksanaan detail reklamasi ini antara lain:
a. b. c. d. e.
Harga material dan upah. Biaya peralatan. Perhitungan volume pekerjaan. Analisa harga satuan. Perhitungan rencana anggaran biaya.
1.5.9 Kesimpulan Isi dari kesimpulan pada tugas akhir ini adalah berupa hasil-hasil perencanaan detail, antara lain: a. Gambar detail perencanaan. b. Metode pelaksanaan. c. Rencana anggaran biaya (RAB).
Berupa tanah pasir bercampur kerikil dan sedikit lanau. Bersih dan bebas dari bahan organis dan kotoran. Mempunyai diameter maksimum butiran = 20 cm. Memiliki persentase material berdimensi halus ( lebih kecil dari 0.08 mm) adalah kurang dari 20%. Mempunyai Relative Density (Dr) minimum sebesar 80% untuk zona diatas permukaan air pasang dan minimum 60% untuk zona dibawah muka air pasang. Memiliki permeabilitas (k) minimum = 1x10-5 m/s.
BAB II. DASAR TEORI 2.3 2.1
ANALISA PARAMETER TANAH Dalam menganalisa parameter tanah dilakukan dengan pendekatan statistika dasar yaitu dengan cara pendekatan dengan menggunakan coefficient variant (CV). Persamaan statistik yang digunakan: Rata-rata ∑nn=1 x U= n Standar Deviasi ∑(x-U)2 STD=� n Koefisien varian (CV) STD CV= ×100% U Dalam membagi layer-layer tanah digunakan korelasi SPT seperti tabel dibawah ini: Tabel 1. Korelasi n-SPT dengan karakteristik tanah lainnya (sumber: J.E. Bowles, 1984 dalam Wahyudi,1999). Cohesionless Soil N (blows) γ (kN/m3)
0-3 -
10-Apr 16-Dec
30-Nov 14-18
31-50 16-20
>50 18-23
φ (o)
Very Loose 0-15
25-32 Loose 15-35
28-36 Medium 35-65
30-40 Dense 65-85
>35 Very Dense 85-100
16-25 16-20 40-200 Stiff
>25 >20 >100 Hard
State Dr (%)
Cohesive Soil N (blows) γ (kN/m3)
<4 14-18 qu (kPa) <25 Consistency Very Soft
6-Apr 16-18 20-50 Soft
15-Jun 16-18 30-60 Medium
2.2 MATERIAL REKLAMASI Persyaratan teknis yang biasa digunakan dalam merencanakan sebuah timbunan reklamasi menurut Wahyudi (1997) adalah sebagai berikut:
KONSEP PERHITUNGAN TANAH DASAR Terdapat dua kondisi yang harus diperhatikan, yaitu: 1. Short Term Condition Perhitungan pada material kohesif jenuh air yang berada dibawah permukaan muka air tanah, misal: lempung (C u , ϕ u =0), menggunakan hasil percobaan undrained. Yaitu memakai harga-harga tegangan total (σ) dan berat volume tanah jenuh air (γ sat ). Sedangkan yang berada diatas permukaan air tanah, dipakai harga berat volume tanah humid (γ h ). Pada kondisi ini, perubahan bentuk tanah terjadi pada kondisi volume konstan (ΔV=0) dan air memegang peran yang penting dalam perilakunya (Δu≠0). 2. Long Term Condition Untuk material kohesif (lempung) dan semua kasus (short dan long term) pada material non kohesif (pasir dan kerikil), digunakan hasil percobaan drained (C’, ϕ’). Perhitungan dilakukan dengan menggunakan harga tegangan efektif (σ’) dan berat volume tanah efektif (γ’) untuk yang berada di bawah permukaan air tanah. Sedangkan untuk tanah yang berada di atas permukaan air tanah , digunakan harga berat volume kering (γ d ) untuk pasir dan kerikil, serta γ h untuk lempung dan lanau. Pada kondisi ini, tegangan air pori konstan selama pembebanan (Δu=0 atau u = konstan), sedangkan ΔV≠0. Dalam kasus consolidation settlement (Sc), fenomena ini tergolong long term condition, sehingga dipakai harga-harga efektif (γ’=γ sat – γ air dan σ’=σ-u). Sedangkan kondisi immadiate
settlement (Si) adalah tergolong short term condition. 2.4
TEORI SETTLEMENT
2.4.1 Settlement Adalah penurunan atau deformasi yang terjadi akibat pembebanan di permukaan tanah. Settlement yang disebabkan oleh pembebanan dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Immadiate Settlement (Si) Adalah pemampatan yang terjadi akibat perubahan elastis tanah tanpa adanya perubahan kadar air. Perhitungan immadiate settlement ini umumnya didasarkan pada teori elastisitas. 2. Consolidation Settlement (Sc) Merupakan penurunan yang diakibatkan oleh keluarnya air dari pori-pori di dalam tanah. Penurunan konsolidasi masih dapat dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu: penurunan konsolidasi primer dan penurunan konsolidasi sekunder. Pada perhitungan perencanaan ini, jenis settlement yang diperhitungkan adalah immediate settlement dan consolidation primair settlement. Adapun alasan untuk tidak memperhitungkan settlement lainnya adalah sebagai berikut: 1. Besar S cs adalah jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan S i maupun S cp . 2. Proses secondair consolidation berlangsung untuk waktu yang cukup lama. 3. Belum adanya perumusan yang tepat untuk menghitung besar amplitudo S lat . 2.4.1.1 Immediate Settlement (Si) Menurut Biarez (1973) dalam Wahyudi (1997) disajikan metode perhitungan besarnya penurunan tanah segera (short term condition) dari suatu lapisan tanah ditentukan dengan persamaan: hi Si =q � ' Ei
Dimana: q = tegangan yang bekerja pada permukaan tanah hi = tebal lapisan tanah ke-i E’ I = modulus oedometrik pada lapisan ke-i.
Korelasi antara modulus Young dengan modulus Oedometrik dapat dilihat pada persamaan berikut: 2µ2 E = E' �1- � �� 1-µ Dimana: E = nilai modulus Young Lempung lunak (E = 1380 – 3450 kN/m2) Lempung keras (E = 5865 – 13800 kN/m2) Pasir lepas (E = 10350 – 27600 kN/m2) Pasir padat (E = 34500 – 69000 kN/m2) E’ µ
= nilai modulus Oedometrik = nilai koefisien Poisson Lempung lunak (µ = 0.15 – 0.25) Lempung keras (µ = 0.20 – 0.50) Pasir lepas (µ = 0.20 – 0.40) Pasir padat (µ = 0.25 – 0.45)
2.4.1.2 Primair Consolidation Settlement (Scp) 1. Untuk kondisi normally consolidated (NC), digunakan persamaan: Cc.H Δσ Scp = log �1+ ' � 1+e0 σ0 Dimana: Cc = compression index H = tebal lapisan tanah compressible e 0 = angka pori awal (initial void ratio) Δσ = sucharge load = overburden pressure effective σ’ 0
2.
Untuk kondisi over consolidated terdapat dua persamaan yang dapat digunakan, yaitu: Bila σ’ 0 + Δσ ≤ σ’ c, maka: Cs.H Δσ Scp = log �1+ ' � 1+e0 σ0
Bila σ’ 0 + Δσ > σ’ c, maka: Cs.H σ' c Cc.H σ'0 +Δσ Scp = � log ' � + log � ' � σ0 1+e0 1+e0 σc Dimana: H = tebal lapisan tanah compressible e0 = angka pori awal (initial void ratio) Cc = compression index Cs = swelling index Δσ = surcharge load
B1
B2
σ’ 0 σ’ c
= overburden pressure effective = tegangan prakonsolidasi efektif 2.4.1.3 Parameter Tanah Untuk Perhitungan Consolidation Settlement 1. Tebal lapisan compressible Tebal lapisan compressible (H) yang diperhitungkan adalah yang masih bisa mengalami konsolidasi primer (N-SPT < 30). Namun pada perencanaan ini dibatasi dengan menggunakan N-SPT < 20. 2. Beban atau surcharge Surcharge yang dimaksud adalah besarnya beban yang bekerja di atas permukaan tanah asli (compressible soil) dalam satuan tegangan. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Δσ = γtimbunan ×Htimbunan Dimana: Δσ = beban surcharge yang terjadi γ timbunan = berat volume humid dari tanah timbunan H timbunan = tinggi timbunan Apabila timbunan terendam air, maka digunakan harga γ timbunan efektif. 3. Koefisien pengaruh I Dengan menggunakan bantuan persamaan dalam Das (1990), yaitu: 1 B1 +B2 B1 I = ��� � (α1 +α2 )� - � α2 �� π B2 B2 Dimana:
α1 = tan-1
B1 +B2 B1 - tan-1 Z Z
α2 = tan-1
B1 Z
B 1 = setengah dari lebar timbunan B 2 = panjang proyeksi horisontal kemiringan timbunan Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.
qo =γH
H
Z
a2
a1
∆q
Gambar 2. Distribusi tegangan vertikal dalam tanah (Sumber: Das, 1990).
Karena nilai I ditinjau di tengah-tengah dari lebar timbunan, maka untuk timbunan yang simetris nilai I yang diperoleh harus dikalikan dengan dua. 4. Compression dan Swelling Index Harga compression index (Cc) dan swelling index (Cs) diperoleh dari korelasi-korelasi yang terdapat pada tabel dibawah ini. Tabel 2. Korelasi nilai compression index (Cc). Persamaan
Daerah Pemakaian
Cc = 0,007 (LL-7)
Lempung yang terbentuk kembali (remolded)
Cc = 0,01 WN
Lempung Chicago
Cc = 1,15 (eo – 0,27) Cc = 0,30 (eo – 0,27) Cc = 0,0115 WN
Semua lempung Tanah kohesif anorganik: lanau,lempung berlanau,lempung Tanah organik, gambut, lanau organik, dan lempung
Cc = 0,0046 (LL – 9) Cc = 0,75 (eo – 0,5) Cc = 0,208eo + 0,0083 Cc = 0,156eo + 0,0107
Lempung Brazilia Tanah dengan plastisitas rendah Lempung Chicago Semua lempung
Dimana: WL = batas cair (%) WN = kadar air natural di lapangan e0 = angka pori awal di lapangan Gs = specific gravity Untuk swelling index (Cs) dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan: 1 1 Cs= s⁄d Cc 5 10 5. Angka pori Angka pori awal (e 0 ) diperoleh dari hasil tes laboratorium (Volumetric dan Gravimetric). 6. Overburden Pressure Effective (σ’ 0 ) Overburden Pressure Effective (σ’ 0 ) adalah tegangan vertikal efektif dari
2.
tanah asli. Dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan: σ' 0 = γ' .H Dimana: γ' = γsat - γw H = setengah tebal lapisan yang diperhitungkan 2.4.2
Waktu Konsolidasi
3.
2.4.2.1 Lama Konsolidasi Menurut Terzaghi dalam Das (1990), lamanya waktu konsolidasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan: Tv (Hdr)2 t= Cv Dimana: t = lama konsolidasi Tv = faktor waktu H dr = panjang aliran air tanah yang dialirkan Cv = koefisien konsolidasi vertikal
Cvrata-rata =
2.4.3 Perhitungan Tinggi Timbunan 1. Tinggi kritis Yaitu tinggi maksimal tanah timbunan yang mampu didukung tanah dasar agar tidak terjadi sliding. Apabila tinggi timbunan yang diinginkan sebagai beban preloading yang akan diberikan lebih besar daripada tinggi kritis, maka timbunan tersebut harus diletakkan secara bertahap (stepped preloading).
Tabel 3. Korelasi antara Tv dengan U (sumber: Wahyudi, 1997). Derajat Faktor konsolidasi Waktu Tv 0 0.008 0.031 0.071 0.126
50
0.197
60
0.287
70
0.403
80
0.567
90
0.848
100
∞
H H2 H H1 � � � � i� � Cv1 + Cv2 +…+ Cvi
Dimana: H = tebal total lapisan compressible H i = tebal lapisan compressible ke-i Cvi = koefisien konsolidasi vertikal lapisan ke-i
2.4.2.2 Parameter Tanah Untuk Menentukan Waktu Konsolidasi 1. Faktor waktu (Tv) Faktor waktu merupakan fungsi dari derajat konsolidasi (U%) dan bentuk dari distribusi tegangan air pori (u) di dalam tanah (aliran satu arah atau dua arah). Untuk tegangan air pori yang homogen diberikan hubungan antara Tv dengan U seperti pada tabel berikut.
U% 0 10 20 30 40
Panjang aliran drainage (H dr ) Jka tebal lapisan compressible adalah H, maka panjang aliran drainage-nya adalah H dr, dimana: H dr = ½ H, bila arah aliran air selama proses konsolidasi adalah dua arah (ke atas dan ke bawah) H dr = H, bila arah aliran air selama proses konsolidasi adalah satu arah Koefisien konsolidasi vertikal (Cv) Koefisien konsolidasi vertikal (Cv) diperoleh dari tabel korelasi antar partikel tanah seperti pada Tabel 2.4. Apabila lapisan tanah homogen dan mempunyai beberapa nilai Cv, maka harga Cv yang digunakan dalam perencanaan adalah harga Cv rata-rata.
Gambar 3. Penimbunan bertahap.
2.
3.
Tinggi timbunan rencana Yaitu tinggi final tanah hasil reklamasi yang direncanakan. Pada penimbunan secara bertahap (stepped preloading) pembebanan dilakukan secara bertahap sampai tercapai tinggi timbunan rencana. Tinggi timbunan pada saat pelaksanaan Yaitu tinggi timbunan yang dibutuhkan dengan memperhitungkan settlement yang
terjadi di lapangan hingga tercapai tinggi timbunan rencana. 2.5
TEORI VERTICAL DRAIN
Menentukan Kedalaman Vertical Drain Besar kedalaman PVD terpasang yang diperlukan untuk mengatasi penurunan akibat konsolidasi tanah, dalam perencanaan ini dipasang sampai kedalaman tanah compressible, yaitu N-SPT < 20.
s
2.5.1
s dw s s
s
s
Gambar 5a. Pola susunan PVD segiempat (sumber: Mochtar, 2000).
s S S Gambar 4. Pemasangan vertical drain pada kedalaman lapisan compressible (sumber: Mochtar, 2000)
Menentukan Waktu Konsolidasi Akibat Vertikal Drain Penentuan waktu konsolidasi menurut Barron (1948) dengan teori aliran pasir vertikal, menggunakan asumsi teori Terzaghi tentang konsolidasi linier satu dimensi. D2 1 t= � � .F(n). ln � � 8.Ch 1-Uh Dimana: T = waktu untuk menyelesaikan konsolidasi primer D = diameter ekivalen dari lingkaran tanah yang merupakan daerah pengaruh PVD. Harga D: • D=1,13×S Untuk pola susunan bujur sangkar • D=1,05×S Untuk pola susunan segitiga Ch = koefisien konsolidasi arah horisontal.
s
s s
s s
s s
s
0.866 S
0.866 S
0.866 S
2.5.2
Gambar 5b. Pola susunan PVD segitiga (sumber: Mochtar, 2000).
Sedangkan F(n) adalah merupakan fungsi hambatan akibat jarak antara titik pusat PVD oleh Hansbo (1979) dalam Mochtar (2000) harga F(n) didefinisikan sebagai berikut : n2 3n2 -1 F(n)= � 2 � �ln(n) - � 2 �� n -1 4n Atau n2 1 F(n)= � 2 � �ln(n) - 3⁄4 - � 2 �� n -1 4n Dimana: n = D/dw dw = diameter ekivalen dari vertical drain Pada umumnya n > 20 sehingga dapat dianggap 1/n = 0 dan n2 � 2 � ≈1 n -1 Jadi: F(n) = ln(n) – 3/4, atau: D F(n)= ln � � – 3⁄4 dw
Hansbo (1979) menentukan waktu konsolidasi dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: D2 1 t= � � .(F(n)+Fs+Fr). �ln � �� (2.25) 8.Ch 1-Uh Dimana: t = waktu yang diperlukan untuk mencapai Uh D = diameter ekivalen lingkaran PVD dw =
(a + b) 2
dw = BAND SHAPED PV DRAIN
2.(a + b ) π
b
a
Gambar 6. Diameter ekivalen untuk PVD (sumber: Mochtar, 2000).
S = jarak antar PVD dari as ke as Ch = koefisien konsolidasi arah horisontal Kh Ch = � � .Cv Kv Kh/Kv = perbandingan antara koefisien permeabilitas tanah arah horisontal dan vertikal, untuk tanah lempung/lanau jenuh air berkisar antara 2-5 F(n) = faktor hambatan disebabkan karena jarak antar PVD Fr = faktor hambatan akibat pada PVD itu sendiri Fs = faktor hambatan tanah yang terganggu (disturbed) Uh = derajat konsolidasi tanah (arah horisontal) Harga Fr merupakan faktor tahanan akibat adanya gangguan PVD itu sendiri dan dirumuskan sebagai berikut (Hansbo, 1979): Kh Fr = π.Z.(L-Z). � � qw Dimana: L = panjang drain Kh = koefisien permeabilitas arah horisontal dalam tanah yang tidak terganggu (undisturbed) qw = discharge capacity dari drain (tergantung jenis PVD yang digunakan) Kh ds Fs= � -1� . ln � � Ks dw
Dimana: Ks = koefisien permeabilitas arah horisontal pada tanah terganggu (disturbed) ds = diameter tanah yang terganggu (disturbed) di sekeliling PVD dw = diameter ekivalen Untuk memudahkan perencanaan maka diasumsikan F(n) = Fs dan harga Fr dianggap nol sehingga persamaan 2.25 (Hansbo,1979 dalam Mochtar, 2000) berubah menjadi : D2 1 t= � � .2F(n). ln � � 8.Ch 1-Uh Dimana: t = waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Uh D = diameter lingkaran PVD F(n) = faktor hambatan disebabkan jarak antar PVD Uh = derajat konsolidasi tanah (arah horisontal) Harga Uv dicari dengan menggunakan persamaan Cassagrande (1938) dan Taylor (1948): Untuk 0 < Uv < 60%
Tv Uv = �2� � ×100% π
Untuk Uv > 60% Uv=(100-10a )% Dimana: 1.781-Tv a= 0.933
Derajat konsolidasi rata-rata U dapat dicari dengan menggunakan persamaan Carillo (Mochtar, 2000): U = [1-(1-Uh)(1-Uv)]×100% Perhitungan diameter dan jarak antar PVD yang dibutuhkan dapat pula dicari dengan menggunakan cara grafis Magnan (LCPC, 1981). Cara grafis ini tidak dapat digunakan apabila panjang PVD tidak sedalam lapisan compressible.
Dimana: Kd = koefisien stabilitas γs = berat jenis batuan Sr = perbandingan berat jenis batu dengan air laut H = tinggi muka air yang mengakibatkan kerusakan tertentu
Gambar 7. Korelasi yang digunakan dalam mencari diameter dan jarak antar PVD (LCPC, 1981 dalam Wahyudi, 1997).
Secara umum nilai Kh/Kv untuk soft clay/silt adalah sebagai berikut: Kh Kv =1.2 ± 0.2 No evidence layering (partially dried clay has completely uniform appearance) Kh Kv =1.0 to 1.5 No or only slightly developed microfabric (e.g: sedimentary clays with discountinous lense and layer of more permeable soils) Kh Kv =2.0 to 5.0 Slight layering (sedimentary clays with occasional silt dustings to random lenses) Kh Kv =2.0 to 4.0 Fairly well to well developed microfabric (e.g: sedimentary clays with discoventinous lense and layers of more permeable materials) Kh Kv =3.0 to 15 Varved clays and other deposits containing embeded and more or less countinous permeable layers. 2.6. TEORI PERENCANAAN PROTECTION
SHORE
Gambar 8. Sket dari shore protection.
Rumus yang digunakan adalah rumus dikembangkan oleh Hudson dan Jackso, yakni: γs ×H3 W= Kd.(Sr-1)3 . cot ϕ
Untuk menghitung lebar atas dari keseluruhan tanggul tersebut digunakan rumus: 1⁄3 W B = n.K0 . � � γs Dimana: n = jumlah lapisan batuan K0 = koefisien lapisan W = berat material batu γs = berat jenis batu 2.7
TEORI PERENCANAAN SHEETPILE
2.7.1 Lingkup Pengerjaan Sheetpile 1. Penentuan karakteristik dari sheetpile, dengan mengetahui: Panjang sheetpile yang dibutuhkan untuk konstruksi. Panjang yang terdapat di pasaran pada umumnya adalah 27 meter, sedangkan dipesan dari pabrik dapat mencapai 37 meter. Profile sheetpile mudah didapatkan di pasaran. 2. Penentuan system jangkar (anchor) yaitu dengan menentukan: Daerah penjangkaran, kemiringan dan luas penampang anchor Panjang penjangkaran yang menjamin stabilitas bersama sheetpile Sistem penjangkaran dapat berupa jangkar pasif, jangkar aktif, dan lainlain. 3. Kemungkinan penentuan stabilitas lebih umum, yaitu stabilitas terhadap sliding bersama-sama dalam satu sistem dari sheetpile dengan anchor.