BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Menurut Undang – Undang nomor 18 tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/ atau proses alam yang berbentuk padat. Permasalahan sampah adalah hal yang umum terjadi di masyarakat hingga menjadi isu utama di bidang lingkungan. Meningkatnya jumlah penduduk dan berubahnya pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat menyebabkan semakin meningkatnya volume sampah yang dihasilkan setiap hari. Di Yogyakarta misalnya, berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya tahun 2013 bahwa Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan diperkirakan tidak mampu menampung sampah lagi di tahun 2015 sehingga disiapkan usulan beberapa lahan di Kota Jogja dengan upaya pembebasan lahan. Kemungkinan juga kasus tersebut akan dialami oleh TPA dengan metode pengelolaan open dumping di kota-kota besar lainnya di Indonesia. Kondisi parah akan terjadi jika lahan pembuangan tidak memadai terutama dari segi geografis. Apabila lokasi TPA terlalu dekat dengan pemukiman, dikhawatirkan akan menimbulkan efek negatif pada kesehatan masyarakat sekitar, seperti aroma yang tidak sedap, hingga timbulnya berbagai macam penyakit. Beberapa vektor penyakit seperti lalat, tikus, serangga, bahkan jamur menjadikan sampah sebagai tempat perkembangbiakannya. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) misalnya, disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang hidup berkembangbiak di lingkungan yang memiliki 1
2
pengelolaan sampah kurang baik karena adanya kaleng bekas, ban bekas, dan sampah plastik dengan genangan air. Penyakit sesak nafas dan penyakit mata yang disebabkan oleh gas berbahaya yang memiliki bau sampah yang menyengat, bahkan penyakit saluran pencernaan (diare, kolera, dan typus) disebabkan oleh banyaknya lalat yang hidup berkembangbiak di sekitar lingkungan tempat penumpukan sampah. Dilihat dari segi lingkungan, menyebabkan estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata misalnya banyaknya sampah plastik bertebaran sehingga mengganggu kesegaran udara di lingkungan (Mukono, 2006 dalam Sajida A., 2012). Penumpukan sampah yang timbul di berbagai daerah, umumnya disebabkan oleh sampah yang membutuhkan waktu lama atau bahkan tidak dapat diurai oleh tanah, terutama sampah plastik. Data Deputi Pengendalian Pencemaran Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) tahun 2007 menyebutkan bahwa volume sampah di 194 kabupaten dan kota di Indonesia mencapai 666 juta liter atau setara dengan 42 juta kilogram, di mana komposisi sampah plastik mencapai 14 persen atau 6 juta ton. Sedangkan data KLH tahun 2008 menyebutkan bahwa setiap individu rata-rata menghasilkan 0,8 kilogram sampah dalam satu hari dengan kadar 15 persennya adalah plastik. Penggunaan barang berbahan plastik dari tahun ke tahun meningkat mengakibatkan jumlah sampah plastik juga cenderung ikut bertambah. Tentunya ini menjadi masalah di wilayah-wilayah di Indonesia, tidak terkecuali Bali. Berdasarkan laporan Pemerintah Provinsi Bali tahun 2011, jumlah timbulan sampah rumah tangga di Bali adalah 11.799 m3/hari, pada tahun 2013 juga menyebutkan bahwa 40% sampah dibali merupakan sampah plastik. Jika jumlah prosentasi sampah plastik yang hampir mendominasi sampah
3
di Bali tersebut tidak segera dikelola maka dikhawatirkan akan mengancam kesehatan masyarakat di Provinsi Bali karena sifatnya yang sulit terurai. Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2014 tentang Profil Kesehatan Provinsi Bali 2013, penyakit akibat masalah sampah seperti DBD masih cukup tinggi ditemukan di Provinsi Bali. Pada tahun 2013 terjadi peningkatan kasus yang signifikan di Bali tahun 2013 sebesar 7.077 kasus namun data Case Fatality Rate (CFR) menurun, yang sebelumnya tahun 2012 sebesar 0,30% menjadi 0,11% di tahun 2013. Ini berarti dalam pelaksanaan program pengendalian penyakit DBD telah berjalan dengan baik dan benar demikian juga dalam penatalaksanaan kasusnya. Akan tetapi, peningkatan kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor lain seperti perubahan kondisi cuaca yang ekstrim, dan penumpukan sampah pada lingkungan yang menimbulkan genangangenangan air sehingga perkembangbiakan vektor nyamuk menjadi cepat. Seiring dengan meningkatnya prosentase sampah plastik serta demi menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat, termasuk menjadikan sampah sebagai sumber daya, berbagai upaya telah dilakukan untuk meminimalisasi jumlah sampah plastik. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah mengubah sampah plastik tersebut menjadi sumber energi menggunakan metode Thermal Cracking (pyrolysis). Beberapa peneliti juga telah menguji keberhasilan proses tersebut. Mengingat selama ini, sumber energi yang banyak digunakan dalam kehidupan masyarakat berasal dari fosil, baik batubara maupun minyak bumi. Seperti yang telah diketahui, sumber energi yang berasal dari fosil memiliki jumlah yang terbatas sehingga akan semakin menipis jika dieksploitasi secara
4
terus-menerus demi kepentingan manusia. Pada dasarnya, plastik juga berasal dari minyak bumi sehingga dengan proses pyrolysis tersebut, plastik dikembalikan pada bentuk semula sebagai minyak/ sumber energi. Selain itu, pyrolysis memiliki keunggulan yaitu tidak hanya merubah sampah plastik menjadi plastik kembali namun mengubahnya untuk memperoleh kembali bahan bakar. Proses pyrolysis sampah plastik merupakan teknologi konversi termokimia yang memutus rantai polimer (fraksinasi). Upaya pengolahan sampah menjadi energi ini juga merupakan salah satu upaya dalam mendukung program pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 18 tahun 2008 tanggal 07 Mei 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan diatur melalui Peraturan Pemerintah nomor 81 tahun 2012 tanggal 15 Oktober 2012 Pasal 21 Ayat 1 Huruf d. Di lain sisi, proses pyrolysis memerlukan energi untuk melebur plastik di dalam reaktor. Untuk itu, perlu dikaji kembali pengeluaran energi dibandingkan dengan energi yang dihasilkan atau efisiensi energi produksinya. Efisiensi energi adalah istilah yang telah dikenal luas, yaitu penggunaan energi yang lebih sedikit untuk menghasilkan jumlah output berguna yang sama. Pada penelitian sebelumnya oleh Feng G. (2010), penelitian yang dilakukan menggunakan listrik dengan mengaliri nitrogen sebagai sumber energi pemanas reaktor. Penggunaan listrik dan nitrogen tersebut tidak efisien jika diaplikasikan di masyarakat. Untuk itu perlu dikaji kembali efisiensi produksi dari pyrolysis tanpa katalis sampah plastik jika penggunaan listrik diganti menggunakan bahan bakar konvensional dalam memanaskan reaktor. Kota Denpasar sebagai ibukota Provinsi Bali merupakan kota yang berpotensi menghasilkan sampah paling banyak karena memiliki tingkat kepadatan penduduk
5
tertinggi di Bali. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Bali tahun 2015, Kota Denpasar memiliki tingkat kepadatan penduduk sebanyak 6.892.000 jiwa/km2. Berdasarkan laporan Pemerintah Provinsi Bali tahun 2013, volume sampah plastik yang dihasilkan pada tahun 2013 adalah sebanyak 2.700 m3 per hari. Kawasan Perumnas Monang Maning teridentifikasi sebagai penghasil sampah terbesar di Denpasar, dikarenakan kawasan tersebut merupakan salah satu pemukiman terpadat dan tertua dengan jumlah penduduk 15.282 jiwa dan luas area 35 Ha (Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2007). Apalagi, TPS tersebut memiliki lokasi yang dekat dengan permukiman warga. Dari data-data tersebut diatas maka dalam penelitian ini akan dikaji potensi pemanfaatan sampah plastik menjadi bahan bakar alternatif di TPS Kawasan Perumnas Monang Maning ditinjau dari efisiensi pembakaran metode pyrolysis tanpa katalis dalam upaya mengurangi volume sampah plastik dan meningkatkan sanitasi lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang, masalah yang ingin dianalisis adalah bagaimana efisiensi pembakaran metode pyrolysis tanpa katalis dalam memanfaatkan sampah plastik sebagai bahan bakar alternatif di TPS Kawasan Perumnas Monang Maning.
1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Berapa proporsi sampah plastik di TPS Kawasan Perumnas Monang Maning?
6
2. Berapakah perbandingan massa bahan bakar cair sampah plastik yang dihasilkan dengan massa bahan bakar yang dikeluarkan dalam proses pembakaran metode pyrolysis? 3. Berapakah prosentase efisiensi metode pyrolysis tanpa katalis dari masingmasing jenis sampah plastik?
1.4 Tujuan 1.4.1
Tujuan Umum 1. Mengetahui potensi pemanfaatan sampah plastik sebagai bahan bakar alternatif di TPS Kawasan Perumnas Monang Maning ditinjau dari efisiensi pembakaran metode pyrolysis tanpa katalis berdasarkan perbandingan energi yang dihasilkan dengan energi yang dikeluarkan.
1.4.2
Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui proporsi sampah plastik di TPS Kawasan Perumnas Monang Maning. 2. Mengetahui perbandingan kuantitas bahan bakar cair sampah plastik yang dihasilkan dengan kuantitas bahan bakar yang dikeluarkan dalam proses pembakaran metode pyrolysis. 3. Mengetahui prosentase efisiensi metode pyrolysis tanpa katalis masing-masing jenis sampah plastik.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1
Manfaat Teoritis
7
1. Dapat digunakan sebagai tambahan literatur mengenai pemanfaatan sampah plastik. 2. Dapat digunakan sebagai acuan pada penelitian sejenis selanjutnya. 1.5.2
Manfaat Praktis 1. Mengurangi masalah kesehatan masyarakat yang diakibatkan oleh penumpukan sampah terutama sampah plastik. 2. Memberi solusi alternatif dalam upaya pengelolaan sampah plastik yang ramah lingkungan. 3. Memberi masukan yang dapat diterapkan oleh masyarakat dalam meningkatkan sanitasi lingkungan secara efisien.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan latar belakang dan tujuan dari penelitian ini, serta mengingat berbagai keterbatasan, maka penelitian ini dibatasi dalam hal-hal sebagai berikut: 1. Penelitian ini menggunakan metode pyrolysis tanpa katalis dengan suhu dan waktu yang sudah ditentukan sebelumnya berdasarkan berbagai referensi terkait. 2. Bahan bakar yang digunakan pada proses pyrolysis adalah bahan bakar konvensional jenis Liquid Petroleum Gas (LPG). 3. Subjek penelitian yang menjadi studi kasus dalam penelitian ini adalah sampah plastik yang ada di TPS Kawasan Perumnas Monang Maning yang sudah dilakukan perlakuan awal. 4. Jenis plastik yang digunakan dalam penelitian ini adalah PET, HDPE, PVC, LDPE, PP, dan PS.
8
5. Hasil pyrolysis sampah plastik yang diteliti adalah hasil cair (liquid) berupa kuantitas dan nilai kalornya.